Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1644 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harimurti Kridalaksana, 1939-
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1979
410.3 HAR d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kuala Lumpur: Dewan bahasa dan Pustaka, 1991
R 410.3 Mal i
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Harimurti Kridalaksana, 1939-
Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 1977
R 410.3 HAR i
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
"Seperti kita ketahui, saat ini telah banyak tersedia bermacam kamus elektronis dalam bahasa asing baik yang bersifat "umum" seperti Webster English Dictionary atau Oxford English Dictionary, maupun yang bersifat khusus seperti Home Medical Adviser, bahkan dalam bahasa Indonesia kita dapati juga buku kesehatan yang menggunaan compact disk dengan nama Bagaimana Tubuh kita Bekerja, dalam bahasa Melayu dan Arab kitab suci A1-Qur'an dan tafsirnya pun sudah dapat dibaca dari compact disk.
Dengan tersedianya kamus-kamus elektronis tersebut, para pengguna komputer dapat langsung merasakan manfaat yang besar karena mereka tidak perlu lagi meluangkan waktunya untuk mencari buku kamus dan membalik-balik halaman untuk menemukan kata yang dicari. Mereka dapat memperoleh informasi yang diperlukan langsung dari buku elektronis di layar komputernya. yang dapat dilakukan jauh lebih cepat dari pada buku. Kemudahan dan kecepatan dalam mendapatkan informasi yang diperlukan akan sangat membantu menyingkat waktu penyelesaian pekerjaan.
Oleh karena beberapa keterbatasan pada paket-paket basis data tekstual, untuk memudahkan pengembangan kamus elektronis ini, digunakan paket perangkat lunak yang ada yaitu paket basis data FoxPro yang menyediakan fasilitas pengelolaan basis data dan fasilitas pemrograman antarmuka grafis berbasis Windows. Paket basis data ini dimungkinkan untuk dikembangkan prototipe kamus elektronis dengan lebih cepat dan menghasilkan .tampilan yang menarik (dalam bentuk antar-muka grafis).
Walaupun jika dilihat dari uraian di atas paket basis data yang digunakan pada penelitian ini tidak sesuai benar, tetapi karena pada tahap ini tujuannya adalah pembuatan prototipe yang dapat dikembangkan dalam waktu sesingkat-singkatnya dan paket basis data FoxPro memiliki fasilitas pemrograman yang amat membantu pengembangan kamus elektronis tersebut, dalam penelitian ini tetap digunakan paket basis data tersebut. Tentunya, apabila kelak kamus elektronis ini akan dikembangkan lebih lanjut, kita dapat memilih paket perangkat lunak lainnya yang lebih sesuai sebagai lingkungan pengembangannya.
Bentuk akhir dari prototipe kamus elektronis yang dikembangkan ini dapat disimpan dalam satu atau beberapa floppy-diskette sehingga dengan mudah dapat didistribusikan kepada pihak-pihak yang membutuhkannya. Pada pengembangan lanjut, jika jumlah istilah yang dikandung kamus elektronis ini amat besar maka dapat digunakan CD-ROM yang berkapasitas jauh lebih besar dari kapasitas floppy-diskette.
Terwujudnya kodifikasi dan kamus istilah IPTEK yang dapat melayani pemakai bukan saja akan mempercepat laju perkembangan ilmu dan teknologi, tetapi juga memberikan kemudahan bagi para praktisi, seperti penerbit serta redaktur majalah dan surat kabar. Selain itu penelitian ini juga memberikan manfaat lain, yaitu ikut serta memberikan sumbangan kepada pemerintah dalam hal ini Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa dalam bidang peristilahan ilmu dan teknologi. Sasaran yang akan dicapai adalah kodifikasi dan unifikasi istilah IPTEK serta penyebarannya. Dengan demikian, penelitian ini mempunyai dua manfaat sekaligus: pertama, menyediakan sarana yang dapat dipakai sebagai acuan peristilahan bagi para praktisi bahasa seperti redaktur media masa para penyunting dan tentu saja para akademisi. Kedua, penelitian ini memberikan sejumlah butir masukan dalam komunikasi dalam upaya mengalihkan perkembangan teknologi dan kebudayaan dari negara-negara maju dan memberikan masukan untuk penyusunan berbagai strategi di bidang perisitilahan di INdonesia.
