Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 126597 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anwar Arifin
"UUD NRI Tahun 1945 memberikan amanat kepada pemerintahan untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak muliandalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang (Ayat 3). Amanat membuat undang-undang itu telah terwujud dengan terbentuknya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang disingkat UU-Sisdiknas. Undang-undang tersebut merupakan usul inisiatif DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) yang awalnya digagas oleh Komisis VI yang membidangi agama, Pendidikan, kebudayaan dan Parawisata (2001-2003). Komisi VI DPR sering disebut komisis peradaban yang bertanggung jawab mendesain masa depan bangsa Indonesia (cetak biru), sesuai dengan sila kemanusiaan yang adil dan beradab. pada hakikatnya agama, pendidikan, kebudayaan adalah penjabaran dari sila ketuhanan YME dan sila kemanusiaan yang adil dan beradab, yan juga diwujudkan dan dikembangkan dalam level sistem untuk tiba pada level sikap dan prilaku"
Jakarta : Lembaga Pengkajian MPR RI, 2018
342 JKTN 007 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rizki Zakariya
"Setiap orang berhak memperoleh pendidikan. Maka negara wajib menyediakan pendidikan bagi setiap warga negaranya. Oleh karena itu, setiap tahunnya, Pemerintah Indonesia menganggarkan dana pendidikan yang cukup besar dari Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara. Salah satu alokasi dana pendidikan tersebut untuk rehabilitasi dan pembangunan ruang kelas baru di sekolah. Meskipun telah dianggarkan dalam jumlah besar, ruang kelas yang rusak di Indonesia masih tinggi. Hal tersebut karena tata kelola dalam proses rehabilitasi dan pembangunan ruang kelas rentan terjadi praktik korupsi. Sehingga mempengaruhi kualitas bangunan yang dihasilkan. Sejak 2015, pendidikan juga menjadi sektor yang selalu masuk peringkat 5 besar terjadinya korupsi di Indonesia. Oleh karena itu perlu dilakukan pencegahan dan penindakan praktik korupsi pada sektor ini. Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan lembaga yang dapat melakukan upaya pencegahan dan penindakan dengan kewenangannya. Oleh karena itu, dengan melakukan perbaikan tata kelola rehabilitasi dan pembangunan ruang kelas di Indonesia, akan berdampak pada efektif dan efisiennya pembangunan pendidikan di Indonesia."
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi, 2020
364 INTG 6:1 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Lembaga Pengkajian MPR RI, 2019
370 MEN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sukardi Weda
"Sehagai upaya menghindari terjadinya putus sekolah (drop out) sebagai fenomena sosial dan sulitnya memperoleh akses pendidikan bagi keluarga tidak mampu sebagai dampak Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS BBM), maka pemerintah menggulirkan program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang bertujuan untuk membebaskan biaya pendidikan bagi siswa tidak mampu dan meringankan bagi siswa yang lain, agar mereka memperoleh layanan pendidikan dasar yang lebih bermutu sampai tamat dalam rangka penuntasan wajib belajar 9 tahun.
Program BOS telah memasuki tahun kedua, dan untuk melihat tingkat efisiensi dan efektifitas pelaksanaannya, maka diadakanlah penelitian. Pertanyaan dalam penelitian ini adalah (i) bagaimana kondisi awal sebelum pelaksanaan program BOS?, (ii) bagaimana efisiensi program BOS dalam pendayagunaan sumber daya program?, (iii) bagaimana efektifitas program BOS terhadap keringanan dan pembebasan biaya operasional sekolah kepada siswa?, (iv) bagaimana dampak program BOS terhadap peningkatan mutu layanan pendidikan dasar 9 tahun, dan (v) bagaimana faktor pendukung dan faktor penghambat pelaksanaan program BOS?
Penelitian ini bertujuan untuk (i) mengetahui kondisi awal sebelum pelaksanaan program BOS, (ii) mengetahui efisiensi program BOS dalarn pendayagunaan sumber daya program, (iii) mengetahui efektifitas program BOS terhadap keringanan dan pembebasan biaya operasional sekolah kepada siswa, (iv) mengetahui dampak program BOS terhadap peningkatan mutu layanan pendidikan dasar 9 tahun, (v) mengetahui dampak program BOS untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan dasar 9 tahun, dan (vi) mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat pelaksanaan program BOS.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan didukung oleh pendekatan kuantitatif. Sedangkan tipe penelitian ini adalah penelitian evaluasi, dan jenis penelitian evaluasi yang digunakan adalah Analisis Kerangka Kerja Logis (Logical Framework AnalysisiLFA). lnforrnan dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, guru, komite sekolah, dan respondennya adalah siswa mampu dan siswa tidak mampu, serta orang tua mampu dan orang tua tidak mampu. Pengambilan sampel dilakukan dengan cars teknik penarikan sampel pmbabilita yakni secara "teknik random atas dasar strata yang proporsional" (proportional stratified random sampling) dan sensus. Teknik sampling digunakan untuk menarik sampel dari populasi orang lua siswa dan siswa. sedangkan sensus dilakukan untuk kepala sekolah, guru, komile sekolah. orang tua dan siswa tidak mampu. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam, observasi, dokumentasi, dan audiovisual.
