Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 149312 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Riskayanti
"Para pelaku usaha saat ini telah memasuki tren menggunakan kekuatan model bisnis berbasis aplikasi termasuk Indonesia. Fenomena ini hakikatnya telah melahirkan bisnis raksasa (online platform) dominan yang merupakan tantangan baru dalam praktik hukum persaingan usaha. Strategi bisnis dan perilaku mereka telah menimbulkan diskusi intens mengenai bagaimana efek negatifnya terhadap persaingan, baik apakah hal tersebut dipandang sebagai tindakan yang legal dan hingga batas apa perilaku perusahaan besar tersebut harus dikontrol secara khusus. Penelitian ini dilakukan secara normatif dengan menggunakan pendekatan konsep dan perbandingan. Penulis mengumpulkan bahan hukum dengan lebih banyak mengelaborasi jurnal hukum internasional termasuk media elektronik yang resmi. Adapun metode pengumpulan yang digunakan yakni melalui studi kepustakaan yang kemudian dianalisis secara preskripsi.
Berdasarkan analisis hukum terhadap metode penelitian tersebut, maka penulis memperoleh hasil yakni: (1) Beberapa online platform dominan di Indonesia dalam kegiatan usahanya (Gojek, Tokopedia, OVO, Traveloka dan Bukalapak) sangat berpotensi melakukan beragam praktik anti persaingan. Tindakan ini tidak terlepas dari pengaruh peta persaingan online platform yang unik yakni berbasis network effect dan big data untuk membangun skala yang kuat, dalam bentuknya yang merupakan multi sided market. (2) Urgensi pengawasan KPPU untuk memformulasikan mekanisme pengawasan bagi pelaku usaha digital yakni menjadi penting di mana otoritas perlu bersiap untuk merespon dan menstabilkan tatanan jenis pasar baru ini. Adapun tantangan yang kemudian dihadapi yakni terdiri dari kesiapan otoritas persaingan usaha, budaya masyarakat Indonesia, dan substansi aturan. Dengan demikian, dibutuhkan evaluasi lebih menyeluruh tentang bagaimana penegakan anti persaingan kedepan dapat diterapkan dalam menyelesaikan praktik anti persaingan pada pasar digital.

At present, businesses, including the ones in Indonesia, has embarked on the trend of utilizing the superiority of application-based business model. This phenomenon triggers the emergence of dominant online business platforms, which appears as a new challenge of practicing the Competition Law. These new online dominants’ behaviour and business strategies have provoked intense discussions regarding the negative effects it has on business rivalry; whether it shall be viewed as a form of legal action and if the ruling businesses’ behaviour should be specifically controlled. This research is conducted in a normative manner by using the concept and comparison approach. The author integrated broad law materials into it by elaborating on both international journals and prominent electronic news media reports. The collecting method used in the research is by conducting library studies, in which the results are to be later analysed by prescription.
Based by the law analysis of the research result, the author then found that: (1) Some dominant online platforms who are operating their businesses (Gojek, Tokopedia, OVO, Traveloka dan Bukalapak) has a rather high probability of carrying out varieties of anti-competition practices. The behaviour is based on the influence of unique online competitions based on network effects and big data to create a strong scale in a multi-sided market form. (2) The urgency of KPPU formulating a new supervision mechanism for digital businesses to respond and stabilize a new market body is fairly high. The challenges faced can later be categorized into three important portions; the preparedness of business competition authorities, the culture of Indonesians, and the substances of the regulations themselves. Thus, a more thorough evaluation regarding how the law of anti-competition can be enforced in the future to banish anti-competition practices in the digital market.
