Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 196717 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Viciantri Syamsi
"Tesis ini mengulas tentang konsepsi hukum dan implikasi terhadap notaris dengan ditetapkannya notaris sebagai salah satu pihak pelapor untuk Transaksi Keuangan Mencurigakan (TKM), dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Sebagai Pejabat Umum, Notaris memiliki kewenangan dalam membuat akta autentik yang memiliki kekuatan hukum yang sempurna dan diakui oleh siapa pun. Notaris wajib mentaati ketentuan yang terkait dengan dokumen yang dibuatnya. Sejak tahun 2002, Indonesia telah membangun sistem hukum dan sistem pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, yang ditujukan pada industri yang rentan. Pokok permasalahan dalam tesis ini adalah bagaimana Konsepsi Hukum Mengenai Kewajiban Pelaporan Atas Transaksi Keuangan Mencurigakan dan bagaimana Implikasi Hukum dari
Kewajiban Pelaporan Oleh Notaris Atas Transaksi Keuangan Mencurigakan tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan pendekatan kasus. Hasil penelitian menemukan bahwa konsepsi hukum Jabatan Notaris mengacu pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris mengenai sumpah jabatan Notaris untuk setia dan patuh pada Negara Republik Indonesia, Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 dan undang-undang lainnya, termasuk Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang beserta turunannya. Dengan demikian, kewajiban penyampaian LTKM tidak melanggar sumpah jabatan, melainkan wujud kepatuhan Notaris terhadap ketentuan hukum anti pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris Pasal 16 ayat 1 huruf f. Sebaliknya, kegagalan melaksanakan kewajiban tersebut menyebabkan implikasi hukum terhadap Notaris, seperti diperiksa oleh penyidik dan hakim.

This thesis deals with legal conception and its implication to Notary under the obligation to report suspicious financial transaction in order to prevent and combat money laundering. Notary as a legal profession to make legal documents, have a strong and perfect legal basis to have acknowledged by other parties. Since 2020, Indonesia has built the legal system and prevention and combating money laundering system, that address to all vulnerable industries. The main question of the thesis are How does legal conception of the obligation to report the suspicious transaction, How does implication of reporting the suspicious transaction obligation to the Notary. The research applies normative and legal cases approach. The result are Legal conception of Notary lies in the Law of Notary No. 2 of 2014 concerning Amendment to Law No. 30 of 2004 concerning Notary due to oath profession stating that Notary has to be loyal and obey to Republic Indonesia, Pancasila, Constitution of 1945 and other laws, including The Law No. 8 Of 2010 concerning Prevention and Combating Money Laundering and its rules and regulations. Reporting the suspicious transaction does not infringe the confidentiality principle as stated in The Law No 2 Of 2014 concerning Amendment to Law No. 30 of 2004 concerning Notary article 16 point 1 f. Otherwise, the failure of obey the obligation has legal implications as stated in The Law No. 8 Of 2010 concerning Prevention and Combating Money Laundering and its rules and regulations, namely undergoing legal process.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54592
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endrico Viero
"

Penelitian ini menganalisa mengenai prinsip KYC bagi Notaris yang menjadi pelapor sebagai bentuk mencegah serta memberantas tindak pidana pencucian uang. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian Doktrinal. Metode penelitian ini menitikberatkan kepada penelitian terhadap doktrin yang mencakup asas, aturan, norma, dan nilai-nilai tertentu. Prinsip KYC bagi notaris di Indonesia diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Notaris yang meliputi identifikasi, verifikasi, dan pemantauan pengguna jasa. Pengaturan prinsip KYC bagi notaris di Malaysia mencakup mengenai penerima manfaat, PEP, ambang batas transaksu keuangan mencurigakan, dan mekanisme pengumpulan informasi. Keberadaan petugas kepatuhan yang memegang fungsi pengawasan serta pelaporan transaksi keuangan mencurigakan yang menjadikannya instrumen penting dalam pelaksanaan anti pencucian uang, sehingga kegiatan pengawasan dapat dilakukan setiap saat beriringan dengan pelaporan transaksu keuangan mencurigakan.

