Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 200952 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Danny Dwi Wulandari
"Penelitian ini merupakan studi mengenai Analisis Potensi Ancaman dan Program Deradikalisasi yang Dilaksanakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terhadap Warga Negara Indonesia yang Terindikasi Terkait Foreign Terrorist Fighters. Kompleksitas permasalahan pada WNI yang terindikasi terkait dengan FTF dapat memunculkan potensi ancaman keamanan, dimana BNPT telah melaksanakan upaya penanganan melalui deradikalisasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan pengumpulan data melalui wawancara dan studi literature. Penelitian bertujuan untuk (1) mengidentifikasi dan menganalisa potensi ancaman yang berasal dari Warga Negara Indonesia yang terindikasi terkait dengan FTF; dan (2) mengidentifikasi dan menganalisa upaya-upaya deradikalisasi yang dilaksanakan oleh BNPT terhadap Warga Negara Indonesia yang terindikasi terkait dengan FTF. Teori dan konsep yang digunakan adalah teori Deradikalisasi, radikalisasi dan Stratejik Intelijen.
Hasil dari penelitian ini adalah (1) Potensi ancaman yang dapat ditimbulkan dari WNI yang terindikasi terkait dengan FTF antara lain melakukan serangan teror di dalam maupun luar negeri baik secara individual/kelompok, merencanakan dan mengarahkan serangan teror, menjadi relocators, merekrut jaringan baru atau memperkuat organisasi teroris yang ada di Indonesia; (2) Hasil analisis terhadap upaya deradikalisasi yang dilaksanakan oleh BNPT terhadap WNI yang terindikasi terkait dengan FTF menunjukkan BNPT tidak memiliki strategi deradikalisasi yang komprehensif terkait penanganan WNI yang terindikasi terkait dengan FTF, BNPT juga memainkan peran yang belum optimal dalam melaksanakan dan mengkoordinasikan deradikalisasi terhadap WNI yang terindikasi terkait dengan FTF.

This research is a literature study on the Analysis on Threat Potential and Deradicalization Program Conducted by the National Counterterrorism Agency (BNPT) against Indonesian associated with Foreign Terrorist Fighters. The complexity of the problems with Indonesian associated with FTF can lead to potential security threats, where the BNPT has carried out efforts to address them through deradicalization. This study uses a qualitative approach to data collection through interviews and literature studies. The research aims to (1) identify and analyze potential threats from Indonesian associated with FTF; and (2) identifying and analyzing the de-radicalization program conducted by BNPT towards Indonesian associated with FTF. Theories and concepts used are Deradicalisation, Radicalization and Strategic Intelligence.
The results of this study are (1) Potential threats that may arise from Indonesian associated with FTF, including carrying out terrorist attacks at home and abroad both individually/in groups, planning and directing terror attacks, becoming relocators, recruiting new networks or strengthening terrorist organizations in Indonesia; (2) The results of the analysis of the deradicalization program conducted by BNPT towards Indonesian associated with FTF shows that BNPT does not have a comprehensive deradicalization strategy related to handling Indonesian associated with FTF, BNPT also plays a role that has not been optimal in implementing and coordinating the deradicalization of Indonesian associated with FTF."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rivanza Adhyra Rizal
"Artikel ini membahas mengenai penanganan fenomena FTF yang terjadi saat ini di Suriah dan Irak. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki warga negara yang menjadi FTF di Irak dan Suriah untuk bergabung dengan ISIS. Tulisan ini memfokuskan pada bagaimana respon yang dimiliki pemerintah Indonesia khususnya BNPT sebagai lembaga kontra terorisme di Indonesia. Bagaimana arah kebijakan dan strategi kebijakan BNPT dalam melakukan penanggulangan terorisme. Kemudian bagaimana arah kebijakan dan strategi tersebut dibandingkan dengan penanganan Global Counter-Terrorism Forum GCTF sebagai penanganan FTF.
Untuk membandingkan upaya penanangan FTF oleh BNPT, penulis menggunakan rekomendasi praktik yang dibuat oleh GCTF mengenai masalah FTF. Dengan acuan tersebut penulis akan melihat mana yang belum dilakukan oleh BNPT dan apakah semua rekomendasi tersebut dapat diimplementasikan dan sesuai sebagai kebijakan yang dimiliki BNPT dalam masalah FTF. Tulisan ini menunjukan terdapat beberapa rekomendasi GCTF yang sudah menjadi strategi dan arah kebijakan BNPT, begitu juga dengan yang belum terdapat dalam strategi dan kebijakan BNPT namun memiliki potensi untuk dilakukan oleh BNPT.

