Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 98103 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Chaerul Yani
"ABSTRAK
Jumlah pengguna internet di Indonesia diproyeksikan mencapai 175 juta orang pada tahun
2019, atau sekitar 65,3% dari total 268 juta penduduk. Media sosial telah dieksploitasi untuk
penyebarluasan hoax, hate speech dan sentimen SARA. Penyebarluasan hoax melalui media
sosial ini cenderung tidak mempertimbangkan dampak harmoni sosial yang ditimbulkan.
Penyebarluasan konten negatif seperti hoax di media sosial semakin masif karena masyarakat
di era post-truth lebih mudah menerima sentimen personal seperti agama dan ras,
dibandingkan fakta. Mewabahnya hoax juga turut dipengaruhi oleh ketidakjelasan regulasi
dan efektivitas penegakan hukum, yang membuat pelaku hoax sulit dilacak dan dihukum
dengan sanksi yang kurang memberikan efek jera. Apalagi penyebarluasan hoax menjadi
semakin sulit dicegah karena minimnya literasi media di tengah masyarakat Indonesia.
Pencegahan hoax di media sosial harus berangkat dari perspektif Padnas, dengan diiringi
oleh kemampuan untuk melakukan deteksi dini dan cegah dini. Selain itu segenap komponen
bangsa juga harus memiliki keyakinan atas ideologi bangsa dan nasionalisme yang kukuh
sehingga terbangun kesamaan pemahaman bahwa penyebarluasan akan dapat merusak
harmoni sosial. Pencegahan hoax di media sosial menjadi suatu keniscayaan, sebagai wujud
dari konsepsi Kewaspadaan Nasional. Hal ini harus dibangun melalui kemampuan untuk
mendeteksi bahwa suatu informasi adalah hoax, mencegah penyebarluasannya dan memiliki
pemahaman bahwa dampak hoax di media sosial akan berimplikasi terhadap nasionalisme
dan keutuhan bangsa."
Jakarta : Biro Humas Settama Lemhannas RI , 2019
321 JKLHN 40 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Ekananda Luhurningtyas
"Dengan munculnya media sosial, kesadaran akan hal itu sangat penting. Literasi informasi adalah salah satu konsep yang paling menonjol yang berfokus pada pendekatan kritis terhadap informasi media, khususnya hoax yang menyebar lebih cepat di media sosial daripada kebenaran itu sendiri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi literasi informasi remaja akhir dengan pemaknaan hoax dan pengalaman mereka sebagai pengguna media sosial ketika menghadapi hoax. Dengan demikian, akan diketahui kemampuan atau kendala literasi informasi remaja akhir yang menggunakan media sosial dalam mengurangi risiko penyebaran hoax di media sosial. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Teknik fenomenologis kualitatif analitis digunakan untuk tujuan ini. Pengumpulan data berdasarkan teknik-teknik yang digunakan terdiri dari wawancara individu, observasi, dan analisis dokumen. Hasilnya menunjukkan bahwa remaja akhir masih mengasah literasi informasi mereka. Mereka sangat bergantung pada informasi tentang pencarian online dan akun terverifikasi. Remaja akhir disini adalah digital natives sejati, mereka cakap dengan komputer dan internet. Mereka memegang keyakinan bahwa literasi informasi dan kebutuhan media sosial dilihat sebagai membuat penilaian, integritas pribadi, dan pelatihan diri dan pelatihan perilaku keluarga dan teman dekat dalam mengurangi risiko distribusi hoax di media sosial. Para remaja akhir memprioritaskan kebutuhan akan informasi pribadi yang penting, terutama informasi yang berkaitan dengan dunia dewasa, pendidikan, dan kesadaran keuangan / pekerjaan. Tanggapan mereka terhadap hoax bervariasi, mulai dari skeptis hingga bahkan tidak peduli. Remaja akhir memaknai bersama hoax sebagai bentuk informasi yang negatif. Berkat belajar dari pengalaman dan literasi informasi yang dimiliki, mereka dapat mengenali beragam faktor yang dapat menimbulkan hoax di media sosial. Remaja akhir yang aktif memainkan media sosial di dalam penelitian ini, telah memiliki kecerdasan atau kemampuan berpikir, bersikap secara adaptif dan objektif, termasuk juga kemampuan mempertimbangkan, menganalisis, mengevaluasi, dan menyelesaikan persoalan hoax di media sosial dan literasi informasi yang di rasa efektif untuk mereka walaupun sikap kritis untuk hoax pada diri remaja akhir masih perlu ditingkatkan.