Hasil penelitian menyinipulkan hahwa (i) sebelum ada program BOS, orang tua siswa cukup antusias untuk menyekolahkan anak-anak mereka, dan sebelum ada BOS, siswa tidak mampu tetap dapat memperolch akses pendidikan dasar melalui subsidi silang, orang tua mampu membantu siswa dari keluarga yang kurang mampu, (ii) profesionalitas dan kualitas para slaf yang terlibal dalam pelaksanaan program 130S cukup baik, struktur organisasi dan manajemen BOS cukup baik, dan mekanisme kerjanya berjalan sesuai prinsip administrasi dan manajemen organisasi yang baik, (iii) man faat yang diperoleh masyarakat melalui program BOS adalah adanya pembebasan biaya operasional sekolah kepada siswa tidak mampu, keringanan biaya operasional sekolah kepada siswa yang lain, dan tersedianya akses pendidikan dasar 9 tahun, (iv) dampak positif yang dirasakan oleh siswa adalah adanya peningkatan prestasi, motivasi, dan kepercayaan siswa, dan siswa dapat terhindar dari putus sekolah. Dampak negalif program adalah adanya ketergantungan sekolah terutama sekolah yang tergolong kaya dan percontohan, dana BOS yang jumlahnya relatif kecil dianggap tidak dapat mencukup pembiayaan kegiatan-kegiatan kesiswaan yang bertujuan untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan dan (v) Faktor-faktor pendukung program dari sisi intemalnya adalah: SDM yang mengelolah BOS sangat berkualitas dan profesional, dan berjalannya mekanisme organisasi sesuai prinsip-prinsip administrasi yang baik. Faktor pendukung dari luar program adalah: terjalinnya kerjasama, komunikasi dan kordinasi yang baik dan harmonis antara pihak sekolah dengan komite sekolah. Faktor penghambat program dari sisi intemalnya adalah minimnya pengetahuan orang tua tentang program BOS, dan faktor penghambat program dari sisi ekslernalnya adalah tidak adanya dukungan tim PKPS BBM dalam pelaksanaan program BOS di sekolah mulai dari perencanaan hingga monitoring dan evaluasi, alokasi dana BOS yang minim dan keterlambatan penyaluran dana BOS."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21877
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dillon Zufri
"Sistem pemerintahan yang terdesentralisasi dikatakan mempunyai dampak yang lebih baik dalam penyampaian pelayanan publik karena pemerintah menjadi lebih dekat dengan masyarakat. Dengan kedekatan ini, maka penyediaan barang publik akan sesuai dengan preferensi masyarakat, sehingga nantinya akan lebih efisien. Kedekatan ini ditunjukan oleh pengalihan berbagai tugas pelayanan publik kepada pemerintah daerah, dimana salah satunya adalah bidang pendidikan.
Namun, temuan dari penelitian ini memperlihatkan bahwa proporsi belanja pendidikan yang dianggarkan oleh pemerintah daerah tidak signifikan mempengaruhi partisipasi sekolah SMP yang saat ini menjadi salah satu tujuan pemerintah dalam Wajib Belajar Sembilan Tahun. Selain itu, besaran proporsi belanja pendidikan yang dianggarkan terbukti lebih bergantung kepada besaran transfer untuk urusan pendidikan dari pusat, dibandingkan dengan kebutuhan masyarakatnya.

In theory, decentralization holds the promise of better provision of public goods and services that are adjusted to local needs and conditions because of the increased proximity between policy makers and their constituents, thus contributing to greater efficiency. This proximity is reflected in the transfer of various public services to local governments, including those related to education.
