Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1202 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Christie, Agatha, 1890-1976
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2018
823 CHR i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Christie, Agatha, 1890-1976
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2017
823 CHR m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Christie, Agatha, 1890-1976
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2018
823 CHR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Christie, Agatha, 1890-1976
"ABSTRAK
Mrs. Ferrars meracuni suaminya... Tetapi tidak seorang pun mencurigainya, kecuali pemerasnya...
Sampai ia bunuh diri, dan meninggalkan sepucuk surat untuk laki-laki yang dicintainya.
Roger Ackroyd tidak pernah membaca surat itu sampai selesai... Karena si pemeras telah beralih melakukan kejahatan lain, pembunuhan.
Dan tidak satu orang pun mencurigainya pula... tidak seorang pun, kecuali Hercule Poirot."
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2014
823 CHR m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Christie, Agatha, 1890-1976
"Roger Ackroyd was a man who knew too much. He knew the woman he loved had poisoned her first husband. He knew someone was blackmailing her - and now he knew she had taken her own life with a drug overdose. Soon the evening post would let him know who the mystery blackmailer was. But Ackroyd was dead before he finished reading it - stabbed through the neck where he sat in his study..."
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2018
823 CHR m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Christie, Agatha, 1890-1976
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2018
823 CHR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyuni Kristinawati
"Disertasi ini bertujuan menampilkan gambaran trait callous unemotional CU pada narapidana pria pelaku pembunuhan secara lebih jelas dan rinci. Trait callous unemotional merupakan trait dengan ciri kurangnya rasa bersalah atau penyesalan, kejam, ketiadaan empati, afek miskin deficient , dan tidak mengekspresikan perasaan atau menunjukkan emosi pada orang lain kecuali secara dangkal atau saat digunakan untuk mendapatkan keuntungan. Subjek penelitian ini adalah 14 orang narapidana pria pelaku pembunuhan berusia 14-25 tahun, delapan orang di antaranya pelaku pembunuhan berencana. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dengan bertumpu pada data wawancara mendalam.Penelitian ini menemukan pelaku pembunuhan berencana cenderung memiliki trait CU dibandingkan pelaku pembunuhan tidak berencana. Diketahui bahwa yang membedakan kuat lemahnya trait CU adalah onset dan intensitas tindakan kekerasan pada masa sebelumnya. Trait callous unemotional terjadi pada individu dengan onset sejarah agresi usia dini dan menunjukkan peningkatan agresi dari waktu ke waktu. Faktor lain yang berkontribusi dalam trait CU adalah relasi emosional, lemahnya penanaman norma keluarga, relasi dengan teman sebaya pro agresi, serta perilaku berisiko misal konsumsi alkohol, perilaku seksual berisiko . Meskipun pelaku pembunuhan cenderung menampilkan trait CU, sebagian pelaku khususnya pelaku pembunuhan tidak berencana menampilkan dominansi trait unemotional dengan trait callous yang tidak menonjol.

