Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 88271 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wita Sukmara
"Pendahuluan. Kebocoran anastomosis merupakan komplikasi yang berat berhubungan dengan peningkatan morbiditas, dan mempengaruhi lama rawat di rumah sakit. Banyak peneliti yang telah meneliti faktor resiko terjadinya kebocoran usus, diantaranya sepsis, malnutrisi, ketegangan garis anastomosis, gangguan perfusi jaringan, obstruksi distal, dll. Usus adalah organ yang rentan terhadap cedera, cedera pada usus dapat menyebabkan edema, ileus, dan kegagalan mekanisme pertahanan usus. Kondisi ini dapat ditemukan pada gastroshizis, invaginasi, strangulasi, penyakit radang usus dan sirosis. Pemberian cairan berlebih dapat menyebabkan edema, peningkatan tekanan intra abdomen, menurunkan aliran darah mesenterik, berpengaruh terhadap penyembuhan dan meningkatkan kebocoran anastomosis. Studi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh edema terhadap anastomosis usus. Metode. Studi eksperimental pada tikus Sprague–Dawley untuk mengetahui pengaruh edema dan pemberian cairan yang berlebihan terhadap anastomosis usus. Hasil. Tidak terdapat perbedaan antara edema usus dan pemberian cairan berlebihan dengan peningkatan kebocoran anastomosis (p=0,178)  Kesimpulan. Edema usus tidak ada hubungan dengan kebocoran anastomosis.

Introduction. Anastomotic leak is a severe complication associated with increased morbidity, and affects hospital stay. Many researchers have examined risk factors for intestinal leakage, including sepsis, malnutrition, anastomotic line tension, impaired tissue perfusion, distal obstruction, etc. The intestine is an organ that is prone to injury, injury to the intestine can cause edema, ileus, and failure of the intestinal defense mechanism. This condition can be found in gastroshizis, invagination, strangulation, inflammatory bowel disease and cirrhosis. Excessive fluid can cause edema, increase intra-abdominal pressure, decrease mesenteric blood flow, affect healing and increase anastomotic leakage. This study is to investigate intestinal edema on anastomosis. Method. This is an experimental study using Sprague-Dawley to determine the effect of edema and excessive fluid administration on intestinal anastomosis Results. There was no difference between intestinal edema and excessive fluid administration with increased anastomotic leak (p = 0.178). Conclusion. Intestinal edema is not associated with anastomotic leakage."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dorothy
"Pendahuluan. Pada usus yang mengalami iskemia, maka tindakan reperfusi akan dapat membuat kerusakan yang lebih besar pada usus dan juga organ lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh destrangulasi intestinal terhadap organ yang dekat dengan organ yang mengalami iskemia yaitu usus halus, dan pada organ yang letaknya berjauhan yaitu gaster dan paru-paru, dibandingkan dengan subyek yang tidak mengalami destrangulasi sebelum reseksi usus.
Metode. Studi eksperimental yang bersifat deskriptif analitik pada 14 ekor tikus Sprague-Dawley jantan. Pada kelompok perlakuan destrangulasi-reseksi DR dilakukan strangulasi dengan meligasi satu loop usus selama 4 jam, kemudian dilakukan destrangulasi dan reseksi segmen usus yang iskemia. Pada kelompok perlakuan reseksi R dilakukan strangulasi usus selama 4 jam, kemudian segmen usus yang iskemia direseksi tanpa melakukan destrangulasi terlebih dahulu. Pada kelompok kontrol dilakukan laparotomi tanpa strangulasi maupun reseksi. Empat jam setelah intervensi kedua, tikus dimatikan, dan dilakukan pengambilan sampel dari usus halus, gaster, dan paru-paru untuk pemeriksaan histomorfologi dan biokimia dengan menggunakan malondialdehyde MDA.
Hasil. Pada pemeriksaan histomorfologi dan MDA, terdapat peningkatan kerusakan jaringan serta kadar MDA pada jaringan usus halus, namun perbedaannya tidak bermakna. Pada jaringan gaster dan paru-paru tidak ditemukan peningkatan kelainan histomorfologi maupun MDA.
Kesimpulan. Destrangulasi intestinal sebelum dilakukan reseksi menimbulkan peningkatan kerusakan jaringan dan stress oksidatif pada usus yang berada di luar batas strangulasi, namun perbedaan yang didapatkan tidak bermakna secara statistik. Strangulasi terbatas pada satu segmen usus halus tidak selalu menimbulkan cedera iskemia-reperfusi pada organ gaster dan paru-paru.