With the advent of social media, awareness of social media is very important. Information literacy is one of the most prominent concepts that focuses on critical approaches to media information, especially hoaxes that spread faster on social media than truth itself. The purpose of this study was to identify information literacy of youths with the meaning of hoaxes and their experience as social media users when facing hoaxes. Thus, it will be known the ability or constraints of information literacy of youths who use social media in reducing the risk of spreading hoaxes on social media. This research is a qualitative research with descriptive design. Analytical qualitative phenomenological techniques are used for this purpose. Data collection techniques consists of individual interviews, observation, and document analysis. The results show that youths are still honing their information literacy. They rely heavily on information about online searches and verified accounts. The youth here is true digital natives, they are capable of using computers and the internet. They hold the belief that information literacy and social media needs are seen as making judgments, personal integrity, and self training and training family behavior and close friends in reducing the risk of hoax distribution on social media. Youths prioritize the need for important personal information, especially information relating to the adult world, education, and financial work awareness. Their response to hoaxes varies, from skeptics to not even caring. They interpret hoax together as a form of negative information. Thanks to learning from the experience and information literacy they have, they can recognize various factors that can cause hoaxes on social media. Youths who actively play social media in this study, have the intelligence or ability to think, behave in an adaptive and objective manner, including the ability to consider, analyze, evaluate, and resolve hoaxes on social media and information literacy which is felt effective for them although the critical attitude for hoaxes inside themselves still needs to be improved."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
T52046
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunus Winoto
"Perkembangan teknologi dalam suatu masyarakat adalah sebuah keniscayaan yang tidak bisa dihalangi. Salah satu bukti terjadinya perkembangan tekologi informasi adalah semakin gencarnya penggunaan media sosial dalam masyarakat. Melalui media sosial orang bisa lebih leluasa menyampaikan ide, gagasan, informasi serta menyebarkan informasi yang diterimanya pada orang lain tanpa ada penyeleksian. Namun demikian, salah satu dampak penggunaan media sosial adalah semakin deras dan tidak terkendalinya informasi bohong atau hoax di tengah-tengah masyarakat. Salah satu tugas pustakawan dalam konteks penyelenggaraan perpustakaan adalah melakukan penyeleksian sumber informasi atau dengan kata lain pustakawan adalah sebagai penjaga informasi (information gate kepeer). Dalam konteks yang lebih luas, tugas pustakawan tidak hanya sekedar menyeleksi bahan-bahan yang ada di perpustakaan tetapi juga turut memberikan pengetahuan, pemahaman serta keterampilan dalam menerima, menyeleksi dan menggunakan informasi yang baik, benar dan bermanfaat bagi kebutuhan masyarakat penggunanya. Oleh karena itu, kemampuan literasi informasi dan media serta pengetahuan maupun keterampilan dalam menggunakan teknologi informasi menjadi prasyarat yang harus dimiliki seorang pustakawan"
Jakarta: Pusat Jasa Perpustakaan dan Informasi, 2019
020 VIS 21:1 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sinta Lestari
"Penyebaran informasi memang terbilang cukup cepat selama pandemi Covid-19. Informasi tersebut hadir bukan hanya tentang kebenaran vaksin Covid-19, tetapi informasi hoaks. Seiring dengan faktor media sosial dan diskusi lingkungan sekitar dapat mempengaruhi persepsi individu terhadap vaksin Covid-19. Selain itu, penyebaran informasi yang berlimpah memberikan penilaian publik terhadap informasi hoaks. Dengan adanya persepsi tersebut akan membentuk sikap publik terhadap vaksinasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penilaian sosial publik terhadap vaksin pasca menerima informasi hoaks vaksin Covid-19 dan bagaimana sikap publik terbentuk setelah adanya penilaian sosial terhadap informasi hoaks vaksin Covid-19. Konsep persepsi publik, pembentukan sikap, dan teori penilaian sosial dari Muzafer Sherif menjadi pisau analisis penelitian. Artikel ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode studi kasus intrinsik (intrinsik case study). Pengumupulan data dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap tiga informan. Adapun Hasil penelitian menunjukan bahwa publik memiliki penilaian terhadap informasi hoaks vaksin Covid-19 dan memiliki persepsi terhadap vaksin Covid-19 yang beragam di media sosial. Persepsi tersebut yang kemudian membuat publik menentukan sikap untuk vaksinasi atau tidak. Temuan penelitian ini memaparkan bahwa terdapat informan yang menerima sikap untuk vaksinasi dan informan yang menolak sikap untuk vaksinasi. Kedua sikap tersebut dibentuk oleh penilaian sosial yang mereka dapatkan di media sosial.

