Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 101680 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amanda Anandytha Putri
"ABSTRAK
Latar Belakang: Permenristek Dikti RI No. 44 tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT) mengatur perhitungan satuan kredit semester (sks) sebagai acuan untuk perubahan kurikulum pada angkatan 2017. Revisi kurikulum yang digunakan angkatan 2017 menyebabkan jam tatap muka dan jumlah mata kuliah yang lebih padat dibandingkan angkatan 2016 walaupun memiliki beban sks yang sama. Banyaknya materi yang harus dipelajari, dapat menyebabkan tekanan pada mahasiswa sehingga berdampak kurangnya performa saat belajar dan berujung menjadi stres yang nantinya akan berpengaruh terhadap program studi yang sedang dijalaninya. Tujuan: Mengetahui distribusi stres dan menganalisis perbedaan tingkat stres pada mahasiswa angkatan 2016 dan 2017. Metode: Desain pada penelitian ini adalah potong lintang. Penelitian ini menggunakan data primer yang didapat dari kuesioner Dental Environment Stress (DES) modifikasi yang berisi 4 domain dengan total 30 pertanyaan. Tingkatan stres didapat dari jumlah skor maksimum tiap domain dibagi menjadi 4 tingkatan stres. Total skor pada domain tempat tinggal sebanyak 16, domain faktor pribadi sebanyak 52, domain lingkungan pendidikan sebanyak 20, domain kegiatan akademik sebanyak 32, dan total skor keseluruhan 120. Pada domain faktor pribadi digunakan uji statistik Pearson Chi-Square dan pada domain tempat tinggal, domain lingkungan pendidikan, domain kegiatan akademik, dan total keseluruhan menggunakan uji statistik Pearson Chi-Square yang dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney. Hasil: Distribusi frekuensi data tingkat stres pada angkatan 2016 dan 2017 didapatkan hasil tertinggi pada kategori sedikit stress dari domain tempat tinggal, faktor pribadi dan lingkungan pendidikan, sedangkan pada domain kegiatan akademik hasil tertinggi pada kategori cukup stres (p-value > 0,05). Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan tingkat stres pada mahasiswa FKG UI program studi kedokteran gigi angkatan 2016 dengan kurikulum 2012 dan angkatan 2017 dengan kurikulum 2017."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Obed Timotius
"Latar belakang: Stres merupakan suatu gangguan mental dan emosional yang disebabkan oleh berbagai faktor eksternal. Stres kronis dapat mengakibatkan burnout. Stres dan burnout yang terjadi tidak hanya dapat memengaruhi kondisi mental, tetapi juga dapat mengganggu kesehatan fisik, seperti asma, gangguan kardiovaskuler, dan psikodermatologi. Stres juga dapat berdampak pada nafsu dan pola makan seseorang karena berkaitan dengan gangguan hormonal. Berbagai penelitian mengenai stres, burnout, dan pola makan terhadap mahasiswa pascasarjana kedokteran gigi telah dilakukan di berbagai negara. Akan tetapi, penelitian terkait topik ini masih sangat terbatas di Indonesia. Tujuan: Untuk mengetahui stres, burnout, dan pola makan pada mahasiswa pascasarjana FKGUI. Metode: Penelitian deskriptif dengan desain studi potong lintang dengan menggunakan kuesioner GDES (Graduate Dental Environment Stress), MBI-HSS (Maslach Burnout Inventory-Human Service Survey), dan Kebiasaan Makan terhadap total populasi mahasiswa pascasarjana FKGUI program magister, spesialis, dan doktor berstatus aktif pada semester genap tahun ajaran 2018/2019. Hasil: Kuesioner didistribusikan kepada 177 responden dengan response rate sebesar 95%. Sebagian besar responden adalah perempuan, dengan rentang usia dari 25 hingga 59 tahun. Secara umum, program studi spesialis menunjukkan nilai median stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan magister dan doktor, terutama program studi Prostodontik dan Konservasi Gigi. Terdapat 7 stresor tertinggi untuk komponen GDES-A (akademis) yaitu banyaknya jumlah bacaan yang ditugaskan untuk dipelajari, ujian dan berbagai asesmen, syarat program untuk menyelesaikan penelitian, menyelesaikan requirements yang dibutuhkan untuk lulus, umpan balik antar supervisor yang tidak konsisten, melakukan presentasi dalam seminar, serta kondisi sarana/prasarana dalam menunjang kegiatan perkuliahan. Sementara itu, 3 stresor tertinggi untuk komponen GDES-C (klinis) diantaranya jika pasien tidak tepat waktu atau membatalkan janji secara sepihak, rasa takut gagal dalam menatalaksanakan kasus yang kompleks, serta kondisi sarana/prasarana dalam menunjang kegiatan perkuliahan klinis. Untuk komponen burnout, personal accomplishment yang rendah menjadi dimensi yang paling terganggu jika dibandingkan dengan emotional exhaustion dan depersonalization, yaitu 40,5% dari total responden, dengan proporsi terbesar pada program studi Konservasi gigi sebanyak 60%. Sebanyak 60,7% responden memiliki pola makan yang teratur. Namun, 49,4% dari total responden memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan yang digoreng paling sedikit 4 kali dalam seminggu. Kurang dari separuh responden berkeinginan untuk makan dalam kondisi psikologis tertentu, tetapi 69% responden memiliki kecenderungan untuk makan saat merasa senang. Kesimpulan: Stresor pada mahasiswa pascasarjana FKGUI program magister, spesialis, dan doktor bervariasi. Stres relatif lebih tinggi pada program studi klinis. Personal accomplishment yang rendah menjadi dimensi burnout yang paling terganggu. Namun, sebagian besar mahasiswa pascasarjana FKGUI masih memiliki pola ix Universitas Indonesia makan dan kebiasaan sarapan yang teratur. Akan tetapi, asupan makanan masih dapat diperbaiki dengan meningkatkan frekuensi konsumsi buah-buahan dan juga mengurangi kebiasaan makan makanan yang digoreng.