"
2020
T54764
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nigel Bramantya
"Berbagai pihak, seperti Sri Mulyani yang berkedudukan sebagai Menteri Keuangan Republik Indonesia, mengkhawatirkan bahwa peran Badan Usaha Milik Negara yang begitu besar dalam perekonomian Indonesia mampu menghambat investasi asing. Hal ini disebabkan karena hal tersebut menyebabkan lingkungan bisnis tidak kompetitif. Lingkungan bisnis yang tidak kompetitif menyebabkan investor asing untuk mengurungkan niatnya dalam melakukan investasi di Indonesia. Investasi asing sangat diperlukan di Indonesia karena Penanaman Modal Asing merupakan hal yang sangat penting karena hal tersebut dapat memberikan teknologi yang dapat menciptakan nilai ekonomi yang lebih bagi Indonesia. Akan tetapi, hal tersebut bukanlah masalah di Singapura. Hal ini disebabkan karena Singapura memiliki Holding Badan Usaha Milik Negara yang salah satunya bernama Temasek yang begitu sukses. Hal ini disebabkan karena Temasek telah berhasil berhasil melakukan ekspansi bisnis yang luar biasa ke berbagai belahan dunia. Selain itu, Temasek juga memiliki aset yang sangat besar yang menyebabkan perusahaan tersebut menjadi perusahaan investasi yang tergolong pada Sovereign Wealth Fund. Oleh karenanya, akan lebih baik jika Pemerintah Indonesia mempelajari bagaimana Hukum Persaingan Usaha Singapura mengatur tentang monopoli Badan Usaha Milik Negara. Selain itu, Pemerintah Indonesia juga harus mengetahui apakah pembentukan Holding Badan Usaha Milik Negara memiliki dampak tertentu terhadap persaingan usaha di Indonesia.

Some people, like Mrs. Sri Mulyani who is the Minister of Finance of the Republic of Indonesia, worries that the big role of Government-Linked Companies in Indonesian economics can halt Foreign Investment because it will lessen competition in Indonesia’s business environment. Uncompetitive business environment can deter Foreign Investor to invest in Indonesia. Foreign Investment is absolutely needed in Indonesia because it is very important to give Indonesia technology that is capable to increase the surplus in the economics of Indonesia. However, this problem does not happen in Singapore. Singapore has a State Holding Companies which one of them is known as Temasek that is extremely successful. It is because Temasek can expand its business to other parts of the world. Besides, it has very large asset that make it becomes an investment company. Therefore, it will be better if the Government of Indonesia learns about how the Competition Law of Singapore regulates the monopoly rights of Government-Linked Companies. Furthermore, the Government of Indonesia must learn about whether the establishment of State Holding Company affects competition in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Destin Benyamin
"ABSTRAK
Tulisan ini membahas mengenai kebijakan Sinergi BUMN ditinjau dari persepektif hukum persaingan usaha di Indonesia. Dalam mekanisme pengadaan barang dan jasa BUMN berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-05/MBU/2008 tentang Pedoman Umum Pengadaan Barang dan Jasa BUMN, disinyalir memiliki potensi penyalahgunaan dan pelanggaran ketentuan UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Beberapa bentuk pelanggaran yang mungkin terjadi adalah adanya tying product, konglomeriasi, integrasi vertikal dan praktek diskriminasi. Namun diperlukan analisa lebih lanjut untuk melihat apakah Sinergi BUMN benar melanggar ketentuan UU Nomor 5 Tahun 1999. Penerapan kebijakan Persaingan Usaha kepada BUMN selain ditinjau dari ketentuan di Indonesia, dilakukan pula perbandingan terhadap Amerika Serikat dan China mengenai penerapan hukum persaingan (antitrust law) pada BUMN-nya, dan pada prakteknya dalam beberapa kasus BUMN dikecualikan dari hukum persaingan selama kegiatan BUMN tersebut dilaksanakan berdasarkan perintah undang-undang. Adapun ketentuan Permen BUMN yang mengatur Sinergi BUMN merupakan pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 (a) UU Nomor 5 Tahun 1999. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah Yuridis Normatif meliputi UU Nomor 5 Tahun 1999, Permen BUMN Nomor PER-05/MBU/2008 serta peraturan-peraturan lainnya yang berkaitan dengan kebijakan Sinergi BUMN.

