Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 134443 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sitompul, Olivia Pamela Madeleine; Lotka, Alfred J.
"Pemanasan global merupakan peristiwa peningkatan gas rumah kaca (GRK) di atmosfer yang dapat menyebabkan perubahan iklim sehingga meningkatkan suhu permukaan bumi dan kenaikan permukaan laut. CO2 merupakan gas rumah kaca yang paling berlimpah di atmosfer yang menyebabkan efek rumah kaca. Salah satu upaya mitigasi CO2 adalah konversi CO2. Zeolit dengan struktur MFI merupakan katalis asam yang sering digunakan sebagai katalis pada reaksi konversi CO2 menjadi CH4. Salah satu zeolit dengan kerangka MFI adalah zeolit silicalite-1. Senyawa zeolit silicalite-1 merupakan kristal silikat bebas aluminium. Pada penelitian ini, dilakukan sintesis zeolit silicalite-1 mikropori dari material sintetik dan mineral alam dengan sumber kaolin bangka yang dimpregnasi menggunakan logam Ni dan bimetal NiZn. Karakterisasi dilakukan pada material awal dan terimpregnasi dengan XRD, FTIR, SEM-EDS, SAA-BET, dan XPS. Selanjutnya, Ni/silicalite-1 dan NiZn/silicalite-1 digunakan sebagai katalis pada konversi CO2 menjadi CH4. Reaksi dilakukan dengan memvariasikan massa katalis, waktu alir gas, suhu dan persen loading logam. Hasil karakterisasi menggunakan XRD menunjukkan puncak pada 8-10o dan 22-25o yang mengindikasikan terbentuknya kristal silicalite-1. Karakterisasi menggunakan SEM menunjukkan bentuk khas silicalite-1 yaitu coffin-like shaped yang terdapat pada semua jenis spesi katalis yang digunakan. Berdasarkan hasil XPS, senyawa Ni/silicalite-1 dan NiZn/silicalite-1 mengandung spesi Ni(0) dan NiO. Hasil uji aplikasi menunjukkan konversi dan %yield CH4 terbesar terdapat pada 20%-Ni/silicalite-1 sintetik yang masing-masing bernilai 60,08% dan 17,45%.
Global warming is an increase of greenhouse gas in the atmosphere that can cause climate change, thereby increasing the surface temperature of the earth and rising sea levels. CO2 is one of the most abundant greenhouse gas in the atmosphere which causes the greenhouse effect. Currently, efforts to reduce CO2 are carried out in three ways, namely controlling CO2 gas emissions itself, storing CO2 gas and CO2 conversion. Zeolite with MFI structure is one catalyst that is often used as a catalyst in the conversion of CO2 to CH4. One of that zeolite with MFI framework is silicalite-1 zeolite. The silicalite-1 zeolite compound is an aluminum free silicate crystal. In this research, microporous silicalite-1 zeolite are synthesized from synthetic materials and natural minerals with the source of kaolin bangka impregnated with Ni metals and NiZn bimetallic. Characterization was performed on the initial material and the impregnated with XRD, FTIR, SEM-EDS, SAA-BET, and XPS. Furthermore, Ni/silicalite-1 and NiZn /silicalite-1 are used as catalysts in the conversion of CO2 to CH4. The reaction is carried out by varying the catalyst mass, gas flow time, temperature and metal loading percent. Catalysts with Ni metals are preferred because it has higher selectivity to CH4 , easy to obtain, and not expensive. The use of NiZn bimetal impregnation was carried out to determine the effect of transition metals on the conversion of CO2 to CH4. The highest conversion is shown by synthetic 20%-Ni/silicalite-1 with %conversion and %yield CH4 at 60,08% and 17,45%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cristover Fernando
"Konversi karbon dioksida menjadi senyawa lain saat ini telah dilakukan secara luas. Namun, konversi CO2 menjadi senyawa lain masih sulit karena CO2 bersifat inert dan stabil pada suhu tinggi. Jadi, dibutuhkan bantuan dari katalis logam bervalensi rendah seperti Ni (0) dan Pd (0). Dalam hal ini, ZSM-5 dari mineral alam disintesis menggunakan zeolit alam Bayat-Klaten dan kaolin Belitung sebagai sumber silika dan alumina. Bahan ini digunakan sebagai katalis untuk reaksi hidrogenasi CO2 (sabatier reaction. Hasil modifikasi Ni (0) pada material yang dihasilkan dikarakterisasi menggunakan FTIR, SEM-EDX, BET dan XRD. Reaksi yang berlangsung dilakukan dengan variasi massa katalis (0,02 gram dan 0,03 gram), suhu katalis (673 K, 773 K, dan 873 K) dan variasi perbandingan gas H2 dan CO2 (1: 3, 1: 4, dan 1:5) untuk melihat kemampuan konversi CO2 menjadi CH4. Proses reaksi hidrogenasi menggunakan flow quartz reactor dan dianalisis dengan Instrumen GC-TCD. Hasil modifikasi Ni/ZSM-5 dan H/ZSM-5 karakterisasi dengan FTIR, SEM-EDX, BET dan XRD. Konversi terbesar yang didapat dari katalis 10% Ni/ZSM-5 sintetik dengan konversi dan yield berturut-turut 60,55% dan 23% pada suhu 773 K.

