Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6085 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rosniati A. Risna
"ABSTRAK
Mysritiqa tesysmanii Miq. (Mysriticaceae or nutmeg family) is locally named Durenan, Kayu Palan, Kosar, or Kayu Resep. This species is categorized as edangered species under the IUCN category and criteria Herbarium on information gathered from herbarium collections in herbarium Bogoriense and Natio0nal Herbarium the Netherlands, this species was found only in eastern part of java island, indicating the distinctiveness of its geographic distribution. its morhological characters, current population status, potential threats and human values, as well as amplications for its conservation are described."
Bogor: Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas, 2019
580 WKR 17:1 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsul Hidayat
Bogor: Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, 2006
615.321 SYA t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2000
S33795
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ibrahim Kadir
Jakarta: Proyek Penerbitan Buku Bacaan dan Sastra Indonesia dan Daerah. Depdikbud, 1980
899.224 2 IBR C
Koleksi Publik  Universitas Indonesia Library
cover
Ibrahim Kadir
Jakarta: Proyek Penerbitan Buku Bacaan dan Sastra Indonesia dan Daerah. Depdikbud, 1980
899.224 2 IBR C
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Itje Aisah Ranida
"ABSTRAK
Titik berat pembangunan dalam Pembangunan Jangka Panjang Tahap ke-II (PJP II) ini adalah ekonomi disertai dengan penbangunan sunberdaya manusia. Sejalan dengan hal itu, para pakar dalan bidang gizi dan kesehatan telah mencetuskan tinggi badan potensial sebagai indikator nyata yang digunakan untuk ukuran fisik manusia. Indikator ini diharapkan dapat menberikan indikasi terhadap upaya yang telah dilakukan.
Tinggi badan yang dicapai anak pada umur masuk sekolah dasar dapat memberikan gambaran tentang gangguan pertunbuhan yang diderita pada umur-umur sebelumnya, selain itu dapat nenunjukkan gambaran pertumbuhan anak sebagai gambaran taraf kesehatan dan gizi penduduk di wilayah yang bersangkutan.
Propinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah yang mempunyai prevalensi tinggi pada penyakit gangguan pertumbuhan (dalan hal ini penyakit gondok), juga daerah yang telah lebih dahulu (1988) melakukan pengukuran Tinggi Badan terhadap Anak Baru Masuk Sekolah oleh para peneliti dari Puslitbang Gizi Bogor, yang kemudian tahun 1994 Direktorat Bina Gizi Masyarakat melakukannya di seluruh Indonesia.
Jenis penelitian ini adalah panel studi yang bertujuan ingin melihat/mempelajari hubungan antara daerah yang mempunyai kondisi endenik gondok di desa miskin dan tidak miskin dengan rata-rata tinggi badan anak baru masuk sekolah.
Hasil penelitian nenunjukkan bahwa selain variabel gondok ternyata variabel miskin (dalan hal ini status sosek) lebih mempunyai hubungan yang secara statistik cukup bermakna terhadap rata-rata tinggi badan. Hal ini terbukti dari hasil tenuan yang mengatakan bahwa, perubahan rata-rata TBABS tahun 1988 dan 1994 untuk anak kelompok umur 7 dan 8 tahun di desa tidak gondok tidak miskin lebih tinggi dari perubahan rata-rata desa gondok lainnya dengan kisaran 0.3 - 1.6 cm pada 95% CI dengan p = 0.016.
Pada penelitian ini dapat disimpulkan adanya variable-variabel (gondok, miskin) yang berhubungan terhadap rata-rata tinggi badan dapat menyebabkan terjadinya gangguan pertumbuhan, yang akhirnya dapat digunakan sebagai alat perbandingan antar daerah pada waktu yang sama atau membandingkan keadaan daerah yang sama antar waktu yang berbeda.
Diharapkan hasil penelitian ini dapat sedikit dijadikan bahan pertimbangan dalam peningkatan program kesehatan yaitu pada penentuan lokasi-lokasi sasaran, satu diantaranya adalah faktor rendahnya tingkat sosial ekonomi dan tingkat endemisitas.