Introduction. On the intestinal ischemia events, reperfusion towards the injured intestine can cause further damage to the bowel and other organ as well. This study aims to understand the influence of intestinal destrangulation before bowel resection towards organs that are near and far from the ischemic bowel, compared with subjects without intestinal destrangulation. The studied subject's organ was small bowel outside margin of strangulation, stomach, and lung.
Methods. Fourteen male Sprague-Dawley rats were randomized either to destrangulation-resection DR, resection R, or control group. One bowel loop was ligated for 4 hours. On the DR group the strangulated bowel was released for 5 minutes and then resected. On the R group the strangulated bowel was immediately resected without destrangulation. The control group received sham laparotomy. After four hours the animals were euthanasized and samples were drawn from small bowel, stomach, and lung for histologic analysis and biochemical analysis of malondialdehyde MDA level.
Results. The histologic injury and MDA level on the small bowel tissue is unsignificantly higher on the DR group compared to the R group p>0,05 . There was no significant injury to the stomach and lung tissue, or elevation of MDA level in both groups.
Conclusion. Intestinal destrangulation before resection of the bowel cause more tissue injury and oxidative stress on the bowel outside the limit of strangulation, but the difference is not statistically significant. Limited strangulation of one bowel loop do not always cause ischemia-reperfusion injury to stomach and lung.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Fauzi
"Latar belakang : Delayed union merupakan salah satu komplikasi penyembuhan fraktur dengan insiden berkisar antara 4,4% hingga 31%. Penatalaksanaan delayed union dapat menimbulkan masalah ekonomi dan kesehatan pada pasien. Angiogenesis memiliki peran penting dalam penyembuhan fraktur. Sildenafil telah terbukti menjadi stimulator poten angiogenesis melalui peningkatan regulasi faktor pro-angiogenik atau yang dikenal sebagai vascular endothelial growth factor (VEGF). Studi ini akan menentukan apakah sildenafil juga mempengaruhi aktivitas angiogenesis dengan ekspresi VEGF dan mempercepat penyembuhan fraktur dengan delayed union.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan post test only control group design, yang dilakukan pada model delayed union tikus Sprague dawley menggunakan analisis histomorfometri dan imunohistokimia. Penelitian ini diawali dengan studi pendahuluan untuk menentukan model delayed union yang hasilnya akan digunakan sebagai kontrol pada penelitian selanjutnya. Tikus dibagi secara acak menjadi empat kelompok : kelompok delayed union (n=6), kelompok dengan pemberian sildenafil 3,5 mg/kgbb (n=6), sildenafil 5 mg/kgbb (n=6) dan sildenafil 7,5 mg/kgbb (n=6). Parameter yang dievaluasi meliputi luas total kalus, area tulang rawan, area penulangan, jaringan fibrosa dan ekspresi VEGF. Pengukuran dilakukan pada minggu ke-2 dan ke-4 setelah intervensi.
Hasil : Setelah dua minggu kondisi delayed union, sildenafil secara signifikan meningkatkan parameter penyembuhan fraktur. Terjadi peningkatan yang signifikan pada total luas kalus (p=0,004), area tulang rawan (p=0,015), area penulangan (p=0,001), jaringan fibrosa (p=0,005) dan ekspresi VEGF (p=0,037). Setelah empat minggu, perbedaan yang signifikan hanya terjadi pada area penulangan (p=0,015) dan jaringan fibrosa (p=0,001).
Diskusi : Analisis histomorfometri dan imunohistokimia menunjukkan peningkatan yang signifikan pada parameter penyembuhan fraktur dan ekspresi VEGF. Hal ini menunjukkan terjadinya percepatan penyembuhan fraktur dan peningkatan pembentukan pembuluh darah. Semakin sedikitnya area kalus dan berkurangnya area tulang rawan serta meningkatnya area penulangan menunjukkan percepatan proses penyembuhan fraktur. Sildenafil meningkatkan aktivitas angiogenesis dengan meningkatnya ekspresi VEGF dan perbaikan vaskularisasi. Perbaikan vaskularisasi pada fraktur tidak hanya memperbaiki oksigenasi dan nutrisi jaringan, tetapi juga menyediakan suplai mesenchymal stem cells (MSCs) pada jaringan fraktur.
