Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20850 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Febby Mutiara Nelson
"
ABSTRAK
In 1999, the Government of Indonesia established Government Regulation (GR) 32/1999 on the Procedures for The Implementation of the Rights of Inmates and has been amended lastly by GR 99/2012. However, the establishment of GR 99/2012 creates complication and unfairly discriminates against inmates committing to an extraordinary crimes (terrorism, drug abuse, corruption, crimes against the security of the state, crimes against humanity and other transnational organized crimes) that impedes such inmates to submit remission and parole. This paper examines the consistency between the implementation of GR 99/2012 and the concept of criminal punishment in Indonesia. This paper is a summary of empirical juridical research that reports the influences of GR 99/2012 on inmates in correctional institutions. Data used for this research was obtained from interviews, observation, desk reviews and focus group discussion with government officials. Based on the findings, it could be inferred that GR 99/2012 has impeded the fulfillment of the inmates rights on parole and remission due to complication of procedures, additional fines, and multi interpretation of the regulation. Furthermore, it affects the aggravation of overcrowding, violations against inmates rights, and illegal practices within the process. Based on the analysis as discussed in this paper, GR 99/2012 is inconsistent with the concept of criminal punishment in Indonesia because it impedes inmates to return within society. This paper proposes that GR 99/2012 should be revoked and revised in accordance with the spirit of Corrections Act and to creat synergy among law enforcers in fulfilling the inmates rights."
Depok: University of Indonesia, Faculty of Law, 2017
340 UI-ILR 7:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sadi
"Lembaga pemasyarakatan (lapas) sebagai tempat pembinaan para narapidana tidak akan berjalan efektif apabila para narapidana tersebut menderita sakit. Salah satu penyakit tersebut adalah tuberkulosis. Tuberkulosis adalah penyakit yang menular melalui percikan dahak diudara. Dalam tiga tahun terakhir, angka kesakitan dan kematian akibat tuberkulosis di Lapas Narkotika Klas IIA Jakarta masih tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dan menganalisis implementasi program dengan teori implementasi program Mary Ann Scheirer serta faktor-faktor yang menjadi kendala program penanggulangan tuberkulosis di Lapas Narkotika Klas IIA Jakarta. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data menggunakan metode wawancara dan dokumentasi yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan program penanggulangan tuberkulosis di Lapas Narkotika Klas IIA Jakarta.
Hasil penelitian menunjukan bahwa program penanggulangan tuberkulosis di Lapas Narkotika Klas IIA Jakarta telah dilaksanakan sesuai Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis dan Rencana Aksi Nasional Program TB di Lapas, Rutan dan Bapas Tahun 2012-2014 meskipun belum seluruhnya efektif karena dalam proses implementasi program terdapat komponen, proses dan variabel yang belum terpenuhi. Selain itu, belum tercapainya getting to zero case tuberculosis, menandakan implementasi program belum efektif. Faktor-faktor yang menjadi kendala internal adalah faktor sumber daya manusia untuk dokter spesialis, perawat khusus, analist, apotecker dan administrator; fasilitas terbatas, seperti ruang isolasi, laboratorium, rontgen, ventilasi dan pembuangan limbah medis, termasuk kesulitan akses keluar lapas; tidak ada dukungan dana, norma kerja yang menghambat, tidak ada perencanaan, pengawasan dan pengorganisasian program yang baik, tidak ada SOP, kelompok beresiko dan perilaku beresiko warga binaan. Faktor eksternal meliputi keterlambatan pengiriman obat, keterbatasan kelompok pendukung, pengawasan yang kurang dari induk organisasi dan kebijakan merujuk pasien keluar Lapas.
Untuk itu direkomendasikan kepada pemerintah menyediakan fasilitas layanan kesehatan yang memadai untuk pengendalian infeksi di Lapas, menyediakan sumber daya manusia dan pelatihan, membuat perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan terhadap program penanggulangan tuberkulosis, menyediakan sumber daya termasuk pendanaan, meningkatkan upaya pencegahan tuberkulosis dan pendeteksian dini, mengendalikan infeksi, meningkatkan peran serta seluruh petugas dan narapidana.