 


This research analyzes the KYC principle for Notaries who become reporters as a form of preventing and eradicating money laundering crimes. The research method used in this research is Doctrinal research method. This research method focuses on research on doctrines that include certain principles, rules, norms, and values. The KYC principle for notaries in Indonesia is regulated in the Regulation of the Minister of Law and Human Rights Number 9 of 2017 concerning the Application of the Principle of Recognizing Service Users for Notaries which includes identification, verification, and monitoring of service users. KYC principle arrangements for notaries in Malaysia include beneficiaries, PEPs, suspicious financial transaction thresholds, and information collection mechanisms. The existence of compliance officers who hold supervisory functions and suspicious financial transaction reporting makes it an important instrument in the implementation of anti-money laundering, so that supervisory activities can be carried out at any time along with suspicious financial transaction reporting.

 

"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sony Syaputra
"Notaris dalam melaksanakan profesinya wajib menerapkan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 9 Tahun 2017. Prinsip Mengenali Pengguna Jasa berfungsi untuk melindungi Notaris yang rentan terhadap pelaku Tindak Pidana Pencucian Uang. Tindak Pidana Pencucian merupakan perbuatan kejahatan menghasilkan uang yang berasal dari tindak kejahatan dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang tersebut yang dapat meruntuhkan sendi-sendi ekonomi negara. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai pengaturan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa oleh Notaris dalam mencegah dan memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang di Indonesia; dan implementasi Prinsip Mengenali Pengguna Jasa oleh Notaris dalam mencegah dan memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang di Indonesia. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian doktrinal dengan menggunakan tipe penelitian eksplanatoris, dengan hasil penelitian dianalisis secara kualitatif. Bahan analisis bersumber pada data sekunder berupa peraturan perundang-undangan, studi dokumen, dan mewawancarai narasumber untuk memperkuat hasil penelitian. Berdasarkan pengaturan yang berlaku, Prinsip Mengenali Pengguna Jasa oleh Notaris dilakukan dengan tiga tahapan, yaitu dengan mengidentifikasi pengguna jasa, verifikasi pengguna jasa, dan pengawasan pengguna jasa. Notaris diperlukan dapat berperan aktif dalam menerapkan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa untuk dapat membantu pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia agar terwujudnya salah satu program nasional yang menjadikan Indonesia sebagai anggota Financial Action Task Force On Money. Laundering

