Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 142604 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ananda Rayhana Putri
"Penyebab terjadinya permasalahan lingkungan yang terus meningkat dewasa ini didominasi oleh 5 faktor utama, yakni: teknologi, pertumbuhan penduduk, ekonomi, politik dan tata nilai. Pertumbuhan ekonomi dianggap sebagai pengurangan kemiskinan, proses pembangunan ekonomi tradisional tetapi berdampak buruk pada lingkungan, sehingga merusak alam untuk pengembangan di masa yang akan datang. Untuk mengatasi hal ini, negara memerlukan strategi pembangunan berkelanjutan yang baru, dengan mengupayakan pertumbuhan ekonomi yang sejalan dengan melestarikan lingkungan dan menanggapi masalah perubahan iklim. Pembiayaan berbasis lingkungan (Green Finance) adalah pendukung yang menggabungkan uang dan bisnis dengan perilaku ramah lingkungan. Salah satu bentuk Green Finance adalah dalam bentuk efek bersifat utang berwawasan lingkungan (Green Bond). Green Bond adalah kategori efek yang berkembang yang dikeluarkan oleh perusahaan, pemerintah, dan bank institusional untuk meningkatkan modal dalam mendukung proyek-proyek yang bermanfaat bagi adaptasi perubahan iklim dan inisiatif lingkungan. Penelitian ini melihat dari permasalahan yang akan timbul apabila penerbitan Green Bond tidak diatur oleh pemerintah dan tidak ada standar menegenai penerbitan Green Bond. Selanjutnya, dalam penelitian ini menganalisis mengenai implementasi penerbitan Green Bond di Indonesia. Terakhir, penelitian ini menganalisis mengenai perbandingan implementasi penerbitan Green Bond di Indonesia dengan Amerika Serikat. Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini, adalah: Pertama, apabila Green Bond tidak diawasi dan tidak ada transparansi maka ketika terdapat informasi yang tidak seimbang (information asymmetry) dapat menyebabkan adanya satu pihak yang memperoleh keuntungan dengan cara mengeksploitasi ketidaktahuan pihak lain, yang kemudian dapat menghambat pertukaran barang atau kegiatan pasar. Sehingga pemerintah mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Indonesia (OJK) Nomor 60/pojk.04/2017 tentang Green Bond. Kedua, Pada awal 2016 PT SMI membentuk divisi pembiayaan berkelanjutan, dan saat ini sedang mengembangkan laporan keberlanjutan dan membangun akuntansi kapasitas gas rumah kaca (GRK). PT SMI telah mengkonfirmasi bahwa serratus persen dari hasil Green Bond akan digunakan untuk membiayai proyek hijau yang memenuhi syarat. Penerbitan Green Bond oleh PT SMI merujuk pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Indonesia (OJK) Nomor 60/pojk.04/2017 tentang Green Bond. Ketiga, dibandingkan dengan Amerika Serikat, tidak memiliki peraturan yang spesifik mengenai Green Bond. Amerika Serikat memakai Green Bond Principle sebagai pedoman mereka untuk mengatur penerbitan Green Bond.