Simpulan : Sildenafil terbukti mempercepat penyembuhan fraktur dan meningkatkan ekspresi VEGF pada fraktur dengan delayed union.

Introduction : Inspite of various methods of management to achieve optimum fracture healing, delayed union remains a major problem. The incidence of delayed union ranging from 4.4% to 31%. The management of such problem include secondary operative intervention, which results in economic impact and patient morbidity. Angiogenesis plays an important role in fracture healing. Sildenafil has been shown to be a potent stimulator of angiogenesis through upregulation of pro-angiogenic factors or known as vascular endothelial growth factor (VEGF). This study will evaluate whether sildenafil also influences VEGF expression and bone formation during the process of healing in delayed union fracture.
Method : This study was an experimental study with post test only control group design. It was performed ina delayed union femur fracture model of Sprague Dawley rats using histomorphometric and immunohistochemistry evaluation. A pilot study was initiated previously to determine the model for delayed union fracture healing, and the results were used as the control. Rats were randomized into four groups : delayed union (n=6), administration of sildenafil 3.5 mg/kgbw (n=6), sildenafil 5 mg/kgbw (n=6) and sildenafil 7.5 mg/kgbw (n=6). The parameters evaluated include total area of callus, cartilage area, total osseous tissue, fibrous tissue and VEGF expression. The measurement was carried out at 2 and 4 weeks after intervention.
Results : After two weeks of delayed union fracture healing, sildenafil significantly increased the parameter of fracture healing. The results showed a significant increase of total area of callus (p=0.004), cartilage area (p=0.015), total osseous tissue (p=0.001), fibrous tissue (p=0.005) and VEGF expression (p=0.037). After four weeks, the results were still significant in total osseous tissue (p=0.015) and fibrous tissue (p=0.001).
Discussion : Histomorphometric and immunohistochemistry analysis showed a significant increase of fracture healing parameter and higher expression of the proangiogenic factors (VEGF). Such result confirmed the increase of bone and vascular formation. A smaller callus area with a slightly reduced amount of cartilaginous tissue and increased osseous tissue indicated an accelerated healing process. Sildenafil improves the expression of VEGF and vascularization repair. The vascular invasion in a fracture not only provide oxygen and nutrients needed to repair the injured tissue cells, but also provide an additional source of MSCs.
Conclusion : Sildenafil is proven to effectively accelerate fracture healing and increase VEGF expression in delayed union fracture.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bunarwan Prihargono
"Delayed union adalah masalah besar pada penyembuhan fraktur. Bone Morphogenetic Protein (BMP) terbukti dapat mempercepat penyembuhan tulang dari 30 sampai 40 persen. Salah satu obat yang dapat digunakan untuk meningkatkan BMP2 dan BMP4 adalah pentoxyfillin. Pada studi eksperimental ini dilakukan untuk menginvestigasi pengaruh pentoxyfillin oral terhadap percepatan penyembuhan tulang pada fraktur dengan periosteal stripping di femur tikus putih Spague Dawley sejumlah 24 ekor. Evaluasi dilakukan secara radiologis dengan skor RUST dan histologis dengan histomorphometri pada minggu ke 4. Terdapat percepatan penyembuhan fraktur pada skor RSUT maupun pada histomorfometri, namun tidak bermakna secara statistik. Namun didapatkan perbedaan bermakna pada area penulangan dan area tulang rawan pada kelompok dengan dosis obat tertentu. Pentoxyfillin oral berpengaruh pada percepatan penyembuhan fraktur pada delayed union, dengan dosis 100mg/KgBB/hari.