Correctional Center is as place for inmates to develop character building. It will not run effectively if convict gets illness. One of the diseases is tuberculosis, the disease have been transfered by droplet nuklei. At three years ago, in high position of ill and death range in Jakarta Class IIA Narcotic Correctional Center although tuberculosis coping program has held since 2005. This research aims to evaluate and investigate implementation program with implementing program Mary Ann Sheirer?s theory and the factors which relates to the problems of tuberculosis coped program in Jakarta Class IIA Narcotic Correctional Center. The writer does a research using qualitative method and data collection procedures are interview and documentation that relates directly to the implementation of tuberculosis coped program in Jakarta Class IIA Narcotic Correctional Center.
The result of this research is point out that tuberculosis coped program in Jakarta Class IIA Narcotic Correctional Center has been appropriate to Coped Tuberculosis National Directive and National Action Plan on TB Program in Prisons, Detention Centers, and Parole Offices in 2012 ? 2014 though it is not all of the program going effectively yet because the processes of implementing program are not completely in components, processes and variables. Than, not going to the goal getting to zero case tuberculosis, its sign that implementing program going effectively yet. Internal factors problem are humman resources for specialist docters, specialist nurses, analist, apoteker and administrator; inadequate facilities for isolation rooms, laboratory, x-ray, poor ventilations and medist rubbishes banishment, include dificultly acces to hospital facilities, not supported of budgeting, problem of work norms, lack of planning, controlling and organizing good program, no Standard Operational Procedure, risk group and beharvioral risk of inmates. External factors are lated delivery of tuberculosis medicine from government, less of supports group, lack of controlling from central organization and policy of hospitally inmates outside of prisons.
For those reasons, the writer suggest to Government to provide the best health facilities to control the infection in prison, provide the human sources for helping this program and hold training for inmate. The writer also suggest to official correctional center should arrange planning and controlling concern with tuberculosis coped program, provide the budget, give knowledge to prevent of tuberculosis, control the spread of infection, and increase the role of people in prison, the officials and inmates.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Aprilia Regita
"Program pengendalian Tuberkulosis (TB) di Lembaga Pemasyarakatan telah dilaksanakan sejak tahun 2004. Namun hingga tahun 2013, prevalensi TB pada tahanan masih lebih besar dibandingkan dengan prevalensi TB pada populasi umum. Selain itu, TB masih menjadi penyebab kematian kedua tertinggi pada tahanan. Komitmen politik pemangku kepentingan menjadi tantangan dalam pelaksanaan program, sehingga perlu diteliti guna mengetahui dimensi yang menghambat pelaksanaan program. Penelitian dilakukan dengan metode wawancara mendalam pada informan kunci. Hasil penelitian disajikan berdasarkan tiga dimensi komitmen politik, yaitu komitmen verbal (expressed commitment), komitmen institusional (institusional commitment), dan komitmen pengalokasian sumber daya (budgetary commitment). Komitmen politik pemangku kepentingan belum utuh karena komitmen pengalokasian sumber daya khususnya dana belum dipenuhi dengan baik.

