Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 211262 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andika Indrarespati
"Latar Belakang. Semakin meningkatnya rerata usia harapan hidup penduduk Indonesia akan menyebabkan populasi orang usia lanjut yang frail meningkat. Sindrom frailty merupakan prediktor semua penyebab kematian pada orang usia lanjut di panti wreda. Selain itu, faktor yang berhubungan terhadap frailty antara orang usia lanjut di panti wreda dengan di komunitas juga berbeda. Sampai saat ini, belum ada penelitian mengenai faktor ini pada orang usia lanjut di panti wreda di Indonesia.
Tujuan. Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan terhadap sindrom frailty pada orang lanjut usia di panti wreda
Metode. Studi ini menggunakan metode potong lintang. Menggunakan data sekunder dari penelitian besar mengenai performa fisik dan status nutrisi orang usia lanjut di panti wreda di provinsi Banten. Penelitian tersebut dilakukan di 5 panti wreda di Tangerang. Variabel independen terdiri dari usia, tingkat aktivitas fisik, status kognitif, status nutrisi, gejala depresi, komorbiditas, dan kualitas hidup terkait kesehatan. Sistem skor frailty berdasarkan CHS untuk menentukan fit, pre-frail dan frail. Hubungan variabel independen dengan frailty dianalisis secara bivariat menggunakan uji Chi-Square dan secara multivariat menggunakan regresi logistik.
Hasil. Didapatkan 105 subjek dengan rerata usia 74,88 (SB 7,61) tahun, median skor PASE 170 kkal/minggu, kekuatan genggam tangan 16 kg, indeks EQ-5D 76, EQ-5D VAS 70, dan rerata kecepatan berjalan 0,66 (SB 0,34) m/s. Proporsi subjek yang tergolong fit/ robust 1%, pre-frail 52,4% dan frail 46,7%. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sindrom frailty adalah malnutrisi OR 4,81 (IK 95% 1,93 – 12,00) dan kualitas hidup OR 4,79 (IK 95% 1,92 – 11,98).
Kesimpulan. Proporsi kelompok orang usia lanjut di panti wreda, yang tergolong fit/ robust 1%, pre-frail 52,4% dan frail 46,7%. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sindrom frailty adalah malnutrisi dan kualitas hidup terkait kesehatan.

Background. Along with the increasing average life expectancy of the Indonesian population, the elderly population who are frail will increase too. Frailty syndrome is a predictor of the all caused mortality in the elderly in nursing homes. In addition, there are also differences in factors related to frailty between the elderly in nursing homes and the elderly in the community. Until now, there has been no research on the factors associated with frailty syndrome in the elderly in nursing homes in Indonesia.
Objective. Knowing the factors associated with frailty syndrome in the elderly in nursing homes.
Methods. This study uses a cross-sectional method. Using secondary data from large studies of the physical performance and nutritional status of the elderly in nursing homes in Banten province. The study was conducted at 5 nursing homes in Tangerang. Independent variables consist of age, physical activity level, cognitive status, nutritional status, depressive symptoms, comorbidities, and health-related quality of life. The frailty score system is based on the CHS to determine fit, pre-frail and frail. The relationship between independent variables with frailty was analyzed bivariately using the Chi-Square test and multivariately using logistic regression.
Results. There were 105 subjects with a mean age of 74.88 (SD 7.61) years, median score of PASE 170 kcal/week, handgrip strength 16 kg, EQ-5D 76, EQ-5D VAS 70, and average walking speed 0,66 (SD 0,34) m/s. Proportion of subjects classified as fit/ robust 1%, pre-frail 52.4 % and 46.7% frail. Factors associated with frailty syndrome are malnutrition OR 4.81 (95% CI 1.93 - 12,00) and health-related quality of life OR 4.79 (95% CI 1,92 - 11,98).
Conclusion. Proportion of elderly groups in nursing homes, which are classified as fit/robust 1%, pre-frail 52.4% and frail 46.7%. Factors associated with frailty syndrome are malnutrition and health-related quality of life."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rensa
"Latar Belakang: Seiring dengan meningkatnya populasi lanjut usia lansia di Indonesia, khususnya perempuan, maka akan semakin meningkat pula populasi perempuan lansia frail ditemukan di masyarakat. Ada perbedaan faktor yang berhubungan dengan sindrom frailty berdasarkan jenis kelamin, status sosial ekonomi, serta komunitas lansia tersebut berada perkotaan atau perdesaan . Sampai saat ini, belum ada penelitian di Indonesia yang secara khusus menilai faktor-faktor yang berhubungan dengan sindrom frailty pada perempuan lansia di komunitas perkotaan.