Dalam penelitian ini sudut pandang perencanaan yng dipakai adalah sudut pandang sebagaimana dikemukakan oleh Cooper (1989), sebuah bahasan mengenai perencanaan bahasa mengandung 4 kriteria berikut:
a. Kepadanan deksriptif (descriptive adequacy)
b. Kepadanan prediksi (predictive adequacy)
c. Kepadanan uraian (explanatory adequacy)
d. Kepadanan teori (theoretcal adequacy)
Selain itu pembentukan istilah bukan saja ditentukan oleh pertimbangan ketepatan konsep dan bentuk, tetapi juga pertimbangan-pertimbangan linguistis, seperti keluwesan fonologis dalam bahasa Indonesia, serta valensi morfologis dan sintaksis.
Analisis pemakaian istilah dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif mempergunakan teori semantik yakni analisis komponen sebagaimana dikemukakan oleh Nida yang membedakan makna atas 4 dasar yakni inclusion, overlapping, complementation, dan contiguity. Metode kuantitatif dipergunakan untuk memilih istilah yang ternyata lebih dari satu, akan ditentukan, selain secara linguistik,juga penyebarannya dalam masyarakat.
Sesuai dengan tujuan, data untuk penelitian ini diperoleh dari kamus, buku-buku, majalah, disertasi, tesis, dan skripsi ketiga bidang ilmu. Setelah diseleksi berdasarkan pertimbangan kebahasaan, kurang dua pertiga kata istilah yang sudah terkumpul diputuskan untuk dijadikan entri dalam kamus elektronik yang menjadi sasaran akhir penelitian. Kata-kata yang dipilih seluruhnya telah dicarikan makna atau padanannya dalam bahasa Indonesia dalam bentuk daftar khususnya menurut kaidah penulisan kamus elektronis, yang tentunya berbeda seandainya istilah itu disajikan dalam bentuk cetak. Prototipe kamus elektronik telah selesai disusun programnya, dan di dalamnya telah dicoba dimasukkan istilah kesehatan, teknologi, dan ekonomi yang dapat diperlihatkan dalam bentuk elektronik.
Pembuatan istilah dalam kamus elektronik ini mentaati batasan istilah Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Jadi, dalam batas-batas tertentu, diusahakan untuk mencari padanan yang tidak menyimpang dari kesinambungan hakikat bahasa dulu dan sekarang. Karena kekayaan bahasa. yang menyebabkan ada beberapa kata yang termasuk dalam satu medan makna, banyakistilah yang menggunakan kata-kata yang mempunyai hubungan sinonim. Pemilihan kata-kata untuk menyusun kamus ini dilakukan sesuai konteks. Dalam hal tidak dapat ditemukan padanannya, dilakukan usaha penyerapan kata-kata bahasa asing yang sesuai dengan penyesuaian ejaan dan kaidah bahasa Indonesia. Penyerapan tersebut tidak selalu dilakukan dari bahasa Inggris mangingat kontak budaya yang terjadi di Indonesia.
