Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 142886 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arif Aliffian
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai komponen komponen yang ada pada arca di ruang Xuan-Tang Gong Kelenteng Cileungsi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat ciri ciri komponen pada Arca Kelenteng dan mengidentifikasi nya lalu membandingkan ciri ciri komponen yang dimiliki dengan mitologinya. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa dari 66 arca dewa pada ruangan tersebut, terdapat 14 tokoh dewa pada ruang ini. Tokoh dewa tersebut adalah Xuan Tan Yuan Shuai (Hian Than Goan Swee), Fu De Zheng Shen (Thouw Te Kong), Xuan Tian Shang Di (Hian Thian Siang Te), Guan di (Koan Te), Guan Ping I (Koan Ping), Zhou Chang (Ciu Jong), Guang Ze Zun Wang (kong Tek Cun Ong), Zu Shi Gong (Co Su Kong), Yu Huang Da Di (Giok Hong Tay Te), Tian Shang Sheng Mu (Thian Siang Sing bo), Sun Feng Er, Qian Li Yan, Ling Bao Tian Zun dan Daode Tian Zun. Selain itu ada juga arca yang masih belum teridentifikasi yaitu arca 2.T.1, 2.T.2, 2.TE.2, dan arca 6.B.6. Ke empat arca tersebut masih belum bisa diidentifikasi siapa sosok dibalik arca tersebut sebetulnya dikarenakan keseluruhan tubuh arca tertutup oleh jubah dan hanya menyisakan bagian kepalanya. Setelah dilakukan pengkajian, kebanyakan arca memiliki penggambaran yang sesuai dengan mitologinya. Selain itu dijumpai arca yang tidak memiliki ciri-ciri komponen yang tidak terlalu mengikuti mitologinya yaitu arca 5.TE.4, 5.TE.7, 6.B.1, dan arca 6.B.2.

ABSTRACT
This research discusses the components present in the statue in the Xuan-Tang Gong room of the Cileungsi Temple. This study aims to look at the component characteristics of the Temple Statues and identify them and then compare the component characteristics possessed by the mythology. The results of this study explain that from 66 statues of deities in the room, there are 14 deities in this room. These god figures are Xuan Tan Yuan Shuai (Hian Than Goan Swee), Fu De Zheng Shen (Thouw Te Kong), Xuan Tian Shang Di (Hian Thian Siang Te), Guan di (Koan Te), Guan Ping I (Koan Ping) , Zhou Chang (Ciu Jong), Guang Ze Zun Wang (Kong Tek Cun Ong), Zu Shi Gong (Co Su Kong), Yu Huang Da Di (Hong Tay Te Jade), Tian Shang Sheng Mu (Thian Siang Sing bo), Sun Feng Er, Qian Li Yan, Ling Bao Tian Zun and Daode Tian Zun. In addition there are also statues that have not been identified, namely statues 2.T.1, 2.T.2, 2.TE.2, and statues 6.B.6. The four statues are still unable to be identified who the figure behind the statue is actually due to the entire body of the statue covered by a robe and leaving only the head. After the assessment, most of the statues have depictions in accordance with their mythology. Also found statues that do not have the characteristics of components that do not really follow the mythology, namely statues 5.TE.4, 5.TE.7, 6.B.1, and statues 6.B.2. K
"
2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Deddy Setiawan
"Tulisan ini membahas mengenai komponen-komponen arca yang terdapat pada ruang Kwan Im Tong Kelenteng Hian Tan Kong Cileungsi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat ciri-ciri komponen pada arca dan mengeindentifikasinya dan melihat juga ciri komponen kebudhaan yang dimiliki oleh arca di ruang kwan Im Tong. Hasil penelitian ini menjelaskan terdapat 103 arca pada ruangan tersebut dan terdapat sembilan tokoh dewa pada ruang ini. Tokoh Dewa tersebut adalah Guan Shia Pu Sa, Mi Le Fo, Arahat 18, Yao Shi Fo, Shan Cai Tong Zi, Wu Liang Shou, Ru Lai Fo, Qie Lan, dan Ji Gong (Chi Kung). Arca di ruang Kwan im Tong juga wadah Hibriditas dengan mengadopsi komponen Buddha pada arca sehingga arca pada ruang kwan Im Ting memiliki ciri komponen Kebudhaan berupa Urna, Unhisa, mata Setengah terbuka, Telinga yang amat panjang, Mulut tenang, memakai pakaian keagamaan, memiliki beda kependetaan seperti tasbih, camara, kendi, mangkuk, dan berlapik padmasana
This paper discusses the components of statues found in the room of Kwan Im Tong Temple of Hian Tan Kong Cileungsi. This study aims to look at the characteristics of the components of the statue and identify them and also see the characteristics of the cultural components that are owned by the statue in the room of Kwan Im Tong. The results of this study explain there are 103 statues in the room and there are nine deities in this room. These figures are Guan Shia Pu Sa, Mi Le Fo, Arahat 18, Yao Shi Fo, Shan Cai Tong Zi, Wu Liang Shou, Ru Lai Fo, Qie Lan, and Ji Gong (Chi Kung). The statue in the Kwan im Tong room is also a place for hybridity by adopting the Buddha component in the statue so that the statue in the room of Kwan Im Ting has the characteristics of the Buddhist component in the form of Urna, Unhisa, Half-open eyes, Very long ears, Quiet mouth, wearing religious clothes, having a different clergy such as beads, camara, jugs, bowls, and padmasana."
2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nico
"Tulisan ini membahas mengenai pengarcaan pada arca dewa-dewi yang terdapat pada kelenteng Toasebio, Jakarta Barat. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui pengarcaan dan peranan dari tiap-tiap tokoh dewa yang dipuja di Kelenteng Toasebio melalui kajian ikonografi serta mengklasifikasikan setiap tokoh dewa berdasarkan wilayah kekuasannya. Komponen pengarcaan yang diteliti pada penelitian ini adalah pakaian, raut wajah, sikap tangan, sikap duduk, posisi peletakan, serta alat dan atribut yang dibawa oleh setiap arca tokoh. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa terdapat 114 arca pada kelenteng Toasebio yang terbagi menjadi 29 tokoh dewa. Tokoh dewa pada kelenteng Toasebio diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu dewata penguasa langit yang terdiri dari 2 tokoh dewa, dewata penguasa bumi yang terdiri dari 7 tokoh dewa, dan dewa penguasa manusia yang terdiri dari 20.