Tujuan: Mengetahui proporsi perempuan lansia fit/ robust, pre-frail dan frail serta faktor-faktor yang berhubungan dengan sindrom frailty pada perempuan lansia di komunitas perkotaan.
Metode: Penelitian potong lintang pada perempuan berusia ge; 60 tahun di Rukun Warga RW 01 ndash;09, Kelurahan Kalianyar Jakarta Barat dan Pusat Santunan dalam Keluarga PUSAKA Wilayah Jakarta Pusat selama bulan Juli sampai September 2017. Variabel independen terdiri dari usia, tingkat pendidikan, tingkat penghasilan, status fungsional Barthel-Activity of Daily Living/ B-ADL dan Lawton-Instrumental Activity of Daily Living/ L-IADL , status kognitif Abbreviated Mental Test/ AMT , status nutrisi Mini Nutritional Assessment/ MNA , gejala depresi Geriatric Depression Scale/ GDS , komorbiditas Cumulative Illness Rating Scale for Geriatrics/ CIRS-G , polifarmasi jumlah obat >4 , indeks kualitas hidup terkait kesehatan EuroQol-5 Dimension dan kadar C-Reactive Protein CRP kuantitatif serum. Sistem skor frailty berdasarkan Cardiovascular Health Study CHS untuk menentukan fit, pre-frail dan frail. Analisis bivariat Uji Chi-Square dan multivariat regresi logistik dengan Statistical Package for the Social Sciences SPSS versi 20.0.
Hasil: Terdapat 325 subjek dengan median usia 67 tahun, 95,7 dengan penghasilan di bawah UMP 70 tahun [OR 5,27 IK 95 2,92 ndash;9,52 ], penurunan skor B-ADL [OR 2,85 IK 95 1,37 ndash;5,94 ], gejala depresi [OR 6,79 IK 95 1,98 ndash;23,25 ], indeks EQ-5D [OR 1,96 IK 95 1,09 ndash;3,52 ], dan indeks EQ-5D VAS [OR 1,93 IK 95 1,06 ndash;3,53 ].
Simpulan: Proporsi kelompok perempuan lansia dengan status sosial ekonomi rendah di komunitas perkotaan, yang tergolong fit 12,6 , pre-frail 63,4 dan frail 24 . Faktor-faktor yang berhubungan dengan sindrom frailty adalah usia di atas 70 tahun, adanya gejala depresi, penurunan status fungsional dan indeks kualitas hidup terkait kesehatan."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T58900
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Steffano Aditya Handoko
"Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan uji validitas dan reliabilitas pada KCL-ENG versi Bahas Indonesia agar dapat digunakan sebagai alat ukur frailty pada lansia di Indonesia.
Metode. Studi ini dilakukan secara potong-lintang pada pasien berusia ≥ 60 tahun yang mampu berkomunikasi dengan bahasa Indonesia. Pasien yang tidak mampu berkomunikasi dieksklusikan. Luaran dari penelitian ini adalah validitas dan reliabilitas alat skrining KCL-ID. Penilaian validitas dilakukan dengan uji t-test, sementara reliabilitas (konsistensi internal) dinilai dengan Cronbach’s alpha.
Hasil. Dari 100 lansia dengan rerata usia 67,53±5,57 tahun yang diikutsertakan dalam penelitian ini, dan ditemukan 55 subjek dengan risiko frail berdasarkan KCL-ID. Hasil uji validitas diskriminan pada total item KCL dengan pertanyaan umum yang mengukur derajat kesehatan pada lansia didapatkan hubungan yang signifikan dengan p value = 0,043 (p value < 0,05). Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan dari hasil uji validitas diskriminan pada KCL sehingga dapat digunakan sebagai alat ukur untuk menilai status frailty. Nilai Cronbach’s alpha untuk seluruh kuesioner KCL-ID 0,742, yang menandakan bahwa kuesioner ini memiliki reliabilitas yang baik (≥0,60) (acceptable).
Simpulan. Alat skrining frailty KCL-ID memiliki validitas diskriminan yang baik, serta memiliki konsistensi internal KCL-ID ditemukan yang baik (reliabel).

This study aims to test the validity and reliability of the Indonesian version of KCL-ENG so that it can be used as a measure of frailty in the elderly in Indonesia.
Method. This study was conducted cross-sectionally on patients aged ≥ 60 years who can communicate Bahasa Indonesia. Patients who were unable to communicate were excluded. The outcome of this study is the validity and reliability of the KCL-ID screening tool. Validity assessment was carried out by t-test, while reliability (internal consistency) was assessed by Cronbach's alpha.