This article discusses the handling of current FTF phenomena in Syria and Iraq. Many countries including Indonesia have their citizens become FTF in Iraq and Syria to join ISIS. This paper focuses on how the response of the Indonesian government, especially BNPT as a counter terrorism institution in Indonesia, what is the policy direction and policy strategy of BNPT in counter terrorism, then how the direction of these policies and strategies compared to Global CounterTerrorism Forum GCTF strategy on FTF.
To compare the handling efforts of FTF by BNPT, the author uses the practice recommendations made by GCTF on FTF issues. With these references the author will see what has not been done by BNPT and whether all recomendations can be implemented and appropriate as a policy owned by BNPT on FTF problem. This paper shows there are some GCTF recommendations that have become BNPT 39 s strategy and policy direction, as well as those not yet contained in BNPT 39 s strategies and policies but have potential to be undertaken by BNPT.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Larasati
"ABSTRAK
Disertasi yang berjudul Model Pencegahan Terorisme di Indonesia oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ini berupaya untuk mengkaji bagaimana konsep kerja Multi Lembaga dan kemitraan dalam organisasi pemerintahan yang bertujuan untuk pencegahan terorisme di Indonesia, melalui BNPT dapat terealisasi dengan baik. Perbedaan struktur dan budaya antar organisasi yang bermitra tentunya tidak secara otomatis berjalan efektif hanya karena ada peraturan perundang-undangan yang mengharuskan mereka bergabung menjadi satu dalam badan baru.
Dalam penelitian ini, penulis melakukan langkah-langkah pengumpulan data yaitu: pertama, mengidentifikasi dan menspesifikasi masalah yang berkembang di lingkungan penelitian. Kedua, penulis merancang pedoman wawancara dengan menyusun butir-butir pertanyaan berdasarkan variabel yang diamati atau masalah yang akan diselesaikan melalui wawancara mendalam kepada informan terpilih yang telah diidentifikasi. Ketiga, hasil dari wawancara mendalam ini kemudian diolah dan dikategorisasikan untuk mengidentifikasi temuan dalam penelitian lapangan. Keempat, hasil dari identifikasi ini kemudian disusun menjadi pedoman untuk Focused Group Disscussion (FGD).
Kesimpulan disertasi ini antara lain: (1) Dalam berperan sebagai badan koordinasi Multi Lembaga, BNPT masih banyak mengalami hambatan; (2) Dalam internal organisasinya, hambatan-hambatan dikelompokkan ke dalam Aspek Instrumental, Struktural dan Kultural; (3) Secara eksternal, dalam berhubungan dengan berbagai Kementerian/Lembaga terkait, BNPT cenderung menganggap dirinya sebagai Badan Nasional bentukan baru yang ?mengambil alih? tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga yang sudah ada sebelumnya; (4) Sesungguhnya pencegahan akar penyebab dan pemicu terorisme sangat beragam, sehingga implementasinyapun tersebar di berbagai urusan yang menempel di dalam berbagai Kementerian/Lembaga yang dalam khasanah kriminologi dikenal dengan tipologi pencegahan primer, sekunder dan tersier. Dalam disertasi ini, penulis juga menghasilkan Model Alternatif Pencegahan Terorisme Berpendekatan Multi Kausa-Multi Lembaga.

ABSTRAK
The dissertation entitles Terrorism Prevention Model in Indonesia by The National Counter Terrorism Agency (BNPT) tries to assess how the work concept Multi Agency and partners within the governmental organization that aims to prevent terrorism in Indonesia, by BNPT, can be well realized. The difference of structure and culture between the partnership organizations certainly not automatically running effectively just because there are laws and regulations those require them to merge into a new entity.
In this dissertation, the author performs the data retrieval steps within: first, to identify and specify the problems occur at the research environment. Second, the author designs the interview guidance by arranging the questions based on the observed variable or the problem which is going to be solved through in depth interview towards the chosen informant who has identified. Third, the result of the in depth interview then processed and categorized to identify research findings in the field. Fourth, the identified result then compiled into guidance for Focused Group Discussion (FGD).