Usaha lainnya adalah membuat istilah tanpa menaati kaidah bahasa Indonesia atau mempertahankan istilah asingnya karena tuntutan konsep bidang yang bersangkutan. Ini dilakukan sesuai dengan batasan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa bahwa suatu istilah harus mengungkapkan gagasan, proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam bidang tertentu. Selain itu, pengistilahan dapat dilakukan dengan membuat suatu ungkapan yang sebetulnya cenderung merupakan definisi singkat. Tuntutan ini juga mengakibatkan ketidakkonsistenan seperti yang juga dilakukan oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Dalam penyajiannya informasi tekstual yang terkandung dalam kamus elektronis ini tentunya harus diorganisasikan terlebih dahulu sesuai dengan pembagian yang diperlukan misalnya entri utama, jenis kata, definisi, contoh dan sebagainya. Dengan pengorganisasian demikian informasi kamus dapat ditampilkan di layar komputer dengan susunan atau bentuk sesuai dengan kebutuhar pengguna komputer. Kandungan kamus dibagi ke dalam banyak entri, yang masing-masing berisi informasi yang berkaitan dengan suatu istilah. Secara sistematis, setiap entri akan terdiri atas komponen-komponen informasi berikut:
1. kata kepala, yaitu kata yang merupakan sebutan dari suatu istilah yang mempunyai makna tertentu,
2. padanannya dalam bahasa lain/asing,
3. makna, yaitu bagian entri yang menjelaskan makna istilah yang disebutkan di bagian kata kepala, dan
4. rujuk silang.
Selanjutnya, dalam suatu entri mungkin terdapat satu atau lebih sub-entri, yang masing-masing berisi informasi yang berkaitan dengan istilah-istilah yang diturunkan dari istilah yang disebutkan pada kata kepala entri yang bersangkutan. Struktur masing-masing sub- entri ini serupa dengan struktur entri yaitu terdiri dari:
1. kata kepala sub-entri, yaitu istilah yang diturunkan dari kata kepala pada entri yang bersangkutan,
2. padanannya dalam bahasa lain/asing,
3. makna sub-entri, yaitu bagian entri yang menjelaskan istilah yang disebutkan di bagian kata kepala sub-entri, dan
4. rujuk silang bila perlu.
Entri utama ditulis dalam huruf kapital, yang diikuti kata padanannya dalam bahasa lain dalam bentuk huruf miring. Kata yang ditulis dengan huruf tebal merupakan sub entri, yang bila dianggap perlu dapat langsung dibaca informasinya dengan menuding dengan penuding (mouse), sedang kata yang diberi garis bawah merupakan rujuk silang. Susunan entri seperti ditampilkan di atas akan ditayangkan oleh kamus elektronis sabagai jawaban dari permintaan pengguna komputer yang menghendaki penjelasan dari suatu istilah.
Selanjutnya kamus elektronis ini akan dikembangkan sehingga dapat membantu penggunanya mencari penjelasan suatu istilah walaupun pengguna tersebut tidak mengetahui dengan lengkap istilah yang dimaksud. dengan menuding, sebagian kata saja pengguna akan memperoleh informasi lengkap."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1999
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Salma Qonita
"Penelitian ini mengeksplorasi penggunaan ughtea, slang bahasa Arab ukhti, sebagai istilah kekerabatan dan
korelasinya terhadap identitas dalam microblogging pada Twitter Indonesia. Secara semantis, ukhti bermakna
saudara perempuan persona tunggal dalam konteks biologis dan ideologis. Dalam dua tahun terakhir (2018—
2020), terdapat pergeseran semantik istilah ukhti sebagai bentuk sindiran pengguna Twitter Indonesia terhadap
eksklusivitas dan ketidaksesuaian penggunaan istilah ukhti, khusunya di kalangan Muslim konservatif di
Indonesia, dengan memodifikasi kata tersebut menjadi ughtea yang maknanya cenderung degeneratif. Alhasil,
makna istilah ukhti mengalami peyorasi. Berdasarkan klasifikasi Internet People atau Masyarakat Internet oleh
McCulloch, para pengguna ini dikategorikan sebagai Post Internet People atau Masyarakat Post Internet.
