Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 146976 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Evi Hardianti
"Penelitian ini menganalisis kelimpahan dan jenis mikroplastik pada ikan teri Stolephorus indicus dan air di Teluk Lada, Tanjung Lesung, Kabupaten Pandeglang, Banten. Pengambilan sampel ikan dan air dilakuakan pada 3 stasiun dengan jarak 1-3 km pada masing-masing stasiun. Sampel (n = 12). Sampel ikan teri diekstraksi dengan 1M NaOH dan 5% Lauryl Sulphate (SDS). Sementara itu, sampel air diisolasi dengan mencampurkan air dengan larutan NaCl jenuh. Hasil penelitian menunjukkan kelimpahan mikroplastik pada stasiun 1 sebanyak 228,33 ± 48,04 partikel ind-1 pada ikan teri, 153,44 ±11,55 partikel l-1 pada air. Stasiun 2 sebanyak 283,33 ± 22,54 partikel ind-1 pada ikan teri, 170,55 ± 10,03 partikel l-1 pada air. Pada stasiun 3 sebanyak 226, 67 ± 10,40 partikel ind-1 pada ikan teri, 144 ± 3,92 partikel l-1 pada air. Selain itu, 216,30 ± 30,13 ind-1 mikroplastik ditemukan pada ikan teri yang diambil dari pasar tradisional sebagai kontrol. Hasil penelitian menemukan jenis mikroplastik fiber, film, fragment dan granula. Jenis mikroplastik yang ditemukan pada ikan teri adalah fiber (77,41%), film (16,64%), fragmen (5,6%) dan granula (0,35%). Sedangkan sampel air mengandung fiber (81,03%), film (11,92%), fragmen (7,0%) dan granula (0,05%). Fiber adalah jenis mikroplastik yang mendominasi pada setiap sampel. Jumlah Mikroplastik yang terdapat pada air memiliki korelasi positif hubungan sangat kuat terhadap jumlah mikroplastik yang ditemukan pada ikan teri Stolephorus indicus.

This research is aims to investigate the abundance and types of microplastics contained in anchovies stolephorus indicus and water from Teluk Lada (Lada Bay), Tanjung Lesung, Pandeglang, Banten. Fish and water sampling was carried out at 3 stations with a distance of 1-3 km at each station. Sampled (n = 12). Anchovies sample were extracted by 1M NaOH and 5% Lauryl Sulphate (SDS). Meanwhile, water samples were treated by mixed it into NaCl concentrate solution. The results show that abundance of microplastic at Station 1 of 228,33 ± 48.04 ind-1 in anchovies and 153,44 ± 11,55 l-1 in water. Station 2 were 283,33 ± 22,54 ind-1 in anchovies and 170,55 ± 10,03 l-1 in water. At station 3 there were 226,67 ± 10,40 ind-1 and 144 ± 3,92 particles l-1 microplastic particles were found in the anchovies and water, respectively. In addition, 216.30 ± 30.13 ind-1 microplastics were found in anchovies taken from traditional market as a control. The results of this study found that microplastic types of fiber, films, fragments and granules. The types of microplastics found in anchovies were fibers (77,41%), films (16,64%), fragments (5,6%) and a little amount of granules (0,35%) Meanwhile the water samples is contained with fibers (81,03%), films (11,92%), fragments (7,0%) and a little amount of granules (0,05%). Our study found that fibers are the dominant pollutant in all samples and the amount of microplastics contained in water is strongly related to the amount of microplastics found in anchovies."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hilma Ruwaida Ukhrowi
"Mikroplastik dalam ekosistem laut telah menjadi perhatian global yang berkembang sekama beberapa decade terakhir. Penelitian ini menganalisis kelimpahan dan jenis mikroplastik pada kerang darah Anadara granosa, air dan sedimen dari Teluk Lada, Pandeglang, Banten. Pengambilan sampel kerang darah, air dan sedimen diperoleh dari 3 stasiun yang berbeda. Saluran pencernaan dan organ pernapasan dari kerang darah dihancurkan dengan HNO3 65%, sampel air dan sedimen dimasukkan dalam larutan NaCl jenuh. Hasil penelitian menunjukkan kelimpahan mikroplastik 248,5 ± 3,81 partikel/l dalam air; 169.200 ± 5.184 partikel/Kg dalam sedimen dan 618,8 ± 121,4 partikel/individu dalam kerang. Selain itu, kerang darah dari pasar tradisional sebagai control ditemukan mikroplastik sebanyak 566,7 ± 133,1 partikel/individu. Fiber merupakan jenis mikroplastik yang paling banyak ditemukan pada sampel kerang (59%), air (61%) dan sedimen (58%). Sungai sekitar mengindikasikan sebagai sumber mikroplastik yang bermuara kea rah laut. Stasiun 3 yang berjarak ± 60 m dari sungai memiliki konsentrasi mikroplastik yang lebih tinggi dibandingkan stasiun 1 dan 2 dengan rata-rata 86,17 ± 2,36 partikel/l; 62666,67 ± 1803,7 partikel/Kg dan 720 ± 131,1 partikel/individu.