The causes of environmental problems that continue to increase today are dominated by 5 main factors, namely: technology, population growth, economy, politics and values. Economic growth is considered a poverty reduction, a traditional economic development process but it has a negative impact on the environment, thus damaging nature for future development. To overcome this, the country needs a new sustainable development strategy, by striving for economic growth that is in line with preserving the environment and responding to the problem of climate change. Green Finance is a proponent that combines money and business with environmental concerns. One form of Green Finance is in the form of Green Bond. Green Bond is a growing category of bond issued by companies, governments and institutional banks to raise capital to support projects that benefit climate change adaptation and environmental initiatives. This research observes at the problems that will arise if the issuance of Green Bond is not regulated by the government and there are no standards regarding the issuance of Green Bond. Furthermore, this research analyzes the implementation of Green Bond issuance in Indonesia. Finally, this study analyzes the comparison of the implementation of Green Bond issuance in Indonesia with the United States. The conclusions that can be obtained from this research are: First, if Green Bond is not monitored and transparency is not present then there will be information asymmetry lead to the existence of one party that benefits by exploiting the nescience of the other party, which can then impeding the exchange of goods or market activities. So the government issued Indonesian Financial Services Authority Regulation (OJK) Number 60/pojk.04/2017 concerning Green Bond. Secondly, in early 2016 PT SMI formed a sustainable financing division, and is currently developing a sustainability report and building an accounting for greenhouse gas (GHG) capacity and issued Green Bond. PT SMI has confirmed that one hundred percent of Green Bond proceeds will be used to finance eligible green projects. Issuance of Green Bond by PT SMI refers to the Indonesian Financial Services Authority Regulation (OJK) Number 60/pojk.04/2017 concerning Green Bond. Third, compared to the United States, it does not have specific regulations regarding Green Bond. The United States uses the Green Bond Principle as their guideline to regulate the issuance of Green Bonds.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54610
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Basyith
Depok: Rajawali Press, 2023
332.1 ABD g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Admilla Wahyu Soeprapto
"Meskipun Indonesia memiliki potensi besar untuk sumber energi terbarukan, beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan energi terbarukan di negara ini masih relatif rendah. Salah satu penyebab utama lambatnya perkembangan pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia adalah terkait dengan terbatasnya pembiayaan proyek. Dalam pengaturan ini, Efek Bersifat Utang Berwawasan Lingkungan Daerah berfungsi sebagai cara alternatif untuk membiayai proyek-proyek energi terbarukan. Meskipun peraturan di Indonesia saat ini telah mengizinkan penerbitan Efek Bersifat Utang Berwawasan Lingkungan oleh pemerintah daerah, sampai saat ini belum ada penerbitan Efek Bersifat Utang Berwawasan Lingkungan di Indonesia yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Di Prancis dan Afrika Selatan, Efek Bersifat Utang Berwawasan Lingkungan Daerah telah terbukti berhasil untuk menjadi metode pembiayaan proyek untuk proyek energi terbarukan. Skripsi ini berusaha menganalisis pendekatan terbaik untuk menerbitkan Efek Bersifat Utang Berwawasan Lingkungan Daerah di dua negara utama, yaitu Prancis dan Afrika Selatan, dan memberikan rekomendasi bagi Indonesia terkait penerbitan Efek Bersifat Utang Berwawasan Lingkungan Daerah. Pendekatan hukum-normatif digunakan dalam penelitian ini dikombinasikan dengan studi literatur. Kesimpulannya, kerangka peraturan Indonesia telah memungkinkan penerbitan Efek Bersifat Utang Berwawasan Lingkungan Daerah, tetapi negara ini masih perlu mengembangkan kerangka kerja komprehensif yang akan menjadi standar bagi pemerintah daerah yang menerbitkan Efek Bersifat Utang Berwawasan Lingkungan Daerah.

Despite Indonesia's massive potential for renewable energy sources, multiple studies have shown that the nation utilizes relatively low renewable energy. One of the primary reasons behind the slow development of renewable energy utilization in Indonesia is related to the limited measures of project financing. Green municipal bonds are alternative financing for renewable energy projects in this setting. Although Indonesia's current legislation has permitted the issuance of green bonds by local governments, there is no precedent of green municipal bonds issuance in Indonesia. In nations like France and South Africa, green municipal bonds have proven to be a successful means of project financing for renewable energy projects. This thesis seeks to analyze the best approaches for issuing green municipal bonds in two key countries, France and South Africa, and to provide recommendations for Indonesia regarding issuing green municipal bonds. A legal-normative approach is used in this study, combined with a literature study. This research concludes that Indonesia's regulatory environment has enabled the issuance of green municipal bonds. However, the country still needs to develop a comprehensive green municipal bonds issuance framework that would serve as a standard for local governments issuing green municipal bonds."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Lubna Nazihah
"Indonesia merupakan negara urutan ke-6 di dunia yang menyumbang emisi CO2 terbanyak dari sektor energi pada tahun 2022. Hal ini didukung dengan 62% sumber energi listrik di Indonesia masih menggunakan bahan bakar batu bara. Namun, upaya Indonesia untuk dekarbonisasi dengan menaikkan target pembangkit listrik berbasis Energi Baru dan Terbarukan (EBT) berjalan cukup lambat. Hingga tahun 2023, tercatat bahwa realisasi investasi sektor EBT di Indonesia menunjukkan tren penurunan. Oleh karena itu, penelitian ini akan mengidentifikasi faktor pendorong dan penghambat dalam praktik pendanaan hijau khusus untuk pembangkit listrik EBT di Indonesia berdasarkan lima dimensi. Untuk menunjang hasil analisis, dilakukan uji validitas dengan Content Validity Index dan Modified Kappa untuk mengetahui relevansi faktor-faktor yang akan diteliti. Pada faktor yang terbukti valid, dilakukan perhitungan dengan metode DEMATEL berbasis ANP (DANP). Hasil penelitian mencakup pengelompokkan faktor dan dimensi berdasarkan nilai pengaruh, visualisasi hubungan antar faktor dalam setiap dimensi, dan analisis bobot prioritas kepentingan dari setiap faktor.