Permasalahan penelitian ini berfokus pada pergeseran semantis kata ukhti menjadi ughtea sebagai ekspresi satir
dalam aspek analisis penutur, istilah, dan penggunaan istilah dalam konteks peyorasi. Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis penggunaan kedua istilah dengan menggunakan pendekatan linguistik korpus dan model
Appraisal oleh Martin dan White. Sumber data diperoleh dari berbagai mikropos para pengguna Twitter Indonesia dalam periode waktu Oktober 2019.

This research investigates the pragmatic of ughtea, a slang from ukhti, as a term of address slang and identity in
Twitter’s prominent behaviour on virtual sphere: microblogging. Semantically, ukhti refers to “sister” of
possessive pronoun of the first person i.e. the speaker, both in biological and ideological contexts. During these
past two years (2018—2019), the usage of the term ukhti has undergone the extension of its meaning through its
use among Indonesian Twitter users by changing its form into ughtea as a slang with degenerative meaning, in
order to insinuate the exclusivity of the use of the term ukhti among Indonesian conservative Muslims and the
misbehaviour of ukhti. As a result, the meaning of the term ukhti experiences pejoration. These certain Indonesian
Twitter users, according to McCulloch’s classification of Internet People, are classified as Post Internet People.
This research problem focuses on the analysis of the speakers, terms, and how both terms used in the context of
pejoration. This study aims to analyse both terms in terms of shifting meaning in terms of speakers, speech, and
usage by implementing corpus linguistic approach and Martin and White’s appraisal system. Data sources were obtained from Twitter users' tweets during a certain period (October 2019).
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Utami Khairunisah
"Dalam skripsi ini dibahas mengenai metafora apa saja yang merujuk pada istilah seksual, bentuk metafora yang ditemukan, serta hubungan ranah sumber dan ranah sasaran. Dalam skripsi ini yang dianalisis adalah metafora istilah seksual yang ditemukan dalam headline surat kabar Lampu Merah periode September 2007-Februari 2008. Dalam menganalisis metafora yang ditemukan dalam headline Lampu Merah, penulis menggunakan teori semantik, teori yang dikemukakan oleh Knowles dan Moon (2006), Lokoff dan Johnson (1980) (1993), serta Siregar (2004). Lakoff dan Johnson mengemukakan bahwa metafora tidak hanya persoalan bahasa, tetapi juga sebagai suatu perilaku bahasa yang berhubungan dengan pikiran atau cara berpikir manuasia (konseptual). Metafora dapat dilihat sebagai pemetaan dasar dari sebuah pengalaman di satu ranah untuk sebuah pengalaman di ranah yang lain. Dengan demikian, metafora bekerja diantara dua ranah, yaitu ranah sumber dan ranah sasaran. Penulis memanfaatkan tabel yang dibuat oleh Siregar (2004) untuk melihat hubungan antara ranah sumber dengan ranah sasaran. Hubungan tersebut berupa perbandingan antara kata metafora dalam ranah sasaran dengan ranah target. Perbandingan ini dapat dilihat dari subjek, objek, dan alat yang digunakan dalam melakukan suatu perbuatan. Melalui teori pemetaan konseptual ini, dapat terlihat bahwa penulis berita memanfaatkan berbagai ranah untuk mengungkapkan istilah seksual. Beberapa verba yang mempunyai kesamaan konsep dengan persetubuhan ternyata termasuk dalam suatu ranah sehingga dibuat penamaan SEKSUAL sebagai PERTANIAN, UTANG, PEMAKAIAN, KEHIDUPAN HEWAN, HEWAN, ALAT, PERUBAHAN BENTUK, SAMBUNGAN, PERPUTARAN, GESEKAN, PRODUKSI, PEMBUNUHAN, LUBANG, PEMASUKAN, BENTUK, PINJAMAN, PANAS, SENTUHAN, KETIDAKAKTIFAN, MAKANAN, TINDAKAN, KELEZATAN, dan PENCURIAN."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S11085
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhayati
"Keaspekan merupakan salah satu makna kewaktuan yang bersifat semesta. Baik bahasa beraspek maupun bahasa takberaspek mampu mengungkapkan makna keaspekan tersebut. Keterkaitan antara keaspekan dan makna kewaktuan lain, yaitu keaksionalan dan kekaiaan, menyebabkan banyak ahli bahasa merumuskan ketiga konsep tersebut secara tumpang tindih. Di satu kelompok mereka merasa tidak perlu memisahkan keaspekan dan keaksionalan (lihat Verkuyl 1993), sementara kelompok lain berpendapat bahwa keaspekan, keaksionalan, dan kekaiaan harus diperlakukan sebagai konsep yang terpisah (lihat Bache 1997).