However, this study shows that the proportion of education expenditures budgeted by local government does not significantly affect affect participation at the junior secondary level, a major component of achieving the nine-years compulsory education goal set by government. In addition, the share of the education in local govermnemt budgets is found to be strongly dependent on transfers from central government instead of being a function of the needs of local communities."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
S46137
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Zulfadhly Sanusi
"Undang-undang Pemerintahan Daerah yang berlaku saat ini yaitu UU No. 23 Tahun 2014 telah mengalihkan kewenangan pengelolaan manajemen pendidikan menengah yaitu dari kabupaten/kota ke pemerintah daerah provinsi yang tentunya menimbulkan banyak implikasi bagi daerah-daerah di kabupaten/kota. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, pembagian urusan pemerintahan harus dilandasi prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas serta tujuan strategis nasional. Namun, penyelenggaraan pendidikan menengah tidak sepenunya sesuai dengan kriteria yang ditentukan undang-undang. Sehingga terdapat beberapa masalah dan hambatan dalam pelaksanaanya. Penelitian ini menggunakan metodologi yuridis normatif dengan melihat doktrin, yurisprudensi, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, digunakan tipologi deskriptif dan jenis data sekunder. Serta dilakukan wawancara kepada informan dan narasumber sebagai validasi data. Terdapat 2 rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini yang pertama terkait kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan pendidikan dasar dan menengah yang kedua terkait implementasi terhadap Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dan Kabupaten Maros dari pelaksanaan pengalihan kewenangan pendidikan menengah dari Kabupaten ke Provinsi. Dalam implementasi pengalihan kewenangan ini, menuai berbagai macam masalah seperti di Provinsi Sulawesi Selatan dan Kabupaten Maros mulai dari efisiensi keberadaan cabang dinas yang merupakan perpanjangan tangan dari Dinas Pendidikan Provinsi, jalur koordinasi yang sangat panjang, hilangnya peran Dinas Pendidikan Provinsi sebagai koordinator dan pengawas lintas Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, dan persoalan keuangan yang selalu terlambat dalam pencairannya baik dana bantuan operasional sekolah hingga gaji dan tunjangan guru yang sering dikeluhkan beberapa SMA di Kabupaten Maros. Oleh karena itu, diperlukan perubahan terhadap UU No. 23 Tahun 2014 yang mengatur terkait pengaturan manajemen penyelenggaraan pendidikan menengah.

The Regional Government Law currently in effect is Law no. 23 of 2014 has transferred the management authority of secondary education management, namely from districts/cities to provincial regional governments, which of course has many implications for regions in districts/cities. According to Law Number 23 of 2014, the division of government affairs must be based on the principles of accountability, efficiency and externality as well as national strategic objectives. However, the implementation of secondary education is not entirely in accordance with the criteria determined by law. So that there are several problems and obstacles in its implementation. This study uses a normative juridical methodology by looking at doctrine, jurisprudence, and applicable laws and regulations. In addition, descriptive typology and secondary data types are used. As well as conducting interviews with informants and sources as data validation. There are 2 formulations of the problem raised in this study, the first is related to the authority of the Provincial Government and the Regency/City Regional Government in implementing primary and secondary education. Province. In implementing this transfer of authority, it reaped various problems such as in South Sulawesi Province and Maros Regency starting from the efficiency of the existence of service branches which are extensions of the Provincial Education Office, very long coordination paths, the loss of the role of the Provincial Education Office as coordinator and supervisor across districts / Cities in South Sulawesi, and financial problems that are always late in disbursing both school operational assistance funds to teacher salaries and allowances which are often complained of by several high schools in Maros Regency. Therefore, it is necessary to amend Law no. 23 of 2014 which regulates management arrangements for the implementation of secondary education."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oktorosadi
"Pendidikan, oleh masyarakat sering dipandang sebagai public goods yang hendaknya dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat secara mudah. Oleh karena itu isu kuantitas, khususnya menyangkut pemerataan pendidikan menjadi penting. Bagaimana seluruh lapisan masyarakat dapat menikmati pendidikan secara mudah adalah masalah yang masih harus dicarikan jalan keluar; demikian pula halnya dengan upaya meratakan mutu pendidikan itu sendiri. Dalam realitasnya sampai sekarang ini kualitas dan kuantitas pendidikan menengah di Indonesia masih jauh dari yang diharapkan para praktisi dan pemakai pendidikan itu sendiri. Sampai sekarang ini pendidikan menengah masih banyak dihadapkan pada berbagai kompleksitas permasalahan, baik permasalahan yang bersifat akademis maupun yang bersifat fisik, yang secara langsung dan tidak langsung berpengaruh terhadap mutu dan pemerataan.
Mengisi celah persoalan di atas studi ini berupaya mengkaji tiga persoalan utama; (1) bagaimana kebijakan pemerataan layanan pendidikan nasional, (2) bagaimana kebijakan mutu pendidikan nasional, dan (3) faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kebijakan mutu pendidikan nasional?
Populasi penelitian adalah seluruh sekolah jenjang SD, SMP dan SMA/SMK. Dengan mendasarkan did pada data sekunder hasil Survei Dasar Pendidikan Nasional (SDPN) 2003.Data dikumpulkan dengan menggunakan metode penelitian. Variabel penelitian meliputi Identitas, siswa, sarana/prasarana, dan guru.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis statistik deskriptif dan analisis Structural Equation Modeling (SEM).