Microplastic in the marine ecosystem has become a growing global concern over the past decade. This research analyzed the abundance and type of microplastic in blood cockle Anadara granosa, water, and sediment from Lada bay, Pandeglang, Banten. A sampling of the blood cockle, water and sediment were collected from 3 different stations. Digestive tracts and respiratory organs from blood cockle were destructed with HNO3 65%, water and sediment samples are mixed into concentrated NaCl solution. The results showed a microplastic abundance of 248.5 ± 3.81 particle/l in water, 169.200 ± 5.184 particle/Kg in sediment and 618.8 ± 121.4 particles/individuals in cockle. Also besides, blood cockle from traditional markets as control was found 566.7 ± 133.1 particle/individuals microplastic. Fiber is the type of microplastic that was most commonly found in samples of cockles (59%), waters (61%) and sediments (58%). The river was indicated as a microplastic source to the sea. The station 3 in ± 60 m near the river mouth has a higher microplastic concentration with an average of 86,17 ± 2.36 particle/l, 62666.67 ± 1803.7 particle/Kg and 720 ± 131.1 particle/individual, compared to station 1 and 2 which is further away from the river."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Batubara, Geothani Harapan Putera
"Pencemaran mikroplastik di seluruh bagian lautan telah menjadi masalah global. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jumlah dan bentuk mikroplastik yang terdapat pada ikan teri (Stolephorus indicus) dan ikan gulamo (Johnius belangerii) di perairan Muara Sungai Musi, Sumatera Selatan, Indonesia. Penelitian ini terdiri dari empat stasiun: 12 sampel ikan teri dan ikan gulamo diambil dari setiap stasiun melalui hasil tengkapan nelayan dengan menggunakan jaring. Untuk degradasi bahan organik dan deteksi partikel mikrolastik, baik yang berada di ikan teri dan ikan gulamo (pada bagian insang dan pencernaan) dilakukan dengan menggunakan hidrogen peroksida, kemudian dilakukan penambahan NaCl untuk memisahkan bahan organik dari mikroplastik sehingga dapat dilihat lebih jelas. Hasil penelitian menunjukkan adanya 3 jenis partikel mikrolastik yang ditemukan pada ikan teri dan ikan gulamo; fiber, merupakan jenis yang paling banyak ditemukan (91.54% pada ikan teri; 97.87% pada ikan gulamo), kemudian film (5.03% pada ikan teri dan 1,6% pada ikan gulamo), dan fragmen (3,43% pada ikan teri dan 0,53% pada ikan gulamo). Kelimpahan mikroplastik terbesar pada ikan teri ditemukan di stasiun 4 dengan 141±6,42 partikel/ind dan 828 partikel/g. stasiun 4 juga menjadi tempat dimana ditemukan kelimpahan mikroplastik terbesar pada ikan gulamo dengan jumlah 422±6.03 partikel/ind dan 111 mikroplastik/g. Analisis statistk deskriptif dilakukan dengan menggunakan uji Spearmanndan uji Kruskal – Wallis. Hasil Uji Spearman menunjukkan tidak adanya hubungan antara kelimpahan mikroplastik pada ikan teri dengan massa tubuh, sedangkan pada gulamo ditemukan adanya hubungan kelimpahan mikroplastik terhadap berat badan dengan sifat berbanding lurus. Hasil Uji Kruskall-Wallis menunjukkan tidak adanya perbedaan jumlah partikel mikroplastik yang signifikan pada ikan teri, sedangkan gulamo memiliki perbedaan yang signifikan pada jumlah partikel mikroplastik.