The spread of information was fairly fast during the Covid-19 pandemic. The information is present not only about the truth of the Covid-19 vaccine, but hoax information. Along with social media factors and environmental discussions can affect a person's perception of the Covid-19 vaccine. In addition, the abundant dissemination of information provides a public assessment of hoax information. With this perception will shape the public's attitude towards vaccination. This study aims to find out how the public's social assessment of vaccines after receiving Covid-19 vaccine hoax information and how people's attitudes are formed after social assessment of Covid-19 vaccine hoax information. The concept of public perception, attitude formation, and sheriff Muzafer's theory of social judgment became the knife of research analysis. This article uses qualitative approaches and intrinsic case study methods. The data was conducted with in-depth interviews with three informants. The results showed that the public had an assessment of the Covid-19 vaccine hoax information and had a diverse perception of the Covid-19 vaccine on social media. This perception then makes the public determine the attitude towards vaccination or not. The findings of this study explain that there are informants who accept attitudes toward vaccination and informants who reject attitudes towards vaccination. Both attitudes are shaped by the social judgment they get on social media."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Pristiana Mulya
"ABSTRAK
Merujuk data dari Mabes Polri ada 5 daerah yang masuk kategori rawan yaitu Jawa barat, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Kalimantan barat dan Papua, Dari kelimanya, hanya Papua yang indikator kerawanannya bebas dari persoalan hoax dan SARA. Halhal seperti inilah yang harusnya perlu diwaspadai sehingga ke depan, dalam proses
penyelenggaraan Pemilu baik Pilkada serentak 2018 dan Pileg dan Pilpres 2019. Penulis membahas dalam tulisan ini tentang pentingnya mewaspadai dampak penggunaan media sosial dalam tahun politik 2018-2019 dan upaya yang dapat dilakukan guna terjaganya
keamanan yang kondusif."
Jakarta: Biro humas settama lemhanas RI, 2018
321 JKLHN 36 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Asri Samsiar Ilmananda
"Di tengah perkembangan era digital, pertukaran informasi dapat dilakukan dengan mudah melalui Internet khususnya media sosial. Meskipun demikian, informasi yang tersebar seringkali tidak mudah untuk dibuktikan kebenarannya sehingga menjadi sangat rentan terhadap penyebaran berita palsu (hoax). Untuk mengatasi hal tersebut, teknologi Blockchain dapat digunakan sebagai sebuah solusi yang mampu menjamin kredibilitas informasi serta menciptakan lingkungan komunikasi yang terpercaya. Pada penelitian ini, pendekatan berbasis Blockchain diterapkan melalui sistem verifikasi berita untuk mengidentifikasi kebenaran berita dan menyeleksi sumber informasi yang dapat dipercaya. Studi ini mengusulkan sebuah model penyebaran berita di media sosial dengan mengadaptasi prinsip epidemi dan jaringan scale-free. Pengguna dikelompokkan ke dalam empat kondisi status yaitu rentan (ignorants), pemeriksa (verifier), penyebar (spreader), dan penyangkal (stifler). Kemudian, pada model tersebut diintegrasikan sistem verifikasi berita berbasis Blockchain. Efektifitas model diselidiki di dalam simulasi berbasis multi-agen menggunakan software Netlogo. Di dalam simulasi, berita palsu dengan tingkat kebenaran berita 20% memperoleh nilai indikator kredibilitas atau credibility indicator (CI) yang rendah (CI ± 1,5 dari 5) untuk seluruh dimensi jaringan yang berbeda-beda. Penyebaran terhenti lebih cepat karena penyebar berita (spreader) lebih sedikit dibandingkan dengan penyangkal berita (stifler). Selain itu, kredit reputasi atau reputation credit (RC) yang dimiliki sumber berita semakin menurun (RC ± 0,12 dari 1) sehingga mengurangi faktor kepercayaan. Dengan memperlihatkan catatan nilai indikator kredibilitas dan kredit reputasi kepada pengguna selama penyebaran berita, sistem verifikasi berita berbasis Blockchain dapat membatasi penyebaran berita palsu secara efektif serta meningkatkan kualitas konten di media sosial.