Results. Of the 100 elderly people with a mean age of 67.53±5.57 years who were included in this study, 55 subjects were found to be at risk of frail based on KCL-ID. The results of the discriminant validity test on the total KCL items with a general question which can measure health condition in elderly obtained a significant correlation with p value = 0.043 (p value < 0,05). The significant correlation based on the discriminant validity test in this study therefore suggest that Indonesian Version of KCL can be used to assess frailty in the elderly. Cronbach's alpha value for all KCL-ID questionnaires is 0,742, which indicates that this questionnaire has good reliability (≥0,60) (acceptable).
Conclusion. The KCL-ID frailty screening tool has good discriminant validity, and the KCL-ID internal consistency is found to be good (reliable).
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vilia Wibianty
"Latar belakang: Populasi lanjut usia (lansia) Indonesia diperkirakan akan terus meningkat. Kerapuhan dan penyakit periodontal merupakan kondisi kronis yang umum terjadi pada populasi lansia. Keduanya juga diketahui memiliki kesamaan dalam beberapa faktor risiko yang ada. Keterbatasan individu lansia dalam merawat diri sendiri merupakan dasar dari hubungan kerapuhan lansia dengan kondisi kesehatan periodontal. Tujuan: Menganalisis hubungan antara kerapuhan dengan status periodontal pada lansia. Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan studi cross-sectional. Pengambilan data dilakukan pada subjek lansia berusia ≥60 tahun. Pemeriksaan tingkat kerapuhan menggunakan kuesioner kerapuhan berdasarkan resistensi, aktivitas, penyakit, usaha berjalan, dan kehilangan berat badan. Status periodontal yang diperiksa berupa skor plak, indeks kalkulus, bleeding on probing (BoP), jumlah gigi, dan stage periodontitis. Hasil Penelitian: Total 60 subjek penelitian dengan 46,6% subjek mengalami kerapuhan. Terdapat korelasi bermakna antara kerapuhan dengan skor plak, indeks kalkulus, BoP, jumlah gigi, dan stage periodontitis pada lansia (p<0,05). Terdapat perbedaan bermakna pada skor plak antara kelompok subjek rapuh dengan normal (p=0,000), pada BoP antara kelompok subjek rapuh dengan normal (p=0,003) dan kelompok subjek prarapuh dengan rapuh (p=0,003), serta pada jumlah gigi antara kelompok subjek rapuh dengan normal (p=0,011) dan kelompok subjek prarapuh dengan rapuh (p=0,023). Kesimpulan: Tingkat kerapuhan berhubungan dengan status periodontal pada lansia.

Background: Population of elderly in Indonesia is expected to continue to increase. Frailty and periodontal disease are chronic conditions that are common in the elderly population. Both are also known to have similarities in several existing risk factors. The limitations of elderly individuals in taking care of themselves are the basis of the relationship between frailty of elderly and periodontal health conditions. Objective: To analyze the relationship between frailty and periodontal status in the elderly. Method: This research is a cross-sectional study. Data collection was carried out on elderly subjects aged ≥60 years. Examination of frailty using a frailty questionnaire based on resistance, activity, disease, effort to walk, and weight loss. Periodontal clinical parameters examined were plaque score, calculus index, bleeding on probing (BoP), number of teeth, and stage of periodontitis. Results: A total of 60 research subjects with 46.6% of subjects experiencing frailty. There was a significant correlation between frailty and plaque score, calculus index, BoP, numbers of teeth, and stage of periodontitis in the elderly (p<0.05). There were significant differences in plaque scores between frail and normal subject groups (p=0.000), in the BoP between the frail and normal subject groups (p=0.003) and the pre-frail and frail subject groups (p=0.003), and in the number of teeth between the subject groups. frail to normal (p=0.011) and pre-frail subjects to frail (p=0.023). Conclusion: Frailty is associated with periodontal status in the elderly."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Popy Yusnidar
"Latar Belakang. Komplikasi pascabedah elektif meningkat sejalan dengan peningkatan usia. Status frailty pada pasien usia lanjut dikaitkan dengan peningkatan kejadian komplikasi pascabedah. Pengaruh status frailty terhadap komplikasi 30 hari pascabedah perlu diteliti lebih lanjut pada pasien usia lanjut di Indonesia.
Tujuan. Mengetahui pengaruh status  frailty terhadap komplikasi 30 hari pascabedah elektif pada pasien usia lanjut.