Conversion of carbon dioxide into other compounds nowadays have been widely carried out. However, the conversion is still difficult because CO2 is inert and stable at high temperatures. So it requires assistance from low-valence metal catalysts such as Ni (0) and Pd (0). In this work, ZSM-5 was synthesized using Bayat-Klaten natural zeolite and Belitung kaolin as its silica and alumina source. This material was used as support catalyst for CO2 hydrogenation reaction (sabatier reaction). The resulted for Ni (0) materials were characterized using FTIR, SEM-EDX, BET and XRD. The reaction was carried out with variations of catalyst mass (0.02 grams and 0.03 grams) temperature (673 K, 773 K, and 873 K) and mass flow ratio of CO2:H2 (1:3, 1: 4, and 1: 5). This reaction gave product only in the presence of Ni. The higher the Ni content the higher the conversion while the yield methane is unchanged. The highest conversion is shown by synthetic 10% Ni/ZSM-5 with conversion of 60.55% and yield of 23% at 773 K.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Idham Rafly Dewantara
"Latar Belakang: Pemanasan global merupakan peristiwa terjadinya kenaikan suhu pada permukaan bumi. Peristiwa tersebut terjadi akibat adanya kenaikan karbondioksida pada atmosfer sehingga mempengaruhi perubahan ikim. Peningkatan karbondioksida dapat mempengaruhi sistem imun. Pada keadaan hiperkapnia terjadi penurunan pada pengeluaran sitokin dan kemokin serta hambatan pada proses fagositosis dan autofagi pada makrofag. Selain itu, dapat menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan seperti sakit kepala dan muntah hingga terjadi penurunan kesadaran pada manusia. Terdapat berbagai respon yang ditunjukkan PBMC pada saat dipaparkan karbondioksida namun, penelitian ini difokuskan untuk melihat perubahan pH pada medium kultur sel PBMC. Tujuan: Mengetahui efek paparan karbondioksida terhadap perubahan pH pada medium kultur PBMC. Metode: Penelitian ini menggunakan sel PBMC yang telah diisolasi dan telah dipaparkan kadar karbondioksida 5% sebagai kontrol dan 15% sebagai uji masing-masing selama 24 jam dan 48 jam. Kemudian dilakukan pengukuran pH pada medium kultur sel PBMC pada masing-masing kelompok dengan menggunakan pH meter. Hasil yang didapatkan akan dianalisis dengan menggunakan SPSS. Hasil: Terdapat penurunan pH secara signifikan pada kelompok uji dibandingkan dengan kelompok kontrol (P<0.05). Paparan CO2 15 % terbukti menurunkan pH medium kultur PBMC secara signifikan pada 24 jam dan 48 jam dibandingkan dengan control (CO2 5%).
Hal ini juga didukung dengan hasil konsentrasi H+ yang meningkat setelah paparan CO2 15% selama 24 jam dan 48 jam.
Kesimpulan: Terdapat perubahan pH dan konsentrasi ion H+ pada medium kultur PBMC sebagai respon terhadap pemaparan karbondioksida 15% selama 24 jam dan 48 jam.