In recent digital era, information exchange can be done easily through Internet and social media. However, the thruth of news in social media is hard to be proven, and becomes vulnerable toward hoax spreading. As a solution, Blockchain technology can be used to ensure the information reliablility and create trusted communication environment. In this research, Blockchain-based approach is implemented through a news verification system to identify the credibility of news and the sources. This study proposed a model of news spreading in social media by adapting epidemic methodology and scale-free networks. Users is categorized into for state condition tha are ignorants, verifier, spreader, and stifler. Subsequenty, Blokchain-based news verification system is integrated in that model. The model effectiveness is investigated in the multi-agent based simulations using Netlogo software. In the simulations, hoax news with 20 % of true level get a low Credibility Indicator (CI ± 1.5 of 5) for all different network dimensions. The spreading is stopped faster since the number of spreader is less than the stifler. Moreover, the Reputation Credit of the news source is also decreased (RC ± 0,12 of 1) so that the trust factor reduced. By showing the record of credibility indicator and reputation credit to users during the spread of the news, Blockchain-based news verification system can effectively limit hoax spreading and improve the quality of content in social media."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
T54147
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Robi Cahyadi Kurniawan
"ABSTRACT
Money politics in elections and local elections is a phenomenon that is prevalent in procedural democracies in Indonesia, especially since the direct elections in 2004. Voters are very familiar with the term money politics and also do not hesitate to accept gifts in the form of money and goods. This paper tries to offer an effort to prevent the practice of money politics seen from the sociological and psychological aspects of voters, by providing an understanding of cognitive and affective aspects to instill in the minds of voters that money politics is a crime and a fundamental violation of ethics and morals. Voters in electoral practice can be influenced by their choices if they are given goods assistance or giving money. Relations or relationships between candidates and voters occur in terms of voting, providing services and personal activities, providing goods, providing projects, electoral fraud, identity appearance and raising funds for candidates for regional head candidates. The voter's social capital and local wisdom are expected to reduce the practice of money politics."
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi, 2019
364 INTG 5:1 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
I Nengah Suandi
Depok: Rajawali Pers, 2018
499.221 INE k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Suwartiningsih
"Being a pluralist community, Nias consists of not Tionghoa (Chinese), Padang, Batak and Javanese. Social harmony within the community is like no other ever found in other regions across Indonesia. Indeed, social harmony amongst the Nias community has been a very much interesting social fact for research and analysis. Has some sort of local wisdom been exercised as a social capital to create the social harmony within the life of this religious-pluralist community? A research on this was conducted in Kota Gunungsitoli by applying the descriptive- qualitative research. The research shows that their local wisdom of Banua dan fatalitusota, Emali dome si so ba lala, ono luo na so yomo, Sebua ta ide'ide'o, side'ide'ide mutayaigo [tidak bold] and the fact that religious communities in this region have strong understanding and emphasis on their religious values. These factors heavily influence both the creation and the preservation of the social harmony within the community."
Jakarta: Pusat Pengkajian Reformed, 2014
SODE 1:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>