Indonesia is the 6th country in the world that contributes the most CO2 emissions from the energy sector in 2022. This is supported by the fact that coal still accounts for 62% of Indonesia's electrical generation. However, Indonesia's efforts to decarbonize by increasing the number of renewable energy-based power plants have been slowly implemented. Until 2023, investment in the renewable energy sector in Indonesia shows a decline. This study will analyze the drivers and barriers of green finance for renewable energy power plants in Indonesia based on five categories. To support the analysis' findings, a validity test is performed using the Content Validity Index and Modified Kappa to determine the relevance of the factors. Calculations on valid factors are carried out using the DEMATEL-based ANP method (DANP). The study's findings include grouping of factors and categories based on the values of influence, visualizing the relationship between factors in each category, and analyzing the priority weight of each factor's importance."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Permata Sari Mashari
"Topik perubahan iklim terkait erat dengan pelepasan karbon ke atmosfer. Salah satu cara mengurangi emisi karbon adalah melalui perdagangan karbon dengan mekanisme cap and trade dan mekanisme offset. Menerapkan perdagangan karbon memerlukan investasi keuangan yang signifikan, yang mengharuskan kebijakan keuangan pemerintah dan sektor swasta untuk mendukung upaya mencapai kontribusi yang ditetapkan secara nasional berdasarkan Perjanjian Paris. Rumusan masalah penelitian ini adalah belum adanya kajian yang menganalisis pengujian skenario kebijakan keuangan berkelanjutan dalam kaitannya pada transaksi perdagangan karbon di Indonesia. Tujuan utama penelitian ini untuk membangun model kebijakan intervensi yang dapat diimplementasikan oleh sektor jasa keuangan dalam rangka menurunkan emisi karbon di Indonesia untuk meningkatkan kemampanan ekonomi, pertumbuhan sosial, dan perlindungan lingkungan. Penelitian ini menggunakan pendekatan metode campuran yang melibatkan metode kuantitatif dan kualitatif. Penggunaan analisis System Dynamics (SD), kajian bibliometrik, dan Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah pendekatan kuantitatif, sedangkan pendekatan kualitatif memerlukan penelitian literatur, melakukan wawancara ekstensif, dan menyelesaikan survei. Hasilnya menunjukkan adanya kesenjangan penelitian, khususnya mengenai peran sektor jasa keuangan dalam praktik perdagangan karbon. Hasil SD menunjukkan bahwa penerapan perdagangan karbon yang didukung oleh keuangan berkelanjutan akan menghasilkan hasil signifikan dalam rangka pengurangan emisi karbon. Selain itu, analisis AHP menunjukkan bahwa keuangan berkelanjutan lembaga keuangan memainkan peran penting dalam perdagangan karbon.