ABSTRACT
This thesis discusses the policy of State-owned Company's (SOEs) Synergy in terms of antitrust law perspectives in Indonesia. In the mechanism of procurement of goods and services of SOEs based on the provisions of Regulation of the Minister of SOE Number PER-05/MBU/2008 concerning General Guidelines for Procurement of Goods and Services of SOE, allegedly has potential abuse and violation of the provisions of Law Number 5 Year 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition . Some possible violations are tying products, conglomeration, vertical integration and discriminatory practices. However, further analysis is needed to determine whether SOE Synergy is true in violating the provisions of Law Number 5 Year 1999. The implementation of Business Competition policy for SOEs other than in Indonesia, comparisons are made to the United States and China regarding the application of antitrust law to its SOEs, and in practice in some cases SOEs are exempt from competition law as long as the SOEs activities are carried out under the law. The provisions of the SOEs Regulation governing the SOEs Synergy constitute the exceptions as referred to in Article 50 (a) of Law Number 5 Year 1999. The methods used in the research are Juridical Normative covering Law Number 5 Year 1999, BUMN Regulation Number PER-05/MBU 2008 and other regulations related to the SOE Synergy policy."
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Akbar Bari
"Penggunaan internet sebagai media perdagangan terus meningkat dari tahun ke tahun, hal ini disebabkan karena berbagai manfaat yang didapat oleh perusahaan maupun konsumen dengan melakukan transaksi melalui internet atau yang lebih dikenal dengan E-commerce. Di Indonesia telah mulai penggunaannya oleh beberapa perusahaan, berkembangnya teknologi menciptakan suatu bisnis baru yaitu suatu mall online online marketplace yang digunakan oleh pelaku usaha untuk sarana proses jual beli secara online, jual beli online tidak akan dapat berjalan tanpa adanya pengiriman barang karena jual beli online tersebut umumnya dilakukan antar pulau yang memiliki jarak yang cukup jauh. faktanya terdapat terdapat salah satu e-commerce yang memberikan harga yang tidak masuk akal yaitu potongan yang sangat tinggi untuk subsidi pengiriman barang dimana potongan tersebut dibawah rata-rata harga yang diberikan oleh e-commerce lainnya. Sedangkan pengaturan dibidang e-commerce atau bisnis berbasis internet masih sangat sedikit dan hampir tidak ada perlindungan hukum tertulis bagi pelaku usaha online marketplace lainnya akibat adanya indikasi Jual Rugi yang dilakukan oleh pelaku usaha tersebut. Maka dari hal tersebut dirasa perlu melakukan penelitian terkait Pengaturan atau Kebijakan KPPU terhadap para pelaku usaha dalam melakukan Pengawasan di sektor e-commerce dan Perlindungan Hukum bagi para Pelaku Usaha e-commerce lainnya yang dirugikan akibat kegiatan Predatory Pricing. Penelitian ini menggunakan Pendekatan Perundangundangan, Pendekatan Konseptual, Pendekatan Kasus. Penentuan ada tidaknya jual rugi di Indonesia Tugas dan wewenang KPPU diatur dalam pasal pasal 35 dan pasal 36 UU No. 5 Tahun 1999. KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada undang-undang yang menyangkut praktek-praktek kegiatan yang dilarang, perjanjian yang di larang dan posisi dominan Berdasarkan rumusan Pasal 20 UU No. 5 Tahun 1999, dapat diketahui bahwa tidak semua kegiatan jual rugi atau sangat murah tidaklah otomatis merupakan perbuatan yang melanggar hukum. Dalam hal terjadi indikasi adanya tindakan predator, maka haruslah diperiksa apakah terdapat alasan-alasan yang dapat diterima dan yang membenarkan tindakan tersebut, dan apakah memang tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