Notaries in carrying out their profession must apply the Principles of Recognizing Service Users as stipulated in the Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 9 Tahun 2017. The Principle of Recognizing Service Users serves to protect Notaries who are vulnerable to perpetrators of Money Laundering Crimes. Laundering is the crime of making money derived from crime with the intention to hide or disguise the origin of the money that can collapse the joints of the country's economy. The issues raised in this study are regarding the regulation of the Principles of Recognizing Service Users for Notaries in preventing and eradicating Money Laundering in Indonesia; and implementation of the Principles of Recognizing Service Users for Notaries in preventing and eradicating Money Laundering in Indonesia. To answer these problems, doctrinal research methods are used using explanatory research types, with the results of the research analyzed qualitatively. Analysis materials are sourced from secondary data in the form of laws and regulations, document studies, and interviewing resource persons to strengthen research results. Based on applicable regulations, the Principles of Recognizing Service Users for Notaries are carried out in three stages, namely by identifying service users, verifying service users, and supervising service users. Notaries are required to play an active role in implementing the Principles of Recognizing Service Users to be able to help prevent and eradicate money laundering in Indonesia in order to realize one of the national programs that make Indonesia a member of the Financial Action Task Force On Money Laundering (FATF)."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Anggraeni Suryana
"Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak pelapor dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-undang nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, mengatur pada Pasal 3 bahwa seorang Notaris dan PPAT adalah salah satu pihak pelapor apabila ada transaksi yang dianggap mencurigakan, karena profesi notaris dan ppat sering kali jasanya digunakan oleh para pelaku tindak pidana pencucian uang untuk memuluskan kegiatan mereka, berdasarkan ketentuan ini Notaris dan PPAT yang mengetahui terjadinya tindak pidana pencucian uang wajib melaporkan tindak pidana itu ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan PPATK . Sesuai ketentuan Pasal 4 PP tersebut, Notaris dan PPAT wajib menerapkan prinsip lsquo;mengenal pengguna jasa rsquo;. Terkait permasalahan ini, dimana notaris dan ppat sebagai sebuah profesi yang memberikan jasa yang salah satunya adalah membuat akta diantara para pihak sangat dimungkinkan untuk menerapkan prinsip mengenali pengguna jasa, namun fakta hukum menunjukkan bahwa di dalam Undang-Undang Jabatan Notaris, Kode Etik dan di dalam Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah tidak ada satu pasal pun yang membahas mengenai prinsip pengguna jasa, meskipun ada kemungkinan Notaris dan PPAT akan berhadapan dengan pihak yang melakukan transaksi dengan sumber dana berasal dari tindak pidana pencucian uang. Namun jika ditinjau peran Notaris sebagai sebagai pejabat umum yang mendapat kepercayaan dari masyarakat untuk menuangkan kehendak atau keinginan mereka ke dalam bentuk akta autentik adalah suatu jabatan kepercayaan, dan PPAT selaku pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, oleh karena itu Notaris dan PPAT harus mempunyai harkat dan martabat yang tinggi karena harus menyimpan rahasia, menuangkan kehendak mereka dengan amanah, jujur, seksama, mandiri dan tidak berpihak sehingga dapat mencegah terjadinya sengketa perselisihan diantara para pihak.Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak pelapor dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-undang nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, mengatur pada Pasal 3 bahwa seorang Notaris dan PPAT adalah salah satu pihak pelapor apabila ada transaksi yang dianggap mencurigakan, karena profesi notaris dan ppat sering kali jasanya digunakan oleh para pelaku tindak pidana pencucian uang untuk memuluskan kegiatan mereka, berdasarkan ketentuan ini Notaris dan PPAT yang mengetahui terjadinya tindak pidana pencucian uang wajib melaporkan tindak pidana itu ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan PPATK . Sesuai ketentuan Pasal 4 PP tersebut, Notaris dan PPAT wajib menerapkan prinsip lsquo;mengenal pengguna jasa rsquo;. Terkait permasalahan ini, dimana notaris dan ppat sebagai sebuah profesi yang memberikan jasa yang salah satunya adalah membuat akta diantara para pihak sangat dimungkinkan untuk menerapkan prinsip mengenali pengguna jasa, namun fakta hukum menunjukkan bahwa di dalam Undang-Undang Jabatan Notaris, Kode Etik dan di dalam Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah tidak ada satu pasal pun yang membahas mengenai prinsip pengguna jasa, meskipun ada kemungkinan Notaris dan PPAT akan berhadapan dengan pihak yang melakukan transaksi dengan sumber dana berasal dari tindak pidana pencucian uang. Namun jika ditinjau peran Notaris sebagai sebagai pejabat umum yang mendapat kepercayaan dari masyarakat untuk menuangkan kehendak atau keinginan mereka ke dalam bentuk akta autentik adalah suatu jabatan kepercayaan, dan PPAT selaku pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, oleh karena itu Notaris dan PPAT harus mempunyai harkat dan martabat yang tinggi karena harus menyimpan rahasia, menuangkan kehendak mereka dengan amanah, jujur, seksama, mandiri dan tidak berpihak sehingga dapat mencegah terjadinya sengketa perselisihan diantara para pihak.