The conclusion of this dissertation among others: (1) In capability as a Multi Agency coordinating body, BNPT still faces many obstacles; (2) In its internal organization, the obstacles classified within Instrumental, Structural, and Cultural aspect; (3) Externally, in relationship with various Ministry and related Institution, BNPT tends to consider itself as a new National Agency who ?takes over? the duty and authority of the existing Ministry and Institution; (4) Indeed the prevention of the root causes and trigger of terrorism are very diverse, thus the implementation are spreading in various following business towards various Ministry and Institution which in criminological term are known as primary, secondary, and tertiary prevention typology. In this dissertation, the author also obtains the Alternative Model of Terrorism Prevention Multi Causes-Multi Agency Approach
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
D1942
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jely Agri Famela
"Pelaksanaan program deradikalisasi diharapkan mampu untuk menanggulangi permasalahan terorisme di Indonesia. Penelitian ini membahas tentang pelaksanaan program deradikalisasi yang sudah dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) serta pendapat pro dan kontra terhadap pelaksanaan program tersebut.
Kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep-konsep yang terdiri dari terorisme, deradikalisasi dan counter-radicalization. Metode penelitian adalah kualitatif dengan analisis deskriptif-eksplanatif. Teknik penggumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam dengan informan.
Kesimpulan dari penelitian ini memperlihatkan bahwa ada kesenjangan antara konsep deradikalisasi dengan pelaksanaan program deradikalisasi di lapangan BNPT juga mengalami kendala dalam pelaksanaan program deradikalisasinya. Program deradikalisasi BNPT pun memunculkan pro dan kontra yang berindikasi terhadap efektivitas program dalam penanggulangan terorisme di Indonesia.

The implementation of De-radicalization Program by National Counter Terrorism Agency (NCTA) is expected to be able to overcome terrorism in Indonesia. This research will talk about of De-radicalization Program which is already implemented by National Counter Terrorism Agency in Indonesia but with a lot of pros and cons upon its implementation.
This research uses several conceptual frameworks such as terrorism, de-radicalization, and counter-radicalization. This is a qualitative study using descriptive-explanative analysis. The information used in this research was collected through deep interview from the informant.
The research finds that there is a gap between de-radicalization concept and the implementation of de-radicalization program in the field. NCTA also had a lot of obstacles during its implementation. A lot of pros and cons upon De-radicalization program of NCTA was indicated to its effectiveness to counter terrorism in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S46902
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Maulana Hakim
"Skripsi ini membahas mengenai formulasi kebijakan soft approach oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme BNPT dalam menangani penyebaran paham radikalisme dan terorisme, apa yang menjadi pertimbangan BNPT menggunakan soft approach dalam kebijakan penanggulangan terorisme di Indonesia. Adapun konsep yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya kebijakan kriminal dan counter-terrorism. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan desain eksplanatif.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa yang melatarbelakangi Indonesia menggunakan soft approach karena munculnya residivis terorisme dan kembalinya mantan narapidana terorisme yang terlibat aksi terorisme. Faktor manfaat-biaya turut menjadi pertimbangan mengapa pemerintah melalui BNPT menggunakan soft approach, karena soft approach dianggap lebih efisien dari berbagai alternatif yang ada, sehingga Badan Nasional Penanggulangan Terorisme BNPT menggunakan pendekatan soft approach dalam kebijakan penanggulangan terorisme di Indonesia.
Dengan menggunakan soft approach tidak berarti pemerintah mengesampingkan unsur penegakan hukum, pemerintah tetap menindak tegas setiap pelaku aksi teror, yang dilakukan pemerintah adalah memindahkan titik fokus penanganan; bukan lagi pada 'tangkap' dan 'tahan', tetapi lebih pada 'cegah', itulah yang menjadi tujuan soft approach yang dilakukan oleh BNPT.

This thesis discusses on the formulation of soft approach policy by National Counter Terrorism Agency BNPT in handling the spread of radicalism and terrorism, what is BNPT consideration using soft approach in policy of counter terrorism in Indonesia. The concepts used in this study include criminal policy and counter terrorism. This research uses qualitative method with explanative design.
The results of this study indicate that the Indonesian background uses a soft approach due to the emergence of terrorist recidivism and the return of former terrorism prisoners involved in acts of terrorism. The cost benefit factor is the consideration of why the government through BNPT uses a soft approach, because the soft approach is considered more efficient than the various alternatives available, so the Counter Terrorism Agency BNPT uses a soft approach in anti terrorism policy in Indonesia.