This paper discusses the manifestations of the statues of the gods found at Toasebio temple, West Jakarta. This study aims to determine the character and role of each god who is worshiped at Toasebio Temple through iconographic studies and to classify each god character based on their area of power. The manifestation components examined in this study are clothes, expressions, hand gestures, sitting attitudes, positions, tools and attributes carried by each character. The results of this study explain that there are 114 statues in Toasebio temple which are divided into 29 divine figures. The god figures in Toasebio temple are classified into 3 groups, namely the gods who rule the universe consisting of 2 god figures, the gods who rule the earth consisting of 7 god figures, and the gods who rule the humans who consist of 20 divine figures."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indoneisa, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Zaqi
"Tulisan ini membahas tentang perwujudan arca dewa-dewi pada Kelenteng Li Tie Guai yang berada di Jakarta Barat. Perwujudan arca pada kelenteng ini dibahas dengan menggunakan perspektif life course. Data yang digunakan adalah keseluruhan arca dewa-dewi pada kelenteng yang berjumlah tiga puluh arca. Metode yang digunakan yaitu pengamatan data pustaka dan lapangan, dilanjutkan dengan pengolahan data yang dilakukan dengan mengklasifikasikan arca berdasarkan wujud tua, dewasa, remaja, dan anak-anak serta wujud laki-laki, perempuan, dan lainnya. Tahap selanjutnya dilakukan penafsiran data. Hasil penelitian menunjukkan lebih banyak arca yang digambarkan dalam wujud dewasa dan tua dibandingkan dengan wujud remaja dan anakanak. Hal ini menunjukkan dalam perspektif life course seseorang dalam masa hidupnya menjadi dewa lebih banyak pada saat dewasa dan tua karena dalam proses menjadi dewa memerlukan kemampuan khusus dan kesucian jiwa yang didapatkan dalam waktu yang lama. Kemudian perwujudan arca laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perwujudan arca perempuan dan lainnya. Hal ini menunjukkan pada masa lalu khususnya di Cina laki-laki memiliki dominasi yang lebih besar dibandingkan perempuan dan lainnya.

This paper will discuss the embodiment of the statues of the gods at the Li Tie Guai Temple in West Jakarta. The embodiment of the statues in this temple will be explained distinctly with the life course perspective. The data will consist of thirty statues of gods inside the temple. There are several procedure starting from observation of library and field data, followed by data processing by classifying statues based on the variety of age appearance stretching from old, adult, adolescent, to younglings as well as male, female, and others. The last procedure is data interpretation. The result shows that the majority of the statue were depicted as the form of adults and elders compared to the forms of teenagers and children. It shows that in the lifecourse perspective, a person in his span of a lifetime will trancend it self into a god-like being in their adulthood and old stage because becoming a god requires the purity of soul obtained in a long time. The embodiment of male statues surpass the number of the embodiment of female statues and other gender. It indicates that in the past, especially in Chinese culture, men had a dominate social role over women and other gender did. 