Government Regulation No. 43 Year 2015 concerning the Reporting Party in the Prevention and Eradication Criminal Act of Money Laundering is the form of the Regulations of Law Constitution No. 8 Year 2010 on the Prevention and Eradication Criminal Act of Money Laundering, set in Article 3 that the Notary and Land Deed Official are both of the complainant if there is a transaction that considered as suspicious, because the Notary and Land Deed Official often widely use by the perpetrators to expedite their activities, by this provision the Notary and Land Deed Official who knows the activities have obligation to report the criminal act to Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Center INTRAC .According to the provision Article 4 in the Government Regulation, the Notary and Land Deed Official must be applying the lsquo Know Your Customer rsquo principle.Related to this issue, which the Notary and Land Deed Official as a profession that provide services, which one of it is to create a deed between the parties, lsquo Know Your Customer rsquo principle is highly applicable. However, legal facts show that in the Law of Position of Notary, Code of Conduct and in Government Regulation of Position of Land Deed Official none of single article that discussed the Customer Principle, although there are some possibilities that the Notary and Land Deed Official will be dealing with the parties to a transaction with funds derived from money laundering.However, Notary role as a public official who receive a trust from community to express their will and desire into authentic deeds is a position of trust, and Land Deed Official as public official to create land transfer and security deeds in accordance with the law made authentic deeds, therefore the Notary and Land Deed Official must have the very high dignity to keep the confidential matters, express their will and desire with trustworthy, honest, thorough, independent, impartial to prevent disputes between the parties."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T47122
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Rahayu
"Pentingnya kewajiban pelaporan ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian yuridis empiris berupa studi kepustakaan dan wawancara dengan narasumber. Penelitian bertujuan untuk menjawab permasalahan: Bagaimana pengenaaan sanksi administratif bagi bank yang tidak melaksanakan kewajiban pelaporan berdasarkan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang? Bilamana bank sebagai penyedia jasa keuangan yang tidak melaksanakan kewajiban pelaporan berdasarkan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dapat dikenakan sanksi pidana karena melakukan tindak pidana pencucian uang? dan Apakah kendala yang dihadapi PPATK untuk menarik bank sebagai penyedia jasa keuangan sebagai pihak yang terlibat dalam tindak pidana pencucian uang?
Dalam rezim anti pencucian uang di Indonesia, berdasarkan ketentuan Pasal 25 ayat (4) UU TPPU jo Pasal 30 ayat (1) UU TPPU, pengenaan sanksi administratif bagi bank yang tidak melaksanakan kewajiban pelaporan baik berdasarkan hasil pengawasan kepatuhan yang dilakukan oleh Bank Indonesia maupun oleh PPATK dilaksanakan oleh Bank Indonesia sebagai otoritas yang berwenang. Selanjutnya, jika terdapat indikasi tindakan pencucian uang, harusnya bank dapat pula dikenakan sanksi pidana oleh penegak hukum.
Namun dalam pelaksanaannya PPATK memiliki beberapa kendala untuk menarik bank sebagai pihak yang terlibat dalam tindak pidana Pencucian Uang. Kendala pertama adalah regulasi yang dibuat lebih mementingkan bank taat pada sistem dan prosedur sehingga pengenaan sanksi pidana akan menjadi pilihan terakhir serta masih kurang jelas dan tegasnya aturan pelaksanaan dalam pengenaan sanksi. Kendala kedua adalah belum adanya kesatuan pandangan organisasi yang menegakan hukum mengenai kapan bank terindikasi tindak pidana pencucian uang. Kendala ketiga adalah budaya masyarakat perbankan yang memiliki kepentingan bisnis sedapat mungkin tidak ingin terganggu karena pelaporan kepada PPATK.

The importance of reporting obligation is stated in Law Number 8 Year 2010 concerning the Prevention and Eradication of Money Laundering. The research was conducted by using empirical juridical research method with literature study and interview. The research aims to answer some questions: How does the imposition of administrative sanctions for banks that do not implement the reporting obligations based on The Law Number 8 year 2010 Concerning the Prevention and Eradication of the Crime of Money Laundering? what If a bank as a financial service provider that does not implement the reporting obligations based on the Law Number 8 year 2010 Concerning the Prevention and Eradication of the Crime of Money Laundering can be gotten penalties or may be imposed for a criminal offense of money laundering? and what’s the obstacle will faced by PPATK to attract banks as financial service providers as those involved in money laundering?
In the regime of anti-money laundering in Indonesia, under the provisions of Article 25 paragraph (4) in conjunction with Article 30 paragraph (1) based on The Law Number 8 year 2010 Concerning the Prevention and Eradication of the Crime of Money Laundering, imposition of administrative sanctions for banks which do not obey on duty reporting based on results of compliance monitoring conducted by Bank of Indonesia in spite of PPATK, in this case Bank of Indonesia as the competent authority. Furthermore, if there are any indications of money laundering, the bank should also be sanctioned by criminal law enforcement.
But in practice, PPATK has some obstacles to attract banks as parties to the crime of Money Laundering. Firstly, the regulation was created more consider important banks to obedient to the systems and procedures, so that the imposition of criminal sanctions would be the last option as well as still less clear and explicit of rules to implementation the sanctions. Secondly, the same view of organization in law enforcement about when the banks do not implement the reporting obligation it can be subjected to criminal sanctions. Thirdly, the bank users do not want the disruption of the bank for reporting to PPATK.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32513
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Hanafi
"Permasalahan dalam penelitian ini mencakup pengaturan kewajiban pelaporan advokat kepada PPATK terhadap klien dengan indikasi transaksi keuangan mencurigakan, kedudukan advokat dalam posisinya sebagai pelapor sekaligus menjaga kerahasiaan klien, serta bagaimana seharusnya pengaturan pelaporan advokat terhadap PPATK. Peneletian ini menggunakan metode yuridis-normatif dengan melihat norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan khususnya Undang-Undang Advokat, dan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Hasil penelitian tesis ini yaitu pengaturan kewajiban advokat kepada PPATK diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2010 juncto Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2021. Profesi advokat tidak ditegaskan dalam Undang-Undang TPPU, melainkan pada Peraturan Pemerintah. Sementara itu, kedudukan advokat dari segi etika harus mengesampingkan kode etik advokat dalam perkara TPPU. Dari segi peraturan perundang-undangan, kedudukan advokat dapat melakukan pelaporan terhadap kliennya dengan didasari keyakinan kuat bahwa aset milik kliennya diperoleh dengan cara ilegal. Seharusnya, dalam pengaturan kewajiban pelaporan advokat dalam perkara TPPU dicantumkan dalam aturan setingkat undang-undang serta juga ditegaskan pengecualian atau pengkhususan atas kode etik profesinya sehingga menjadi jelas batas-batasnya.