Using a soft approach does not mean that the government overrides law enforcement elements, the government is still taking action against every actor of terror acts, which the government is doing is moving the focal point of handling No longer in catch and hold, but on prevention, that's the purpose of soft approach by BNPT.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S67845
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irfandila Alfian Pujo Hastarto
"Fenomena Returnees Foreign Terrorist Fighters (FTF) merupakan salah satu isu terorisme yang perlu dikaji dan diteliti oleh para akademisi maupun praktisi. Dari waktu ke waktu, terjadi peningkatan yang signifikan terkait dengan jumlah Foreign Terrorist Fighters (FTF) yang berpeluang untuk kembali ke negara asalnya untuk menjadi returnees. Tingginya jumlah returnees yang kembali ke negara asalnya sebagai the revenge seeker menyebabkan munculnya potensi ancaman. Dalam penelitian ini, penulis menjelaskan mengenai proses yang dilalui oleh individu hingga mereka terlibat dalam terorisme sebagai Foreign Terrorist Fighters (FTF). Hasil penelitian didasarkan pada data primer yang didapatkan melalui wawancara mendalam dengan narasumber serta dianalisis menggunakan General Strain Theory (GST) of Terrorism Agnew dan Staircase of Terrorism Moghaddam.
Penelitian ini menemukan bahwa dalam proses menjadi Foreign Terrorist Fighters (FTF), seseorang mengalami pelatihan militer, pengalaman bertempur secara langsung dan penguatan ideologi. Dengan dipengaruhi oleh ketegangan sosial di masyarakat serta intepretasi mengenai ajaran agama yang salah, para Foreign Terrorist Fighters (FTF) tersebut dapat berperan sebagai the Revenge Seeker ketika menjadi returnees. Hal tersebut menimbulkan potensi ancaman bagi negara asal dari para returnees. Penelitian ini juga menemukan bahwa returnees foreign terrorist fighters (FTF) dapat menimbulkan potensi ancaman dalam tiga dimensi, yaitu ancaman fisik, dampak sosial dan konsekuensi ideologis.

The Returnees Foreign Terrorist Fighters (FTF) phenomenon is one of the terrorism issues that needs to be studied and researched by academics and practitioners. There is a significant increase in the number of Foreign Terrorist Fighters (FTF) who have the opportunity to return to their home countries to become returnees. The high number of returnees returning to their home countries as the revenge seekers causes potential threats. In this study, the authors explain the process that individuals go through until they are involved in terrorism as Foreign Terrorist Fighters (FTF). The results are based on primary data obtained through in-depth interviews with informants and analyzed using General Strain Theory (GST) of Terrorism Agnew and Moghaddam's Staircase of Terrorism.
This research found that in the process of becoming a Foreign Terrorist Fighters (FTF), a person get experiences from military training, hands-on combat experience and ideological reinforcement. Influenced by social tensions in society and false interpretations of religious teachings, the Foreign Terrorist Fighters (FTF) can be the Revenge Seeker when they become returnees. That can raise a potential threat to the country of origin of the returnees. This research also found that returnees foreign terrorist fighters (FTF) can pose potential threats in three dimensions, namely physical threats, social impacts and ideological consequences.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Almira Suci Maharani
"Tugas Karya Akhir ini berfokus pada strategi pencegahan kejahatan terorisme di dua bentuk rumah ibadah, yaitu masjid dan gereja. Rumah ibadah yang digunakan sebagai tempat beribadah ternyata tidak terlepas dari risiko ancaman terorisme. Sepanjang tahun 2015 sampai dengan 2017 terdapat kurang lebih tiga puluh serangan teroris yang dilakukan di masjid seluruh dunia, baik yang berbentuk pengeboman, penusukan, dan penembakan. BNPT sebagai aktor penanggulangan terorisme di Indonesia bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan dari ancaman terorisme dengan membentuk suatu strategi pencegahan yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Strategi pencegahan tersebut senada dengan apa yang dijelaskan dalam Routine Activity Theory, Rational Choice Theory, dan Situational Crime Prevention. Tujuan dari penulisan ini untuk melihat bagaimana upaya BNPT dalam memberikan perlindungan terhadap ancaman terorisme di rumah ibadah.