Metode. Studi dengan desain kohort prospektif untuk meneliti pengaruh status frailty terhadap kejadian komplikasi 30 hari pascabedah elektif pada pasien usia lanjut, dengan menggunakan pengambilan data pada pasien yang menjalani pembedahan elektif di RS Cipto Mangunkusumo pada tanggal 20 April sampai dengan 13 Juli 2018. Penilaian frailty dengan menggunakan FI 40 items. Analisis bivariat dan multivariat dengan logistik regresi dilakukan untuk menghitung crude risk ratio (RR) dan adjusted RR terjadinya komplikasi 30 hari pascabedah elektif antara kelompok frail terhadap kelompok fit, dan antara kelompok pre-frail terhadap kelompok fit dengan menggunakan SPSS.
Hasil. Sebanyak 21,1% dari total 180 subjek pasien usia lanjut yang menjalani pembedahan elektif mengalami komplikasi 30 hari pascabedah. Proporsi kejadian komplikasi 30 hari pada kelompok frail lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok pre-frail dan fit (41,7% vs 15% vs 9,4%). Pada analisis multivariat, didapatkan adjusted RR pada kelompok frail sebesar 4,579 (IK 95% 1,799-8,118), setelah memperhitungkan faktor perancu, yakni jenis pembedahan. Pada kelompok pre-frail, tidak ditemukan komplikasi yang berbeda bermakna walaupun terdapat kecenderungan komplikasi lebih tinggi dibandingkan kelompok fit.
Kesimpulan. Kondisi frail meningkatkan risiko komplikasi 30 hari pascabedah elektif pada pasien usia lanjut. Sedangkan pre-frail dibandingkan fit walaupun tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, namun terdapat kecenderungan peningkatan komplikasi.

Background. Postoperative complication is increased in the elderly patients. Frailty in the elderly is associated with postoperative complication. The impact of frailty on 30- day complications after elevtive surgery needs to be evaluated in the elderly patients in Indonesia.
Objectives. To identify the impact of frailty on 30-day complications after elective surgery in the elderly patients.
Methods. A prospective cohort study was conducted to determine the impact of frailty on 30-day complications after elective surgery in the elderly patient in Cipto Mangunkusumo hospital from 20 April to 13 Juli 2018. Frailty was asessed using Frailty Index  40 items. Analysis was done using SPSS statistic for univariate, bivariate and multivariate logistic regression to obtain crude risk ratio and adjusted risk ratio of probability of 30-day complications after elective surgery in the elderly patients.
Result. Out of the total 180 eldery patients who underwent elective surgery, 21,1% of those had 30-day complications. Postoperative complications were higher in those with frail than pre-frail and fit subjects(41,7% vs 15% vs 9,4%). Multivariate analysis using logistic regression analysis with type of surgery as counfounder, revelead that adjusted RR in frail group was 4.579 (95% CI 1.799-8.118). Although pre-frail subjects showed higher postoperative complications than fit subjects, but there were no differences significantly.
Conclusion. Elderly patients with frail condition had higher 30-day complications after elective surgery. There were no significant differences between pre-frail compared to fit subject on 30-day complications after elective surgery, although pre-frail subject tends to showed higher complication.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Camelia Fitri
"Latar Belakang: Pasien penyakit ginjal kronis (PGK) memiliki risiko lebih tinggi untuk jatuh ke dalam frailty karena berbagai perubahan fisiologis terkait penyakit dan berisiko mengalami dampak kesehatan yang lebih buruk. Pemahaman mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian frailty pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis  sangat di perlukan untuk menginformasikan pengetahuan dan mendapatkan solusi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi frailty pada pasien hemodialisis dan faktor yang berhubungan dengan terjadinya frailty pada pasien hemodialisis.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang dengan menggunakan data primer. Sembilan puluh satu pasien dari unit hemodialisis RSCM dari berbagai kelompok demografis disertakan dalam studi. Sampling menggunakan metode total sampling. Frailty dinilai dengan kuesioner Frailty Index 40 item. Riwayat medis diperoleh dari rekam medis RS dan dilakukan pemeriksaan laboratorium. Dilakukan uji bivariat menggunakan Chi-Square terhadap usia, jenis kelamin, lama dialisis, status gizi, adekuasi dialisis, hemoglobin, CRP, albumin, kalsium darah, fosfat darah, dan Charlson Comorbidity Index (CCI). Identifikasi faktor yang berhubungan dengan terjadinya frailty dilakukan dengan uji binary regression dengan metode backward stepwise regression.
Hasil: Dua puluh enam (28,6%) pasien mengalami frailty. Faktor yang berhubungan dengan kejadian terhadap frailty pada pasien hemodialisis yaitu jenis kelamin perempuan (PR 1,064; IK 95% 1,064-1,065), skor CCI (PR 27,168; IK 95% 3,838-192,306), lama (vintage) hemodialisis (PR 1,227; IK 95% 1,226-1,227), hemoglobin (PR 3,099; IK 95% 1,325-7,254), albumin (PR 1,387; IK 95% 1,386-1,388), CRP (PR 1,432; IK 95% 1,431-1,433), dan fosfat (PR 1,110; IK 95% 1,110-1,111).