Delayed union is an important problem during fracture healing process. Bone Morphogenetic Protein (BMP) has shown to accelerate the bone healing from 30 to 40 percent. Pentoxyfilline is a drug used to increase BMP2 and BMP4. This experimental study was conducted to investigate the effect of oral pentoxyfilline accelerating bone healing process on fractured femur with periosteal strapping on 24 Sprague Dawley Rats. The evaluation of RUST score and histologically on histomorphometric analysis was done on the forth week. There was an enhancement of fracture healing in terms of RUST score and histomorphometric analysis, but statistically not significant. However, the significant difference was observed in area of osseous tissue and cartilage area in the dose group. Oral Pentoxyfilline accelerates the fracture healing process in delayed union model, with dosing of 100mg/KgBW/day.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
Sp-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Nurul Qomaruzzaman
"ABSTRAK
Fluoroquinolon memiliki efek terhadap mekanisme penyembuhan ruptur tendon Achilles. Penelitian ini dilakukan untuk menilai efek siprofloksasin terhadap proses penyembuhan tendon in vivo. Efek obat diperiksa terhadap biomekanik dan histopatologik tendon Achilles tikus. Uji eksperimental ini menggunakan siprofloksasin selama 2 kali/hari selama 15 dan 35 hari berturut-turut. Asesmen pada tendon Achilles mencakup pengukuran ultimate tensile force (UTF) dan skor histopatologik Bonar. Rerata UTF dan skor proliferasi tenosit pada grup kontrol signifikan dibandingkan grup perlakuan pada protokol 15 hari p<0.004 dan p<0,002. Tidak ada perbedaan bermakna pada skor kolagen, ground substance, dan vaskularisasi. Berdasarkan penelitian ini, siprofloksasin terbukti menurunkan kekuatan biomekanik, metabolisme tenosit, kolagen, dan matriks selama proses penyembuhan tendon Achilles model tikus.

ABSTRACT
Fluoroquinolon has a side effect on the healing process of Achilles tendon rupture. The purpose of this experimental research is to evaluate ciprofloxacin towards tendon healing (in vivo) in respect to biomechanic and histopathologic of Achilles tendon. Ciprofloxacin is administered 2 times per day within 15 and 35 days follow-up. After that, Achilles tendon is measured for ultimate tensile force (UTF) and Bonar histopathologic score. According to this research, the mean of UTF and tenocyte proliferation score is significant in control group compared to intervention group on day-15 (p<0.004 and p<0.002 consecutively). The statistical significance is narrow in collagen score, ground substance, and vascularization. Based on those foundings, ciprofloxacin has been proven to reduce biomechanical force, tenocyte metabolism, collagen, and matrix during the healing process of Achilles tendon in rat model."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kurniadi Husodo
"[ABSTRAK
Pendahuluan. Irigasi dan debridement yang adekuat dinilai sebagai faktor yang paling menentukan dalam pencegahan infeksi pada fraktur terbuka. Povidone Iodine dan hidrogen peroksida sering digunakan sebagai adjuvant pada proses irigasi untuk membunuh mikroorganisme dan menurunkan angka infeksi. Penelitian ini bertujuan untuk menilai pengaruh povidone iodine dan hidrogen peroksida terhadap penyembuhan fraktur dan reaksi jaringan yang terjadi.
Metode. Empat puluh ekor tikus Sprague Dawley jantan dialokasikan acak ke dalam kelompok perlakuan, yaitu; kelompok I (kontrol), kelompok II (povidone iodine 10%), kelompok III (povidone iodine 1%), dan kelompok IV (hidrogen peroksida 3%). Pada minggu pertama, kedua, dan kelima masing-masing dikorbankan 3 ekor tikus pada setiap kelompok. Evaluasi penyembuhan fraktur dilakukan dengan histomorfometri menggunakan program ImageJ®, variabel yang dinilai meliputi; persentase jaringan fibrosa, jaringan tulang rawan, dan jaringan penulangan pada kalus. Reaksi jaringan dinilai dari jumlah sel limfosit dan makrofag yang dinilai secara semikuantitatif. Analisis statistik dilakukan dengan uji ANCOVA dilanjutkan dengan uji post hoc Dunnett.
Hasil. Persentase luas jaringan penulangan terbanyak ditemukan pada kelompok III, diikuti oleh kelompok I, kelompok IV, dan kelompok II. Persentase luas jaringan fibrosa terbanyak ditemukan pada kelompok II, diikuti oleh kelompok IV, kelompok I, dan kelompok III. Reaksi jaringan terbesar ditemukan pada kelompok II, diikuti oleh kelompok IV, kelompok III, dan kelompok I. Pada uji ANCOVA ditemukan perbedaan antar kelompok yang bermakna. Pada uji Dunnett terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok II dan IV terhadap kontrol.
Simpulan. Povidone iodine 1% menunjukkan gangguan penyembuhan fraktur dan reaksi jaringan yang minimal.

ABSTRACT
Introduction. Adequate irrigation and debridement are important factors to prevent infection in open fractures. Povidone iodine and hydrogen peroxide are adjuvants often used in irrigation to kill microorganisms and prevent infections. This study aims to determine the effect of povidone iodine and hydrogen peroxide on fracture healing and also reaction of host tissue to their presence.