The use of the internet as a medium of trade continues to increase from year to year, this is due to various benefits obtained by companies and consumers by conducting transactions via the internet or better known as E-commerce. In Indonesia, it has begun to be used by several companies, the development of technology creates a new business that is an online mall online marketplace that is used by businesses to process buying and selling online, buying and selling online will not be able to run without sending goods because of buying and selling online it is generally carried out between islands which have a considerable distance. the fact is that there is one e-commerce that provides an unreasonable price which is a very high discount for shipping subsidies where the discount is below the average price provided by other e-commerce. While regulations in the field of e-commerce or internet-based business are still very few and there is almost no written legal protection for other online marketplace businesses as a result of indications of Loss and Loss conducted by these business actors. Therefore, it is deemed necessary to conduct research related to the Regulation or Policy of KPPU on business actors in conducting Supervision in the e-commerce sector and Legal Protection for other e-commerce Business Actors who are disadvantaged due to Predatory Pricing activities. This study uses the Legislation Approach, Conceptual Approach, Case Approach. Determination of whether there is a sale or loss in Indonesia The duties and authority of KPPU are regulated in article 35 and article 36 of Law no. 5 of 1999. KPPU carries out its duties to supervise three things in the law concerning the practices of prohibited activities, prohibited agreements and dominant positions. Based on the formulation of Article 20 of Law No. 5 of 1999, it can be seen that not all resale or very cheap activities are not automatically unlawful acts. In the event of an indication of a predatory action, it must be checked whether there are acceptable reasons and justifications for the action, and whether the action can indeed lead to monopolistic practices and unfair business competition.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54454
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erica Winlie
"Dalam hukum persaingan usaha dikenal dua pendekatan, yaitu per se dan rule of reason. Umumnya, pasal-pasal di UU Monopoli menggunakan salah satu dari pendekatan tersebut, namun ternyata terdapat pasal yang dapat diperiksa dengan keduanya, salah satunya adalah Pasal 15 ayat (2) tentang tying agreement. Kaidah ini dapat ditemukan dalam Peraturan KPPU No 5 Tahun 2011 tentang Pedoman Pasal 15, namun belum secara menyeluruh diaplikasikan. Jauh sebelum Indonesia, negara Amerika Serikat sebagai negara pelopor hukum persaingan usaha ternyata telah menerapkan dua pendekatan tersebut pada tying agreement lebih dulu, dan tampaknya lebih konsisten dalam membedakan antar kedua pendekatan tersebut. Tulisan ini menganalisis: (1) pengaturan tying agreement di Indonesia dan Amerika Serikat; dan (2) penerapan pendekatan per se dan rule of reason pada perkara tying agreement di Indonesia dan Amerika Serikat. Untuk menganalisis fenomena tersebut, tulisan ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan studi perbandingan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan tying agreement di kedua negara tersebut dilandasi oleh model pengaturan dan instrumen pengubah yang berbeda, yaitu Indonesia pada UU Monopoli diikuti dengan perkembangan pada Peraturan KPPU tentang Pedoman Pasal 15, dan Amerika Serikat pada Sherman Act dan Clayton Act diikuti dengan perkembangan melalui presedens. Dalam penerapannya, hakim Amerika Serikat lebih konsisten memisahkan antara kedua pendekatan dibandingkan Majelis Komisi yang tidak secara menyeluruh menerapkan Peraturan KPPU tentang Pedoman Pasal 15. Maka, penting bagi Majelis Komisi untuk menerapkan pedoman tersebut secara menyeluruh, juga bagi KPPU untuk membentuk pedoman baru yang lebih tegas atau setidak-tidaknya mensosialisasikan pedoman yang sudah ada kepada masyarakat.