Kesimpulan: Prevalensi frailty pada populasi studi ini yaitu 28,6%. Jenis kelamin perempuan, peningkatan skor CCI, lama (vintage) hemodialisis, anemia, hipoalbuminemia, dan fosfat yang rendah ditemukan sebagai faktor yang berhubungan secara signifikan  terhadap kejadian frailty pada pasien hemodialisis di RSCM.

Background: Patients with chronic kidney disease (CKD) have a higher risk of falling into frailty due to various physiological changes related to the disease and are at risk for worse health impacts. Understanding the factors that correlate with the incidence of frailty in CKD patients undergoing hemodialysis is needed to inform knowledge and obtain solutions. This study aims to determine the prevalence of frailty in hemodialysis patients and predictors of frailty in hemodialysis patients.
Methods: This study is a cross-sectional study using primary data. Ninety-one patients from the RSCM hemodialysis unit from various demographic groups were included in the study. Sampling using the total sampling method. Frailty is assessed with a 40-item Frailty Index questionnaire. Medical history was obtained from hospital medical records, and laboratory examinations were carried out. A bivariate test using Chi-Square was performed on age, sex, duration of dialysis, nutritional status, dialysis adequacy, hemoglobin, CRP, albumin, blood calcium, blood phosphate, and the Charlson Comorbidity Index (CCI). The binary regression test with the backward stepwise regression method identifies factors associated with frailty.
Results: Twenty-six (28.6%) patients experienced frailty. Factors related to the incidence of frailty in hemodialysis patients were female gender (PR 1.064; 95% CI 1.064-1.065), CCI score (PR 27.168; 95% CI 3.838-192.306), duration (vintage) of hemodialysis (PR 1.227; 95% CI 1.226-1.227), anemia (PR 3.099; 95% CI 1.325-7.254), albumin (PR 1.387; 95% CI 1.386-1.388), CRP (PR 1.432; 95% CI 1.431-1.433), and phosphate (PR 1.110; CI 95% 1.110-1.111).
Conclusion: The prevalence of frailty in this study population is 28.6%. Female gender increased CCI score, old (vintage) hemodialysis, anemia, hypoalbuminemia, and low phosphate were factors significantly related to the incidence of frailty in hemodialysis patients at RSCM.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purwita Wijaya Laksmi
"ABSTRAK
Terapi metformin berpotensi untuk memperbaiki sindrom frailty dengan memodifikasi resistensi insulin, inflamasi, dan konsentrasi miostatin.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji peran metformin terhadap kekuatan genggam tangan, kecepatan berjalan, konsentrasi miostatin serum, dan kualitas hidup terkait kesehatan pada pasien usia lanjut dengan pre-frail.
Uji klinis acak tersamar ganda dilakukan pada pasien rawat jalan berusia 60 tahun dengan status pre-frail yang direkrut secara konsekutif Maret 2015 ndash;Juni 2016 di RSCM. Pasien dieksklusi bila menyandang diabetes melitus, skor Geriatric Depression Scale ge; 10, skor Abbreviated Mental Test < 8, fase akut penyakit, dan kontraindikasi terhadap metformin. Evaluasi luaran penelitian dilakukan sebelum dan pasca-intervensi selama 16 minggu.
Randomisasi terhadap 120 subjek menempatkan 60 subjek untuk tiap kelompok perlakuan. Sebanyak 43 subjek kelompok metformin 3 x 500 mg dan 48 subjek kelompok plasebo menyelesaikan penelitian. Terdapat peningkatan kecepatan berjalan yang bermakna dengan rerata sebesar 0,39 0,77 detik atau 0,13 0,24 meter/detik pada kelompok metformin dan tetap bermakna setelah dilakukan penyesuaian terhadap faktor prognostik penting yang tidak setara p = 0,024 . Pada analisis ITT ada tidaknya peningkatan kecepatan berjalan > 0,1 meter/detik didapatkan ARR 8,3 IK95 -7,9 ndash;24 , dengan NNT sebesar 12. Tidak terdapat perbedaan bermakna kekuatan genggam tangan, konsentrasi miostatin serum, dan kualitas hidup terkait kesehatan antara kedua kelompok perlakuan. Konsentrasi miostatin serum berkorelasi negatif lemah r = -0,247; p = 0,018 dengan kecepatan berjalan, namun tidak berkorelasi dengan kekuatan genggam tangan. Skor indeks EQ-5D berkorelasi positif sedang dengan kecepatan berjalan r = 0,566; p = 0,000 dan berkorelasi positif lemah dengan kekuatan genggam tangan r = 0,355; p = 0,001.