The subject of climate change is closely linked to the release of carbon into the atmosphere. One viable strategy for reducing carbon emissions is using the cap and trade and offset mechanisms. Implementing carbon trading necessitates substantial financial investment, which mandates government and private sector financial policies to support achieving nationally defined contributions under the Paris Agreement. The research problem is the need for a study illustrating sustainable finance policies' application in Indonesia's carbon trading transactions. The primary objective of this research is to construct a model for policy intervention that the financial services industry can execute to reduce carbon emissions in Indonesia, thereby enhancing economic resilience, social development, and environmental protection. This study employs a mixed methods approach encompassing both quantitative and qualitative methodologies. The quantitative approach involves System Dynamics (SD) analysis, bibliometric studies, and the Analytical Hierarchy Process (AHP), while the qualitative approach necessitates a review of the literature, extensive interviews, and completion of surveys. The findings indicate research gaps, particularly concerning the role of the financial services industry in carbon trading practices. The SD results demonstrate that implementing carbon trading supported by sustainable finance will yield significant outcomes in terms of carbon emission reduction. Furthermore, the AHP analysis highlights the crucial role of sustainable finance in carbon trading, which the financial services industry can undertake."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sahda Edgina Nahdah
"Penelitian ini membahas mengenai pengaturan pemberian insentif green bond terhadap penerbitan green bond di Indonesia. Selain itu, guna melihat apakah pengaturan green bond di Indonesia sudah dapat membantu meningkatkan perkembangan green bond secara signifikan di Indonesia, dilakukanlah perbandingan hukum terkait pengaturan pemberian insentif green bond di Indonesia dengan Singapura dan Jepang. Dalam penelitian ini terdapat pokok permasalahan yang dirumuskan, yaitu bagaimanakah pengaturan pemberian insentif green bond terhadap penerbitan green bond di Indonesia dan bagaimanakah pengaturan mengenai pemberian insentif green bond di Indonesia dibandingkan dengan di Singapura dan Jepang. Metode penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan keseluruhan proses penelitian dilakukan dengan menggunakan metode analisis data kualitatif. Penelitian ini menunjukkan bahwa pengaturan pemberian insentif green bond di Indonesia belumlah dapat meningkatkan perkembangan green bond secara signifikan, sedangkan peraturan pemberian insentif green bond yang dikeluarkan oleh pemerintah Singapura dan Jepang telah berhasil meningkatkan perkembangan green bond secara signifikan di negaranya masing-masing. Saran dari penelitian ini adalah pemerintah dapat memberikan insentif dari segi moneter atau fiskal dengan berkoordinasi bersama kementerian/lembaga terkait serta pemerintah dapat memberikan pemberian insentif green bond dalam skema subsidi atau pengurangan biaya-biaya wajib untuk mendapatkan label “green” sebagaimana yang telah dijalankan oleh Singapura dan Jepang.

This research is made to show about the Provision of Incentives in Issuing Green Bonds to Issuers in the Indonesian’s Capital Market. Moreover, to find out whether green bond regulations in Indonesia have been able to significantly increase the development of green bonds in Indonesia, a law comparison is done in this research regarding the Provision of Incentives in Issuing Green Bonds to Issuers in the Singapore’s and Japan’s Capital Market. In this research, there are two research questions, consisting of how is the Provision of Incentives in Issuing Green Bonds to Issuers in the Indonesian’s Capital Market and how is the comparison regarding Provision of Incentives in Issuing Green Bonds to Issuers between in Indonesia’s Capital Market and Singapore’s and Japan’s Capital Market. The entire process of research is conducted through a qualitative normative juridical method. This study shows that the regulation regarding green bond incentives in Indonesia has not been able to significantly increase the development of green bonds. Meanwhile, the regulation regarding granting green bond incentives issued by the governments of Singapore and Japan have succeeded in significantly increasing the development of green bonds in their countries. Recommendations from this research are the government can grant incentives from a monetary or fiscal perspective by coordinating with relevant ministries/agencies and the government can grant green bond incentives in a subsidy scheme or reduce mandatory costs to get a "green" label as has been implemented by Singapore and Japan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Van Basten
"Perkembangan green building relatif banyak memberikan tantangan kepada stakeholder bangunan gedung secara khusus adaptasi perubahan konsep gedung konvensional menjadi konsep green building. Beberapa negara maju membuat kebijakan insentif pada green building sebagai upaya mempercepat adaptasi stakeholder bangunan gedung terhadap Konsep Green Building. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini yaitu untuk membuat suatu model insentif pada green building untuk meningkatkan daya tarik green building pada negara berkembang seperti studi kasus di Negara Indonesia. Selain itu, penelitian terdahulu belum membahas pemodelan insentif bangunan gedung berdasarkan kebutuhan seluruh stakeholder green building secara khusus di negara berkembang.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif melalui focus group discussion dan in-depth interview. Selain itu, metode kuantitatif juga digunakan melalui analisis SEM-PLS dan studi kasus, untuk membetuk model insentif sesuai kebutuhan wilayah yang ditinjau berdasarkan peningkatan biaya inisial green building. Penelitian ini menghasilakn suatu model penilaian pemberian insentif eksternal green building yaitu melalui fase evaluasi finansial, evaluasi insentif internal, evaluasi nasional, dan evaluasi insentif eksternal (Teori BALEY). Seluruh evaluasi ditinjau dari manfaat yang diterima stakeholder bangunan gedung pada siklus hidup bangunan gedung.