The problems in this study include the regulation of the obligation to report advocates to PPATK against clients with indications of suspicious financial transactions, the position of advocates in their position as reporters while maintaining client confidentiality, and how should the arrangement of reporting advocates to PPATK. This research uses the juridical-normative method by looking at the legal norms contained in the legislation, especially the Law on Advocates, and the Law on the Prevention and Eradication of the Crime of Money Laundering. The result of this thesis research is that the regulation of the obligation of advocates to PPATK is regulated in Law Number 18 of 2010 in conjunction with Government Regulation Number 61 of 2021. The profession of advocate is not defined in the Money Laundering Law, but in a Government Regulation. Meanwhile, the position of an advocate in terms of ethics must override the code of ethics for advocates in Money Laundering cases. In terms of laws and regulations, the position of an advocate can report to his client based on a strong belief that his client's assets were obtained illegally. Supposedly, in the regulation of the obligation to report advocates in money laundering offenses cases, it should be included in the rules at the level of the law and also emphasized the exceptions or specializations of the professional code of ethics so that the boundaries are clear."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shirlay Santosa
"Tindak pidana pencucian uang merupakan tindak pidana multi dimensi dan bersifat transnasional. Dimata dunia internasional, Indonesia dipandang masih rentan terhadap praktik pencucian uang dan pendanaan terorisme karena regulasi sistem keuangan yang terbatas, penegakan hukum yang tidak efektif dan meluasnya praktek korupsi. Dalam rangka menyikapi kelemahan-kelemahan bangsa Indonesia tersebut apalagi jika dipersandingkan dengan negara Amerika Serikat yang telah membentuk badan khusus di bidang analisa transaksi keuangan, yaitu FinCEN ( Financial Crimes Enforcement Network) sejak tahun 1990, maka berdasarkan Undang-undang No. 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dibentuklah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang tugas pokoknya adalah membantu penegak hukum dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana berat lainnya dengan cara menyediakan informasi intelijen yang dihasilkan dari analisis terhadap laporan-laporan yang disampaikan kepada PPATK. Dalam penelitian ini, penulis hendak memperbandingkan kedudukan, latar belakang pembentukan, tugas dan wewenang PPATK di Indonesia dengan FinCEN di Amerika Serikat. Penelitian ini adalah penelitian normatif dengan sifat deskripstif analisis. Hasil penelitian menyarankan untuk lebih mengefektifkan fungsi dan tugasnya, PPATK juga harus diberikan kewenangan untuk melakukan investigasi, karena hakikat dibentuknya lembaga ini adalah untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan sehingga kewenangan melakukan investigasi merupakan salah satu unsur yang sangat penting dan seharusnya melekat pada PPATK.