Latar belakang: Stres merupakan suatu gangguan mental dan emosional yang disebabkan oleh berbagai faktor eksternal. Stres kronis dapat mengakibatkan burnout. Stres dan burnout yang terjadi tidak hanya dapat memengaruhi kondisi mental, tetapi juga dapat mengganggu kesehatan fisik, seperti asma, gangguan kardiovaskuler, dan psikodermatologi. Stres juga dapat berdampak pada nafsu dan pola makan seseorang karena berkaitan dengan gangguan hormonal. Berbagai penelitian mengenai stres, burnout, dan pola makan terhadap mahasiswa pascasarjana kedokteran gigi telah dilakukan di berbagai negara. Akan tetapi, penelitian terkait topik ini masih sangat terbatas di Indonesia. Tujuan: Untuk mengetahui stres, burnout, dan pola makan pada mahasiswa pascasarjana FKGUI. Metode: Penelitian deskriptif dengan desain studi potong lintang dengan menggunakan kuesioner GDES (Graduate Dental Environment Stress), MBI-HSS (Maslach Burnout Inventory-Human Service Survey), dan Kebiasaan Makan terhadap total populasi mahasiswa pascasarjana FKGUI program magister, spesialis, dan doktor berstatus aktif pada semester genap tahun ajaran 2018/2019. Hasil: Kuesioner didistribusikan kepada 177 responden dengan response rate sebesar 95%. Sebagian besar responden adalah perempuan, dengan rentang usia dari 25 hingga 59 tahun. Secara umum, program studi spesialis menunjukkan nilai median stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan magister dan doktor, terutama program studi Prostodontik dan Konservasi Gigi. Terdapat 7 stresor tertinggi untuk komponen GDES-A (akademis) yaitu banyaknya jumlah bacaan yang ditugaskan untuk dipelajari, ujian dan berbagai asesmen, syarat program untuk menyelesaikan penelitian, menyelesaikan requirements yang dibutuhkan untuk lulus, umpan balik antar supervisor yang tidak konsisten, melakukan presentasi dalam seminar, serta kondisi sarana/prasarana dalam menunjang kegiatan perkuliahan. Sementara itu, 3 stresor tertinggi untuk komponen GDES-C (klinis) diantaranya jika pasien tidak tepat waktu atau membatalkan janji secara sepihak, rasa takut gagal dalam menatalaksanakan kasus yang kompleks, serta kondisi sarana/prasarana dalam menunjang kegiatan perkuliahan klinis. Untuk komponen burnout, personal accomplishment yang rendah menjadi dimensi yang paling terganggu jika dibandingkan dengan emotional exhaustion dan depersonalization, yaitu 40,5% dari total responden, dengan proporsi terbesar pada program studi Konservasi gigi sebanyak 60%. Sebanyak 60,7% responden memiliki pola makan yang teratur. Namun, 49,4% dari total responden memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan yang digoreng paling sedikit 4 kali dalam seminggu. Kurang dari separuh responden berkeinginan untuk makan dalam kondisi psikologis tertentu, tetapi 69% responden memiliki kecenderungan untuk makan saat merasa senang. Kesimpulan: Stresor pada mahasiswa pascasarjana FKGUI program magister, spesialis, dan doktor bervariasi. Stres relatif lebih tinggi pada program studi klinis. Personal accomplishment yang rendah menjadi dimensi burnout yang paling terganggu. Namun, sebagian besar mahasiswa pascasarjana FKGUI masih memiliki pola ix Universitas Indonesia makan dan kebiasaan sarapan yang teratur. Akan tetapi, asupan makanan masih dapat diperbaiki dengan meningkatkan frekuensi kebiasaan makan makanan yang digoreng.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Nurhaliza Putri Suci Indasari
"Latar belakang: Mahasiswa kedokteran gigi di Universitas Indonesia seringkali menghadapi stres tinggi akibat beban akademik yang berat, baik di jenjang sarjana maupun profesi. Stres yang berlebihan dapat memengaruhi fungsi fisiologis, termasuk perubahan karakteristik saliva seperti volume, laju alir, pH, dan viskositas. Saliva berperan sebagai biomarker non-invasif untuk mengukur stres melalui perubahan yang dipengaruhi oleh aktivitas sistem saraf simpatik. tetapi penelitian mengenai hubungan tingkat stres dengan perubahan karakteristik saliva pada mahasiswa kedokteran gigi masih terbatas, terutama dalam membandingkan jenjang sarjana dan profesi. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan tingkat stres terhadap karakteristik saliva pada mahasiswa jenjang sarjana dan profesi FKG UI. Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional. Sebanyak 43 mahasiswa jenjang sarjana dan profesi yang dilibatkan sebagai subjek penelitian. Tingkat stres diukur menggunakan kuesioner DASS-21 dan sampel saliva diambil melalui dua kondisi, yaitu tanpa stimulasi dan terstimulasi. Karakterisitik saliva yang diuji adalah volume, laju alir, pH, dan viskositas. Analisis data yang digunakan dalam menguji perbedaan rata rata yaitu Uji Independent T-Test dan Uji Mann Whitney U, sedangkan pada Uji Korelasi menggunakan Uji Korelasi Pearson dan Spearmen. Hasil: Berdasarkan analisis menggunakan kuesioner DASS-21,secara deskriptif tidak terdapat perbedaan signifikan pada tingkat stres antara mahasiswa sarjana dan profesi. Pada analisis perbedaan rata rata, terdapat perbedaan yang signifikan pada volume, laju alir, dan viskositas saliva tidak terstimulasi, sedangkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada volume, laju alir, pH, dan viskositas saliva terstimulasi pada mahasiswa jenjang sarjana dan profesi. Pada Uji Korelasi mahasiswa jenjang sarjana tidak memiliki hubungan yang signifikan antara volume, laju alir, pH, dan viskositas saliva terstimulasi, serta pH dan viskositas saliva tidak terstimulasi, akan tetapi pada volume dan laju alir saliva tidak terstimulasi memiliki hubungan yang signifikan. Pada jenjang profesi, tidak memilik hubungan yang signifikan pada volume, laju alir, pH, dan viskositas saliva tidak terstimulasi maupun terstimulasi. Kesimpulan: Mahasiswa pada jenjang profesi cenderung memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan mahasiswa pada jenjang sarjana. Selain itu, tidak ditemukan hubungan antara tingkat stres dan karakteristik saliva pada mahasiswa jenjang sarjana maupun profesi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.

Background: Dental students at the University of Indonesia often face high stress due to a heavy academic load, both at the preclinical and clinical students. Excessive stress can affect physiological functions, including changes in salivary characteristics such as volume, flow rate, pH and viscosity. Saliva acts as a non-invasive biomarker to measure stress through changes influenced by sympathetic nervous system activity. However, research on the relationship between stress levels and changes in salivary characteristics in dental students is still limited, especially in comparing preclinical and clinical students. Objective: To determine the relationship of stress level to salivary characteristics in pre-clinic students and clinic student of FKG UI. Methods: To determine the relationship of stress level to salivary characteristics in preclinical and clinical students of FKG UI. Methods: This study used a cross-sectional design. A total of 43 preclinical and clinical students were involved as research subjects. Stress levels were measured using the DASS-21 questionnaire and saliva samples were taken through two conditions, namely without stimulation and stimulation. Salivary characteristics tested were volume, flow rate, pH, and viscosity. Data analysis used in testing the average difference is the Independent T-Test and Mann Whitney U Test, while in the Correlation Test using the Pearson and Spearmen Correlation Test. Results: Based on analysis using the DASS-21 questionnaire, descriptively there was no significant difference in stress levels between preclinical and clinical students. In the mean difference analysis, there were significant differences in the volume, flow rate, and viscosity of unstimulated saliva, while there were no significant differences in the volume, flow rate, pH, and viscosity of stimulated saliva in preclinical and clinical students. In the Correlation Test, preclinical students did not have a significant relationship between volume, flow rate, pH, and viscosity of stimulated saliva, and pH and viscosity of unstimulated saliva, but the volume and flow rate of unstimulated saliva had a significant relationship. At the clinical student, there was no significant relationship in volume, flow rate, pH, and viscosity of unstimulated and stimulated saliva. Conclusion: there is no relationship between stress level and salivary characteristics in preclinical and professional students of the Faculty of Dentistry, University of Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Nurhaliza Putri Suci Indasari
"Latar belakang: Mahasiswa kedokteran gigi di Universitas Indonesia seringkali menghadapi stres tinggi akibat beban akademik yang berat, baik di jenjang sarjana maupun profesi. Stres yang berlebihan dapat memengaruhi fungsi fisiologis, termasuk perubahan karakteristik saliva seperti volume, laju alir, pH, dan viskositas. Saliva berperan sebagai biomarker non-invasif untuk mengukur stres melalui perubahan yang dipengaruhi oleh aktivitas sistem saraf simpatik. tetapi penelitian mengenai hubungan tingkat stres dengan perubahan karakteristik saliva pada mahasiswa kedokteran gigi masih terbatas, terutama dalam membandingkan jenjang sarjana dan profesi. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan tingkat stres terhadap karakteristik saliva pada mahasiswa jenjang sarjana dan profesi FKG UI. Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional. Sebanyak 43 mahasiswa jenjang sarjana dan profesi yang dilibatkan sebagai subjek penelitian. Tingkat stres diukur menggunakan kuesioner DASS-21 dan sampel saliva diambil melalui dua kondisi, yaitu tanpa stimulasi dan terstimulasi. Karakterisitik saliva yang diuji adalah volume, laju alir, pH, dan viskositas. Analisis data yang digunakan dalam menguji perbedaan rata rata yaitu Uji Independent T-Test dan Uji Mann Whitney U, sedangkan pada Uji Korelasi menggunakan Uji Korelasi Pearson dan Spearmen. Hasil: Berdasarkan analisis menggunakan kuesioner DASS-21,secara deskriptif tidak terdapat perbedaan signifikan pada tingkat stres antara mahasiswa sarjana dan profesi. Pada analisis perbedaan rata rata, terdapat perbedaan yang signifikan pada volume, laju alir, dan viskositas saliva tidak terstimulasi, sedangkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada volume, laju alir, pH, dan viskositas saliva terstimulasi pada mahasiswa jenjang sarjana dan profesi. Pada Uji Korelasi mahasiswa jenjang sarjana tidak memiliki hubungan yang signifikan antara volume, laju alir, pH, dan viskositas saliva terstimulasi, serta pH dan viskositas saliva tidak terstimulasi, akan tetapi pada volume dan laju alir saliva tidak terstimulasi memiliki hubungan yang signifikan. Pada jenjang profesi, tidak memilik hubungan yang signifikan pada volume, laju alir, pH, dan viskositas saliva tidak terstimulasi maupun terstimulasi. Kesimpulan: Mahasiswa pada jenjang profesi cenderung memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan mahasiswa pada jenjang sarjana. Selain itu, tidak ditemukan hubungan antara tingkat stres dan karakteristik saliva pada mahasiswa jenjang sarjana maupun profesi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.

Background: Dental students at the University of Indonesia often face high stress due to a heavy academic load, both at the preclinical and clinical students. Excessive stress can affect physiological functions, including changes in salivary characteristics such as volume, flow rate, pH and viscosity. Saliva acts as a non-invasive biomarker to measure stress through changes influenced by sympathetic nervous system activity. However, research on the relationship between stress levels and changes in salivary characteristics in dental students is still limited, especially in comparing preclinical and clinical students. Objective: To determine the relationship of stress level to salivary characteristics in pre-clinic students and clinic student of FKG UI. Methods: To determine the relationship of stress level to salivary characteristics in preclinical and clinical students of FKG UI. Methods: This study used a cross-sectional design. A total of 43 preclinical and clinical students were involved as research subjects. Stress levels were measured using the DASS-21 questionnaire and saliva samples were taken through two conditions, namely without stimulation and stimulation. Salivary characteristics tested were volume, flow rate, pH, and viscosity. Data analysis used in testing the average difference is the Independent T-Test and Mann Whitney U Test, while in the Correlation Test using the Pearson and Spearmen Correlation Test. Results: Based on analysis using the DASS-21 questionnaire, descriptively there was no significant difference in stress levels between preclinical and clinical students. In the mean difference analysis, there were significant differences in the volume, flow rate, and viscosity of unstimulated saliva, while there were no significant differences in the volume, flow rate, pH, and viscosity of stimulated saliva in preclinical and clinical students. In the Correlation Test, preclinical students did not have a significant relationship between volume, flow rate, pH, and viscosity of stimulated saliva, and pH and viscosity of unstimulated saliva, but the volume and flow rate of unstimulated saliva had a significant relationship. At the clinical student, there was no significant relationship in volume, flow rate, pH, and viscosity of unstimulated and stimulated saliva. Conclusion: there is no relationship between stress level and salivary characteristics in preclinical and professional students of the Faculty of Dentistry, University of Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Nurhaliza Putri Suci Indasari
"Latar belakang: Mahasiswa kedokteran gigi di Universitas Indonesia seringkali menghadapi stres tinggi akibat beban akademik yang berat, baik di jenjang sarjana maupun profesi. Stres yang berlebihan dapat memengaruhi fungsi fisiologis, termasuk perubahan karakteristik saliva seperti volume, laju alir, pH, dan viskositas. Saliva berperan sebagai biomarker non-invasif untuk mengukur stres melalui perubahan yang dipengaruhi oleh aktivitas sistem saraf simpatik. tetapi penelitian mengenai hubungan tingkat stres dengan perubahan karakteristik saliva pada mahasiswa kedokteran gigi masih terbatas, terutama dalam membandingkan jenjang sarjana dan profesi. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan tingkat stres terhadap karakteristik saliva pada mahasiswa jenjang sarjana dan profesi FKG UI. Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional. Sebanyak 43 mahasiswa jenjang sarjana dan profesi yang dilibatkan sebagai subjek penelitian. Tingkat stres diukur menggunakan kuesioner DASS-21 dan sampel saliva diambil melalui dua kondisi, yaitu tanpa stimulasi dan terstimulasi. Karakterisitik saliva yang diuji adalah volume, laju alir, pH, dan viskositas. Analisis data yang digunakan dalam menguji perbedaan rata rata yaitu Uji Independent T-Test dan Uji Mann Whitney U, sedangkan pada Uji Korelasi menggunakan Uji Korelasi Pearson dan Spearmen. Hasil: Berdasarkan analisis menggunakan kuesioner DASS-21,secara deskriptif tidak terdapat perbedaan signifikan pada tingkat stres antara mahasiswa sarjana dan profesi. Pada analisis perbedaan rata rata, terdapat perbedaan yang signifikan pada volume, laju alir, dan viskositas saliva tidak terstimulasi, sedangkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada volume, laju alir, pH, dan viskositas saliva terstimulasi pada mahasiswa jenjang sarjana dan profesi. Pada Uji Korelasi mahasiswa jenjang sarjana tidak memiliki hubungan yang signifikan antara volume, laju alir, pH, dan viskositas saliva terstimulasi, serta pH dan viskositas saliva tidak terstimulasi, akan tetapi pada volume dan laju alir saliva tidak terstimulasi memiliki hubungan yang signifikan. Pada jenjang profesi, tidak memilik hubungan yang signifikan pada volume, laju alir, pH, dan viskositas saliva tidak terstimulasi maupun terstimulasi. Kesimpulan: Mahasiswa pada jenjang profesi cenderung memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan mahasiswa pada jenjang sarjana. Selain itu, tidak ditemukan hubungan antara tingkat stres dan karakteristik saliva pada mahasiswa jenjang sarjana maupun profesi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.

Background: Dental students at the University of Indonesia often face high stress due to a heavy academic load, both at the preclinical and clinical students. Excessive stress can affect physiological functions, including changes in salivary characteristics such as volume, flow rate, pH and viscosity. Saliva acts as a non-invasive biomarker to measure stress through changes influenced by sympathetic nervous system activity. However, research on the relationship between stress levels and changes in salivary characteristics in dental students is still limited, especially in comparing preclinical and clinical students. Objective: To determine the relationship of stress level to salivary characteristics in pre-clinic students and clinic student of FKG UI. Methods: To determine the relationship of stress level to salivary characteristics in preclinical and clinical students of FKG UI. Methods: This study used a cross-sectional design. A total of 43 preclinical and clinical students were involved as research subjects. Stress levels were measured using the DASS-21 questionnaire and saliva samples were taken through two conditions, namely without stimulation and stimulation. Salivary characteristics tested were volume, flow rate, pH, and viscosity. Data analysis used in testing the average difference is the Independent T-Test and Mann Whitney U Test, while in the Correlation Test using the Pearson and Spearmen Correlation Test. Results: Based on analysis using the DASS-21 questionnaire, descriptively there was no significant difference in stress levels between preclinical and clinical students. In the mean difference analysis, there were significant differences in the volume, flow rate, and viscosity of unstimulated saliva, while there were no significant differences in the volume, flow rate, pH, and viscosity of stimulated saliva in preclinical and clinical students. In the Correlation Test, preclinical students did not have a significant relationship between volume, flow rate, pH, and viscosity of stimulated saliva, and pH and viscosity of unstimulated saliva, but the volume and flow rate of unstimulated saliva had a significant relationship. At the clinical student, there was no significant relationship in volume, flow rate, pH, and viscosity of unstimulated and stimulated saliva. Conclusion: there is no relationship between stress level and salivary characteristics in preclinical and professional students of the Faculty of Dentistry, University of Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafira Khairunnisa
"Latar Belakang: Pada tahun 2022, studi menemukan 87% mahasiswa mengalami stres. Peningkatan stres ini sering kali dipengaruhi oleh beban akademik yang semakin berat seiring dengan kenaikan tahun akademik. Hal yang serupa dialami oleh mahasiswa semester awal dan semester akhir jenjang sarjana FKG UI. Mahasiswa semester awal kedokteran gigi mengalami stres karena adanya tekanan yang besar untuk menguasai pengetahuan dan keterampilan dasar kedokteran gigi. Sementara, mahasiswa semester akhir cenderung mengalami stres karena adanya kekhawatiran terkait kelulusan dan transisi menuju jenjang profesi. Stres negatif (distres) yang dialami mahasiswa dapat mengganggu kesimbangan homeostasis. Keadaan stres memicu respons fisiologis di dalam tubuh melalui mekanisme GAS (General Adaptation Syndrome). Aktivasi aksis HPA dan SAM membuat perubahan pada sekresi saliva dan mempengaruhi karakteristik saliva. Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis keterkaitan antara karakteristik saliva dengan tingkat stres pada mahasiswa semester awal dan semester akhir jenjang sarjana FKG UI. Metode: Desain penelitian ini merupakan penelitian observasional, yaitu potong lintang. Sampel yang diteliti merupakan saliva tanpa terstimulasi dan terstimulasi pada 11 mahasiswa semester awal (angkatan 2023) dan 11 mahasiswa semester akhir (angkatan 2021). Pengambilan sampel dilakukan pukul 08.00-11.00 WIB di Rumpun Ilmu Kesehatan, Universitas Indonesia, Depok. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta Pusat. Karakteristik saliva yang diteliti adalah volume, laju alir, pH, dan viskositas. Uji karakteristik saliva dilakukan di laboratorium. Tingkat stres diukur melalui skor stres pada kuesioner DASS-21. Analisis penelitian dilakukan dengan uji statistik beda mean, yaitu: Independent T-test, Mann-whitney U dan uji statistik korelasi yaitu: Pearson dan Spearman. Hasil: Uji beda mean menunjukkan tidak ada perbedaan tingkat stres signifikan antara mahasiswa semester awal dan semester akhir jenjang sarjana FKG UI. Tidak ditemukan perbedaan karakteristik saliva (volume, laju alir, pH, dan viskositas) signifikan antara mahasiswa semester awal dan semester akhir jenjang sarjana FKG UI. Akan tetapi, ditemukan perbedaan signifikan pada volume dan laju alir terstimulasi antara mahasiswa semester awal dan semester akhir jenjang sarjana FKG UI. Uji korelasi menunjukkan tidak terdapat keterkaitan yang signifikan antara karakteristik saliva (volume, laju alir, pH, dan viskositas) dengan tingkat stres pada mahasiswa semester awal dan semester akhir jenjang sarjana FKG UI. Kesimpulan: Karakteristik saliva tidak memiliki keterkaitan dengan tingkat stres pada mahasiswa semester awal dan semester akhir jenjang sarjana FKG UI.

Background: In 2022, a study found that 87% of students experienced stress. As the academic year progresses, the increasingly heavy academic workload often influences the increase in stress. Early-semester and late-semester undergraduate students at the Faculty of Dentistry UI share a similar experience. Early-semester dental students experience stress due to the significant pressure to excel in the basic knowledge and skills of dentistry. Meanwhile, late-semester students tend to experience stress due to concerns related to completing undergraduate studies and transitioning to the professional phase in dentistry. Students' experiences of negative stress can disrupt the balance of homeostasis. The state of stress triggers a physiological response in the body through the GAS mechanism. (General Adaptation Syndrome). Activation of the HPA and SAM axis pathways causes changes in saliva secretion and affects saliva's characteristics. Objective: The study was conducted to determine the relationship between salivary characteristics and stress levels in early and late semester undergraduate students of the Faculty of Dentistry UI. Method: The design of this study is an observational study, specifically a cross-sectional study. The samples studied were unstimulated and stimulated saliva from 11 early-semester students (class of 2023) and 11 late-semester students (class of 2021). Samples were collected from 08:00 to 11:00 WIB at the Health Sciences Cluster, University of Indonesia, Depok. Saliva sample testing was executed at the Oral Biology Laboratory, Faculty of Dentistry, University of Indonesia, Salemba, Central Jakarta. The characteristics of saliva being studied are volume, flow rate, pH, and viscosity. Salivary characteristic tests were conducted in the laboratory. Stress levels were measured through the stress score on the DASS-21 questionnaire. Analysis was carried out using statistical tests for mean difference, specifically the Independent T-test and Mann-Whitney U test, as well as correlation tests, notably Pearson and Spearman. Results: The mean difference test showed no significant difference in stress levels between early-semester and late- semester undergraduate students of the Faculty of Dentistry UI. There were no significant differences in salivary characteristics (volume, flow rate, pH, and viscosity) between early semester and late semester undergraduate students of the Faculty of Dentistry UI. However, significant differences were found in stimulated volume and flow rate between early-semester and late-semester undergraduate students of the Faculty of Dentistry UI. Correlation tests showed no significant relationship between salivary characteristics (volume, flow rate, pH, and viscosity) and stress levels in early-semester and late- semester undergraduate students of the Faculty of Dentistry UI. Conclusion: Salivary characteristics (volume, flow rate, pH, and viscosity) are not related to stress levels in early-semester and late-semester undergraduate students of the Faculty of Dentistry UI.