Microplastic pollution in all parts of the ocean has become a global problem; therefore, we aimed to determine the amount and form of microplastics found in anchovies (Stolephorus indicus) and Gulamo (Johnius belangerii) in the mouth of the Musi River, South Sumatra, Indonesia. This study consisted of four stations: 12 anchovy and gulamo samples were collected from fishermen catches using fishing nets. To degrade organic matter and enable detection of microplastic particles, both anchovy and gulamo gastrointestinal contents and gills were subjected to hydrogen peroxide digestion, followed by the addition of NaCl to separate the organic matter from microplastics so can be see more clearly. There were 3 types of microplastics were found in anchovies and gulamos: fiber, the most common type (91,54% in anchovies; 97,87% in gulamos), followed by films (5,03% in anchovies; 1,6% in gulamos) and fragments (3,43% in anchovies; 0,53% in gulamos). In anchovies, the greatest abundance of microplastics was observed at station 4 with 141±6.42 particles/individual and 828 particles/g. In Gulamo, a large abundance of microplastics was found at station 4 with 422±6.03 particles/individual and 111 microplastics/g. Descriptive statistical analysis was performed using withe Spearman test and the Kruskal-Wallis test. The Spearmaan test showed no correlation between anchovy and body mass, whereas in gulamo, the correlation to body weight was directly proportional. The Kruskall-Wallis test showed no significant difference in the number of microplastic particles in anchovies, whereas the gulamo had a significant difference"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan AlamUniversitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arum Ira Nadhira
"Tujuan dari adanya pembangunan adalah membangun masyarakat untuk mencapai kesejahteraan. Adanya perbedaan potensi sumberdaya alam maupun manusia membuat adanya ketidakmerataan pembangunan ekonomi antar wilayah. Salah satu kasusnya adalah pada Kabupaten Pandeglang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus KEK Tanjung Lesung terhadap perubahan penggunaan lahan dan pertumbuhan ekonomi maupun kualitas penduduk masyarakat Kabupaten Pandeglang. Penelitian ini menggunakan unit analisis administratif yang terdiri dari 18 Desa berdasarkan jarak ibukota kecamatan yang sejauh 15 km dari KEK Tanjung Lesung dengan analisis spasial Overlay dan Query, serta analisis statistik Chi Square. Data yang digunakan berupa data sekunder 1 Shapefile penggunaan lahan Kabupaten Pandeglang Periode I, II dan III da, 2 Rata-Rata Pendapatan Keluarga per-desa Kabupaten Pandeglang Periode II dan III, 3 Mata Pencaharian Masyarakat per-desa Kabupaten Pandeglang Tahun Periode II dan III, 4 Shapefile Jaringan Jalan Kabupaten Pandeglang, dan 5 Tingkat pendidikan per-desa Periode II dan III. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dampak adanya pembangunan KEK Tanjung Lesung baru dapat dirasakan pada wilayah yang memiliki jarak terdekat. Adanya perubahan lahan terbangun yang disebabkan karena adanya pembangunan KEK Tanjung Lesung memberikan dampak besar pula bagi aktivitas ekonomi dan kualitas penduduk di wilayah yang berjarak dekat dengan KEK Tanjung Lesung.

The purpose of the development is to build the community to achieve prosperity. Differences in the potential of natural and human resources make the inequality of economic development between regions. One case is in Pandeglang District. This study aims to analyze the impact of Tanjung Lesung Special Economic Zone KEK development on land use change and economic growth as well as the quality of Pandeglang Regency community. This study uses an administrative analysis unit consisting of 18 villages based on distance from the capital city of 15 km from KEK Tanjung Lesung with spatial analysis of Overlay and Query, and Chi Square statistical analysis. Data used in the form of secondary data 1 Shapefile land use Pandeglang District Period I, II and III da, 2 Average Revenue Family per village Pandeglang District Periods II and III, 3 Livelihoods Community per village District Pandeglang Period II and III, 4 Shapefile Road Network Pandeglang District, and 5 Level of education per village Period II and III. The results showed that the impact of the development of new Tanjung Lesung KEK can be felt in the region that has the closest distance. The existence of the change of land that was built due to the development of KEK Tanjung Lesung gave a big impact to the economic activity and the quality of the population in the area close to KEK Tanjung Lesung.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifki Dian Ananda
"Pada 2019, realisasi target investasi Sei Mangkei hanya sekitar Rp5.46 triliun dari total kebutuhan Rp128.10 triliun, sementara realisasi target investasi Tanjung Lesung hanya sekitar Rp300 miliar dari total kebutuhan Rp96.60 triliun. Skripsi ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan yang menjadi penghambat tercapainya realisasi target investasi dan serapa tenaga kerja di KEK Sei Mangkei dan KEK Tanjung Lesung menggunakan teori Collaborative Governance dengan berfokus pada interaksi antara Dewan Nasional KEK, Dewan Kawasan, dan Badan Usaha/Pengelola. Metode yang digunakan di dalam skripsi ini adalah metode penelitian kualitatif dengan menggunakan riset-riset terdahulu sebagai sumber data primer. Terdapat tiga temuan dalam skripsi ini yakni terkait infrastruktur yang tidak memadai, minimnya koordinasi antara aktor, dan adanya antagonisme antara aktor menjadi penghambat realisasi target di kedua wilayah KEK ini.