Green building concept development is relatively a lot of challenges for building stakeholders especially in new concept adaptation from conventional concept into green building concept. Several developed countries made green building incentive regulation as an effort to accelerate the new concept adaptation of building stakeholders. Therefore, the purpose of this study is to create an incentive model on green building to increase the attractiveness of green building in developing countries which Indonesia country as the case study. In addition, previous studies have not discussed building incentive modeling based on the needs of all green building stakeholders specifically in developing countries.
This study used the qualitative method through focus group discussion and in-depth interview. Furthermore, the quantitative method was used through SEM-PLS analysis method and case study to develop the incentive model according to the region's needs which are reviewed based on the cost of the green building. The results od this study was a strategy for determining the green building external incentive model, namely through the phase of financial evaluation, internal incentives evaluation, national evaluation, and external incentive evaluations (BALEY Theory). All of the evaluations are viewed from the benefits received by building stakeholders on the life cycle of the building.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
D2774
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jasmine Nurlaila Ananta
"Tulisan ini menganalisis bagaimana proses penerbitan serta bentuk tanggung jawab dari akuntabilitas hasil investasi Blue Bond yang diterbitkan oleh Indonesia di Pasar Obligasi Jepang. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Blue Bond merupakan suatu obligasi yang berkelanjutan yang menggunakan konsep ekonomi biru, yang termasuk dalam 17 Sustainable Development Goals. Indonesia menerbitkan Blue Bond di Pasar Obligasi Jepang pada tahun 2023 untuk mendukung proyek-proyek yang memperhatikan kelestarian laut dan sumber daya air bersih, sesuai dengan kerangka kerja Republic of Indonesia SDGs Government Securities Framework dan panduan Blue Finance yang diterbitkan oleh ICMA. Penerbitan Blue Bond oleh Indonesia ini dapat menegaskan dukungan Indonesia terhadap sustainable financing mengingat Indonesia sudah pernah menerbitkan green sukuk dalam mata uang USD dan SDGs bond dalam mata uang Euro. Namun, karena Blue Bond diterbitkan di Pasar Obligasi Jepang, penting untuk memastikan bahwa proses penerbitannya sesuai dengan peraturan yang berlaku, seperti Peraturan Menteri Keuangan No. 215/PMK.08/2019 tentang Penjualan dan Pembelian Kembali Surat Utang Negara dalam Valuta Asing di Pasar Internasional. Selain itu, penting juga untuk diketahui mengenai bagaimana bentuk tanggung jawab dari akuntabilitas hasil investasi Blue Bond terhadap para investor. Hal ini penting dilakukan untuk menjaga integritas Indonesia di pasar sustainable financing dunia. Untuk mencapai tujuan ini, Indonesia harus memperkuat akuntabilitas dan menegaskan komitmennya melalui langkah-langkah konkret. Langkah-langkah konkret tersebut antara lain dengan menggunakan framework yang diterima oleh investor, menyusun laporan tahunan, serta melakukan external review. Dengan demikian, memiliki pemahaman mendalam mengenai bagaimana proses penerbitan serta bentuk tanggung jawab dari akuntabilitas hasil investasi Blue Bond yang diterbitkan oleh Indonesia dapat membangun reputasi yang kuat bagi Indonesia dalam komunitas keuangan global sebagai negara yang bertanggung jawab secara ekologis dan berkomitmen terhadap pembangunan berkelanjutan.