Sebagai simpulan, pemberian metformin 3 x 500 mg selama 16 minggu secara statistik dan klinis bermakna dalam meningkatkan kecepatan berjalan sebagai salah satu dimensi kualitas hidup terkait kesehatan, namun belum dapat meningkatkan skor indeks EQ-5D, tidak meningkatkan kekuatan genggam tangan, dan belum menurunkan konsentrasi miostatin serum.
Kata kunci. kecepatan berjalan, kekuatan genggam tangan, kualitas hidup terkait kesehatan, metformin, miostatin, pre-frail, usia lanjut.

ABSTRACT
Metformin is considered to have potential effects to improve frailty syndrome by modifying insulin resistance, inflammation, and myostatin serum level.
This study aimed at investigating the effect of metformin on handgrip strength, gait speed, myostatin serum level, and health related quality of life HR QoL in pre frail elderly.
A double blind randomized controlled trial was conducted on elderly outpatients aged 60 years and older with pre frail status consecutively recruited from March 2015 to June 2016 at Cipto Mangunkusumo Hospital. Patients with history of diabetes mellitus, Geriatric Depression Scale score ge 10, Abbreviated Mental Test score 8, acute phase of diseases, and contraindication s to metformin were excluded. The measurement of study outcomes was conducted at baseline and after 16 weeks of intervention.
One hundred twenty subjects were randomized and equally assigned into metformin 3 x 500 mg or placebo group. There were 43 subjects in metformin group and 48 subjects in placebo group completed the intervention. The mean gait speed in metformin group significantly improved by 0.39 0.77 second or 0.13 0.24 meter second, even after adjusted for importance prognostic factors p 0,024 . Intention to treat analysis on the presence or absence of increased gait speed 0.1 meter second showed ARR 8.3 95 CI 7.9 ndash 24 , with NNT of 12. There were no significant differences on handgrip strength, myostatin serum level, and HR QoL between the two intervention groups. Myostatin serum level had weak negative correlation with gait speed r 0.247 p 0.018 , but did not correlate with handgrip strength. EQ 5D index had moderate positive correlation with gait speed r 0.566 p 0.000 and weak positive correlation with handgrip strength r 0.355 p 0.001.
In conclusion, metformin 3 x 500 mg for 16 weeks significantly improved gait speed as one of the HR QoL dimensions, but not significantly improved the EQ 5D index score and handgrip strength nor decreased myostatin serum level.
Keywords. gait speed, handgrip strength, health related quality of life, metformin, myostatin, pre frail, elderly.
"
2017
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mindo Lupiana
"Kurang Energi dan Protein (KEP) pada bayi disebabkan beberapa faktor. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara berat lahir, asupan makan bayi (energi dan protein), umur dan jenis kelamin bayi, imunisasi, penyakit infeksi, pendidikan ibu, pekerjaan ibu dan jumlah anggota rumah tangga dengan keadaan KEP pada bayi.
Desain yang digunakan adalah cross sectional. Data yang digunakan merupakan data sekunder dari Riskesdas 2007. Populasi adalah bayi di wilayah penelitian Provinsi Lampung dan sampel adalah bayi yang memiliki datadata yang lengkap sesuai dengan tujuan penelitian ini dan terpilih sebanyak 148 bayi. Analisis statistik yang digunakan adalah univariat, bivariat dengan chi square dan untuk melihat faktor yang paling dominan digunakan uji regresi logistik. Proporsi bayi yang menderita KEP sebesar 12,2%.
Hasil penelitian menunjukkan faktor paling dominan berhubungan dengan KEP pada bayi adalah penyakit infeksi (p value = 0,009) dengan nilai OR 4,265 setelah dikontrol berat lahir, asupan protein, pendidikan ibu dan jumlah anggota rumah tangga. Bayi yang pernah menderita penyakit infeksi berpeluang 4,265 kali lebih besar dibandingkan bayi yang tidak pernah menderita infeksi.

Protein Energy Malnutrition (PEM) on infants due to several factors. This study aims to determine corelated between birth weight, nutrient intake (energy and protein), age and sex, immunisation, infectious disease, maternal education, maternal employments and the number of household members with PEM in infants in Province of Lampung Year 2007.
This study was using cross sectional design. The data use are secondary data from Riskesdas 2007. Population are infants in the research area Province of Lampung and the samples were infants who had complete data in accordance with the aims of this study and was selected as many as 148 infants. Data were analyzed by univariate analysis, bivariate analysis with chi square and multivariate analysis with logistic regression. The proportion of infant with PEM were 12,2%.