Penelitian ini bertujuan meneliti kesemestaan konsep keaspekan, khususnya keimperfektifan, dengan berpijak pada pendapat yang menyatakan bahwa keaspekan harus dipisahkan dari keaksionalan dan kekalaan meskipun ketiganya berhubungan sangat erat. Ancangan tersebut acapkali disebut sebagai ancangan komposisional.
Dengan menggunakan ancangan tersebut, kita dapat menentukan makna dasar keaspekan dan makna yang dihasilkan dari interaksi antara keaspekan, keaksionalan, dan kekalaan. Sifat kesemestaan tersebut diuji dengan menggunakan metode analisis kontrastif, yaitu membandingkan dua bahasa yang sistem pengungkapan keimperfektifannya berbeda. Kedua bahasa itu ialah bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Bahasa Inggris adalah contoh bahasa beraspek. Dalam mengungkapkan keimperfektifan, bahasa tersebut mempunyai peranti gramatikal yang berupa bentuk progresif, yaitu be-ing yang melekat pada predikat verba. Sementara itu, bahasa Indonesia adalah contoh bahasa takberaspek. Untuk mengungkapkan keimperfektifan, penutur bahasa Indonesia menggunakan pemarkah leksikal tertentu.
Penggunaan novel berbahasa Inggris dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia sebagai data didasari oleh kesistematisan pengungkapan keimperfektifan dalam bahasa Inggris, sementara dalam bahasa Indonesia, pemarkahan keimperfektifan yang sistematis, setahu saya, belum dirumuskan. Berdasarkan fakta tersebut, penelitian ini juga mempunyai tujuan menemukan pemarkah pemarkah yang berpotensi mengungkapkan keimperfektifan dalam bahasa Indonesia, serta merumuskan persamaan dan perbedaan sistem pengungkapan keimperfektifan tersebut.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa secara konseptual, bahasa Indonesia mampu mengungkapkan makna dasar keimperfektifan serta maka hasil interaksi antara keaspekan, keaksionalan, dan kekalaan yang terdapat dalam metabahasa dan dalam bahasa Inggris. Perbedaan sistem pengungkapan yang ditemukan disebabkan oleh perbedaan fungsi pragmatis antara dua bahasa tersebut. Di dalam bahasa Inggris, persesuaian antara bentuk progresif dan pemunculan elemen-elemen tertentu menentukan kegramatikalan suatu kalimat atau klausa. Sebaliknya, jika elemen-elemen yang mengimplikasikan keimperfektifan muncul dalam kalimat/klausa bahasa Indonesia, pemarkah keimperfektifan tidak harus diungkapkan secara eksplisit. Kesan bahwa penutur bahasa Indonesia merasa tidak perlu menggunakan alat keaspekan dalam berkomunikasi disebabkan oleh keleluasaan penutur dalam mengungkapkan situasi secara netral. Dalam bahasa Inggris, penutur jarang mengungkapkan situasi secara netral karena penggunaan bentuk verba simpleks atau progresif menghasilkan tafsiran pemfokusan situasi tertentu atau menghasilkan tafsiran penggambaran situasi yang legap. Oposisi bentuk verba simpleks vs. verba progresif dengan kala kini menghasilkan oposisi makna keimperfektifan vs. kehabitualan, sedangkan oposisi bentuk verba simpleks vs. verba progresif dengan kala lampau menghasilkan oposisi makna keimperfektifan vs. keperfektifan.