"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Derion Yesaya
"Indonesia merupakan negara yang terkenal akan kemajemukannya. Salah satu unsur dari kemajemukan tersebut adalah keberagaman etnis dan suku bangsanya. Salah satu dari sekian banyak etnis dan suku bangsa yang ada di Indonesia adalah etnis Tionghoa yang merupakan keturunan nenek moyang rakyat Cina asli yang menetap di Indonesia. Menetapnya nenek moyang etnis Tionghoa menyebabkan terjadinya proses akulturasi. Salah satu produk akulturasi tersebut adalah kelenteng yang jumlahnya sangat banyak di Indonesia. Banyaknya suku dari etnis Tionghoa yang ada di Indonesia, seperti suku Hokkian, Hakka, Kanton, dan suku-suku lainnya, serta daerah penetapan yang tersebar dari ujung barat hingga ujung timur Indonesia, menyebabkan terjadinya keberagaman proses akulturasi yang menghasilkan produk akulturasi yang berbeda-beda juga. Dalam konteks Tugas Akhir ini, produk akulturasinya adalah kelenteng, yang selain jumlahnya sangat banyak di Indonesia, ragam atau variasinya juga sangat banyak. Pada Tugas Akhir ini, yang penulis teliti adalah kelenteng Bio Kanti Sara Tangerang Selatan, yang merupakan kelenteng tertua di Tangerang Selatan dan memiliki tuan rumah dewa Kwan Kong. Masalah yang diteliti adalah bagaimana penempatan altar dewa-dewi dibuat dengan metode tertentu demi mencapai tujuan yang ingin dicapai oleh pembuat ataupun pengurus kelenteng. Metode penelitiannya kualitatif dan pengumpulan sumber informasi dilakukan melalui wawancara, studi pustaka, dan juga online browsing. Hasil yang ingin didapatkan adalah makna penempatan altar dewa-dewi pada kelenteng Bio Kanti Sara, Tangerang Selatan.

Indonesia is a country that is well known for its diversity. One of the elements of this pluralism is the diversity of ethnic groups. One of the many ethnic groups in Indonesia is the Chinese who are descended from the ancestors of the original Chinese people who had settled in Indonesia. The settling of the Chinese ancestors led to the process of acculturation. One of the acculturation products is temple, in which there are so many of them built in Indonesia. The large number of Chinese ethnic groups in Indonesia, such as the Hokkien, Hakka, Cantonese, and other tribes, as well as settling areas that are spread from the western tip to the eastern tip of Indonesia, have resulted in a diversity of acculturation processes that produce different acculturation products. Also, in the context of this Final Project, the product of acculturation is temple, which apart from being very numerous in Indonesia, have a great variety or variations. In this Final Project, what the writer researches is the Bio Kanti Sara temple, South Tangerang, which is the oldest temple in South Tangerang and has the god Kwan Kong as its host. The problem under study is how the placement of the altar of the gods is made with certain methods in order to achieve the goals that the maker or caretaker of the temple wants to achieve. The research method is qualitative and information sources are collected through interviews, literature studies, and online browsing. The result to be obtained is the meaning of the placement of the altar of the gods in the Bio Kanti Sara temple, South Tangerang."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Novita Sari
"Bangunan peribadatan merupakan ruang sosial yang digunakan sebagai tempat untuk melakukan berbagai kegiatan sosial, baik secara individu maupun komunal. Pemaknaan ruang ephemeral dapat dilihat melalui kehadiran ruang dalam jangka waktu tertentu selama suatu kegiatan berlangsung, dan akan menghilang setelah mewujudkan fungsi dan tujuan dari individu yang membentuk ruang. Kelenteng merupakan salah satu bangunan peribadatan memiliki ruang-ruang yang disusun atas kepercayaan, nilai dan konsep filosofis kebudayaan Cina, sehingga di dalamnya juga terdapat tingkatan hierarki serta makna. Kajian ini secara khusus akan membahas mengenai tingkatan hierarki ruang pada Vihara Tri Ratna, mulai dari sakral hinggal profan dan juga makna yang terbentuk pada ruang terbuka sebagai area yang aktif digunakan untuk ritual sembahyang individu ataupun komunal. Melalui tahapan pengumpulan sumber data, pengolahan sumber data dengan memasukkan konteks ke dalamnya untuk memperoleh bukti arkeologis, serta interpretasi, penelitian ini bertujuan untuk melihat hierarki ruang pada kelenteng, serta makna ruang yang dapat ditelusuri melalui elemen-elemen pembentuk ruang ephemeral dengan melihat ruang terbuka sebagai frontier and bridge dan juga theatre of action. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa adanya dualitas makna antara frontier and bridges menjadi theatre of action, antara ruang semi-sakral menjadi sakral, pada saat ruang ephemeral terbentuk dan hilang.