In 2019, the realization of Sei Mangkei's investment target was only around IDR 5.46 trillion out of a total requirement of IDR 128.10 trillion, while the realization of Tanjung Lesung's investment target was only around IDR 300 billion out of a total requirement of IDR 96.60 trillion. This thesis aims to identify and analyze the problems that are hindering the realization of investment and employment targets in Sei Mangkei SEZ and Tanjung Lesung SEZ using Collaborative Governance theory by focusing on interactions between the National SEZ Council, Regional Council, and Business Entities/Administrator. The method used in this thesis is a qualitative research method using previous research as the primary data source. There are three findings in this thesis, namely related to inadequate infrastructure, lack of coordination between actors, and the existence of antagonism between actors which hinders the realization of targets in these two SEZ regions."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endar Widiah Ningrum
"Mikroplastik dan merkuri dapat menyebabkan efek toksik pada biota perairan, dan berpotensi terpapar pada manusia. Teri anchovy (Stolephorus sp.) yang digunakan di dalam penelitian ini merupakan komoditas ikan yang berlimpah di laut Indonesia, mudah dijumpai, ekonomis, dan bernutrisi tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk 1) menganalisis konsentrasi mikroplastik, 2) menganalisis konsentrasi merkuri dari mikroplastik yang ditemukan pada teri anchovy (Stolephorus sp.), dan 3) memberikan rekomendasi porsi teri anchovy yang aman dikonsumsi. Saluran pencernaan teri anchovy diisolasi dan didestruksi dengan campuran 1M NaOH 20mL dan 0,5% Sodium laureth sulfate (SLS) 10mL, kemudian sampel disimpan di suhu ruang. Sampel kemudian dikuantifikasi kandungan mikroplastiknya dengan mikroskop, diuji tipe polimernya dengan Fourier- transform infrared spectroscopy (FTIR), dan diuji kandungan merkurinya dengan Atomic Absorption Spechtophotometer (AAS) unflame cold vapor method. Hasilnya kemudian dibandingkan dengan referensi. Partikel mikroplastik dan pencemar merkuri ditemukan pada teri anchovy dari kota-kota pesisir Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan mikroplastik ditemukan merata di seluruh lokasi (Sig.0,545). Rata-rata partikel mikroplastik yang ditemukan adalah 224 ± 2,97 par/idv. Tipe polimer yang ditemukan adalah LDPE, HDPE, PP, PS, PET, dan poliamida/nilon. Bentuk dan ukuran secara signifikan mempengaruhi banyaknya partikel mikroplastik yang ditemukan pada teri anchovy (Sig.<0,01). Mikrofiber (217 ± 8,89 par/idv) dan mikrobead (43 ± 12,7 par/idv) ditemukan paling banyak pada teri anchovy dari Krui, Lampung. Mikrofilm (481 ± 16,07 par/idv), dan mikrofragmen (134 ± 15,53 par/idv) ditemukan paling banyak dari teri mamuju. Ukuran mikroplastik yang paling banyak ditemukan adalah 50-500 μm (Sig.0,036). Rata-rata partikel mikroplastik berukuran 50-500 μm pada teri anchovy dari zona tangkap Samudra Hindia Timur (225 ± 4,81 par/idv) lebih banyak dibandingkan dengan Pasifik Tengah Barat (115 ± 2,92 