Tuberculosis (TB) control program in prison has been established since 2004. But until 2013, prevalence of TB in prison is still greater than the prevalence of TB in general population. Moreover, TB is the second cause of death in prison. The crucial challenge is less of political commitment of stakeholders. Therefore, this research aims to analyse the dimension of political commitment that inhibit tuberculosis control program. In-depth interview conducted to gather information from key person. The result is presented in three dimensional of political commitment which are expressed commitment, institusional commitment, and budgetary commitment. The result shows that budgetary commitment need to be improved."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Ukhwanul Pasigai
"ABSTRAK

Lembaga pemasyarakatan adalah instansi terakhir dari proses peradilan dan bukan hanya tempat untuk memidana orang tetapi lembaga pemasyarakatan adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan WBP dan Anak Didik Pemasyarakatan. Lembaga Pemasyarakatan sebagai tempat pembinaan dan perbaikan terhadap para WBP diharapkan dapat berfungsi sebagaimana mestinya sehingga dapat menanggulangi volume kejahatan dalam masyarakat. Mengingat banyaknya pelaku tindak pidana dengan berbagai latar belakang serta tingkat kejahatan yang berada dalam satu tempat yang sama, yang menyebabkan proses pembinaan belum berjalan sesuai yang diharapkan. Pidana penjara belum dapat membuat jera para pelaku kejahatan. Hal ini dapat terbukti dengan semakin meningkatnya kejahatan yang terjadi di dalam masyarakat baik para pendatang baru maupun para residivis terutama narkotika wanita. Penelitian ini bersifat yuridis-normatif, dengan metode pendekatan yaitu pendekatan kualitatif dan melakukan teknik pengumpulan data dengan metode purposive sampling, dengan melakukan wawancara terhadap informan. Hasil penelitian dipaparkan secara deskriptif analisis dengan mengambil lokasi penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Tangerang dan Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Jakarta. Dalam putusan hakim bahwa pertimbangannya tidak adanya pemberatan hukuman terhadap residivis sesuai ketentuan Residivis dalam Undang-Undang Narkotika, hal ini yang membuat WBP ini tidak mendapatkan efek jera ditambah dengan penjatuhan hukuman yang rendah. Dampaknya jika hal ini saja belum diperhatikan, apalagi terkait proses pembinaan WBP tersebut. Berdasarkan hasil penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Tangerang para WBP narkotika maupun residivis narkotika tidak mendapatkan pembinaan atau rehabilitasi khusus sehingga pembinaannya masih bersifat umum karena hal yang sama dijalankan pula oleh WBP kejahatan lainnya.


ABSTRACT


Correctional institution is the last institution in a judicial process, which institution does not only keep inmates in jail, but it also provides correctional services. Correctional institution is expected to educate inmates in such ways to decrease the number of crimes in the society. The fact that the number of criminals with different background and different motives within one same place show that the correctional services provided by correctional institution have not yet been optimally conducted. The services could not yet made criminals deterrent. Similar problem is also shown by higher number of crime involving female drug convicts including new actors and recidivists. This juridical-normative research was conducted using quantitative approach, which data were collected through interviews with samples that were previously selected using the purposive sampling method. The obtained data were descriptively analyzed. This research took place in Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Tangerang dan Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Jakarta or the Correctional Institution Class IIA for Women in Tangerang, and the Correctional Institution for Narcotic Abuse in Jakarta. Judges verdicts stating that there is no aggravation of punishment for recidivists as stated in Drug Laws and the light punishment create weak deterrent effect among criminals. This condition leads to assumption that further correctional services for inmates are not given appropriately. Based on the results of the preliminary research conducted to the Class IIA Correctional Institution for Women in Tangerang, drug convicts including recidivists were not given appropriate correctional services or special rehabilitation since all correctional services were the general ones that were also given for other inmates who convicted any other types of crime."

2019
T52549
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Petrus Irwan, 1958-
Jakarta: IHC, 2007
345 PAN p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Petrus Irwan, 1958-
"Punishment and correction in criminal cases in Indonesia."
Jakarta: IHC, 2007
365.644 PAN p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Irman Faiz
"ABSTRAK
Studi ini mencoba mengukur keterbukaan sektor keuangan dan daya tahan sektor keuangan terhadap guncangan eksternal di Indonesia. Keterbukaan dan daya tahan sektor keuangan diukur dengan menggunakan general interest rate model yang diturunkan menjadi indeks keterbukaan dan indeks daya tahan sektor keuangan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode regresi OLS. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time-series dari tahun 2001-2015 yang dipublikasikan oleh lembaga yang kredibel seperti Bank Negara Malaysia, Bangko Sentral ng Filipinas, World Bank, The Federal Reserve System, dan Bank Indonesia. Penelitian ini juga membandingkan sektor keuangan Indonesia dan Malaysia, dan Filipina sebagai landasan untuk melakukan pengukuran relatif dari daya tahan sektor keuangan Indonesia. Penelitian ini menemukan bahwa secara absolut sektor keuangan Indonesia dapat dikategorikan memiliki daya tahan dan keterbukaan yang tinggi selama periode observasi. Meskipun demikian, secara relatif terhadap Malaysia dan Filipina, daya tahan sektor keuangan di Indonesia rendah dengan tingkat keterbukaan yang cukup rendah.