Background: Global warming is an event of an increase in temperature on the earth's surface. This event occurs due to an increase in carbon dioxide in the atmosphere so that it affects climate change. Increased carbon dioxide can affect the immune system. In hypercapnia, there is a decrease in the release of cytokines and chemokines as well as inhibition of the process of phagocytosis and autophagy in macrophages. In addition, it can cause health problems such as headaches and vomiting to a decrease in consciousness in humans. There are various responses shown by PBMCs when exposed to carbon dioxide, however, this study focused on looking at changes in pH in the PBMC cell culture medium. Objective: To determine the effect of carbon dioxide exposure on changes in pH in PBMC culture medium. Methods: This study used PBMC cells that had been isolated and exposed to carbon dioxide levels of 5% as control and 15% as test for 24 hours and 48 hours, respectively. Then measured the pH of the PBMC cell culture medium in each group using a pH meter. The results obtained will be analyzed using SPSS. Results: There was a significant decrease in pH in the test group compared to the control group (P<0.05). Exposure to 15% CO2 was shown to significantly reduce the pH of the PBMC culture medium at 24 and 48 hours compared to the control (CO2 5%).
This is also supported by the results of the increased H+ concentration after exposure to 15% CO2 for 24 hours and 48 hours.
Conclusion: There are changes in pH and concentration of H+ ions in PBMC culture medium in response to exposure to 15% carbon dioxide for 24 hours and 48 hours.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Bagus Gede Prabawanta
"Grafena merupakan bahan dua dimensi dengan struktur lembaran tipis yang tersusun dari atom karbon yang membentuk ikatan sp2 dan skisi kisi kristalnya yang membentuk bentuk sarang lebah. Grafena oksida tereduksi (rGO) merupakan bahan turunan dari grafena yang masih memiliki gugus fungsi memgandung oksigen. Luas permukaan yang tinggi, konduktivitas termal dan elektrik yang tinggi, serta sifat mekanik yang baik merupakan karakteritik yang dimiliki oleh grafena oksida tereduksi yang mendukung pengaplikasiannya sebagai penyangga katalis. Pada penelitian ini, telah berhasil disintesis nanopartikel Nikel/grafena oksida tereduksi dengan metode hidrotermal in-situ menggunakan grafena oksida sebagai prekursor yang diaplikasi sebagai katalis konversi CO2 menjadi CH4. NiNPs/rGO hasil sintesis dikarakterisasi dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis, Fourier Transform Infrared (FTIR), Difraksi X-Ray (XRD), Scanning Electron Microscope (SEM), dan Energy-Dispersive X-Ray Spectroscopy (EDX). Karakterisasi spektrofotometer UV-Vis menunjukkan NiNPs/rGO memberikan serapan pada 260 nm yang menunjukkan adanya perubahan dari puncak serapan GO (230 nm). karakterisasi FTIR pada NiNPs/rGO menunjukkan penurunan absorbansi dari puncak gugus fungsi yang mengandung oksigen yang sebelumnya termasuk dalam GO, selain itu menghilangkan puncak serapan pada 1736 cm-1 (C = O) pada NiNPs/rGO juga menandakan bahwa proses reduksi GO menjadi rGO telah berhasil. Terbentuknya nanopartikel Nikel pada permukaan rGO dibuktikan dari hasil karakterisasi EDX (% massa) yang menunjukkan adanya tidak C (35,59%), O (9,87%), dan Ni (54,55%) pada permukaan NiNPs/rGO.