par/idv), namun perbedaan ini tidak signifikan secara statistik (Sig.0,617). Adapun mikrofiber pada teri anchovy dari Samudra Hindia Timur (33 ± 5,76 par/idv), dan Pasifik Tengah Barat (33±5,80 par/idv) memiliki rata-rata jumlah yang sama (Sig.0,944). Hubungan antara panjang total teri anchovy dengan banyaknya partikel mikroplastik yang ditemukan adalah Y = -45,803 + 2,683X. Timbulan sampah bersama dengan lokasinya dapat digunakan untuk memprediksi 11,6% keberadaan mikroplastik berukuran 50-500 μm. Teri anchovy yang berasal dari kota sedang-metropolitan (Mamuju, Krui-Lampung, dan Talisayan-Berau) ditemukan mengandung mikroplastik lebih banyak daripada teri yang berasal dari kota kecil-sedang (Fakfak, Waingapu, dan Karimunjawa). Adapun mikroplastik bersama dengan zona tangkap secara simultan memiliki hubungan yang kuat dengan keberadaan pencemar merkuri (R = 0,557) yaitu sebesar 31%. Meskipun pengaruhnya tidak signifikan secara statistik (Sig.0,075), namun keberadaan mikroplastik bersama pencemar merkuri pada teri anchovy dapat digunakan untuk menurunkan batas maksimum toleransi paparan merkuri. Rata-rata merkuri (HgMPs) pada teri anchovy adalah sebesar 0,034 ppm. Teri meulaboh memiliki konsentrasi merkuri (HgMPs) paling tinggi yaitu sebesar 0,09 ppm. Sementara itu, pencemar merkuri tidak terdeteksi pada teri dari talisayan, Kalimantan Timur. Teri yang berasal dari kota sedang-metropolitan (Meulaboh, Manado, dan Lampung) mengandung lebih banyak merkuri (HgMPs) dibandingkan dengan teri anchovy dari kota kecil-sedang (Fakfak, Kendari, dan Berau). Berdasarkan zona tangkapnya, kandungan merkuri (HgMPs) pada teri anchovy dari Samudra Hindia Timur (0,06 ppm) lebih tinggi daripada Pasifik Tengah Barat (0,03 ppm), namun perbedaan ini tidak bermakna secara statistik (Sig.0,094). Rasio paparan merkuri (HgMPs) masyarakat Aceh paling tinggi, yaitu 1,79 pada laki-laki, dan 1,96 pada perempuan (THQ > 1,0). Masyarakat Aceh, dan Sulawesi Utara terpapar merkuri (HgMPs) paling tinggi (EWI), yaitu sebanyak 0,002 ppm/pekan yang disebabkan oleh ditemukan pencemar merkuri (HgMPs) yang tinggi pada teri anchovy bersama dengan Angka Konsumsi Ikan (AKI) yang juga tinggi. Batas toleransi merkuri (MTI) apabila ditemukan mikroplastik paling ketat pada masyarakat Lampung, yaitu tidak boleh melebihi 0,06 ppm/pekan. Petunjuk konsumsi ikan yang aman diperlukan oleh masyarakat agar dapat menghindari terpapar merkuri berlebih. Adapun rekomendasi nasional bagi konsumsi teri anchovy yang aman dalam sepekan untuk ibu hamil dan menyusui adalah 2-3 kali dengan ukuran porsi sebesar 76 gram. Anak-anak dapat mengonsumsi teri anchovy 2 kali dalam sepekan dengan ukuran porsi 19 gram (1-3 tahun), 38 gram (4-7 tahun), 57 gram (8-10 tahun), dan 76 gram (>11 tahun). Kategori dewasa lainnya dapat mengonsumsi 2-3 kali dalam sepekan dengan ukuran porsi ≤ 362 gram bagi laki-laki, dan ≤ 304 gram bagi perempuan. Sebagai saran, referensi dosis oral (RfD) mikroplastik dan merkuri, serta petunjuk konsumsi ikan yang aman sebaiknya ditetapkan sebagai regulasi oleh BPOM Republik Indonesia.