Religious building is a social space used for various social activities, individually and communally. The meaning of ephemeral space could be seen through the presence of space in certain period of time during an activity and will disappear after the purpose of the created space has been finished. Chinese temple is one of religious building consist of spaces which are arranged based on the belief, values, and philosophical concept of Chinese culture, and there are also levels of hierarchy and meaning in it. This study will specifically discuss about the level of spacial hierarchy in Vihara Tri Ratna, start from the sacred area to the profane, and the meaning of the temple’s open space which is actively used for individual and communal ritual prayer. Through a series of method consist of data gathering, processing data by applying context in order to be archaeological evidence, and interpretation, this paper aim to see the hierarchy of the Chinese temple’s spaces, as well as the meaning of space which could be traced through the formed element of an ephemeral space by seeing temple’s open space as ‘frontier and bridges’ and ‘the theatre of action’. The results of the study indicate a duality of meaning between frontier and bridges to become the theatre of action, between semi-sacred space to sacred, at a certain point when ephemeral space is appeared and disappeared."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Novita Sari
"Bangunan peribadatan merupakan ruang sosial yang digunakan sebagai tempat untuk melakukan berbagai kegiatan sosial, baik secara individu maupun komunal. Pemaknaan ruang ephemeral dapat dilihat melalui kehadiran ruang dalam jangka waktu tertentu selama suatu kegiatan berlangsung, dan akan menghilang setelah mewujudkan fungsi dan tujuan dari individu yang membentuk ruang. Kelenteng merupakan salah satu bangunan peribadatan memiliki ruang-ruang yang disusun atas kepercayaan, nilai dan konsep filosofis kebudayaan Cina, sehingga di dalamnya juga terdapat tingkatan hierarki serta makna. Kajian ini secara khusus akan membahas mengenai tingkatan hierarki ruang pada Vihara Tri Ratna, mulai dari sakral hinggal profan dan juga makna yang terbentuk pada ruang terbuka sebagai area yang aktif digunakan untuk ritual sembahyang individu ataupun komunal. Melalui tahapan pengumpulan sumber data, pengolahan sumber data dengan memasukkan konteks ke dalamnya untuk memperoleh bukti arkeologis, serta interpretasi, penelitian ini bertujuan untuk melihat hierarki ruang pada kelenteng, serta makna ruang yang dapat ditelusuri melalui elemen-elemen pembentuk ruang ephemeral dengan melihat ruang terbuka sebagai frontier and bridge dan juga theatre of action. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa adanya dualitas makna antara frontier and bridges menjadi theatre of action, antara ruang semi-sakral menjadi sakral, pada saat ruang ephemeral terbentuk dan hilang.

Religious building is a social space used for various social activities, individually and communally. The meaning of ephemeral space could be seen through the presence of space in certain period of time during an activity and will disappear after the purpose of the created space has been finished. Chinese temple is one of religious building consist of spaces which are arranged based on the belief, values, and philosophical concept of Chinese culture, and there are also levels of hierarchy and meaning in it. This study will specifically discuss about the level of spacial hierarchy in Vihara Tri Ratna, start from the sacred area to the profane, and the meaning of the temple’s open space which is actively used for individual and communal ritual prayer. Through a series of method consist of data gathering, processing data by applying context in order to be archaeological evidence, and interpretation, this paper aim to see the hierarchy of the Chinese temple’s spaces, as well as the meaning of space which could be traced through the formed element of an ephemeral space by seeing temple’s open space as ‘frontier and bridges’ and ‘the theatre of action’. The results of the study indicate a duality of meaning between frontier and bridges to become the theatre of action, between semi-sacred space to sacred, at a certain point when ephemeral space is appeared and disappeared."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Puri Nindia Heryviani
"Tulisan ini membahas mengenai perwujudan arca di klenteng Da Bo Gong dan San Kwan Ta Tee yang berada di Jakarta. Pembahasan mengenai perwujudan arca ini dibahas dalam perspektif perjalanan hidup (life course). Pada klenteng Da Bo Gong hanya menggunakan arca yang ada di ruang pemujaan utama. Sedangkan pada klenteng San Kwan Ta Tee menggunakan arca yang ada di bangunan utama. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah (observasi), pengolahan data dengan mengklasifikasikannya menjadi tua, muda dan laki-laki, perempuan serta tahap terakhir penafsiran data. Hasil dari penelitian ini diketahui dari kedua klenteng memiliki berbagai macam tokoh Dewa-Dewi yang lebih banyak diwujdukan sebagai orang tua dibandingkan muda. Hal tersebut manusia yang bisa menjadi dewa apabila bersikap baik, memiliki kesucian hati dan ahli di bidang tertentu. Guna untuk menguasai bidang tertentu pasti memerlukan waktu. Perwujudan laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Hal tersebut dikarenaka pada masa Cina Kuno perempuan belum mempunyai banyak pengaruh, bahkan keberadaanya masih kurang diperhitungkan.