ABSTRACT
The focus of The Long Term Development II is economic and human resource development. The result of the latter can be identified, among other things, by measuring children's potential height as a real indicator of physical measurement of human body.
The height of children entering elementary school gives a powerful indicator to depict growth retardation or forlir in the past. It globally explain health and nutritional status in the population the children residing.
Central Java is one of province with a high prevalence of goitre. Height measurement for children entering elementary school has been conducted by Nutrition Center for Research and Development Bogor in the province in 1988. The measurement has been expanded and conducted to all provinces in Indonesia.
This study is aimed to learn relationship between goitre endemicity with certain poverty level in villages and average height of children entering elementary school taking two cross-sectional ones, 1988 and 1994, the study attempts to see the height differences and changes with and between these years.
The results of the study shows poverty variable is more potent then goitre to give statistically significant relationship between the independent variables and the average height. Difference of average height of children entering elementary school for 7 and 8 aged groups in villages with No-goitre endemic and not poor in the years of 1988, 1994 is bigger than other combination of villages. The range is 0.3 - 1.6 cm with 95% CI, p = 0.016
Through this finding it is conducted that alleviating both goitre endemic and poverty will give the best achievement of potential average height.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizmoon Nurul Zulkarnaen
"

Pinang Jawa (Pinanga javana Blume) merupakan spesies palem endemik Pulau Jawa.  Keberadaan Pinang Jawa diketahui terdistribusi di hutan dataran tinggi.  Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan autekologi Pinang Jawa secara komprehensif.  Lokasi penelitian dilakukan di lereng selatan dan lereng timur Gunung Slamet. Metode pengambilan data menggunakan metode purposive sampling dengan membuat plot berukuran 10x10 m berjumlah 183 plot.  Analisis data menggunaan analisis kualitatif dan kuantitatif.  Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan perkembangan pertumbuhan Pinang Jawa. Analisis untuk mengetahui pola penyebaran menggunakan perhitungan indeks Morisita.  Asosiasi pertumbuhan Pinang Jawa diketahui dengan perhitungan tabel kontingensi 2x2, uji Chi-square, dan indeks Jaccard. Analisis statistik diterapkan untuk pengujian faktor abiotik yang mempengaruhi kehadiran dan kerapatan Pinang Jawa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa stuktur populasi Pinang Jawa didominasi oleh individu dewasa dengan kelas tinggi antara 6,1 – 8,1 m dan kelas diameter 7 – 8,9 cm. Pola penyebaran Pinang Jawa di Gunung Slamet yaitu menyebar berkelompok.  Berdasarkan pengamatan selama penelitian menunjukkan bahwa penyebaran Pinang Jawa secara alami dilakukan oleh musang hutan dengan banyak ditemukannya kotoran musang hutan yang terdiri atas biji Pinang Jawa.  Pertumbuhan Pinang Jawa diketahui tidak mempunyai asosiasi dengan tumbuhan lain.  Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa keberadaan dan kerapatan Pinang Jawa dipengaruhi oleh kelerengan, ketebalan seresah, dan kelembaban udara.  Ancaman terhadap habitat Pinang Jawa diklasifikasikan berdasarkan faktor manusia dan alam.


Pinang Jawa (Pinanga javana Blume) is an endemic palm species in Java. The existence of Pinang Jawa is known to be distributed in highland forests. This study aims to explain the autecology of Pinang Jawa in a comprehensive manner. The location of the study was carried out on the southern slope and the eastern slope of Mount Slamet. The data collection method uses a purposive sampling method by making 10x10 m plots totaling 183 plots. Data analysis uses qualitative and quantitative analysis. Descriptive analysis is used to explain the developmental growth of Pinang Jawa. Analysis to find out the distribution pattern using the Morisita index calculation. The Pinang Jawa growth association is known by the calculation of the 2x2 contingency table, the Chi-square test, and the Jaccard index. Statistical analysis was applied for testing abiotic factors that influence the presence and density of Pinang Jawa. The results showed that the structure of Pinang Jawa population was dominated by high-grade adult individuals between 6.1 - 8.1 m and diameter classes 7 - 8.9 cm. The pattern of the spread of Pinang Jawa on Mt. Slamet is spread in groups. Based on observations during the study showed that the spread of Pinang Jawa was naturally carried out by forest civet with many found civet feces of forest consisting of Pinang Jawa seeds. The growth of Pinang Jawa is known to have no association with other plants. The results of the statistical analysis show that the presence and density of Pinang Jawa is influenced by slope, litter thickness, and air humidity. Threats to Pinang Jawa habitat are classified based on human and natural factors.