Methods. Fourty male Sprague Dawley rats were allocated randomly into group I (control), group II (10% povidone iodine), group III (1% povidone iodine), and group IV (3% hydrogen peroxide). Three rats on each group were sacrificed on the first, second, and fifth week. Evaluation of fracture healing was done by histomorphometry using ImageJ®, variables measured were; percentage of fibrous tissue, cartilage tissue, and osseous tissue in fracture callus. Reaction of host tissue was analyzed by semiquantative evaluation of lymphocytes and macrophages. Statistical analysis was performed with ANCOVA test followed by Dunnett post hoc test.
Results. The highest percentage of osseous tissue was found in group III, followed by Group I, Group IV and Group II. The highest percentage of fibrous tissue was found in group II, followed by group IV, group I, and group III. The largest tissue reaction was found in group II, followed by group IV, group III, and group I. In ANCOVA test, there was significant difference found between groups. In Dunnett test, significant differences were found between group II and IV to control.
Conclusion. One percent povidone iodine caused minimal impairment of fracture healing and host tissue reaction., Introduction. Adequate irrigation and debridement are important factors to prevent infection in open fractures. Povidone iodine and hydrogen peroxide are adjuvants often used in irrigation to kill microorganisms and prevent infections. This study aims to determine the effect of povidone iodine and hydrogen peroxide on fracture healing and also reaction of host tissue to their presence.
Methods. Fourty male Sprague Dawley rats were allocated randomly into group I (control), group II (10% povidone iodine), group III (1% povidone iodine), and group IV (3% hydrogen peroxide). Three rats on each group were sacrificed on the first, second, and fifth week. Evaluation of fracture healing was done by histomorphometry using ImageJ®, variables measured were; percentage of fibrous tissue, cartilage tissue, and osseous tissue in fracture callus. Reaction of host tissue was analyzed by semiquantative evaluation of lymphocytes and macrophages. Statistical analysis was performed with ANCOVA test followed by Dunnett post hoc test.
Results. The highest percentage of osseous tissue was found in group III, followed by Group I, Group IV and Group II. The highest percentage of fibrous tissue was found in group II, followed by group IV, group I, and group III. The largest tissue reaction was found in group II, followed by group IV, group III, and group I. In ANCOVA test, there was significant difference found between groups. In Dunnett test, significant differences were found between group II and IV to control.
Conclusion. One percent povidone iodine caused minimal impairment of fracture healing and host tissue reaction.]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Amaliah
"Pendahuluan. Cedera iskemia reperfusi CI/R merupakan fenomena kerusakan selular akibat hipoksia yang terjadi lebih hebat saat restorasi oksigen. Strangulasi usus merupakan kasus bedah tersering yang dapat menimbulkan CI/R pada hati sebagai organ yang langsung mendapatkan aliran darah dari usus. Tindakan destrangulasi dalam mengembalikan perfusi oksigen dan menilai viabilitas usus yang dilakukan intraoperatif dapat menimbulkan CI/R terutama pada kasus dimana kemungkinan besar usus akan dilakukan reseksi. Studi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh destrangulasi usus pada kasus strangulasi usus terhadap hati. Metode. Studi eksperimental pada tikus Sprague ndash;Dawley dengan membandingkan kadar Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase SGOT , Serum Glutamic Pyruvic Transaminase SGPT , malondialdehyde MDA serum dan hati serta histopatologi derajat kerusakan hati pada kelompok perlakuan reseksi usus dengan destrangulasi D dan tanpa destrangulasi TD setelah dilakukan strangulasi usus selama 4 jam. Hasil. Tidak terdapat perbedaan kadar SGOT p=0.234 , SGPT p=0.458 , MDA serum p=0.646 dan MDA hati p=0.237 antara kontrol, kelompok D dan TD. Pada histopatologi derajat kerusakan hati terdapat perbedaan bermakna antara kontrol dengan kedua kelompok perlakuan p=0.006 , namun tidak didapatkan perbedaan bermakna antara kelompok D dan TD p=0.902. Kesimpulan. Tindakan destrangulasi sebelum reseksi pada kasus strangulasi usus tidak menimbulkan perbedaan kadar biomarker stress oksidatif dan derajat kerusakan hati dibandingkan dengan tanpa destrangulasi.