"
Depok: Rajawali Press, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Khairunnisa Al-Hadi
"ABSTRAK
Pemerintah Indonesia menerapkan Kurikulum 2013 dalam memfasilitasi pembentukan karakter siswa yang mandiri dan berorientasi pada proses pembelajaran. Salah satu aspek psikologis yang penting bagi mahasiswa dalam mendukung program adalah orientasi tujuan penguasaan. Keterlibatan ayah merupakan salah satu aspek yang berkaitan dengan orientasi tujuan secara umum. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan keterlibatan ayah dengan orientasi tujuan ketuntasan pada siswa SMA di Jabodetabek. Pengukuran menggunakan instrumen skala penguasaan Nurturing Fathering Scale, Reported Father Involvement Scale, dan Achievement Goal Questionnaire-Revised. Hasil analisis statistik korelasi menunjukkan bahwa keterlibatan ayah tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan orientasi tujuan penguasaan. Analisis data demografi dilakukan untuk membantu pembahasan hasil penelitian.
ABSTRACT
The Indonesian government implements the 2013 Curriculum in facilitating the character building of students who are independent and oriented towards the learning process. One of the psychological aspects that is important for students in supporting the program is the orientation of mastery goals. Father involvement is one aspect related to goal orientation in general. This study aims to see the relationship between father's involvement and goal orientation of completeness of high school students in Jabodetabek. Measurements used the Nurturing Fathering Scale, Reported Father Involvement Scale, and Achievement Goal Questionnaire-Revised instrument. The result of correlation statistical analysis shows that father involvement has no significant relationship with goal orientation of mastery. Demographic data analysis was conducted to assist the discussion of research results."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Afianjani Rahmadianti
"Latar Belakang: Gangguan sendi temporomandibular (TMJD) merupakan penyebab utama nyeri non-odontogenik di regio oro-fasial. Diagnosis dini dari TMJD penting dilakukan, namun kesadaran diri akan TMJD masih terbilang rendah. TMJD juga terjadi pada mahasiswa kedokteran gigi dengan persentase yang cukup tinggi, hal ini dapat dikaitkan dengan kurangnya kesadaran dan pengetahuan. Tujuan: mengetahui sejauh mana pengetahuan dan kesadaran diri akan tanda dan gejala TMJD pada mahasiswa FKG UI dan melihat hubungan antara keduanya. Metode: Studi deskriptif potong lintang pada 617 mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia menggunakan kuesioner pengetahuan, dan tanda dan gejala TMJD yang pernah digunakan dalam penelitian terdahulu di India. Hasil: Tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan tingkat kesadaran diri akan tanda dan gejala TMJD. Namun terdapat korelasi positif antara angkatan dengan tingkat pengetahuan dan korelasi negatif antara angkatan dengan tingkat kesadaran diri. Tingkat pengetahuan dan kesadaran diri mayoritas mahasiswa tergolong sedang serta tanda dan gejala yang paling banyak pernah dirasakan oleh mahasiswa yaitu pengalaman mendengar suara dari TMJ saat membuka atau menutup mulut. Kesimpulan: Semakin tinggi angkatan mahasiswa maka tingkat pengetahuan TMJD akan meningkat namun, tingkat kesadaran diri akan tanda dan gejala TMJD justru menurun.

Background: Temporomandibular Joint Disorder (TMJD) is the main cause of non-odontogenic pain in oro-facial region. Early diagnosis of TMJD urge to be done, however the self-awareness of TMJD is usually low. TMJD also occurred among dentistry students with significant percentage, this could be associated with the lack of awareness and knowledge. Objective: To understand the level of knowledge and self-awareness regarding the sign and symptoms of TMJD and its relations of the dentistry student in University of Indonesia. Methods: Descriptive cross-sectional was applied to 617 students using adapted questionnaire concerning knowledge, sign and symptoms of TMJD used by a similar study in India. Results: There is no association between knowledge level and self-awareness regarding the sign and symptoms of TMJD level. There is a positive correlation between student’s grade and the level of knowledge, however negative correlation appears between student’s grade and the level of self-awareness. The knowledge and self-awareness level among majority of students are moderate. The major sign and symptoms that mostly have ever felt by students is experiencing of noises within TMJ while opening or closing the jaw. Conclusion: Higher student’s grade tends to have higher TMJD knowledge level but lower TMJD sign and symptoms self-awareness level."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Detrianis Syafaaturrachman
"ABSTRAK
Tujuan: Mengetahui Sikap Mahasiswa Kedokteran dan Kedokteran Gigi Universitas Indonesia terhadap Kolaborasi dalam Praktik Kedokteran dan Kedokteran Gigi. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross sectional menggunakan kuesioner yang dilakukan pada mahasiswa yang terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Gigi Universitas Indonesia angkatan 2013-2017. Kuesioner terdiri dari 8 pertanyaan yang dirancang untuk mendapatkan sikap mahasiswa mengenai kolaborasi antara praktik kedokteran dan kedokteran gigi. Mahasiswa juga ditanya mengenai kesadaran terhadap kolaborasi antara kedokteran gigi dan kedokteran. Hasil: sebanyak 1.432 kuesioner didistribusikan dan terdapat 1.137 (79.39%) kuesioner yang valid.Rata-rata skor sikap terhadap kolaborasi (SD) dilihat dari 8 item pertanyaan adalah 6.98 (1.252). Terdapat perbedaan signifikan dalam skor rata-rata sikap antara responden yang setuju (n=752) atau yang tidak setuju (n=385) bahwa mahasiswa kedokteran seharusnya menjalani rotasi di kedokteran gigi (7.65 ± 0.72 vs. 5.68 ± 1.03; p < 0.001).Kesimpulan: Dalam penelitian ini, mahasiswa kedokteran dan kedokteran gigi pada umumnya menunjukkan sikap yang baik terhadap kolaborasi antara praktik kedokteran dan kedokteran gigi di Universitas Indonesia. Hal ini merupakan pondasi penting untuk mendorong kolaborasi dokter dan dokter gigi, yang penting dalam meningkatkan efisiensi sumber daya dan standar perawatan pasien.