This research focuses on the terrorism crime prevention strategy in two places of worship, mosques and churches. Evidently, places of worship is exposed to risks of terrorism threats. From 2015 to 2017, there are approximately thirty terrorist attacks in mosques around the world in the form of bombing, stabbing and shooting. The National Agency for Combating Terrorism who is the actor of terrorism countermeasures in Indonesia is responsible for giving protection from terrorism threats by forming a prevention strategy that involves several stakeholders. The prevention strategy is inline with what is explained in Routine Activity Theory, Rational Choice Theory, and Situational Crime Prevention. This research aims to see how is BNPT`s efforts in giving protection from terrorism threats in places of worship."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Satrya Yudha Rahman
"Radikalisme dan terorisme sedang menjadi pusat perhatian dunia. Dalam menanggulangi terorisme, terdapat dua pendekatan, yaitu pendekatan keras (hard approach) dan pendekatan halus (soft approach). Pendekatan keras masih belum efektif jika tidak disertai dengan pendekatan halus untuk menanggulangi kasus terorisme. Pendekatan-pendekatan halus tersebut di antaranya adalah penanggalan (disengagement)) yang akan efektif jika disertai dengan deradikalisasi yang tidak hanya menanggalkan paham radikal anarkis, tapi juga mengajak untuk kembali pada paham moderat. Deradikalisasi di Indonesia dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang bertugas menanggulangi dan mencegah tindakan terorisme. Deradikalisasi menjadi program efektif untuk merubah teroris menjadi kembali moderat karena menurut Kepala BNPT Suhardi Alius dari 128 mantan napiter hanya 3 orang yang kembali melakukan aksinya.
Tulisan ini beragumen, strategi pendekatan tersebut lebih efektif ketika modal sosial dibangun dalam strategi deradikalisasi di BNPT. Hal ini dikarenakan, menurut beberapa pihak modal sosial merupakan hal yang penting untuk menanggulangi dan mencegah tindakan terorisme, contohnya bela negara, peran keluarga, dan pemberantasan kemiskinan. Selain itu, keluarga dan kesempatan untuk bekerja merupakan faktor penarik seseorang meninggalkan aksi terorisme. Modal sosial yang dimaksud adalah yang memiliki dimensi bonding, bridging, dan linking yang dianggap mampu mengembalikan pelaku terorisme menjadi normal dan dapat kembali ke masyarakat. Tulisan ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik wawancara mendalam untuk mengumpulkan data dari mantan narapidana terorisme yang telah dideradikalisasi dan direktur deradikalisasi BNPT."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Astuti Nurjanah
"Tesis ini akan membahas kewarganegaraan ditinjau dari perspektif hukum nasional Indonesia dan hukum internasional, dampak hak kewarganegaraan terhadap warga negara Indonesia yang turut serta sebagai Foreign Terrorist Fighters (FTF), serta saran perlindungan terhadap kewarganegaraan anak-anak dari warga Negara Indonesia yang terlibat sebagai FTF di Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) yang dapat menjamin kepastian hukum dan mendukung kepentingan hak asasi manusia di Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dan menggunakan data sekunder yang dianalisis secara deskriptif dengan metode penafsiran sistematis. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa kebijakan untuk mencabut kewarganegaraan eks ISIS di Indonesia masih menimbulkan kontradiksi. Hukum internasional tidak memaksakan Negara kebangsaan secara langsung kewajiban untuk memulangkan anggota keluarga FTF. Meskipun demikian, beberapa komitmen yang relevan didirikan di bawah berbagai bidang internasional, hukum nasional yang mendukung repatriasiasi, sebagai pilihan terbaik untuk bertindak sesuai dengan internasional yang ada dalam kerangka kerja nasional. Dalam mengkaji status kewarganegaraan eks ISIS ini, penting untuk membedakan anak-anak dari orang dewasa karena hak atas kewarganegaraan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, dan peraturan internasional Article 15 Universal Declaration of Human Rights 1948 dan Article 24 Section 3 the International Covenant on Civil and Political Right, serta Convention on the Reduction of Statelessness 1961. Meskipun demikian, pemerintah perlu mengkaji ulang kebijakan mencabut kewarganegaraan anak-anak dari warga negara Indonesia eks ISIS, bisa saja mereka melakukan hal itu karena tidak dalam kondisi bisa memilih. Jika mereka diterima, maka pemerintah harus siap dengan beberapa konsekuensi. Pertama, pemerintah perlu melakukan identifikasi dan pemilahan anak-anak yang dapat dibawa kembali ke Indonesia. Kedua, menyediakan fasilitas pelayanan Kesehatan dengan sumber daya manusia kesehatan jiwa yang memadai untuk intervensi psikologis anak-anak tersebut. Ketiga, menyiapkan program sosialisasi dan dukungan agar masyarakat dapat menerima anak yatim piatu kombatan ISIS, sebagai bentuk pemenuhan kewajiban pelindungan anak yang diatur dalam UU No. 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pemerintah perlu memandang anak-anak sebagai korban, bukan pelaku. Jangan sampai mereka harus menanggung dosa yang dilakukan orang tua mereka, seperti yang terjadi pada anak-anak bekas tahanan politik.