Introduction. Ischaemia-reperfusion injury IRI is cellular injury due to hypoxia with greater impact when oxygen restored. Intestinal strangulation are often in surgical emergency that cause IRI on liver that directly get blood from intestine. Destrangulation that performed intraoperatively as purposes to restored oxygen and to evaluate viability of intestine tissue, can cause IRI particularly on case with partly of intestine will be resected. This study is to investigate intestinal destrangulation effects on liver following intestinal IRI. Method. This is an experimental study using Sprague-Dawley to compare Aspartate Aminotransferase AST, Alanine Aminotransferase ALT, serum and liver malondialdehyde MDA, and histopathology of degree liver injury between group of resection following destrangulation D and without destrangulation WD after 4 hours strangulation of one loop intestine. Results. There were no significant difference on AST p=0.234, ALT p=0.458, serum MDA p=0.646 and liver MDA p=0.237 between control, D and WD group. Histopathology examination showed significant difference between control and both of treatment group p=0.006, but there was no significant difference between D and WD group p=0.902. Conclusion. Destrangulation before resection on the intestinal strangulation cases doesn rsquo;t cause different of oxidative stress biomarker level and degree of liver injury, compare to intestinal resection without destrangulation."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dalimunthe, Rahmat Hidayat
"Hipoksia hipobarik merupakan kondisi ketika konsentrasi oksigen mengalami penurunan seiring bertambahnya ketinggian. Fenomena ini dapat memicu stres oksidatif melalui peningkatan produksi radikal bebas yang menyerang komponen molekuler. Pemaparan hipoksia hipobarik intermiten (HHI) disinyalir dapat melatih kemampuan adaptasi jaringan sehingga menjadi lebih toleran terhadap kondisi hipoksia. Penelitian eksperimental ini menggunakan 30 tikus Sprague-Dawley jantan yang dibagi menjadi 6 kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok yang mendapat perlakuan selama 1, 7, 14, 21, dan 28 hari. Pemberian pajanan hipoksia hipobarik setara 10.000 kaki (523 mmHg) dilakukan setiap hari selama satu jam dengan menggunakan hypobaric chamber. Kadar malondialdehid (MDA) setiap sampel kemudian diukur dengan melakukan metode Wills yang dibaca dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 530 nm. Rata-rata kadar MDA secara perlahan mengalami penurunan pada kelompok yang terpajan hipoksia hipobarik intermiten ketika dibandingkan dengan kelompok yang terpajan hipoksia hipobarik akut. Meskipun uji statistik menunjukkan bahwa perubahan ini tidak signifikan, pajanan hipoksia hipobarik intermiten setara 10.000 kaki selama satu jam per hari dapat memengaruhi kadar MDA di jaringan paru tikus Sprague-Dawley.

A condition known as hypobaric hypoxia occurs when the concentration of oxygen falls with increasing altitude. This phenomenon can trigger oxidative stress through increased production of free radicals, which damage molecules. It is believed that exposure to intermittent hypobaric hypoxia (IHH) can train tissue adaptation mechanisms, increasing the tissues' tolerance to hypoxic environments. Thirty male Sprague-Dawley rats were utilized in this experiment as they were split into six groups: the control group and the groups that were exposed to IHH for 1, 7, 14, 21, and 28 days. Using a hypobaric chamber, exposure to hypobaric hypoxia equal to 10,000 feet (523 mmHg) was done once a day for an hour. The malondialdehyde (MDA) levels of each sample were measured using the Wills method which was read using a spectrophotometer at a wavelength of 530 nm. Compared to the acutely exposed to hypobaric hypoxia group, the average MDA level gradually decreased in the group that was exposed to intermittent hypobaric hypoxia. Despite the insignificant result, exposure to intermittent hypobaric hypoxia equivalent to 10,000 feet for one hour per day can affect MDA levels in the lung tissue of Sprague-Dawley rats."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochammad Ridho Nur Hidayah
"ABSTRAK
Pendahuluan: Terbentuknya jaringan fibrosis pada saraf perifer masih menjadi suatu tantangan di bidang orthopaedi terutama dengan eksplorasi saraf. Penggunaan metylprednisolon telah banyak digunakan untuk mengurangi risiko edema jaringan lunak pasca operasi. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh pemberian irigasi metylprednisolon asetate terhadap pencegahan perlengketan saraf pada jaringan sekitarnya dan pembentukan jaringan parut epineuralMetode: Dua puluh tikus putih Sprague Dawley jantan yang memenuhi kriteria sampel dibagi ke dalam dua kelompok. Pada seluruh sampel dilakukan perangsangan pembentukan jaringan parut pada saraf skiatika paha kanan menggunakan nylon brush. Kelompok perlakuan diberikan irigasi metylprednisolon asetat 0.1cc; Depomedrol , dan sisanya kontrol. Setelah 4 minggu, tikus dikorbankan, dilakukan pengamatan secara makroskopis dan mikroskopis untuk melakukan perhitungan luas area fibrosis dengan software ImageJ intensifier dan angka Index Fibrotik dengan alat pengukur mikrometer setelah sebelumnya dilakukan pembuatan sedian histologi dengan pewarnaan Haematoksilin Eosin dan Masson rsquo;s Trichrome.Hasil: Terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok perlakuan dan kontrol pada skor Petersen p.