This dissertation aims to present a more detailed description of callous unemotional CU trait in male convicting murders. Callous unemotional trait is characterized by the lack of guilt or remorse, callous-lack of empathy, deficient affection the absence of expression of feelings to others except in ways that seem shallow or superficial or when they are used for gain . The subjects of this study are 14 male convicts of murders ranged from 14-25 years old, eight of whom are the perpetrators of premeditated murder. The research method used in this research is case study by relying mostly on the in-depth interview data.The study found the perpetrators of premeditated murder tends to have clear CU traits compared to non-planned murder perpetrators. It is found that what distinguishes the weakness or the strength of the CU trait is not the age of the perpetrator but the onset and intensity of the past acts of violence. Callous unemotional trait occurs in individuals with an onset of early aggression history and show an increased aggression over time. Other factors contributing to CU trait are emotional relationships, weak family socialization on norms, relationships with peers who have pro-aggression values, and risky behaviors eg. alcohol consumption, risky sexual behavior . While perpetrators of murders tend to display the CU trait, some of the perpetrators, especially the perpetrators of the unplanned murders, show callous-unemotional trait with low dominance on callousness."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
D2500
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Esa Lanang Perkasa
"Kejahatan dapat dikatakan sebagai hasil dari pemaknaan seseorang, yang kemudian diolah melalui proses interaksi antar aktor-aktornya. Selama interaksi tersebut, terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan untuk melakukan kejahatan, yaitu pengaruh dari dalam, luar, serta manusia lainnya yang berada di sekitar sang pengambil keputusan. Dalam konteks kriminalitas di Indonesia, terutama yang terjadi di wilayah Jabodetabek dengan karakter masyarakatnya yang beragam sangat memungkinkan terjadi sebuah tendensi negatif yang mengarah pada munculnya tindak kejahatan.
Diantara berbagai jenis kejahatan, pembunuhan memiliki tingkat keseriusan yang tinggi pada setiap kasusnya karena menyangkut nyawa manusia. Oleh karena itu, peneliti menganggap perlu melakukan penelitian untuk melihat data yang ada secara umum untuk mendapatkan gambaran keterkaitan antara pelaku dan korban dalam kasus-kasus pembunuhan yang terekam dalam artikel berita kasus kejahatan pembunuhan di Jabodetabek, atau yang lebih sering disebut crime pattern. Penelitian ini menggunakan crime pattern sebagai basis teori dan merupakan satu tipe penelitian deskriptif dengan ragam analisis isi unobstrusive.
Penelitian ini mendapatkan beberapa hasil, diantaranya adalah tahun 2009 merupakan tahun dengan tingkat pembunuhan tertinggi, diikuti tahun 2011, 2010, 2008, dan tahun 2007. Pembunuhan tertinggi terjadi pada wilayah Jakarta, diikuti oleh Bekasi, Tangerang, Bogor,dan Depok. Sedangkan dari sisi bulan, pembunuhan tertinggi dilakukan pada bulan Maret dan Agustus.
Crime can be said as a result of one's meaning, which is then processed through a process of interaction between the actors. During these interactions, there are various factors that influence the decision to commit a crime, that is the influence of the inside, outside, as well as other human being around the decision-makers. In the context of criminality in Indonesia, especially those occurring in the Greater Jakarta area with diverse character of its people, it is possible there was a negative tendencies that leads to the emergence of crime.
Among the various types of crime, murder has a high level of seriousness in any case because it involves human lives. Therefore, the researcher considers it necessary to do a research to look at the data in more detail to get an idea of the relationship between the perpetrator and the victim in homicide cases recorded in the murder case of news articles in the Greater Jakarta area, or more often called crime pattern. This research uses the theory of crime pattern as a basis and is a type of descriptive research with a variety of unobstrusive content analysis.
This research get some results, such as the year 2009 is the year with the highest murder rate, followed by 2011, 2010, 2008, and 2007. Highest murder occurred in Jakarta, followed by Bekasi, Tangerang, Bogor and Depok. In terms of months, the highest murder carried out in March and August.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S45900
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wanda Melinda
"ABSTRAK
Penulisan ini disusun dalam upaya menjelaskan bagaimana framing media dalam pemolisian suatu kejahatan pembunuhan. Pemberitaan media terus-menerus padasuatu kejahatan pembunuhan mengindikasikan adanya keinginan untukpenanganan dan penuntasan kasus oleh pihak kepolisian sehingga terbentukframing pemolisian. Melalui pemberitaannya, media dapat menjadikan suatukejahatan pembunuhan diketahui publik, dianggap penting, dan menjadi wacanapublik. Framing media dijelaskan dengan menggunakan teori framing dari ErvingGoffman, wacana sebagai praktik sosial dari Norman Fairclough dan kriminologikonstitutif dari Stuart Henry Dragan Milovanovic.

ABSTRACT
This study is arranged in order to explain how the media framing in policing acrime of murder. Continuously media reporting on a murder crime indicates adesire for the handling and completion of case by the police thus forming aframing policing. Through reporting, the media can make a murder crime isknown public, considered important, and into public discourse. Media framing isexplained by using framing theory of Erving Goffman, discourse as a socialpractice of Norman Fairclough and criminology constitutive of Stuart Henry andDragan Milovanovic."
2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hadziqotul Aulawiyyah
"Peristiwa pembunuhan dukun santet pada tahun 1998 di Jawa Timur menewaskan korban total sebanyak 309 jiwa dengan menyisakan tuduhan bahwa peristiwa tersebut merupakan sebuah pelanggaran HAM berat. Tulisan ini membahas peristiwa tersebut dengan berfokus pada tiga isu, yaitu dalam konteks keamanan manusia, ancaman, dan konteks forecasting Intelijen. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan metode wawancara dan analisis data sekunder, serta pendekatan fenomenologi. Hasil penelitian yaitu : dari konteks keamanan manusia peristiwa tersebut terdapat indikasi pembiaran dan gagalnya negara dalam menjalankan fungsinya dalam menjamin rasa aman bagi masyarakat. Dari perspektif intelijen, peristiwa tersebut adalah ancaman serius terhadap keamanan dan ketahanan nasional. Forecasting intelijen menganalisis kondisi dan faktor penyebab terjadinya peristiwa tersebut agar tidak terulang di masa yang akan datang. Negara dan aparaturnya harus memberi jaminan untuk menghindari terjadinya kekerasan atau pelanggaran HAM di masa yang akan datang dan harus bertindak secara cepat dan tepat dalam menangani semua isu dan ancaman terhadap keamanan dan ketahanan nasional. Masyarakat harus kritis dan harus terus melakukan kontrol serta pengawasan terhadap negara dan aparaturnya.

The incident of killing a witchcraft in 1998 in East Java killed a total of 309 people, leaving accusations that the incident was a gross violation of human rights. This paper discusses these events by focusing on three issues, namely in the context of human security, the context of threat intelligence, and the context of intelligence forecasting. This study uses a qualitative descriptive approach with interviews and secondary data analysis, and phenomenology approach. The results of the study are: from the context of human security, there are indications of the state's omission and failure in carrying out its function in ensuring a sense of security for the community. In the context of intelligence, the incident is a critical threat to national security and resilience. Forecasting intelligence analyzes the conditions and factors causing these events to prevent recurrence in the future. The state and its apparatus must provide guarantees to avoid future violence or human rights violations and must act quickly and appropriately in dealing with issues and threats to national security and resilience. The public must be critical and must continue to control and supervise the state and its apparatus."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>