This thesis is aimed to discuss citizenship from the perspective of Indonesian national law and international law, the impact of citizenship rights on Indonesian citizens who participate as Foreign Terrorist Fighters (FTF), as well as advice on protecting the citizenship of children from Indonesian citizens who are involved in the FTF in the Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) which can guarantee legal certainty and support the interests of human rights in Indonesia. This research is a normative legal research and uses secondary data which is analyzed descriptively with a systematic interpretation method. The results of the study revealed that the policy to revoke ex-ISIS citizenship in Indonesia still creates contradictions. International law does not impose a national State directly on the obligation to repatriate FTF family members. Nonetheless, several relevant commitments were established under various international, national laws supporting repatriation, as the best option for acting in accordance with existing international frameworks. In reviewing the ex-ISIS citizenship status, it is important to distinguish children from adults because the right to citizenship has been regulated in Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, and international regulations Article 15 of the Universal Declaration of Human Rights in 1948 and Article 24 Section 3 of the International Covenant on Civil and Political Rights, as well as the Convention on the Reduction of Statelessness 1961. Nonetheless, the government needs to review the policy of revoking the citizenship of children of ex- ISIS Indonesian citizens, not in a state of being able to choose. If they are accepted, then the government must be prepared with some consequences. First, the government needs to identify and sort out children who can be brought back to Indonesia. Second, providing health service facilities with adequate mental health human resources for psychological intervention for these children. Third, prepare a socialization and support program so that the community can accept ISIS combatant orphans, as a form of fulfilling the obligation to protect children as regulated in Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. The government needs to view children as victims, not perpetrators. Do not let them have to bear the sins of their parents, as happened to the children of former political prisoners."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shidiq Fickri Absyar
"Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi pada saat ini telah dimanfaatkan oleh teroris dalam menjalankan aksinya. Salah satu aksi tersebut dilakukan dalam bentuk penyebaran propaganda dalam ruang siber. Penulisan ini bertujuan untuk menjelaskan strategi pencegahan cyber terrorism propaganda di Indonesia oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dengan menggunakan pendekatan situational crime prevention. Tulisan ini dibuat dengan menggunakan data yang bersumber dari studi pustaka dan informasi dari hasil wawancara dengan salah satu petugas BNPT. Pada tulisan ini fenomena cyber terrorism propaganda di Indonesia akan dianalisis menggunakan routine activity theory untuk menjelaskan alasan fenomena ini dapat terjadi. Setelah itu, hasil analisis tersebut akan dijadikan acuan untuk menjelaskan cara untuk mencegah terjadinya cyber terrorism propaganda di Indonesia oleh BNPT dengan menggunakan teknik-teknik situational crime prevention. Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa teknik-teknik pada situational crime prevention yang mempunyai prinsip increase the effort, increase the risk, reduce the rewards, reduce provocation, dan remove excuse dapat relevan dalam mengintervensi penyebab terjadinya siber propaganda terorisme berdasarkan routine activity.

The development of information and communication technology at this time has been exploited by terrorists in carrying out their actions. One of these actions was carried out in the form of spreading propaganda in cyberspace. This paper aims to explain the strategy for preventing cyber terrorism propaganda in Indonesia by the National Counterterrorism Agency (BNPT) using a situational crime prevention approach. This article was written using data sourced from literature and information from interviews with one of the BNPT officers. In this paper, the phenomenon of cyber terrorism propaganda in Indonesia will be analyzed using routine activity theory to explain the reasons for this phenomenon to occur. After that, the results of the analysis will be used as a reference to explain how to prevent cyber terrorism propaganda in Indonesia by the BNPT by using situational crime prevention techniques. Based on the results of the analysis, it can be interpreted that techniques for situational crime prevention which have the principle of increasing the efforts, increasing the risks, reduce the rewards, reduce provocations, and remove excuse can be relevant in intervening in the causes of cyber terrorism propaganda based on routine activities."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>