This paper discusses the embodiment of statues at the Da Bo Gong and San Kwan Ta Tee temples in Jakarta. The discussion about the embodiment of this statue is discussed in the perspective of a life course. At the Da Bo Gong temple, only the statues in the main worship room are used. Meanwhile, the San Kwan Ta Tee temple uses the statues in the main building. The method used in this study is (observation), data processing by classifying it into old, young and male, female and the last stage of data interpretation. The results of this study are known from the two pagodas have various kinds of gods and goddesses who are more manifested as old people than young. This is a human who can become a god if he is kind, has a pure heart and is an expert in certain fields. In order to master certain fields, it will take time. Embodiment of men more than women. This is because in Ancient China women did not have much influence, even their existence was still not taken into account. Keywords: Manifestation, Life Course, Statues, Gods"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Rais Ramdhany
"Penelitian ini merupakan upaya dalam melihat memori kolektif yang terdapat pada Kelenteng Tek Hay Bio di Semarang. Pada Kelenteng Tek Hay Bio terdapat sebuah tokoh manusia yang dianggap berjasa dan mengingat tokoh tersebut memiliki peranan besar bagi masyarakat sekitar dan dijadikan sebagai dewa utama serta letaknya pada bagian bangunan utama Kelenteng. Memori kolektif ini diwujudkan dalam bentuk sebuah ritual atau peringatan kebesaran bagi tokoh tersebut serta dilengkapi sesajian pada ritualnya. Juga melalui sebuah representasi yang muncul. Metode penelitian yang digunakan adalah pengumpulan data (observasi langsung dan studi literatur), pengolahan data dan interpretasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada Kelenteng Tek Hay Bio terdapat memori kolektif oleh sebagian kelompok masyarakat etnis Tionghoa di Kota Semarang yang layak untuk diingat dan dikenang serta perwujudan memori kolektif tersebut melalui sebuah representasi sehingga terjadi keterkaitan satu sama lain.

This research is an attempt to see the collective memory found in the Tek Hay Bio Temple in Semarang. At Tek Hay Bio temple can be found a human figure that is considered meritorious and remembers that the figure has a large role for the surrounding community and for the community and is used as the main deity and is located in the main building part of the temple. This collective memory is manifested in the form of a ritual or commemoration of greatness for the figure and is equipped with offerings on the ritual. Also through a representation that appears. The research method used is data collection (direct observation and study of literature), data processing and interpretation. The results showed that in Tek Bio Bio Temple there is a collective memory by some ethnic Chinese communities in the city of Semarang that deserves to be remembered and remembered and the embodiment of the collective memory through a representation so that there is a connection to one another.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Stephany Efflina
"Skripsi ini tentang kesesuaian penggunaan feng shui pada bangunan Kelenteng Tanjung Kait dan Cileungsi dengan lingkungan sekitar kelenteng. Lingkungan di sekitar Kelenteng Tanjung Kait adalah lingkungan pantai, sedangkan Kelenteng Cileungsi adalah lingkungan dataran tinggi (pedalaman). Feng Shui digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah penggunaan aturan feng shui diterapkan secara ketat di lokasi kedua kelenteng yang berbeda satu sama lain. Hasil penelitian ini menunjukkan aturan feng shui masih banyak diterapkan, namun apabila terdapat keterbatasan sehingga tidak dapat diterapkan, hal ini dapat ditangkal dengan penggunaan simbol-simbol sehingga pengaruh buruk dapat dihindari.

This undergraduate thesis is about the adjustments of feng shui at Tanjung Kait and Cileungsi Temple with their surroundings. The surroundings of Tanjung Kait temple is a coast range, whereas in Cileungsi temple is hills range. Feng shui is used as a reference in this research. The main goal of this research is to find out if feng shui is applied strictly on both temples locations. The result of this research shows feng shui is applied, but if limitations are found it can be rejected by using certain symbols so bad influences can be avoided."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S12016
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>