 

"
2019
T54057
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wiwi Winarti
"Studi tentang pertumbuhan fisik telah menunjukkan bahwa pertumbuhan anak usia 13 -15 tahun merupakan pertumbuhan fisik yang cepat. Pada anak perempuan, hal tersebut berhubungan dengan kematangan seksual yang merupakan ciri-ciri pubertas, ditandai haid pertama dan berkaitan dengan keadaan gizi dan psikhisnya. Studi pengantar di Tanjungsari mengenai kematangan seksual, ditemukan data Cohort WHO, dari 3500 anak terdapat 1550 anak perempuan dengan tiugkat maturasi seksual 28 anak (1,8%). Usia menarchenya 12 tahun, dan ditemukan 11 responden (0,70 %) atau (39,28%) dad data kematangan seksual, telah menikah.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dan faktor apa yang dominan berhubungan dengan kematangan seksual. Desain penelitian merupakan survey dengan pendekatan Cross Sectional, lokasi di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang Jawa Barat, dilaksanakan pada bulan April sampai bulan Juni tahun 2003.
Jumlah sampel 150 anak perempuan usia 13 sampai 15 tahun. Vaniabel babas yang diduga berhubungan idalah Indeks Masa Tubuh, Status anemia, Kadar lemak tubuh, Perilaku sosial, Umur, Pendidikan, Pendidikan Ayah, Pendapatan Orangtua dan Kebiasaan keluarga.
Data merupakan data primer yang dikumpulkan dari anak perempuan dengan menghitung Indeks Masa Tubuh dari pengukuran berat badan dalam kilogram dibagi ukuran tinggi badan dalam meter kuadrat dan Status Anemia. Ban pengambilan sampel darah anak kemudian dianalisa hasilnya dalam ukuran gram %.
Prosentase lemak tubuh, dilakukan setelah diketahui ukuran tinggi badan, berat badan, umur dan jenis kelaniin,masukkan dalam BIA, hasilnya berupa prosentase. Data kematangan seksual diperoleh dari pemeriksaan fisik tanda kematangan seksual sekunder, sedangkan data mengenai perilaku sosial, umur, pendidikan, pendidikan ayah, pendapatan orangtua, serta kebiasaan keluarga diperoleh melalui kuesioner.
Pengolahan data dilakukan manual, dan bantuan komputer, data yang terkumpul dimasukan pada program. Hasil analisa Univariat dari 150 Responder, melalui pengukuran Indeks Masa Tubuh, diperoleh status gizi kurang sebanyak 35 responden (23,3%), 15 responden (10%) mengalami Anemia, melalui lemak tubuh didapatkan data Gizi kurang 78 responden (52,0%). Sebanyak 33 responden (22,0%) mengalami kematangan seksual lambat, 117 responden (78,0 %) mengalami kematangan seksual cepat.
Hasil analisa Bivariat menggunakan Chi-Square ditemukan 2 variabel yang berhubungan dengan kematangan seksual yaitu Lemak tubuh dengan p value = 0,005, dan kebiasaan keluarga p value = 0,004. Faktor-faktor lainnya yaitu, Indeks Masa Tubuh, Status Anemia, umur, Sikap perilaku sosial, pendidikan anak, pendidikan ayah dan pendapatan orangtua tidak berhubungan dengan kematangan seksual. Analisa multivariat yang mempunyai p value terkecil adalah kebiasaan keluarga dengan p Value = 0,004, dan ini merupakan faktor yang paling dominan berhubungan dengan kematangan seksual secara bermakna.