ABSTRACT
Introduction The formation of fibrotic tissue in peripheral nerves is remains a challenge. Methylprednisolone was believed to inhibit fibrotic formation, although its still controversial. This research is intended to prove that the irrigation of methylprednisolone acetate can prevent nerve adhesion on surrounding tissues and the formation of epineural scar.Methods Twenty male Sprague Dawley rats were divided into two groups. Treatment group was irrigated intralesionally with methylprednisolone 0.1cc Depomedrol , and the rest as control. In all samples we performed abrasion injury to stimulate fibrotic formation using nylon brush. The samples were sacrificed after 4 weeks, Peterson score was used to assess macroscopically, and area of fibrotic was measured microscopically. Area of fibrosis was calculated using ImageJ intensifier and fibrotic index number with the micrometer measurement tool after histologic preparation with Haematoxylin Eosin and Masson 39 s Trichrome.Result There was a significant difference between treatment and control group on Petersen score p "
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
John Christian
"Saat hipoksia, tubuh memproduksi radikal bebas yang berbahaya bagi tubuh. Radikal bebas, salah satunya, dapat menyerang protein sehingga menghasilkan dikarbonil. Namun, terdapat mekanisme adaptasi tubuh yang mungkin diinduksi hipoksia hipobarik intermiten, termasuk antioksidan yang melindungi tubuh dari radikal bebas dan dapat dilihat, salah satunya dengan penurunan produksi dikarbonil. Penelitian ini dilakukan dengan desain eksperimental dengan melibatkan 25 ekor tikus yang dibagi ke dalam 5 kelompok, yakni kelompok Hipoksia Hipobarik Intermiten (HHI) 7 kali, kelompok HHI 14 kali, kelompok HHI 21 kali, kelompok HHI 28 kali, dan kelompok kontrol. Terjadi fluktuasi kadar dikarbonil dan dapat terlihat tren perubahan kadar dikarbonil antara kelompok-kelompok perlakuan walaupun hasil uji statistik tidak memiliki perbedaan signifikan. Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan dari kadar dikarbonil pada jaringan hati tikus di kelompok yang diberikan perlakuan hipoksia hipobarik intermiten dengan kelompok kontrol sehingga hipotesis “jumlah paparan hipoksia hipobarik intermiten yang berbeda mengakibatkan perbedaan kadar dikarbonil yang bermakna pada jaringan hati tikus” dan adanya efek perlindungan HHI terhadap radikal bebas tidak terbukti.

During hypoxia, the body produces free radicals which are harmful to the body. Free radicals can attack proteins to produce dicarbonyl. However, there are body adaptation mechanisms that may be induced by intermittent hypobaric hypoxia, including antioxidants that protect the body from free radicals and can be seen, one of which is by decreasing dicarbonyl production. This study was conducted using an experimental design involving 25 rats which were divided into 5 groups, namely the Intermittent Hypobaric Hypoxia (HHI) group 7 times, the HHI group 14 times, the HHI group 21 times, the HHI group 28 times, and the control group. Fluctuations in dicarbonyl levels occurred and a trend of changes in dicarbonyl levels could be seen between the treatment groups, although the results of the statistical tests did not have a significant difference. The results showed that there was no significant difference in dicarbonyl levels in rat liver tissue in the group that was given intermittent hypobaric hypoxia treatment with the control group so that the hypothesis "different amounts of intermittent hypobaric hypoxia exposure resulted in significant differences in dicarbonyl levels in rat liver tissue" and there was an effect HHI's protection against free radicals is not proven."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>