Graphene is a two-dimensional material with a thin sheet structure composed of carbon atoms that forms sp2 bonds and crystal lattice schemes that form honeycomb shapes. Reduced graphene oxide (rGO) is a derivative of graphene which still has a functional group containing oxygen. High surface area, high thermal and electrical conductivity, and good mechanical properties are the characteristics possessed by the reduced graphene oxide which supports its application as a catalyst support. In this research, it has been successfully synthesized the reduced Nickel/graphene oxide nanoparticles by in-situ hydrothermal method using graphene oxide as a precursor that is applied as a catalyst to convert CO2 to CH4. Synthesized NiNPs/rGOs were characterized using UV-Vis spectrophotometers, Fourier Transform Infrared (FTIR), X-Ray Diffraction (XRD), Scanning Electron Microscope (SEM), and Energy-Dispersive X-Ray Spectroscopy (EDX). The UV-Vis spectrophotometer characterization showed NiNPs/rGO gave absorption at 260 nm which showed a change from GO absorption peak (230 nm). FTIR characterization of NiNPs/rGO shows a decrease in absorbance from the peak of oxygen-containing functional groups that were previously included in GO, besides eliminating the absorption peak at 1736 cm-1 (C = O) on NiNPs/rGO also indicates that the process of reducing GO to rGO has been it works. The formation of Nickel nanoparticles on the surface of rGO is evidenced from the results of the characterization of EDX (mass%) which shows the absence of C (35.59%), O (9.87%), and Ni (54.55%) on the surface of NiNPs/rGO."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Ayu Padmadhani
"Sintesis katalis heterogen pada penelitian ini dilakukan dengan metode hidrotermal untuk menghasilkan cerium oksida nano rod dan diimpregnasi dengan ion logam Ni karena telah terbukti memiliki hasil konversi reduksi CO2 dan selektivitas produk CH4 yang tinggi. Katalis Ni/CeO2-Nano Rod selanjutnya akan digunakan dengan pendukung Silika Gel untuk meningkatkan laju reaksi konversi gas CO2 menjadi gas CH4. Pada penelitian ini support silika gel dibuat menggunakan larutan Natrium silikat, PEG dan HCl 37% dan dikarakterisasi menggunakan BET. Diketahui bahwa silika gel tersebut memiliki ukuran pori 53,7178 nm dan luas permukaan 57.570 m2/g. Selanjutnya katalis dikarakterisasi menggunakan SEM untuk dilihat karakteristik permukaannya. Reaksi konversi gas CO2 menggunakan katalis hasil sintesis dilakukan pada beberapa variasi suhu. Produk hasil konversi dikarakterisasi menggunakan GC dan dibuktikan bahwa terbentuk gas CH4 pada suhu 250oC. Dari keseluruhan reaksi konversi didapatkan banyaknya gas CO2 yang terkonversi menjadi CH4 adalah 0,3020 mol pada variasi suhu 300oC. Selanjutnya selektivitas produk hasil konversi juga dapat dilihat menggunakan Infrared Gas Analyzer, yang dapat disimpulkan bahwa selektivitas akan meningkat seiring dengan meningkatnya suhu yang digunakan dalam reaksi.

The synthesis of heterogeneous catalysts in this study was carried out by the hydrothermal method to produce cerium oxide nano rod impregnated with Ni metal ion, which have been shown to have high conversion on CO2 reduction and selectivity to CH4 product. The catalyst Ni/CeO2 Nano Rod will then be used with Silica Gel support to increase the reaction rate for the conversion of CO2 gas to CH4 gas. In this research, the silica gel support was prepared using Natrium Silicate solution, PEG anf HCl 37% and characterized using BET measurement. The result showed that the silica gel had a pore size of 53.7178 nm and a surface area of 57.570 m2/ g. Furthermore, the catalyst was characterized using SEM to see its surface characteristic. The CO2 gas conversion reaction was carried out at several temperature variations. The converted product was characterized using GC, which showed that CH4 gas was formed at a temperature of 250oC. From the whole conversion reaction, it was found that 0,3020 mole amount of CO2 gas was converted to CH4 at a temperature variation of 300oC. Furthermore, the selectivity of the converted product can also be confirmed using the Infrared Gas Analyzer, and can be concluded that the selectivity would increase with increasing temperature."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luthfian Aby Nurachman
"Latar Belakang: Global warming atau peristiwa meningkatnya suhu rerata bumi disebabkan oleh peningkatan konsentrasi karbondioksida (CO2) pada atmosfer bumi. Peningkatan kadar karbondioksida ini berpengaruh terhadap kesehatan melalui berbagai cara. Dalam tubuh kondisi kadar karbondioksida yang tinggi atau hiperkapnea dapat memberikan pengaruh pada tubuh salah satu nya adalah peningkatan produksi Reactive Oxygen Species (ROS) yang dapat menyebabkan stres oksidatif. Dengan menggunakan sel Peripheral Blood Mononuclear Cell (PBMC), kadar ROS terutama superoksida yang diproduksi akibat paparan CO2 tinggi dapat dideteksi dengan menggunakan dihydroethidium (DHE) assay.
Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk melihat efek pemaparan pada kadar CO2 tinggi terhadap perubahan produksi superoksida pada sel PBMC.