Perbedaan lain disebabkan oleh sifat pertelingkahan antara pemarkah keimperfektifan dengan elemen-elemen lain yang berbeda antara bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Di dalam bahasa Inggris, kata still atau always dapat berkombinasi dengan predikat verbal berbentuk progresif, sedangkan dalam bahasa Indonesia, kata masih atau selalu harus berkombinasi dengan bentuk predikat simpleks. Sebaliknya, di dalam bahasa Indonesia, pemarkah keimperfektifan dapat berkombinasi dengan predikat nonverbal, sedangkan di dalam bahasa Inggris, tipe kombinasi itu hampir tidak ditemukan.

Aspectuality is one of the universal temporal-meanings found both in an aspect language and in a nonaspect language. The other temporal meanings are actionality and temporality. They are realized grammatically or lexically. The three meanings interact closely to express a situation perceived by the lectionary agent in a sentence or a clause. The close relationship has caused some grammarians conceive aspect and tense as the same concept (Comrne 1976:1). Other grammarians such as Lyons (1977), Alive (1992), and Verkuyl (1993) have also conceived the concept of aspectuality and actionality as one concept with different realizations.
Beside the two groups, there are other grammarians such as Brinton (1988), Smith (1991), and Bache (1997) that have treated actionality and aspectuality as different concepts, Their argument was aimed to solve the problem of the confusing definitions of aspect and Aktionsart. Bache (1997:12) even said that aspect, action, and tense should be kept distinct as separate categories.
This research aimed at proving that the features of the universal concept of aspectuality, especially imperfectivity can be expressed in a non-aspect language. This research is based on the notional approach that differenciates aspectuality from actionality and temporality in a sentence. The three meanings interact thightly. By using that approach, we could establish the basic meaning of aspectuality and meanings derived from the interaction among aspectuality, actionality, and temporality of object languages.
To analize the universal meanings, I contrasted two object languages, English and Indonesian, which have different systems of expressing imperfectivity. English is an example of an aspect language. It has a grammatical form to express imperfective meaning. That form is be-ing embedded in a verbal predicate. In contrast, Indonesian is one of the nonaspect languages. It expresses the imperfective meaning by using certain lexical markers.
The data contrasted consist of some English sentences and their translations in Indonesian, I chose the type of the data because I assumed that imperfectivity is expressed systematically in English, whereas, as far as I know, the system of expressing imperfectivity in Indonesian has not been established systematically. Based on the fact above, the aim of this research is also to find out the potential imperfective marker of Indonesian. By finding out the markers, we could describe the similarities and the differences of the two systems. The result could be used as a test frame to prove whether Indonesian sentences or clauses theoretically containing the imperfective markers are always translated into English by using progressive form.
One of he findings of the research showed that Indonesian could express both the basic imperfective meaning and their interactional meaning as English does. The different system of expressing imperceptivity is as a result of the different feature of grammaticality and pragmatically function between the two languages. In English, the concord relation between the progressive form and the occurrence of the other Imperfectives, Meaning, English Language, Indonesian Language, Aspectuality, Novel, Translations, 1999.
LINGUISTICS
sentential elements concerns the grammatical acceptability of a sentence. On the contrary, the imperfective markers in Indonesian could be expressed explicitly or implicitly whenever there are other elements that imply the imperfective meaning.
An opinion that Indonesian speakers do not need aspectual markers in an act of communication is due to the fact that generally they express a situation without focusing on a particular situation. In English, it is difficult to get examples of expressing a situation without giving a certain focus.