ABSTRACT
This study tried to measure Indonesia?s financial sector openness and resilience toward external shocks. In this research, the measurement will be done through general interest rate model with a time-series OLS regression. The data in this research is time-series data from 2001-2015, taken from many credible sources such as, Bank Negara Malaysia, Bank Indonesia, Bangko Sentral ng Filipinas, World Bank, and The Federal Reserve System. In order to have a comparable measurement, this research tried to compare financial sector in Indonesia, Malaysia, and Philippines. The result shows that in terms of absolute measurement, Indonesia has a high level of financial sector openness and resilience during the observation period. Nevertheless, in terms of comparable measurement, Indonesia has lower level of resilience and openness compared to Malaysia and The Philippines.
"
2016
S63731
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Rahim
"Lembaga Pemasyarakatan Lapas akhir-akhir ini sering menjadi sorotan karenamasalah-masalah yang terjadi didalamnya, mulai dari masalah pembakaran Lapassampai masalah terpidana mati narkotika yang mendapatkan fasilitas istimewa.Persoalan utama di Lapas adalah potensi penyimpangan yang terjadi seperti adanyapungli pungutan liar . Contoh lain adalah warga binaan yang melebihi kapasitasLapas. Banyaknya jumlah narapidana dan tahanan di sebuah Lapas tanpa diimbangiSumber Daya Manusia dan sarana prasarana memadai rentan untuk menimbulkanpelanggaran. Jumlah petugas yang sedikit menyebabkan rendahnya tingkatpengamanan/pengawasan. Dengan penerapan sistem pengamanan fisik yang idealharapannya segala gangguan keamanan dan tindak pidana dapat diatasi, sertadengan pembenahan sistem pengamanan fisik sebuah lembaga pemasyarakatandapat memenuhi fungsinya, yaitu sebagai tempat yang ditujukan untuk menghukumorang-orang yang telah melakukan suatu tindak pidana yang telah mempunyaikekuatan hukum tetap, akan tetapi juga mempunyai fungsi pemasyarakatan, yaitulembaga pemasyarakatan tidak semata-mata untuk menghukum atau memenjarakanorang, namun lebih diutamakan kepada upaya pemasyarakatan narapidana artinyanarapidana sungguh-sungguh dipersiapkan dengan baik agar kelak dikemudian harisetelah masa hukumannya selesai akan kembali ke masyarakat dan dapat berperanaktif dalam pembangunan serta hidup secara wajar sebagaimana warga Negarayang baik dan bertanggungjawab pasal 1 ayat 1dan 2 Undang-undang Nomor 12Tahun 1995 tentang pemasyarakatan . Metode penelitian yang di gunakan olehpeneliti adalah metode kualitatif dengan pendekatan yuridis manajerial dan metodepenulisan menggunakan diskriptif analisis. Lapas Klas 1 Cipinang memilikiberbagai SOP pengamanan tetapi tidak didukung oleh sarana prasarana yangmemadai. Demikian juga dengan penerapan sistem pengamanan fisik Lapas Klas 1Cipinang belum optimal. Petugas KPLP belum sepenuhnya menjalankan tugas dantanggungjawabnya, sehingga gangguan keamanan dan ketertiban baik berupakejahatan maupun pelanggaran yang dilakukan oleh orang dalam maupun orangluar masih terjadi. Faktor - faktor yang mempengaruhi penerapan sistempengamanan Lapas Klas 1 Cipinang belum optimal adalah Sarana dan Prasaranayang masih kurang lengkap, Kualitas dan kuantitas petugas KPLP yang masihdibawah standar, kurangnya dukungan anggaran dan tidak adanya hubungankerjasama pengamanan resmi dengan pihak Kepolisian.