ABSTRACT
Objective: this study aimed to invesigate the attitude of medical and dental students of University Indonesia about collaboration between medical and dental practice. Methods: this study is a descriptive study with cross sectional design using questionnaires conducted on students who are registered as astudents of Faculty of Medicine and Dentistry Universitas Indonesia batch 2013-2017. The questionnaire contained 8 questions designed to elicit their attitudes about the collaboration between medical and dental practice. Students were also asked about their awareness of the collaboration between dentistry and medicine. Results: A total of 1.432 questionnaires were distributed and 1.137 (79.39%) were returned. Their mean attitude score (SD) towards medical-dental collaboration derived from these 8 items was 6.98 (1.252). There is a significant difference in the mean attitude score between respondents who did (n=752) or did not agree (n=385) that medical students should have a rotation in dentistry (7.65 ± 0.72 vs. 5.68 ± 1.03; p < 0.001).Conclusion: In this study, the medical and dental students in general demonstrated a good attitude of the collaboration between medical and dental practice in University Indonesia. This established an essential foundation for fostering medica-dental collaboration, which is vital to improving resource efficiency and standards of care."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarine Aru Ariadno
"Latar Belakang: Epidemi HIV/AIDS masih menjadi salah satu sorotan di
masalah kesehatan di dunia, khususnya Indonesia menduduki peringkat
5 sebagai negara paling berisiko HIV/AIDS di benua Asia. Level tinggi
Replikasi virus HIV secara terus menerus akan menurunkan jumlah limfosit T CD4 dalam tubuh, hingga suatu saat sistem kekebalan tubuh akan menurun drastis yang memudahkan terjadinya gejala infeksi oportunistik hingga berakhir dengan kematian. Memberikan akses terhadap pelayanan kesehatan gigi primer yang diperoleh melalui pengenalan Manifestasi oral tertentu menjadi tolak ukur dalam menegakkan diagnosis dini infeksi HIV yang nantinya akan menunjang kualitas hidup ODHA. Penguasaan pengetahuan serta sikap komprehensif yang dibutuhkan oleh dokter gigi dalam memberikan perawatan pada ODHA. Tujuan: Untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan siswa klinik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (FKGUI) tentang HIV/AIDS. Metode: Penelitian statistik deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dengan mengambil data primer secara langsung pada keseluruhan responden siswa klinik FKGUI. Pengumpulan data menggunakan kuesioner yang menilai tiga komponen HIV/AIDS, meliputi tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan perawatan gigi. Hasil Penelitian: Dari total 275 responden, mayoritas dalam populasi penelitian (84,4%)
adalah perempuan. Tingkat pengetahuan mahasiswa klinik FKGUI cukup baik (70,2% responden) dengan kecenderungan meningkat seiring bertambahnya usia serta meningkatkan tingkat studi di klinik dilihat dari angkatan masuk. Dari total tujuh indikator pada komponen pengetahuan, hanya indikator penularan dan cara penularan HIV/AIDS menunjukkan tingkat pengetahuan yang rendah, dengan jumlah lebih dari setengah dari responden. Berbeda dengan tingkat pengetahuan, sikap mahasiswa klinis FKGUI tentang HIV/AIDS cukup memadai dengan persentase 84% responden total ke dalam kategori sikap netral. Kemudian, sikap negatif hanya dimiliki oleh responden wanita dengan rentang usia 21-23 tahun yang memasuki tahun 2017- 2018. Tindakan responden terhadap HIV/AIDS tergolong positif (91,6%) dan tidak ada perbedaan yang terlalu signifikan, baik berdasarkan jenis kelamin, usia dan generasi dalam variabel tindakan. Kesimpulan: Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun tingkat pengetahuan dan tindakan responden tentang HIV/AIDS baik, sikap responden masih tergolong netral terhadap ODHA.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>