This paper analyzes how the issuance process and the form of responsibility for the accountability of Blue Bond investment returns issued by Indonesia in the Japanese Bond Market. This work was created using doctrinal research approaches. Blue Bond is a sustainable bond based on the blue economy idea, which is incorporated in the 17 Sustainable Development Goals. Indonesia issued a Blue Bond in the Japanese Bond Market in 2023 to support projects that pay attention to marine sustainability and clean water resources, in compliance with the Republic of Indonesia SDGs Government Securities Framework and Blue Finance guidelines issued by ICMA. The issuance of Blue Bond by Indonesia can emphasize Indonesia's support for sustainable financing considering that Indonesia has already issued green sukuk denominated in USD and SDGs bond denominated in Euro. However, since the Blue Bond is issued in the Japanese Bond Market, it is important to ensure that the issuance process is in accordance with applicable regulations, such as the Minister of Finance Regulation No. 215/PMK.08/2019 on the Sale and Repurchase of Foreign Exchange Government Securities in the International Market. In addition, it is also important to know how the responsibility of the accountability of Blue Bond investment returns to investors. This is very important to maintain Indonesia's integrity in the global sustainable financing market. To achieve this goal, Indonesia must strengthen accountability and emphasize its commitment through concrete actions. These concrete actions include following an investor-accepted framework, compiling annual reports, and performing external evaluations. Thus, having an in-depth understanding of how the issuance process as well as the form of accountability for Blue Bond investment returns issued by Indonesia can help Indonesia establish a strong reputation in the global financial community as an environmentally responsible country committed to sustainable development."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmadi Surya
"Fakta peningkatan penduduk yang tinggal di perkotaan merupakan tantangan penting bagi industri konstruksi dalam merancang dan mengembangkan kota. Industri bangunan dan konstruksi menjadi penyebab terbesar emisi terkait gas, sehingga industri ini ditekankan untuk memiliki prinsip pembangunan konstruksi yang berkelanjutan. Karena hal tersebut, beberapa negara maju menerapkan Green Building Rating Systems (GBRS) untuk menilai pencapaian Green Building. Di Indonesia GBRS yang bisa digunakan untuk penilaian kinerja Green Building yaitu Peraturan mengenai penilaian kinerja Green Building dalam Permen PUPR nomor 21 Tahun 2021. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi variabel yang dapat diintegrasikan dengan BIM dengan pengelompokkan data berdasarkan studi literatur kemudian dilakukan pengembangan sistem penilaian Green Building yang berbasis BIM dengan benchmarking dan dilakukan Validasi Pakar dengan Purposive sampling. Green Building mewujudkan berbagai disiplin teknis dengan tingkat saling ketergantungan dan keterkaitan yang tinggi serta persyaratan dan spesifikasi yang terperinci sehingga Pendekatan BIM digunakan sebagai alternatif untuk mewujudkan pencapaian pembangunan keberlanjutan yang lebih mudah diimplementasikan. Didalam penelitian ini juga dilakukan Pengembangan sistem peringkatan Green Building Indonesia pada tahap perencanaan yang berbasis BIM. Kebijakan teknologi BIM dapat bermanfaat pada tahap perencanaan untuk meminimalisasi dampak dari terlambatnya pekerjaan, penambahan biaya, serta kegagalan konstruksi. Penggunaan BIM untuk Green Building dapat memberikan manfaat lebih dan bisa diimplementasikan.

The fact that more people are living in cities is an important challenge for the construction industry in designing and developing cities. The building and construction industry is the biggest cause of gas-related emissions, so the industry is emphasised to have sustainable construction development principles. Because of this, some developed countries apply Green Building Rating Systems (GBRS) to assess the achievement of Green Buildings. In Indonesia, the GBRS that can be used for Green Building performance assessment is the Regulation on Green Building performance assessment in Permen PUPR number 21 of 2021. The purpose of this research is to identify variables that can be integrated with BIM by classifying data based on literature studies, then developing a BIM-based Green Building Rating system with benchmarking and Expert Validation with Purposive sampling. Green Building embodies various technical disciplines with a high level of interdependence and interrelationship as well as detailed requirements and specifications so that the BIM approach is used as an alternative to realise the achievement of sustainable development that is easier to implement. In this research, the development of an Indonesian Green Building rating system at the planning stage based on BIM was also carried out. BIM technology policy can be useful at the planning stage to minimise the impact of late work, additional costs, and construction failures. The use of BIM for Green Building can provide more benefits and can be implemented."
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Susanto
"Obligasi sudah menjadi salah satu pilihan investasi utama di pasar modal di Indonesia. Dalam dua tahun terakhir sampai dengan tahun 2005 penerbitan obligasi korporasi kembali marak setelah sempat terhambat perkembangannya oleh krisis ekonomi. Peningkatan investasi pada surat berharga obligasi mencerminkan perubahan preferensi atas tingkat risiko dan imbal hash (return) yang ingin dicapai investor. Investor dan para manajer investasi berupaya untuk memperbaiki kinerja investasi dengan mengoptimalkan return yang bisa diperoleh dengan suatu tingkat risiko yang terukur.