In antitrust law, there are two approaches, namely per se and rule of reason. Generally, articles in the Monopoly Law use one of these approaches, but there are articles that can be examined with both, one of which is Article 15 paragraph (2) on tying agreements. This provision can be found in KPPU Regulation No. 5/2011 on Article 15 Guidelines, but it has not been thoroughly applied. Long before Indonesia, USA as a pioneer of antitrust law has applied the two approaches to tying agreements and has been more consistent in distinguishing between them. This paper analyzes: (1) the regulation of tying agreements in Indonesia and USA; and (2) the application of per se and rule of reason approaches in tying agreement cases in Indonesia and USA. To analyze the phenomenon, this paper uses normative juridical research method with comparative study. The results show that the regulation of tying agreements in both countries is based on different regulatory models and changing instruments, Indonesia in Monopoly Law followed by developments in KPPU Regulation on Article 15 Guidelines, and USA in Sherman Act and Clayton Act followed by developments through precedence. In its application, USA judges are more consistent in separating between the two approaches than the Majelis Komisi which does not thoroughly apply the KPPU Regulation on Article 15 Guidelines. Therefore, it is important for Majelis Komisi to apply the guidelines thoroughly, for KPPU to establish new guidelines that are stricter or at least socialize the existing guidelines to the society."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kayla Athaya
"Dengan keberadaan perusahaan digital dominan seperti Meta Platforms, berbagai pelanggaran dalam lingkup persaingan usaha dapat terjadi, sebagaimana terlihat dalam kasus Meta Platforms di Jerman dan Amerika Serikat. Dalam konteks ini, penelitian ini menganalisis bagaimana potensi penyalahgunaan posisi dominan Meta Platforms di Indonesia dan apakah hukum persaingan usaha di Indonesia telah cukup dalam menangani kasus perusahaan digital tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi penyalahgunaan posisi dominan tersebut dalam lanskap persaingan usaha di Indonesia berdasarkan kasus di Jerman dan Amerika Serikat serta mengevaluasi efektivitas kerangka peraturan Indonesia yang mengatur dinamika ini. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan mengkaji berbagai teori, konsep, asas hukum, serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pembahasan penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya potensi penyalahgunaan berupa penetapan syarat perdagangan, pembatasan pasar dan pengembangan teknologi, serta barriers to entry sebagaimana diatur dalam Pasal 25 Undang-Undang Persaingan Usaha. Meskipun demikian, regulasi di Indonesia belum sepenuhnya efektif dalam mengatasi permasalahan persaingan usaha di ranah pasar digital, khususnya terkait dengan Meta Platforms. Oleh karena itu, perbaikan dan pembaruan peraturan menjadi penting untuk merespons dinamika pasar digital yang terus berkembang dan memastikan perlindungan yang memadai terhadap persaingan yang sehat.

With the presence of dominant digital companies like Meta Platforms, various violations within the scope of business competition can occur, as evident in the cases of Meta Platforms in Germany and the United States. In this context, this research analyzes the potential abuse of Meta Platforms’ dominant position in Indonesia and evaluates whether competition law in Indonesia has been sufficient in handling cases involving such digital companies. This research aims to analyze the potential abuse of dominance in the landscape of business competition in Indonesia, drawing insights from cases in Germany and the United States, while also evaluating the effectiveness of Indonesia’s regulatory framework governing this dynamic. The research methodology employed is normative juridical legal analysis, examining various theories, concepts, legal principles, and regulations related to the research topic. The findings indicate the potential for abuse, including setting trade conditions, market and technology development restrictions, as well as barriers to entry, as stipulated in Article 25 of the Antitrust Law. However, the existing regulations in Indonesia are not entirely effective in addressing competition issues in the digital market, particularly concerning Meta Platforms. Therefore, improvements and amendments to the regulations are crucial to respond the evolving dynamics of the digital market and ensure adequate protection for fair business competition."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vicky Natasha