Microplastics and mercury can cause toxic effects on aquatic biota and potentially be exposed to humans. Anchovy (Stolephorus sp.) used in this study is a fish commodity that is abundant in Indonesian seas, easy to find, has economic value, and has high nutrition. This study aims to 1) analyze the concentration of microplastics, 2) analyze the mercury concentration of microplastics found in anchovies (Stolephorus sp.), and 3) provide recommendations for the safe portion of anchovy consumption. The digestive tract of anchovies was isolated and destructed with a mixture of 1M NaOH 20mL and 0.5% sodium laureth sulfate (SLS) 10mL; the samples were stored at room temperature. The samples were then quantified for microplastic presence under a microscope, the type of polymers was tested using Fourier-transform infrared spectroscopy (FTIR), and the presence of mercury was tested with the Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) unflame cold vapor method. The results are then compared with the reference. Microplastic particles and mercury contaminants were found in anchovies from Indonesian coastal cities. The results showed that microplastics were found in all locations (Sig.0.545). The average particle of microplastic found was 224 ± 2.97 par/idv. The polymer types found were LDPE, HDPE, PP, PS, PET, and polyamide/nylon. Shape and size significantly affect the number of microplastic particles found in anchovies (Sig.<0.01). Microfibers (217 ± 8.89 par/idv) and microbeads (43 ± 12.7 par/idv) were primarily found in anchovy from Krui, Lampung. Microfilms (481 ± 16.07 par/idv) and microfragments (134 ± 15.53 par/idv) were primarily found in mamuju’s anchovies. The most commonly found microplastics were 50-500μm (Sig.0.036). The average size of 50- 500 μm microplastic particles in anchovies from the Eastern Indian Ocean fisheries zone (225 ± 4.81 par/idv) was higher than that of the Western Central Pacific (115 ± 2.92 par/idv), but this difference was statistically insignificant (Sig.0.617). The microfibers in anchovies from the Eastern Indian Ocean (33 ± 5.76 par/idv) and the Western Central Pacific (33 ± 5.80 par/idv) had the same average number (Sig.0.944). The relationship between the total length of anchovies and the number of microplastic particles found was Y = -45,803 + 2,683X. The waste and location can predict 11.6% of microplastic presence in 50-500 μm size. Anchovies from medium-metropolitan cities (Mamuju, Krui- Lampung and Talisayan-Berau) contained more microplastics than anchovies from small- medium cities (Fakfak, Waingapu and Karimunjawa). Meanwhile, microplastics and the fisheries zone simultaneously have a strong relationship with the presence of mercury pollutants (R = 0.557) which is 31%. Although the effect was statistically insignificant (Sig.0.075), the presence of microplastics together with mercury contaminants in anchovies could be used to reduce the maximum tolerance for mercury exposure. The average mercury (HgMPs) in anchovies is 0.034 ppm. Meulaboh’s anchovies had the highest mercury (HgMPs) concentration of 0.09 ppm. Meanwhile, mercury was not detected in the talisayan’s anchovies, East Kalimantan. Anchovies from medium- metropolitan cities (Meulaboh, Manado, and Lampung) contain more mercury (HgMPs) than anchovies from small-medium cities (Fakfak, Kendari, and Berau). Based on the fisheries zone, the mercury (HgMPs) concentration in anchovies from the Eastern Indian Ocean (0.06 ppm) was higher than that of the Western Central Pacific (0.03 ppm), but this difference was statistically insignificant (Sig.0.094). The mercury (HgMPs) exposure ratio of the Acehnese is the highest, namely 1.79 for men and 1.96 for women (THQ > 1.0), so it has the potential to get health side effects. Aceh and North Sulawesi people have the highest exposure to mercury (EWI), which is 0.002 ppm/week, due to the high mercury (HgMPs) pollutant found in anchovy along with the high Fish Consumption Rates (AKI). The maximum tolerable intake (MTI) of mercury when microplastic is found is the strictest in the people of Lampung, which should not exceed 0.06 ppm/week. The community needs safe fish consumption guidelines to avoid excessive mercury exposure. The national recommendation for a safe meal in a week for pregnant and lactating women is 2-3 times with a serving size of 76 grams anchovy fish. Children can consume the anchovy two times a week with serving sizes of 19 grams (1-3 years), 38 grams (4-7 years), 57 grams (8-10 years), and 76 grams (>11 years). Another adult category can consume 2-3 times a week with a serving size of ≤ 362 grams for men and ≤ 304 grams for women. As a suggestion, the reference for oral doses (RfD) of microplastics and mercury and the guidelines for safe fish consumption should be established by BPOM Republic of Indonesia."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Sari Nurhidayati
"Penelitian di ekosistem mangrove Tanjung Lesung, Banten bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang struktur dan komposisi vegetasi; potensi produksi dan kecepatan dekomposisi serasah, dan produksi C,N, P; serta kemampuan menyimpan dan menyerap karbon mangrove. Struktur dan komposisi vegetasi diukur dengan transek kuadrat dengan total luasan pengamatan 3300 m2. Produksi serasah dihitung menggunakan perangkap serasah ukuran 1x1 m2. Laju dekomposisi serasah diukur selama 84 hari dengan pengamatan setiap 14 hari sekali. Cadangan karbon diestimasi dengan persamaan allometrik. Total spesies vegetasi yang ditemukan di areal penelitian adalah 7 spesies dari 6 famili. Vegetasi tingkat pohon dan belta didominasi oleh Lumnitzera racemosa dengan kerapatan 670 pohon/ha dan 2252 pohon/ha. Produksi serasah sebesar 1,571 ± 0,924 g/m2/hari, tersusun atas daun 1,563 ± 0,916 gr/m2/hari (99,50%) dan ranting sebesar 0,008 ± 0,048 gr/m2/hari (0,50%). Laju dekomposisi serasah sebesar 0,09 ± 0,07 gr/hari dengan persentase serasah daun yang terdekomposisi/hilang sebesar 47,9 ± 15,5%. Potensi unsur hara dari serasah daun sebesar 0,025 ± 0,002 g C/m2/hari; dan 0,001 ± 0,0006 g N/m2/hari; serta 0,0003 ± 0,00026 g P/m2/hari. Rata-rata unsur karbon yang terlepas dari serasah daun selama proses dekomposisi sebesar 5,36 ± 2,24%, sementara untuk nitrogen sebesar 0,009 ± 0,008%, dan total phosfat sebesar 0,0012 ± 0,00038%. Biomassa dan kandungan karbon di atas dan bawah permukaan tanah sebesar 24,29 ton/ha dengan 11,4 ton C/ha, kandungan karbon tanah sebesar 127,88 ton C/ha. Total cadangan karbon mangrove di Tanjung Lesung sebesar 139,296 ton C/ha, sebesar 91,8% cadangan karbon tersimpan dalam tanah. Kemampuan menyerap CO2 atmosfer sebesar 24,522 Ton CO2/ha untuk tingkat pohon dan 4,79 Ton CO2/ha untuk tingkat anakan.