Crime on money laundering is multi dimension, international crime and transnationalistic. In the eye of international world, Indonesia is still susceptible to money laundering practice and terrorist funding, this is due to limitation of financial regulations, ineffective law enforcement and country wide corruption. In order to face the problem and weakness of the country, and comparing with the regulation and the situation in the United States of America who has establish a special organization in analyze of financial trnsactions since 1990, called FinCEN (Financial Crimes Enforcement Network), Indonesia has established a special organization based on authority given by Undang-undang No. 15 year 2002, named Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). The PPATK has main job to assist law enforcement in preventing and in removing the money laundering transactions as well as other big and heavy crimes by providing intelligent information which result from the analysis of reports sentto PPATK. In this research, the writer would like to compare positioning, background, job descriptions and authority of PPATK in Indonesia to her counterpart, FinCEN in United States of America. This research is normative research with descriptve analysis. Result of this research suggests to effectively develope function and duty of PPATK, for it will have to be given authority to do investigations as the real background to establish the organization is to prevent and tackle the crimes therefore authority to investigate as one of very important elements and it should be attached and it's a must."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
S469
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Sulistyowati
"Penelitian ini mengevaluasi konsistensi perencanaan dan penganggaran Program Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme di PPATK dikarenakan adanya kecenderungan inkonsistensi pada dokumen perencanaan dan penganggaran tersebut. Tujuan penelitian untuk memberikan rekomendasi bagi PPATK dalam penyusunan dokumen perencanaan dan penganggaran. Metode penelitian menggunakan metode kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan tingkat konsistensi perencanaan dan penganggaran PPATK tahun 2011 sebesar 31,06%, artinya tingkat konsistensi masih tergolong rendah. Pemahaman kurang memadai mengenai restrukturisasi program dan kegiatan menjadi masalah pokok inkonsistensi yang terjadi. Hasil penelitian menyarankan PPATK untuk meningkatkan kompetensi pegawai dalam bidang perencanaan dan penganggaran. Sinergisitas para pembuat kebijakan terkait perencanaan dan penganggaran menjadi faktor fundamental dalam mensukseskan pelaksanaan restrukturisasi program dan kegiatan.

This research evaluates the consistency between planning and budgeting on the Prevention and Eradication of The Crime of Money Laundering and Terrorism Financing Program in Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Centre (INTRAC) because there is a tendency of inconsistency between planning and budgeting documents. The research main objective is to give recommendation to INTRAC on how to improve their knowledges and skills on how to make a good planning and budgeting documents. This research is using qualitative descriptive method. The result showed that the level of consistency between planning and budgeting in 2011 is 31.06%, it means still relatively low. The lack of understanding the restructuring programs and activites concepts was believed to be the main concern about inconsistency.The policy makers combined effort and collaboration is the fundamental key to accomplish a successful implementation of restructuring programs and activities."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T38638
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Komang Wiska Ati Sukariyani
"PPATK dalam konstruksi UU TPPU ditempatkan sebagai focal point, yang memiliki fungsi utama dalam menyediakan dan memberikan informasi intelijen keuangan kepada aparat penegak hukum tentang dugaan tindak pidana pencucian uang atau dugaan tindak pidana asal. Informasi inteljien dimaksud merupakan hasil analisis PPATK yang diperoleh dari berbagai sumber termasuk Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM), Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT) yang diberikan Penyedia Jasa Keuangan (PJK) dan Laporan pembawaan uang tunai yang dilaporkan oleh Bea dan Cukai serta informasi dari Financial Inteljen Unit negara lain. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yang meliputi studi kepustakaan yaitu meneliti dokumen berupa literatur buku-buku, peraturan-peraturan dan pedoman-pedoman dan juga melakukan wawancara dengan narasumber. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan: Bagaimanakah proses hasil analisis PPATK terhadap laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan yang diterima oleh PPATK' Bagaimanakah peranan hasil analisis PPATK dalam rangka pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang' Apakah kendala yang dihadapi PPATK dalam membuat hasil analisis secara optimal' PPATK melakukan analisis dari laporan yang dikirimkan oleh Penyedia Jasa Keuangan dan informasi atas suatu transaksi keuangan mencurigakan dari berbagai sumber. Hasil analisis tersebut dituangkan dalam dokumen hasil analisis berupa Laporan Hasil Analisis. Atas hasil analisis transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang maka PPATK akan menyampaikan Laporan Hasil Analisis tersebut kepada aparat penegak hukum untuk ditindaklanjuti. Secara umum hasil analisis memiliki peranan dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Dalam pelaksanaannya, PPATK mengalami kendala baik secara internal ataupun eksternal dalam menghasilkan laporan hasil analisis yang optimal. Kerjasama dan koordinasi semua pihak sangat diperlukan dalam membangun rezim anti pencucian uang.