The other difference concerns the different incompatibility of the imperfective markers and other sentence elements between English and Bahasa Indonesia. In English, we could combine adverbs still or always with the progressive verb. In bahasa Indonesia, the words masih and selalu are usually incompatible with an imperfective marker such as sedang. In Indonesian, we could combine the imperfective markers such as sedang, masih, and lagi with a nonverbal predicate, whereas we have hardly ever found the combination in English."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chrisna Bhuana Marthinovianto
"Penelitian ini membahas masalah penilaian terjemahan dialog novel The Da Vinci Code (DVC) karya Brown (2003) dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia melalui pemerian kegagalan pragmalinguistis dan kegagalan sosiopragmatis yang ada di dalamnya. Penelitian ini bertujuan untuk menilai baik-buruknya terjemahan dialog DVC dengan menggunakan ancangan pragmatis yang terkait dengan kegagalan pragmalinguistis dan kegagalan sosiopragmatis.
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mencari dan menjelaskan bentukbentuk kegagalan pragmalinguistis di dalam terjemahan dialog DVC yang terkait dengan empat kriteria: (1) kegagalan mengalihkan frasa atau klausa; (2) kegagalan mengalihkan ungkapan rutin; (3) kegagalan mengalihkan deiksis eksofora; dan (4) kegagalan mengalihkan deiksis endofora. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mencari dan menjelaskan bentuk-bentuk kegagalan sosiopragmatis di dalam terjemahan dialog DVC yang terkait dengan tiga kriteria, yaitu (1) kegagalan mengalihkan honorifik petutur; (2) kegagalan mengalihkan pagar; serta (3) kegagalan mengalihkan ungkapan formal.
Penelitian didasari atas metode error analysis, yang dimodifikasi menjadi analisis kegagalan pragmatis. Dialog-dialog di dalam teks sasaran (TSa) DVC diperbandingkan dengan dialog-dialog di dalam teks sumber (TSu) DVC untuk mencari kegagalan pragmalinguistis dan kegagalan sosiopragmatisnya. Setelah ditemukan, empat puluh percontoh data dianalisis dengan menggunakan tilikantilikan pragmatis. Di akhir analisis, usulan terjemahan yang dapat meminimalkan kegagalan pragmatis juga diberikan.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa terjemahan dialog DVC belum memenuhi kriteria ketepatan, kejelasan, dan kewajaran sehingga dinilai tidak baik. Analisis data dan simpulan yang didapat dari setiap data itu membuktikan bahwa tilikan-tilikan pragmatis, seperti daya ilokusioner, tindak tutur tidak langsung, ungkapan rutin, kesantunan positif, kesantunan negatif, deiksis, dan pagar, dapat digunakan sebagai pisau analisis untuk menilai baik-tidaknya terjemahan.

This research discusses the translation evaluation of the dialogues in a novel written by Brown (2003), The Da Vinci Code (DVC), by explaining pragmalinguistic failures and sociopragmatic failures found in DVC translation from English to Indonesian. This research is aimed at evaluating the correctness of the translation of the dialogues in DVC by using a pragmatic approach related to pragmalinguistic failures and sociopragmatic failures.
This research is specifically aimed at seeking and explaining the forms of pragmalinguistic failures by using four criteria: (1) failures in translating phrases and clauses; (2) failures in translating conversational routines; (3) failures in translating exophoric deixis; and (4) failures in translating endophoric deixis. In addition, this research is also aimed at seeking and explaining the forms of sociopragmatic failures by using three criteria: (1) failures in translating addressee honorifics; (2) failures in translating hedges; and (3) failures in translating formal expressions.
This research is based on error analysis method, which is modified into pragmatic failure analyses. The dialogues in the target text (TT) DVC are compared with those of the source text (ST) DVC in order to seek for the pragmalinguistic failures and sociopragmatic failures. After the comparison stage, forty data are selected as samples and are analyzed by using some pragmatic insights. In the final stage of the analysis, each data is given an alternative translation of the TT as an attempt to minimize the pragmatic failures.