Correctional facility or prison is recently highlighted by the society due to itsexisting problems. It is started from the burning of prison to the special facility forthe inmates of narcotics who are sentenced to death. The first problem in the facilityinitially comes from the potential of diversion, such as illegal charges. Anotherexample is the overload number of inmates. The number of inmates and convicts incertain prison which are not handled by adequate human resources and facilities isprone to the increasing number of violation. Small number of workers causing thelow level of security monitoring in the facility. The application of physical securitysystem can solve the problem of security as well as the criminal inside of the prison,and it can maximize the natural function of prison as the place to punish people whoconducted criminal actions with permanent legal force. In addition, prison will alsobe able to maximize its function as a correctional facility, not only as a mere placeof punishment. It means that inmates are prepared to become a better person afterthey are released from the jail to the society. Later, they are able to activelycontribute to the development of the country. They can also become good andresponsible citizens Article 1 Section 1 and 2 Law Number 12 Year 1995 regardingcorrectional facility . This research used qualitative method with juridicalmanagerial approach. It also used descriptive analysis writing method. Class 1Correctional Facility of Cipinang has some SOP of security. However, it is notsupported by adequate facilities. Moreover, the application of physical securitysystem in the prison has not been optimum. Furthermore, the officers of Head ofSecurity of the Correctional Facility have not executed its task and responsibilitycompletely, that the disturbance of security and order, like crimes and violationsstill happen. The influencing factors to the application of security system in Class1 Correctional Facility of Cipinang are the inadequate and below standard qualityand quantity of infrastructure and facility of the officers of Head of Security of theCorrectional Facility KPLP, minimum budgeting supports, and the absent ofcooperative relation between security officers and police officers."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2017
T49173
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Afrimetty Timoera
"Tesis ini membahas tentang Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Tahap Asimilasi Di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Cinere Jakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan asimilasi terhadap narapidana yang berada di Lembaga Pemasyarakatan terbuka Cinere Jakarta ini. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif dengan mengkaji aturan-aturan yang berkaitan dengan judul tesis penulis dan diperkuat dengan wawancara untuk melihat pelaksanaan aturan dimaksud. Hasil penelitian yang didapat terlihat bahwa pelaksanaan pembinaan narapidana dalam tahap asimillasi ini dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM No.M.2.PK.04-10 Tahun 2007. Namun dalam pelaksanaannya tetap ada kendala yang dihadapi baik dari aturan yang diberlakukan, juga bagi narapidana sendiri, walaupun bukan kendala yang berat. Hasil wawancara peneliti dengan narapidana yang mendapatkan asimilasi dengan bekerja pada pihak ketiga, mereka sangat senang dengan mendapatkan asimilasi ini, karena mereka merasakan pembauran dengan masyarakat dan bisa menafkahi keluarga mereka. Mereka hanya menghadapi kendala yaitu jarak tempuh yang sangat jauh dari Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Cinere. Selain itu juga, masalah dengan kemacetan di jalanan yang harus mereka hadapi. Hal ini membuat jam kerja mereka tidak sesuai dengan aturan yang ada. Upaya untuk mengatasi masalah ini adalah pihak Lembaga Pemasyarakatan Terbuka mengeluarkan kebijakan intern tentang masalah waktu kerja tersebut, terutama pada waktu saat mereka harus kembali ke Lembaga Pemasyarakatan.