Sebagai saran, Puskesmas dan Instansi pusat terkait perlu meningkatkan program pelayanan kesehatan reproduksi remaja di daerah ini. Untuk peminat dan peneliti lain perlu meneliti lebih lanjut mengenai masalah reproduksi remaja, terutama bila anak akan menghadapi masa berkeluarga.

A study about physical growth has found that the children's growth spurt is occur at the age of 13 to 15 year old. On a girl, this episode is related to her sexual maturity, which usually called as puberty. It is usually characterized by the onset of menarche, her first menstruation, and related to her state of nutrition and of psychology. An introductory study at Tanjungsari on sexual maturity, using WHO's cohort data, has found that among 3,500 children there are 1,550 girls. And among those girls there were 28 (1.8%) girls who already have their sexual maturation, with details information that their age of menarche are 12 years old, and found that 11 of them (39.28%) were married.
Study will be carried out, and have a purpose on finding out what factors related and which factor that have a greatest role in determining the sexual maturity. The design of the study is a survey with a cross-sectional approach, will be held in Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang,West Java, on April to June 2003.
The number of the sample is 150 young girls with have an age range. between 13 to 15 years old. The independent variables assumed to have relationship with sexual maturity are: body mass index, the state of anemia, percentage of body fat, social behavior, age, education, father's education, parent's income and family's customs.
A primary data will be collected from young girls by calculating the body mass index, which measured the body weight in kilograms divided by the height in Meter Square and the state of anemia is also observed by examining the blood sample and analyzed those samples to obtain the measurement for the state of anemia in gram-percent. The percentage of body fat can be calculated after data on height, weight, age and sex have been accomplished to Hand Bio Electric Impedance Analyzer. Meanwhile, data on sexual maturity were obtained from performing the physical examination on secondary sexual maturity signs, and data on social behavior, age, education, parents' education and income, and family customs are gathered using a questionnaire.
Data were being organized manually, followed by using the computer when data are being entered to a statistical program. From the univariate analysis upon 150 respondents, it can be known from calculation on body mass index that 35 respondents or 23.3% have a poor nutrition status and 15 respondents or 10% have anemia. From the percent of body fat, it has found that respondents with mild of poor nutrition state are 78 people (52,0%). Severe poor of nutrition state are 33 respondents (22%). As little as 33 girls (22,0%) have found in the state of late (slow) sexual maturity, 117 girls (78,0%) are in the state of fast sexual maturity.
Result from bivariate analysis, using chi-square, has found that2 variables are related to the sexual maturity, which are: percentage of body fat with p-value 0.05;, and family customs (p-value 0.004). Other factors that are: Body Mass Index, anemia, age, social attitude and behavior, education, father's education and family income, are not related with sexual maturity. When those variables are analyzed by multivariate analysis, it is found that variable which has the least p-value is family customs (p-value 0.004). This represent that family customs is significantly to be the most dominant factor related to sexual maturity. Based on those findings, it is suggested that Community Health Center (Puskesmas) and other central institution should be concern to the problem of health reproduction on a young girls, and should evaluate every matters related to adolescent in this region. For the other researchers it is suggested to explore a research on other issues on Adolescent Health reproduction, especially to those girls who will be engaged in a marriage in a little while.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12991
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Basuki Budiman
"Kualitas manusia sebagai salah satu modal dasar pembangunan lebih mendapat perhatian pada Pelita V dalam rangka mempertinggi derajat kesejahteraan masyarakat. Hal ini ditetspkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Tersirat bahwa agar tercapai tingkat kualitas manusia yang dicita-citakan tersebut, pembangunan kesehatan dilaksanakan dengan member! prioritas yang tinggi pada upaya peningkatan kesehatan masyarakat dalam keluarga termasuk peningkatan status gizi masyarakat di samp ing upaya-upaya prevent if, kuratif dan rehablitatif.