"Tesis ini membahas mengenai tindakan diskriminasi oleh distributor utama dalam rantai pendistribusian kendaraan bermotor, khususnya dalam kasus ini adalah motor merek Yamaha di Sulawesi Selatan. Bahwa dalam rantai pendistribusian, distributor utama memiliki hubungan vertikal dengan para sub distributornya dimana distributor utama yang memiliki perjanjian distributor dengan prinsipal memiliki hak untuk membuat perjanjian distribusi dengan pihak lain dimana perjanjian distribusi tersebut mencantumkan bahwa dalam pendistribusian harus mengikuti pelatihan dan program dari distributor utama. Hubungan vertikal tersebut apabila tidak diawasi dapat menimbulkan terjadinya perjanjian vertikal yang dilarang berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999. Posisi distributor utama tersebut juga memberikan penguasaan pasar dan posisi dominan untuk mengatur mendistribusian barang dan/atau jasa yang didistribusikan. Dalam kasus pendistribusian motor Yamaha di Sulawesi Selatan sebagaimana diuraikan dalam Keputusan KPPU Nomor 04/KPPU-L/2006, Suraco selaku main dealer menerbitkan instruksi kepada sub dealer yang melarang sub dealer untuk menjual motor Yamaha kepada mixed channel dan mixed channel diharuskan untuk membuka faktur untuk membeli motor Yamaha dari sub dealer dimana hal tersebut tidak diberlakukan untuk channel murni. Penelitian dalam tesis ini adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan kualitatif dalam analisis data. Hasil penelitian ini menyarankan adanya amandemen terhadap perjanjian distribusi antara Suraco dengan YIMM dan evaluasi peraturan perundang-undangan di bidang persaingan usaha terutama mengenai diskriminasi yang tercantum dalam Pasal 19 huruf (d) demi menjamin tidak terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dalam suatu rantai distribusi barang dan/atau jasa.

This thesis discusses the act of discrimination by main distributor in a chain of distribution of motor vehicles, particularly in this case, is Yamaha motorcycle in South Sulawesi. That in the chain of distribution, main distributor has a vertical relationship with the sub-distributors whereas the main distributor has an agreement with the principal has the right to enter into an agreement with another party whereas the distribution agreement provides that the distribution shall be in accordance with the training and other programs from the main distributor. If the above vertical relation is not supervised, it can lead to a vertical agreement which is prohibited under Law Number 5 of 1999. The main distributor have the position which can control the market share and dominant position to control the distribution of goods and/or services distributed. In the case of the distribution of Yamaha motorcycles in South Sulawesi as described in the KPPU decision number 04/ KPPU-L/2006, Suraco as the main dealer has issued an instruction to the sub-dealer which prohibited the sub dealer to sell the motorcycles to mixed channel and the mixed channel are required to open an invoice to purchase the Yamaha motorcycles from the sub dealer whereas this does not apply to the pure channel. The research in this thesis is a normative legal research using a qualitative approaches in the data analysis. This thesis suggested that the distribution agreement between Suraco and YIMM to be amended and evaluation to the provisions stipulated under Article 19 (d) to ensure the non-occurrence of monopoly and unfair business competition in a chain of distribution of goods and/or services."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42623
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kinasih Gadisa Nandipinta
"Tulisan ini menganalisis bagaimana kewenenangan lembaga pengawas persaingan usaha di Uni Eropa meninjau dugaan penyalagunaan posisi dominan oleh pelaku usaha yang melaksanakan non reportable transactions berdasarkan hukum persaingan usaha di Uni Eropa dan perbandingannya dengan hukum persaingan usaha Indonesia. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penulisan yuridis normatif. Transaksi merger antara badan usaha yang memenuhi threshold harus dinotifikasikan kepada lembaga pengawas persaingan usaha. Sementara itu, transaksi yang tidak memenuhi threshold (non-reportable transactions) bebas dari kewajiban notifikasi. Terdapat 2 (dua) jenis sistem notifikasi, yaitu ex-ante dimana notifikasi dilaksanakan sebelum transaksi berlaku efektif, dan ex-post dimana notifikasi dilaksanakan setelah transaksi berlaku efektif secara yuridis. Pada 2023, European Union Court of Justice (ECJ) mengeluarkan preliminary ruling dalam Putusan ECJ Case C-449/21. Pada putusan tersebut terdapat indikasi penyalahgunaan posisi dominan di pasar penyiaran televisi Prancis ketika suatu badan usaha bernama TDF melakukan non-reportable transaction berupa merger dengan kompetitornya yaitu Itas. Kompetitor TDF, yaitu Towercast, mengajukan gugatan menyatakan transaksi tersebut adalah penyalahgunaan posisi dominan dan seharusnya ditinjau kembali. Putusan ECJ menyatakan bahwa non-reportable transactions dapat ditinjau kembali oleh lembaga pengawas persaingan usaha secara ex-post. Putusan tersebut memberi kesadaran bahwa ada kekosongan hukum di hukum persaingan usaha mengenai potensi penyalahgunaan posisi dominan pada non-reportable transactions.