Results showed the most dominant factor associated with PEM on infants in Province of Lampung Year 2007 is an infectious disease after being controlled by the variable of birth weight, protein intake, maternal education and number of household members. Infants with infectious disease were 4,265 times more likely to have PEM than there with no infectious disease.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
T28448
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Idawati Karjadidjaja
"Tujuan : menentukan status protein, hubungannya dengan KEK dan status usia senja pada lansia yang tinggal di komunitas di kota Semarang.
Tempat : Tujuh puskesmas kecamatan di kotamadya Semarang.
Bahan dan Cara : Studi belah lintang (cross sectional) pada lansia 60 tahun ke atas, yang dipilih secara acak sederbana pada tingkat puskesmas. Dikumpulkan data sosiodemografi, asupan nutrisi dan pola makan, antropometri, albumin dan lipid serum. Indikator protein somatik yang dikumpulkan adalah MBL (kg dan %) IMBL, LOLA, AOLA dan LB. .Kriteria KEK menggunakan kriteria WHO dan status usia senja dari studi IUNS.
Hasil : Prevalensi KEK lansia pria 35%, wanita 29%,Uji diagnosis KEK dengan manggunakan indikator protein somatik yang dibandingkan dengan nilai IMT<18,5 (nilai pembatas sebesar P30 untuk populasi total dan wanita serta P35 untuk pria) membuktikan bahwa indikator protein somatik yang terbaik adalah LB untuk populasi total (sensitivitas 73 %, spesifisitas 92 %), IMBL (sensitivitas 88 04, spesifisitas 93 %) untuk pria, IML dan ML (kg) (sensitivitas 94 %, spesifisitas 96 %). untuk wanita. Uji diagnosis KEK dengan LLA manurut Ferro-Luzzi dan James memberikan hasil sensitivitas 83 %, spesifisitas 84 % untuk lansia dengan IMT < 16. Terdapat korelasi kuat antara IMT dengan indikator massa protein somatik dan massa lemak (P<0,001).
Ditemukan korelasi positif antara albumin dan ML(kg) (r= 0,1428, P = 0,014) IML (r= 0,1534, P = 0,009); AOLA dikoreksi (r= 0,1223, P = 0,030); LOLA (r 0,1239, P = 0,028) serta LLA (r= 0,1496, P = 0,011). Skor tertinggi untuk status usia senja adalah aktivitas hidup sehari-hari (9,71) dan terrendah aktivitas sosial (2,88). Analisis kategorikal memakai nilai pembatas yang sama seperti indikator status protein dan antropometri membuktikan LB adalah indikator yang paling sensitif untuk status usia senja. Untuk status usia senja skor aktivitas sosial merupakan detenninan terbesar terhadap status protein somatik. Selain terdapat kadar kholesteroi total rendah, terdapat masalah dislipidemia pada lansia penderita KEK.
Kesimpulan. Nilai pembatas IMT, LB, IMBL dan LML dapat digunakan untuk mendiagnosa KEK pada lansia yang tinggal di komunitas. Lingkar betis merupakan indikator yang paling sensitif untuk memprediksi status usia senja dan aktivitas sosial merupakan determinan terbesar."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mulyatni Nizar
"Status gizi kurang di Indonesia masih merupakan masalah gizi utama yang belum tertanggulangi secara tuntas. Data Susenas 1999 menemukan 24,2% wanita usia subur menderita kurang energi kronis yang memberikan indikasi bahwa pada remaja putri masih terdapat gizi kurang khususnya kurang energi protein. Masalah kekurangan energi protein pada remaja khususnya remaja putri belum banyak mendapat perhatian. Dilain pihak remaja putri diharapkan dapat melahirkan generasi penerus yang sehat dan berkualitas.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang status gizi remaja putri dan faktor-faktor yang berhubungan. Penelitian dilakukan pada Sekolah Menengah Umum Negeri dan Madrasah Aliyah Negeri di Kota Padang Propinsi Sumatera Barat. Disain penelitian ini adalah potong lintang (cross sectional), yang dilakukan pada bulan Februari - Maret 2002. Pengambilan sampel dilakukan secara systematic random sampling terhadap siswi dengan jumlah sampel 293 orang, yang sekaligus dijadikan sebagai responden.
Pengumpulan data status gizi dengan cara pengukuran berat dan tinggi badan dan pengukuran variabel bebas seperti persepsi terhadap ukuran tubuh, aktifitas fisik, kebiasaan makan, pengetahuan gizi, riwayat penyakit dan penghasilan keluarga dengan wawancara terstruktur sedangkan konsumsi zat gizi (energi, protein, lemak dan karbohidrat) dengan "recall 24 jam". Status gizi ditentukan dengan Indeks Massa Tubuh dari hasil pengukuran berat dan tinggi badan. Analisis bivariat dilakukan dengan uji Kai-Kuadrat dan analisis multivariat dengan Regresi Logistik Ganda.