Berdasarkan analisis data disimpulkan bahwa (1) tingkat kemerataan layanan pendidikan antar jenjang dan satuan pendidikan maupun antar tingkat wilayah belum merata. Dari Sisi siswa, pada jenjang pendidikan dasar terdapat perbedaan jumlah antara propinsi yang satu dengan yang lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa akses untuk memperoleh kesempatan pcndidikan masih belum merata. Namun demikian, dilihat dari jumlah siswa per kelas, menunjukkan jumlah yang merata baik untuk jenjang SD, SMP, SMA danSMK. (2) Kondisi mutu pendidikan yang ditunjukkan pada kualitas hasil belajar, kualifikasi tenaga edukatif; rasio guru-siswa, rasio buku-siswa masih perlu merndapatkan perhatian serius baik pada jenjang pendidikan SD, SMP, SMA dan SMK. Kualifikasi tenaga pengajar memang pada umumnya sudah memenuhi persyaratan dilihat dari ijazah, tetapi dilihat dari rasio dengan siswa, masih menunjukkan kelimpangarr Demikian juga rasio buku terhadap siswa masih perlu dilingkatkan. (3) mulu pendidikan dipengaruhi oleh identitas, siswa, sarana, dan guru.
Berdasarkan hasil kesimpulan penelitian dapat dirumuskan beberapa rekomendasi. Adapun rekomendasi berdasarkan kesimpulan yang didapat dipaparkan sebagai berikut : (1) Masih adanya ketidak merataan pendidikan antar masing-masing propinsi, maka seyogyanya pemerintah membuat seperangkat kebijakan yang memacu pada daerah-daerah yang tingkat perkembangan pendidikannya belum optimal. Kebijakan itu misalnya menentukan propinsi tertentu sebagai konsentrasi pengembangan, agar disparitas masing-masing daerah daipat dinihilkan. (2) Adanya peranan dari factor sarana dan guru dalam memberikan kontribusi bagi peningkatan mutu pendidikan, maka pemerintah sudah saatnya mengusahakan pendidikan bagi para guru yang belum memenuhi kualifikasi minimal. Bagaimanapun juga guru merupakan faktor penting dalam melakukan proses pembelajaran, yang pada muaranya sampai pada kesimpulan.

Education, often considered as public goods that can be obtained easily by every person in community. For that reason, issue on quantity especially regarding equalization of education becomes important. How every person in community can obtain secondary education easily is a problem that still needs solution as well as efforts to equalize the quality of education. In reality quality and quantity of secondary education in Indonesia still far from expectation of people in education lield and the users of education. Up to now, secondary education is facing complex problems, both academic and physical, that directly and directly influence the quality and equalization of education.
Regarding the mentioned issue above the study examines three main problems; (1) how is policy on national education equalization service, (2) how is policy on national education quality, and (3) which factors that influence policy on national education quality.
Population research is all education levels that are SD, SMP, and SMA/SMK based on secondary data from the result of National Basic Survey on Education (Survey Dasar Pendidikan Nasional, SDPN). Research variables cover identity, student, facility, and teacher. Data is analyzed by using descriptive statistical analysis and Structural Equation Modeling (SEM) analysis.
Derived from data analysis it is concluded that (1) level of education equalization service both among level and unit of education and among regions is not the same. From student point of view, at basic education level there is number difference in various education levels among provinces. This reveals that access to gain school opportunity is not equal. Nevertheless, fiom number of student in each class it is even for SD, SMP, SMA and SMK level. (2) Education conditions shown in quality on learning output, qualifications of educators, teacher-student ratio, and student book ratio still need serious attention in education level of SD, SMP, and SMA/SMK. Teacher qualifications generally have met requirements if observed from teachers? certificate, however, from student ratio by and large still shows disparity. The student book ratio still needs improvement. (3) Education quality is influenced by identity, students, facilities, and teachers.
From the research, there are few recommendations. (1) Regarding unequal quality of education among provinces, the Government should make set of stimulating policies to regions whose educational growth still low. The policy, for example, is by determining certain provinces as center of acceleration of education development so that disparity from each regions can be eradicated. (2) Teachers and facilities play role in contributing education improvement quality and it is the moment for the Government to do some efforts regarding teacher?s education that hasn't met the minimum qualifications since teachers have important role in conducting leaming processes.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22142
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Giyanto
"Abstrak
Menurut pakar sosiologi pendidikan, terdapat relasi timbal balik (resiprokal) antara realitas dunia pendidikan dengan relitas sosial masyarakat. relasi ini bermakna bahwa hal yng berlangsung dalam masyarakat yang kompleks ini merupakan gambaran dari kondisi dunia pendidikan sesungguhnya. demikian juga sebaliknya kondisi dunia pendidikan mencermikan kondisi masyarakat yang sebenernya."
Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 2011
305 JP 10:1(2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>