Kualitas manusia terdiri dari aspek ragawi dan aspek mental; yang termasuk aspek ragawi yaitu kebugaran dan pertumbuhan; sedangkan yang termasuk aspek mental yaitu kecerdasan dan keterampilan. Gangguan gizi yang erat kaitannya dengan pertumbuhan ragawi dan mental adalah kurang energi protein (KEP) dan kurang iodium.
Di Indonesia, KEP dan gangguan akibat kurang iodium (GAKI) merupakan dua dari empat masalah gizi utama. Prevalensi gizikurang pada anak usia di bawah lima tahun (balita) yang diukur atas dasar berat badan pada umur tertentu (kurang dari 70 % median acuan) menurun dari 29.1 persen (1983) menjadi 10.8 persen (1987)1. Laporan lain2 menyebutkan bahwa prevalensi menurun dari 14.4 persen (1978) menjadi 12.8 (1986) dengan penurunan yang besar terjadi didaerah perkotaan yaitu 4.2 persen di bandingkan daerah pedesaan sebesar 0.9 persen.
Besar dan luasnya masalah pertumbuhan ragawi di samping dinyatakan dengan prevalensi gizikurang pada anak balita, dapat pula dinyatakan dengan besarnya prevalensi gizikurang pada anak usia tujuh tahun yang diukur pencapaian tinggi badannya. Hal ini sekaligus dikaitkan dengan keadaan ekonouii suatu wilayah3'4,'.
Di Indonesia, prevalensi gizi kurang anak usia tujuh tahun secara nasional belum ads. Prevalensi gizikurang atas dasar indeks tinggi badan menurut umur (<=90% median acuan Indonesia hasil modifikasi acuan WHO-NCHS) anak baru masuk sekolah (6-8 tahun) di tiga provinsi yaitu Sumatera Barat, Jawa Tengah dan Nusa Tenggara Barat pada tahun 1988 berturut-turut adalah 9.8; 14.6 dan 16.4 persen. Oleh karena tinggi badan merupakan produk dari interaksi berbagai faktor dan kesempatan mengoreksi tinggi badan sebelum mencapai tinggi bada usia dewasa terjadi pada masa usia sekolah, maka pertumbuhan ragawi pada usia tersebut perlu mendapat perhatian secara khusus.
Di pinak lain, penderita GAKI di Indonesia pada tahun 1986 di perkirakan 30 juta penduduk mempunyai resiko tinggi mengalami defisiensi iodium dan bermukim di daerah endemis. Tiap tahun dari sejumlah itu terjadi 9200 bayi lahir mati. Di samping itu lebih dari 750 000 orang menderita kretin.Diperkirakan pula 3.5 jut a di antaranya dijumpai mengalami gangguan mental, gangguan motorik termasuk pertumbuhan ragawi, dan gangguan kordinasi. Pembesaran kelenjar gondok (goiter) da lam berbagai tingkat kurang lebih 8 juta orang.
Di satu pihak KEP dan GAKI mempunyai efek terhadap pertumbuhan; di lain pihak pertumbuhan tersebut merupakan hasil interaksi yang sangat komplek berbagai faktor. Berbeda dengan sebaran masalah KEP yang dapat terjadi dengan tidak mengenal kekhususan ketinggian tempat, sebaran masalah GAKI terutama terjadi di daerah pegunungan dan daerah aliran sungai yang deficit unsur iodium serta daerah yang sukar dijangkau dengan kendaraan umum. Daerah-daerah tersebut uraumnya secara sosial-ekonomis jug a kurang maju.
Oleh karena itu, pertumbuhan anak di daerah ysng endemik GAKI, kemungkinan bukan disebabkan oleh defisiensi iodium saja tetapi peranan sosial ekonomi perlu dipertimbangkan. Hubangan antara defisiensi iodium dan tinggi badan anak sekolah dasar kelas satu menjadi objek penelitian ini."