Research in mangrove ecosystem of Tanjung Lesung, Banten aims to obtain information of vegetation structure and composition; production, decomposition rates, nutrient contribution of mangrove litter; and potential carbon stocks. Structure and composition of vegetation measured by quadrant method, with total observation area is 3300 m2. Litter production was collected using the litter-trap (1 x 1m) during two months. Litter decomposition rates were measured for 84 days with observations every 14 days. Carbon stock are estimated by allometric equation. The diversity of mangrove vegetation consists of 7 species from 6 families. At the tree level and sapling, vegetation is dominated by Lumnitzera racemosa has the density around 670 tree/ha and 2252 tree/ha. Litter production is about 1,571 ± 0,924 g/m2/day, that consist of leaf 1,563 ± 0,916 gr/m2/day (99,50%) and stalk 0,008 ± 0,048 gr/m2/day (0,50%). Litter decomposition rate is about 0,09 ± 0,07 gr/day with the percentage of litter decomposed of 47,9 ± 15,5%. The potential of litter nutrient are 0,025 ± 0,02 g C/m2/day; 0,001 ± 0,0006 g N/m2/day; and 0,0003 ± 0,00026 g P/m2/day. Carbon average that was detached from litter during decomposition is 5,36 ± 2,24%, while for nitrogen is 0,009 ± 0,008%, and total phosphate is 0,0012 ± 0,00038%. Biomass and carbon stock above and below the ground surface are 24,29 ton/ha with 11,4 tons C/ha. Carbon stock of sedimen mangrove is 127,88 ton C/ha. Total carbon stock of mangrove in Tanjung Lesung, Banten is about 139,296 ton C/ha, where 91,8% of them stored in sediment mangrove. The ability to absorb CO2 in atmosphere is 24,522 tons CO2/ha for trees level and 4,79 tons CO2/ha for sapling.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
T46072
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Napitupulu, Reynaldo Vernandes Matheus
"Pantai Lalassa ditetapkan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang diprioritaskan dalam pembangunan nasional berdasarkan Peraturan Presiden nomor 3 Tahun 2016 serta Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 3 Tahun 2016 dan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2020. Abrasi dan erosi yang terjadi pada Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Lesung telah terjadi dalam jangka waktu cukup lama termasuk salah satunya adalah Pantai Lalassa sehingga mengakibatkan kondisi pantai yang kritis. Pada Tahun 2021, PT. Banten West Java (BWJ) selaku pengelola kawasan KEK Tanjung Lesung mengusulkan infrastruktur dalam bentuk breakwater di Pantai Lalassa sebagai perlindungan pantai dan kawasan wisata.