Metode: Sel PBMC diinkubasi pada kadar CO2 yang berbeda yaitu kadar tinggi sebesar 15% dan kontrol 5% CO2. Produksi superoksida pada sel tersebut dapat dilihat menggunakan DHE assay dengan melihat perubahan nilai absorbansi pada fluorometer. Hasil yang didapatkan adalah nilai absorbansi per sel yang menggambarkan kadar superoksida untuk tiap satu sel PBMC.
Hasil: Pemaparan sel PBMC pada kondisi tinggi CO2 (15% CO2) selama 24 jam dan 48 jam secara signifikan meningkatkan produksi superoksida bila dibandingkan dengan kontrol (5% CO2) pada sel PBMC. Namun terdapat penurunan yang signifikan antara paparan tinggi CO2 selama 48 jam bila dibandingkan dengan paparan tinggi CO2 selama 24 jam. Dari sini dapat disimpulkan bahwa paparan tinggi CO2 dapat meningkatkan laju produksi superoksida pada sel PBMC. Selain itu terdapat penurunan kadar superoksida pada sel PBMC apabila lama paparan CO2 tinggi lebih dari 24 jam.
Kesimpulan: Pemaparan kadar CO2 tinggi pada sel PBMC selama 24 jam dan 48 jam akan meningkatkan laju produksi ROS terhadap kontrol. Penurunan kadar superoksida pada inkubasi CO2 tinggi selama 48 jam menunjukan ada nya pengurangan kadar superoksida apabila lama inkubasi lebih dari 24 jam.

Background: Global warming or the increase in the average temperature of the earth is caused by an increase in the concentration of carbon dioxide (CO2) in the earth's atmosphere. Increased levels of carbon dioxide affect health in various ways. In the body of conditions high carbon dioxide levels or hypercapnea can give effect to the body one of them is an increase in the production of Reactive Oxygen Species (ROS) which can cause oxidative stress. By using Peripheral Blood Mononuclear Cell (PBMC) cells, ROS levels, especially superoxide produced due to high CO2 exposure can be detected using dihydroethidium (DHE) assay.
Objective: This study was conducted to see the effect of exposure to high CO2 levels on changes in superoxide production in PBMC cells.
Methods: PBMC cells were incubated at different CO2 levels, namely a high level of 15% and a control of 5% CO2. Superoxide production in these cells can be seen using the DHE assay by looking at changes in absorbance values on the fluorometer. The results obtained are absorbance values per cell that describe the levels of superoxide for each one PBMC cell.
Results: Exposure of PBMC cells under high CO2 conditions (15% CO2) for 24 hours and 48 hours significantly increased superoxide production when compared to controls (5% CO ¬ 2) on PBMC cells. However, there was a significant decrease between 48 hours of high CO2 exposure compared to 24 hours of high CO2 exposure. From this it follows that high exposure to CO2 can increase the rate of superoxide production in PBMC cells. In addition there is a decrease in superoxide levels in PBMC cells if the duration of high CO2 exposure is more than 24 hours.
Conclusion: exposure to high CO2 levels in PBMC cells for 24 hours and 48 hours will increase the rate of superoxide production to control. Decrease in superoxide levels in incubation of high CO2 for 48 hours shows that there is a reduction in superoxide levels if the incubation time is more than 24 hours
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Andhira Puteri
"Adanya permasalahan mengenai tingkat emisi CO2, menyebabkan meningkatnya kesadaran untuk mengurangi emisi CO2 dengan penelitian untuk mengembangkan teknologi Carbon Capture, Storage, and Utilization (CCSU). Dikarenakan sumber magnesium silicate melimpah dan mudah untuk ditemukan di dunia, magnesium silicate digunakan untuk mengurangi emisi CO2dengan menangkap dan menyimpan CO2 menggunakan carbon capture storage (CCS). Pada penelitian ini, magnesium silicate diberikan perlakuan leaching untuk memulihkan kandungan unsur magnesiumnya. Filtrat hasil proses leachingakan digunakan untuk proses karbonasi dengan penambahan NH3 dan diinjeksikan oleh tekanan gas CO2. Perlakuan karbonasi menggunakan temperatur sebagai variabel bebas dengan variasi 30, 40, dan 50oC. Karakterisasi yang dilakukan yaitu pengujian X-ray Diffraction (XRD), X-Ray Fluorescence (XRF), Scanning Electron Microscope – energy dispersive X-ray (SEM–EDS), dan Inductively coupled plasma-optical emission spectrometry (ICP-OES) yang bertujuan untuk mengetahui morfologi mikrostruktur permukaan dan kandungan senyawa yang dihasilkan dari percobaan. Dari proses karbonasi didapatkan bahwa semakin tinggi temperatur proses karbonasi menghasilkan peningkatan konsentrasi unsur magnesium pada endapan yang dihasilkan. Pada proses karbonasi yang diinjeksi CO2 dengan penambahan NH3 membentuk senyawa hydromagnesite (Mg5(CO3)4(OH)2·4H2O), magnesium carbonate (MgCO3), dan calcium carbonate (CaCO3).