This thesis discusses about the implementation of the rehabilitation of prisoners in the Assimilation Stage in the Cinere Correctional Institution, Jakarta. The purpose of the research is to find out the implementation of the assimilation process of prisoners in the Cinere Correctional Institution, Jakarta. The method used in this thesis is normative study. The review of the regulations relating to the title of the thesis is also used and strengthened with interview to see the implementation of the rules. The results of the research show that the implementation of the rehabilitation of prisoners in assimilation stage is performed in accordance with the Ministry of Justice Regulation Number M.2.PK.04-10, 2007. However, in practice, there are constrains to be faced off, both from the regulation and from the prisoners themselves, even they are not big obstacles. The results of the interviews from the prisoners who get assimilation by working to third parties are they are very pleased with the chance given, because they felt the intermingling with the community and they can also support their family financially. They only have constraint with the distance from the assimilation place with the Cinere Correctional Institution. In addition, the traffic jam gives them problem to be face of with. This problem made their working hours is not fit with the rules. The attempt to overcome this matter is the Cinere Correctional Institution issued the internal policy about working hour, especially when they have to go back to the Correctional Institution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T22851
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ania
"Penelitian ini berjudul "Implementasi Aspek Keselamatan Standart Minimum Rules (SMR) Di Lembaga pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Cipinang". Latar belakang pemilihan judul ini didasarkan pada kajian empiris dan teoritis. Dalam Aspek keselamatan terdapat beberapa standar yakni tentang klasifikasi/pemisahan, disiplin, penggunaan kekerasan, penggunaan alat pembatas gerak dan pengaduan. Alasan kenapa penulis memilih aspek tersebut adalah karena keselamatan dan Hak Asasi Manusia berhubungan erat, keselamatan di Lapas merupakan kebutuhan utama baik untuk petugas maupun narapidana. Lokasi penelitian dilakukan pada Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Cipinang. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan implementasi aspek keselamatan Standart Minimum Rules (SMR) pada Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Cipinang dipengaruhi oleh pertama overkapasitas pada Lapas, dikarenakan meningkatnya jumlah narapidana/tahanan kasus narkoba, sehingga pemisahan kategori narapidana atau klasifikasi pada Lapas overkapasitas terbentur dengan masalah terbatasnya sarana dan prasarana yang terdapat didalam Lapas. Kedua disiplin dan ketertiban di Lembaga Pemasyarakatan tergantung pada kepatuhan narapidana tersebut dan pengelolaannya dilakukan oleh pemuka atau tamping bukan oleh petugas. Ketiga Komunikasi keluar ataupun pengaduan yang akan dilakukan narapidana akan disensor terlebih dahulu atau atas seijin Kalapas.
Upaya-upaya yang dilakukan mengatasi hambatan implementasi aspek keselamatan SMR pada Lapas Narkotika Cipinang dengan menambah sarana blok hunian narapidana atau membangun gedung Lapas baru untuk hunian narapidana, dan membuat kebijakan Lapas tentang peraturan disiplin, kebijakan peran dan tanggung jawab masing-masing tamping dan pemuka di semua bidang, kebijakan mengenai mekanisme pengaduan.

The study is titled "Safety Aspect Implementation of the Standard Minimum Rules (SMR) at Class IIA Cipinang Narcotic Correctional Institution". The background of the title selection is based on empirical and theoretical studies. In the safety aspect that there are some standards on the classification / separation, discipline, use of force, the use of a limiting motion and complaint. The reason why the author chose this aspect is due to the safety and human rights are closely linked, safety in prisons is a major requirement for officers and inmates. Location of research done at Classs IIA Cipinang Narcotics Correctional Institution. The research method used in this research is using qualitative approach.
The results shows that safety aspect implementation of the standard minimum rules (SMR) in the Cipinang Narcotics Correctional Institution first affected by overcapacity, due to the increasing number of inmates / detainees drug case, so the separation of category or classification of inmates in Correctional Institution overcapacity collided with the problem of limited means and infrastructure that may be in Correctional Institution. Both discipline and order in the Correctional Institution inmates are dependent on compliance and managed by leaders or tamping not by officers. Third Communication complaints out or to be carried prisoners to be censored or for permission first from Kalapas.
Efforts were made to overcome barriers to the implementation of the safety aspects of SMR at Narcotics Prison Cipinang by adding residential block inmates or means of building new Correctional Institution for housing inmates, and make policy on Correctional Institution disciplinary rules, policies, roles and responsibilities of each tamping and leaders in all areas, the policy on complaints mechanism.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>