The results of this research show that the dialogues in TT have not fulfilled the criteria of accuracy, clarity, and naturalness; hence, they are considered as poorly translated. The data analysis and the conclusion of each data prove that pragmatic insights, such as illocutionary force, indirect speech acts, conversational routines, positive politeness, negative politeness, deixis, and hedges, can be used as tools to evaluate the correctness of a translation."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2007
T19232
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vina Widiastuti
"Dalam berbahasa tidak cukup hanya mematuhi kaidah, tetapi juga menerapkan kesantunan berbahasa yang digunakan untuk menjalin hubungan antara penutur dan petutur. Masyarakat memiliki tokoh yang dijadikan panutan, seperti pendakwah. Pendakwah menyampaikan materi dakwah di berbagai media, seperti stasiun televisi. Penelitian ini membahas strategi kesantunan yang digunakan pendakwah dalam dialog acara dakwah di stasiun televisi. Tujuan penelitian yang dilakukan adalah mengungkapkan strategi kesantunan yang digunakan pendakwah dalam dialog acara dakwah di stasiun televisi. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Data diambil dari dua acara dakwah Mamah Dedeh di stasiun televisi. Hasil penelitian menunjukkan strategi kesantunan positif yang sering digunakan pendakwah dalam dialog acara dakwah di stasiun televisi.

This research focuses on the politeness strategy in the dialogue of dakwah on television. The purpose is to reveal the politeness strategy used by a pendakwah in the dialogue of dakwah on television. A qualitative method is used for this research. The data were collected from the recording of two dakwah programs on television. The result shows that positive politeness strategy is frequently used by a pendakwah in the dialogue of dakwah on television."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
T35986
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aprivianti Sugiyo
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai perbedaan klasifikasi semantis tanaman padi antara
klasifikasi masyarakat di Desa Lelea dan klasifikasi ilmiah dalam ilmu botani.
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengungkapkan taksonomi
masyarakat Desa Lelea terhadap padi melalui kosakata tanaman padi di Desa
Lelea serta memaparkan perbedaan semantis antara klasifikasi ilmiah dan
klasifikasi masyarakat Desa Lelea. Penelitian ini dilakukan secara kualitatif
dengan strategi studi kasus. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh
dari hasil wawancara dengan petani Desa Lelea sebagai informan utama dan
peneliti tanaman padi serta data tertulis dari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi
sebagai pembanding. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori
mengenai taksonomi masyarakat yang dikemukakan oleh Berlin (1973). Hasil
penelitian ini berupa perbedaan jenjang dalam bagan taksonomi masyarakat dan
taksonomi ilmiah serta perbedaan klasifikasi semantis tanaman padi antara
masyarakat dan ilmu botani. Penelitian ini dapat dijadikan sumbangan untuk
kamus, baik kamus bahasa daerah maupun kamus istilah pertanian serta dijadikan
prototipe untuk pengembangan penelitian sejenis yang mengaitkan tumbuhan
dengan bidang botani.

ABSTRACT
This thesis observes the difference of paddy semantic classification between Lelea
Village folk classification and scientific classification in botany. The objectives of
the research are revealing Lelea Village taxonomy towards paddy through paddy
vocabulary in Lelea Village and explaining the semantics difference between
scientific classification and Lelea Village folk classification. This is a qualitative
research with case study as a strategy. The data used is obtained from interview
with the farmers of Lelea Village as the main informan, the paddy researcher, and
written data from Balai Besar Penelitian Tanaman Padi as a comparison. This
research uses a folk taxonomy theory which is stated by Berlin (1973). The
findings of this research is a level difference in folk taxonomy chart, scientific
taxonomy, and the difference of paddy semantic classification between the
community and the botany experts. This research is expected to be a philanthropy
for dictionary, both in local language, agriculture terms dictionary and can be
made as prototype for similar research development which connecting crops with
botanical field."
2017
T48753
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>