This paper analyzes the authority of business competition authorities in the European Union (EU) reviews allegations of abuse of dominant position by business actors through non-reportable transactions and its comparison with competition law in Indonesia. This paper was written using the normative juridical method. Mergers that meet thresholds must be notified to the business competition authorities. Transactions that do not meet the thresholds and are thus free from notification obligations are referred to as non-reportable transactions. There are two types of notification systems, namely ex-ante, where notification is carried out prior to a transaction becoming legally effective, and ex-post where the notification is carried out after the transaction becomes effective. In 2023, the EU Court of Justice (ECJ) issued a preliminary ruling in the decision of ECJ Case C-449/21. A company named TDF conducted a non-reportable transaction as it merged with its competitor in the television broadcasting market, named Itas. Its other competitor, Towercast, reported the transaction as an abuse of dominant position and therefore must be re-assessed. The results of the preliminary ruling states that non-reportable transactions can be reviewed ex-post by business competition authorities. The ruling raises awareness that an abuse of a dominant position can potentially be conducted through non-reportable transactions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kinasih Gadisa Nandipinta
"Tulisan ini menganalisis bagaimana kewenenangan lembaga pengawas persaingan usaha di Uni Eropa meninjau dugaan penyalagunaan posisi dominan oleh pelaku usaha yang melaksanakan non reportable transactions berdasarkan hukum persaingan usaha di Uni Eropa dan perbandingannya dengan hukum persaingan usaha Indonesia. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penulisan yuridis normatif. Transaksi merger antara badan usaha yang memenuhi threshold harus dinotifikasikan kepada lembaga pengawas persaingan usaha. Sementara itu, transaksi yang tidak memenuhi threshold (non-reportable transactions) bebas dari kewajiban notifikasi. Terdapat 2 (dua) jenis sistem notifikasi, yaitu ex-ante dimana notifikasi dilaksanakan sebelum transaksi berlaku efektif, dan ex-post dimana notifikasi dilaksanakan setelah transaksi berlaku efektif secara yuridis. Pada 2023, European Union Court of Justice (ECJ) mengeluarkan preliminary ruling dalam Putusan ECJ Case C-449/21. Pada putusan tersebut terdapat indikasi penyalahgunaan posisi dominan di pasar penyiaran televisi Prancis ketika suatu badan usaha bernama TDF melakukan non-reportable transaction berupa merger dengan kompetitornya yaitu Itas. Kompetitor TDF, yaitu Towercast, mengajukan gugatan menyatakan transaksi tersebut adalah penyalahgunaan posisi dominan dan seharusnya ditinjau kembali. Putusan ECJ menyatakan bahwa non-reportable transactions dapat ditinjau kembali oleh lembaga pengawas persaingan usaha secara ex-post. Putusan tersebut memberi kesadaran bahwa ada kekosongan hukum di hukum persaingan usaha mengenai potensi penyalahgunaan posisi dominan pada non-reportable transactions.