Lalassa Beach is appointed as a Special Economic Zone (SEZ), prioritized in national development based on Presidential Regulations No. 3/2016 and Presidential Regulations No. 56/2018 concerning the Second Amendment to Presidential Regulations No. 3/2016 and Government Regulations No. 26/2020. Abrasion and erosion occurred in the Special Economic Zone (SEZ) of Tanjung Lesung, which has happened for quite a long time, including one of them is Lalassa Beach resulting in critical conditions. In 2021, PT. Banten West Java (BWJ), as the administrator of the Tanjung Lesung SEZ area, has proposed a coastal infrastructure in the form of a breakwater at Lalassa Beach as protection for coastal and tourist areas."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Usep Hasan Sadikin
"Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tipologi fisik pantai yang
digunakan sebagai kegiatan wisata dan menentukan di mana pantai wisata yang
ideal bagi kegiatan rekreasi dan pengembangan wisata pantai di Anyer-Tanjung
Lesung, Provinsi Banten. Pantai wisata tipe ideal mempunyai, atau mendekati
pada, tipologi fisik pantai yang lebar, tidak berkarang, air tanah tawar dan jauh
dari jalan raya. Sedangkan pantai wisata kurang ideal mendekati pada tipologi
fisik pantai yang sempit, berkarang, air tanah payau dan dekat dari jalan raya. Dari
tipologi fisik tersebut, pantai wisata yang memiliki tipologi fisik yang ideal adalah
Pantai Bandulu, Pantai Teluk Lada, dan Tanjung Lesung. Sedangkan pantai wisata
yang kurang ideal adalah Pantai Anyer, Pantai Carita dan Pantai Labuan"
Depok: [Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, ], 2008
S34087
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Sutiana
"Penelitian ini bertujuan mengkaji aspek biologi panjang, bobot ikan, dan tingkat kematangan gonad ikan kembung lelaki terkait dengan parameter fisika suhu permukaan laut, kecerahan, dan arus dan kimia salinitas serta kesuburan perairan klorofil-a pada daerah penangkapan/fishing ground dalam upaya pengelolaan penangkapan ikan kembung di Kabupaten Pandeglang. Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2016-April 2017. Pengambilan sampel dilakukan di tiga titik fishing ground yaitu Batu Hideung, Sumur dan Panaitan. Pengukuran panjang, berat ikan, pembedahan untuk mengamati tingkat kematangan gonad serta pengukuran parameter fisika kimia perairan dilakukan secara in situ. Suhu permukaan laut pada lokasi penelitian berkisar antara 28.20-29.700C, Kecepatan arus 0.6-0.8 m/det, kecerahan 6-9 m, dan salinitas 30-32g/l. Nilai klorofil-a bulan Desember 0.13 mg/m3 kondisi fishing ground kurang subur, Februari-April nilai klorofil-a 0.9-2.0 mg/m3 yang mengindikasikan bahwa area fishing ground Batu Hideung dan Sumur dalam kondisi subur. Ikan kembung lelaki yang tertangkap dengan jaring rampus diperoleh nilai fork length antara 14-22 cm modus 18.3 cm. Ukuran ikan pertama kali tertangkap Lc adalah 17.17 cm. Hasil analisis hubungan panjang berat diperoleh nilai slope b ikan kembung jantan dalam kategori allometrik negatif dan ikan betina allometrik positif. Ukuran panjang pertama kali ikan matang gonad Lm sebesar 17.91 cm. Hasil analisis nilai Lc lebih rendah dibanding nilai Lm, hal ini berdampak negatif bagi kelestarian ikan kembung. Upaya pengelolaan sumberdaya ikan kembung perlu dilakukan dengan cara mengatur dan mengawasi operasi penangkapan berdasarkan siklus pola pemijahan ikan kembung.

The aim of this research was to study the relationship between biological aspects length, weight and gonad maturity level of Indian Mackerel and physical sea surface temperature, transparency, and current velocity , chemical parameters salinity and chlorophyll a of the fishing grounds in Pandeglang regency. The research was conducted from December 2016 to April 2017. Samplings were taken at three sites within the fishing grounds in Batu Hideung, Sumur and Panaitan. The measurement of length, weight, and surgery for gonad maturity level observation as well as physical chemical waters parameters measurement were conducted in situ. The sea surface temperature at the study site ranged from 28.20 29.700C, current velocity 0.6 0.8 m s, transparency 6 9 m, and salinity 30 32 g l. While the value of chlorophyll a in December was 0.13 mg m3, at which the fishing ground conditions were less fertile, the chlorophyll a value in February April ranged from 0.9 to 2.0 mg m3, indicating that the fishing grounds within Batu Hideung and Sumur were in fertile condition. The fork length Indian mackerel caught by a bottom gillnet was about 14 22 cm mode 18.3cm. The length of fish at first capture Lc was 17.17 cm. The value of slope b in the length weight relationship revealed that male Indian mackerel was in negative allometric while female Indian mackerel was still positive. Length at first maturity Lm was 17.91 cm. The value of Lc is lower than Lm, revealed that the fishing activity has negative impacts on sustainability of Indian mackerel. Efforts including arrangement and supervision of fishing operations based on the spawning patterns are needed to manage Indian mackerel resources.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
T48369
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>