Hasil penelitian ini mendapatkan proporsi responden yang mempunyai status gizi kurang sebesar 30.7% dengan penyebaran 23.9% dengan status kekurangan gizi tingkat ringan (IMT 17.0 -18.5) dan 6.8% kekurangan gizi tingkat berat (IMT 17.0). Sebagian besar responden mempunyai tingkat konsumsi zat gizi kurang (74.7% tingkat konsumsi energi kurang, 56.0% tingkat konsumsi protein kurang, 68.6% tingkat konsumsi lemak kurang dan 58.4% tingkat konsumsi karbohidrat kurang), sebanyak 49.5% responden mempunyai persepsi terhadap ukuran tubuh kurang, 51.2% mempunyai aktifitas fisik tinggi, 47.1% mempunyai kebiasan makan kurang, 41.3% mempunyai pengetahuan gizi kurang, 30.0% mempunyai riwayat penyakit dan 66.3% mempunyai penghasilan tinggi.
Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang bermakna tingkat konsumsi energi, persepsi terhadap ukuran tubuh dan aktifitas fisik dengan status gizi responden (p<0.05). Persepsi terhadap ukuran tubuh dan tingkat konsumsi energi merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan status gizi responden.
Dari hasil penelitian tersebut disarankan agar lebih dipererat kerjasama antara Dinas Pendidikan Nasional dan Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat, dalam hal penyebarluasan informasi gizi dan kesehatan kepada anak didik melalui kegiatan Usaha Kesehatan Sekolah serta melakukan monitoring status gizi anak didik secara berkala. Disamping itu juga disarankan untuk memasukkan mata ajaran tentang gizi dan kesehatan dasar secara khusus sebagai muatan lokal. Penelitian tentang masalah gizi remaja perlu diperbanyak agar didapatkan informasi yang lebih banyak pula tentang masalah gizi remaja yang dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan program gizi pada remaja.

Factors that Related to the Girl Adolescences Nutritional Status at a State Senior High School and State Islamic High School in Padang-West Sumatra Province in 2002Malnutrition in Indonesia still become a main problem in nutrient that haven't covered yet The National Social Economic Survey (1999) found that 24.2 % woman in a fertile age suffer from chronically energy malnutrition. This condition gives indication that adolescences have an undernourished especially protein energy malnutrition. Energy protein malnutrition problem in adolescences especially woman haven't get a lot of attention. In other side, they are expected to birth a quality and healthy generation.
The objective of this research was to obtain illustration about adolescences nutritional status and factors that related to it. This research was conducted in state senior high school and state Islamic senior high school in Padang-West Sumatra Province. The research design was cross sectional that done in February-March 2002. The sample taking done by using a systematic random sampling to girl students and the entire sample were 293 persons that then become a respondent.
Dependent variables of data collecting such as body size perception, physical activity, eating habit, nutrient knowledge, disease background, and family income collected by using a structural questionnaire while nutritional consumption (energy, protein, fat and carbohydrate) using a 24 hours recall. And the nutritional status determined by using calculation Body Mass Index (BMI) was taken from height and weight of each respondent. Bivariat analysis used a Chi-Square Test, and the multivariat analysis use a Multiple Logistic Regression.
The Result of the research showed that 30.7 % respondent were malnutrition with spread of 23.9% respondent were mild malnutrition (BMI 17.0-18.5) and 6.8% were severe malnutrition (BMI < 17.0) almost all respondent get an low nutritional level consumption (74.7% low energy consumption, 56.0% low protein consumption, 68.6% low fat consumption and 58.4% low carbohydrate consumption), 9.5% respondent have a low body size perception, 51.2% had high physical activity, 47.1% had low eating habit, 41.3% had low nutritional knowledge, 30.0% had a disease background and 66.3% have a high income.
The result showed that there is a significant relation between energy consumption, body size perception, and physical activity with a respondent nutrient status (p<0.05). Body size perception and energy consumption is the dominant factor that related to the respondent nutritional status.
According to the result, it suggested that the National Education Department and Health Department of West Sumatra Province should make a strong partnership in the way to spread out nutrient and health information to students through School Health Attempt and make a monitoring of students nutrient status periodically. Beside that, it also suggests to put a basic nutrient and health as a subject matter in school. We need a lot of research concern in adolescences problems in order to get more information about adolescences nutrient problems that can be considered in making a nutrient program for adolescences.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T 10736
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>