This paper analyzes the authority of business competition authorities in the European Union (EU) reviews allegations of abuse of dominant position by business actors through non-reportable transactions and its comparison with competition law in Indonesia. This paper was written using the normative juridical method. Mergers that meet thresholds must be notified to the business competition authorities. Transactions that do not meet the thresholds and are thus free from notification obligations are referred to as non-reportable transactions. There are two types of notification systems, namely ex-ante, where notification is carried out prior to a transaction becoming legally effective, and ex-post where the notification is carried out after the transaction becomes effective. In 2023, the EU Court of Justice (ECJ) issued a preliminary ruling in the decision of ECJ Case C-449/21. A company named TDF conducted a non-reportable transaction as it merged with its competitor in the television broadcasting market, named Itas. Its other competitor, Towercast, reported the transaction as an abuse of dominant position and therefore must be re-assessed. The results of the preliminary ruling states that non-reportable transactions can be reviewed ex-post by business competition authorities. The ruling raises awareness that an abuse of a dominant position can potentially be conducted through non-reportable transactions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rasyiqah Syahmina
"Pada Maret 2020, terjadi kasus praktik anti persaingan Apple di Perancis. Salah satu dari tindakannya adalah penyalahgunaan posisi dominan. Skripsi ini membahas terkait penerapan hukum persaingan usaha di Indonesia terhadap kasus penyalahgunaan posisi dominan Apple di Perancis dengan melihat kepada penerapan serta antisipasi hukum persaingan usaha di Indonesia terhadap kasus di Perancis. Penelitian menggunakan metode studi pustaka yang bersifat yuridis normatif. Berdasarkan hasil penerapan Pasal 25 UU No.5 Tahun 1999 terhadap kasus penyalahgunaan posisi dominan di Perancis, dapat diketahui bahwa tindakan Apple belum dapat memenuhi unsur dalam Pasal 25 UU No.5 Tahun 1999, hal ini karena dalam kasus ini Apple dijatuhkan dengan ketentuan penyalahgunaan posisi dominan terhadap pasar internal yakni penyalahgunaan ketergantungan ekonomi. Sedangkan pengaturan di Indonesia berbeda dengan di perancis yang harus memenuhi ketentuan penguasaan pangsa pasar berdasarkan pasar bersangkutan. Mengenai antisipasi hukum persaingan usaha Indonesia apabila terjadi kasus serupa Apple di Perancis, maka mengacu kepada UU No.5 Tahun 1999, tindakan Apple termasuk kedalam dugaan Pasal 9 tentang Pembagian wilayah, Pasal 8 tentang Pelanggaran Penetapan Minimum Harga Jual Kembali dan karena hukum persaingan usaha di Indonesia belum memiliki pengaturan khusus penyalahgunaan posisi dominan dalam pasar internal seperti di Perancis, maka dapat dikenakan dugaan Pasal 19 D tentang Praktek Diskriminasi.

In March 2020, there was a case of Apple's anti-competitive practices in France. One of the actions taken by Apple is the abuse of dominant position. This paper discusses the application of competition law in Indonesia against cases of abuse of Apple's dominant position in France by looking at two issues, namely the law enforcement and the anticipation of Indonesian competition law to the case in France. This study used normative literature study method. Based on the research it can be seen that Apple's actions have not been able to fulfill the elements in Article 25 of Law No. 5 of 1999, is because Apple was penalized with the provision of abuse of dominant position in the internal market, namely the abuse of economic dependence. Meanwhile, the regulation in Indonesia is different, which must comply of controlling market share based on the relevant market. Regarding the anticipation of Indonesian competition law in the event of similar case to Apple's in France, referring to Law No. 5 of 1999, Apple's actions can be included to Article 9 concerning Regional Division, Article 8 concerning Violation of the Minimum Resale Price and as an allegation of Article 19 D concerning Discriminatory Practices."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>