Kompensasi atas risiko yang ditanggung oleh investor obligasi korporasi disebut credit premium dan besarannya disebut credit spread. Di pasar obligasi, credit spread biasanya dihitung melihat selisih antara yield obligasi korporasi dengan yield obligasi pemerintah yang berjangka waktu sama. Credit spread seringkali disamakan dengan default spread, yakni premium yang diberikan untuk mengkompensasi risiko default yang ditanggung oleh pemegang obligasi. Padahal, pada kenyataannya risiko default hanyalah salah satu risiko yang dihadapi oleh pemegang obligasi korporasi.
Tujuan penulisan karya akhir ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor pembentuk credit spread dan kemungkinan penggunaan pendekatan option untuk memprediksi kejadian default dan teori penentuan harga obligasi dalam rangka memahami pergerakan credit spread di pasar sekunder obligasi.
Pemodelan credit risk ini menggunakan data yield obligasi korporasi yang bertipe fixed dan tenmasuk ke dalam kategori non-callable bonds. Yang digunakan dalam penelitian ini adalah hampir seluruh data perdagangan obligasi korporasi yang tercatat pada Bursa Efek Surabaya dalam kurun waktu 51 bulan dari bulan April 2002 sampai dengan Juli 2006. Selanjumya, data perdagangan yang digunakan di dalam tulisan ini dibatasi hanya obligasi korporasi dengan rating yang berada dalam golongan investment grade, artinya obligasi karporasi yang memiliki profil risiko yang layak untuk dijadikan investasi. Berdasarkan data yang dikumpulkan dari Bursa Efek Surabaya, sclama 51 bulan diperolch sebanyak 3.178 hari data transaksi obligasi yang diobscrvasi dengan rating BBB- sampai dengan AAA.
Penghitungan credit spread dilakukan setelah diperoleh data yield masing-masing obligasi dan tingkat bunga risk free yang memiliki jatuh tempo yang sama dengan obligasi yang akan dihitung credit spread-nya. Sedangkan penghitungan default spread menggunakan formula yang dikembangkan oleh Delianedis and Geske (1999), yang mengaplikasikan pendekatan option model Merton (1974) sebagai dasar teori. Setelah diperolch credit spread dan default spread langkah selanjutnya adalah menghitung residual spread dengan Sara menghitung selisih antara credit spread dengan default spread. sampai dengan tahap ini, penulis memperoleh data credit spread, default spread dan residual spread.
Regresi kemudian dilakukan alas residual spread dan variabel-variabel yang diduga merupakan penentu residual spread bertujuan menjelaskan faktor apa Baja yang membentuk credit spread obligasi korporasi, selain faktor default spread. Pada awalnya pemodelan dengan prosedur regresi mencoba memasukkan 18 variabel bebas yang terdiri dari faktor-faktor fitur obligasi korporasi dan variabel makroekonomi yang berpengaruh terhadap harga obligasi. Residual spread merupakan variabel tak bebas. Penulis perlu menekankan bahwa karya ilmiah ini tidak dimaksudkan untuk membuat model yang digunakan untuk memprediksi residual spread di masa datang, namun lebih dimaksudkan untuk mencari faktor-faktor yang menerangkan komponen -pembentuk credit spread.
Setelah melakukan tiga tahap regresi dan kemudian pengujian statistik atas hasil regresi, penelitian ini menemukan bahwa faktor-faktor yang menerangkan terjadinya perbedaan antara credit spread dan default spread di pasar obligasi Indonesia terbagi dalam dua kelompok variabel. Kelompok pertama adalah yang berkaitan dengan fitur obligasi itu sendiri yakni; rating obligasi, kupon dan jangka waktu jatuh tempo obligasi (term-tomaturity). Kelompok kedua berkaitan dengan variabeI-varibel makroekonomi yang mempengaruhi yield yang diinginkan investor obligasi (required yield) terdiri dari suku bunga SBI I bulan, inflasi, volume perdagangan pasar obligasi dan return pasar saham.
Dari tujuh variabeI di atas, SBI, inflasi dan rating obligasi merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi pergerakan credit spread. Variabel kupon juga memiliki pengaruh yang cukup signifikan kepada credit spread. Sedangkan volume perdagangan pasar obligasi, term-to-maturity dan return pasar saham memiliki pengaruh kecil kepada pembentukan credit spread."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18319
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>