INTRAC has the position as focal point on money laundering's law. INTRAC has main responsibility to provide financial intelligence analysis to the law enforcement agencies about indication of criminal action in money laundering and its predicate crime. The intelligence information produced by INTRAC comes from various sources of information, including Suspicious Transaction Report, Cash Transaction Report that are provided by the provider of financial services and Cross-Border Cash carrying Information provided by Directorate General of Customs and Excise, and also information given by Financial Intelligence Unit from other countries. This research is utilizing a legal normative research method by literature research on books, regulations, manuals, and interviewing several sources. This research is aimed to answer these questions: How is the process of analysis in INTRAC for the received Suspicious Transaction Report' What is the role of INTRAC's analysis in order to prevent and eradicate money laundering cases' What is the obstacle to produce INTRAC's analysis optimally' INTRAC conducting analysis based on report provided by the provider of financial services and other relevant information from various sources. The analysis result summarized on one document called Report of Analysis Result. If analysis result indicated there is potential criminal action on money laundering, INTRAC has to submit the report to law enforcement agencies to set up legal action. In general, analysis result has an important role to prevent and eradicate criminal action in money laundering. But in order to produce an optimal analysis result, INTRAC facing internal and external constraints. Coordination and collaboration among related agencies in charge in money laundering cases are very important to develop good money laundering regimes."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27436
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nainggolan, Suwondo
"Bisnis Non Keuangan dan Profesioanl merupakan area
dimana para pelaku pencuci uang melakukan akitivitas
dalam pencucian uang.Bisnis non keuangan dan profesional
menjadi pilihan karena merupakan suatu hal yang lumrah
karena bisnis non keuangan dan profesional sangat hadir
dalam hampir seluruh kehidupan masyarakat dan tidak harus
pelaku kejahatan.Pemilihan Bisnis Non Keuangan dan
Profesional dalam membantu pencucian uang lebih kepada
kesempatan yang dipikirkan oleh para pelaku tersebut.Pada
kenyataanya pelaku pencucian uang dapat memilih hanya
sebagai konsumen atau pemilik bisnis non keuangan dan
profesional. Pencuci Uang selalu mencari teknik atau
metode yang paling aman untuk melakukan proses pencucian
uang.
Dari sejak jaman dulu bisnis non keuangan selalu
menjadi sarana pencucian uang bagi para pelaku
kejahatan.Perkembangan teknologi dan pengetahuan
mendorong perkembangan kejahatan termasuk didalamnya para
pencuci uag.Par
Sejak berlakunya UU TPPU di Indonesia kewajiban
pelaporan transaksi keuangan bagi Bisnis Non Keuangan
belum diterapkan.Pelaporan hanya terbatas pada institusi
keuangan sajaDi negara lain seperti Amerika Serikat. Di
Australia, Negara yang perangkat UU anti pencucian
Uangnya menjadi acuan bagi Indonesia dalam membuat UU
anti pencucian uang juga sudah diterapkan.
Penerapan Kewajiban Pelaporan Transaksi Keuangan
bagi Bisnis Non Keuangan dan Profesional harus diterapkan
untuk dapat membantu PPATK dalam memberikan informasi
untuk di analisa dalam memberikan laporan informasi bagi
pencegahan dan penanggulangan pencucian uang di Indonesia.
Kewajiban pelaporan ini harus disertai sanksi,
snaksi tidak hanya dikenakan kepada bisnis non keuangan
dan profesi tetapi juga kepada lembaga pengawas yang
tidak melakukan tugasnya. sanksi harus yang berarti
sehingga memaksa bisnis non keuangan dan proesional untuk
melaksanakan kewajiban tersebut.Sanksi tidak hanya
terbatas pada denda atau administratif saja tetapi dengan
hukuman badan.;"
[, ], 2006
T36833
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>