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zaika Rajabdihara Kurniawan
"

Cantigi ungu (Vaccinium varingiifolium) merupakan tumbuhan yang teramati hanya dapat tumbuh di daerah pegunungan dengan ketinggian 1800—3340 mdpl di Indonesia. Cantigi ungu memiliki manfaat sebagai sumber makanan dan memiliki kadar antioksidan yang tinggi. Vaccinium spp. di Amerika telah didomestikasi sehingga memiliki nilai komersial. Proses domestikasi tersebut melibatkan identifikasi morfologi, tetapi identifikasi secara molekuler lebih baik digunakan agar breeding menjadi efisien dan efektif. Identifikasi molekuler dapat menggunakan DNA barcoding dan rekonstruksi filogeni. Consortium for the Barcode of Life (CBOL) telah menetapkan bahwa matK dan rbcL merupakan gen penanda (DNA barcoding) yang ideal dalam identifikasi tumbuhan terestrial. Gen matK dan rbcL merupakan gen yang berada pada kloroplas. Hasil analisis filogenetik Cantigi ungu yang ada hanya menggunakan gen penanda ITS. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis dan mengonfirmasi kekerabatan sekuens Cantigi ungu yang dikoleksi dari Gunung Gede, Gunung Tangkuban Parahu dan Kawah Putih Ciwidey menggunakan gen penanda matK dan rbcL dengan rekonstruksi pohon filogeni. DNA Cantigi Ungu dari tiga tempat berbeda di Jawa Barat diisolasi menggunakan kit ekstraksi DNA tanaman kemudian dilakukan amplifikasi PCR dan optimasi suhu annealing. Suhu annealing optimal Cantigi ungu pada matK adalah 52°C dan rbcL adalah 55°C. Hasil amplifikasi PCR tersebut kemudian disekuensing, dilakukan contig sekuens, di-trimming dan diunggah pada GenBank. Hasil BLAST sekuens ketiga sampel Cantigi ungu pada kedua gen menunjukkan bahwa ketiga sampel Cantigi ungu merupakan spesies yang sama. Hasil analisis alignment menunjukkan bahwa ketiga sampel Cantigi ungu memiliki indeks similaritas 100% pada kedua gen. Hasil Rekonstruksi pohon filogeni dengan Vaccinium spp. dan out-group menunjukkan bahwa ketiga sampel berada pada cabang yang sama, mengindikasikan bahwa ketiga sampel tersebut berasal dari spesies yang sama, Vaccinium varingiifolium.


The Purple Cantigi (Vaccinium varingiifolium) is a plant observed to only grow in mountainous areas at altitudes of 1800—3340 meters above sea level in Indonesia. The Purple Cantigi has benefits as a food source and possesses a high level of antioxidants. Vaccinium spp. in America has been domesticated, thus having commercial value. The domestication process involves morphological identification, but molecular identification is preferably used for efficient and effective breeding. Molecular identification can utilize DNA barcoding and phylogenetic reconstruction. The Consortium for the Barcode of Life (CBOL) has established that matK and rbcL are ideal marker genes (DNA barcoding) for identifying terrestrial plants. The matK and rbcL genes are located in the chloroplast. The only available results of the phylogenetic analysis of purple Cantigi use the ITS marker gene. This research aims to analyze and confirm the sequence relationships of the Purple Cantigi collected from Mount Gede, Mount Tangkuban Parahu, and Kawah Putih Ciwidey using the matK and rbcL marker genes with phylogenetic tree reconstruction. DNA of the Purple Cantigi from three different places in West Java was isolated using a plant DNA extraction kit and then subjected to PCR amplification and annealing temperature optimization. The optimal annealing temperature for the Purple Cantigi in matK was 52°C, and in rbcL was 55°C. The PCR amplification results were sequenced; contig sequences were performed, trimmed, and uploaded to GenBank. BLAST results of the sequence of the three Purple Cantigi samples on both genes showed that all three samples are the same species. Alignment analysis showed that all three Purple Cantigi samples have a 100% similarity index on both genes. Phylogenetic tree reconstruction with Vaccinium spp. and out-group showed that all three samples are on the same branch, indicating they belong to the same species, Vaccinium varingiifolium.

"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>