The existence of problems regarding CO2 emission levels has led to increased awareness to reduce CO2 emissions with research to develop Carbon Capture, Storage, and Utilization (CCSU) technology. Because the source of magnesium silicate is abundant and easy to find in the world, magnesium silicate is used to reduce CO2 emissions by capturing and storing CO2 using carbon capture storage (CCS). In this study, magnesium silicate was treated with a leaching process to recover magnesium content. The leaching filtrate will be used for the carbonation process with the addition of NH3 and injected with CO2 gas pressure. The carbonation treatment uses temperature as an independent variable with variations of 30, 40 and 50oC. The characterization carried out was testing X-ray Diffraction (XRD), X-Ray Fluorescence (XRF), Scanning Electron Microscope-energy dispersive X-ray (SEM–EDS), and Inductively coupled plasma-optical emission spectrometry (ICP-OES) which aims to determine the morphology of the surface microstructure and the content of the experimental compounds. From the carbonation process it is known that the higher the temperature of the carbonation process results in an increase in the concentration of the element magnesium in the resulting precipitate. In the carbonation process, CO2 is injected with the addition of NH3 to form hydromagnesite (Mg5(CO3)4(OH)2·4H2O), magnesium carbonate (MgCO3), dan calcium carbonate (CaCO3)."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farid Mujiantono
"Konversi karbon dioksida CO2 menjadi senyawa lain menjadi sangat menguntungkan karena jumlahnya di atmosfer yang melimpah, namun karbon dioksida CO2 memiliki termodinamik dan kinetik yang stabil sehingga diperlukan bantuan logam bervalensi rendah contohnya Ni 0 untuk dapat bereaksi. Pada penelitian ini digunakan ZSM-5 terimpregnasi logam nikel sebagai katalis reaksi karboksilasi asetilena dengan karbon dioksida menjadi asam akrilat. Hasil karakterisasi XRD menunjukan bahwa material ZSM-5 memiliki kristalinitas yang tinggi berhasil disintesis. Analisa menggunakan SEM menunjukan bahwa ZSM-5 memiliki morfologi bentuk coffin-like dan setelah diimpregnasi tidak mempengaruhi struktur morfologi kristal. Karakterisasi menggunakan BET ZSM-5 hirarki yang disintesis memiliki pori berukuran meso karena terbentuk hystheresis loop. Analisa menggunakan AAS menghasilkan loading logam nikel pada ZSM-5 mikropori sebesar 1,9 sedangkan ZSM-5 hirarki sebesar 2,1. Karakterisasi XPS menunjukan logam nikel pada ZSM-5 memiliki biloks nol 0. Pada reaksi karboksilasi asetilena dengan karbon dioksida dengan target produk asam akrilat, analisis HPLC tidak menunjukan adanya asam akrilat dalam reaksi. Namun, terdapat puncak lain pada waktu retensi 3,625 dimana pada material ZSM-5 hirarki didapatkan kondisi optimum pada suhu 80oC dengan suhu 12 jam dan menggunakan katalis Ni 0 /ZSM-5 mikropori didapatkan kondisi optimum pada suhu 40oC dan waktu 12 jam.

Conversion of carbon dioxide CO2 into other compounds become very advantageous because of the abundance in the atmosphere, but carbon dioxide CO2 has thermodynamic and kinetic stable so it need low valent metal for example Ni 0 to react. In this studym ZSM 5 impregnated with nickel metal as catalyst of carboxylation reaction of acetylene with carbon dioxide to acrylic acid. XRD characterization results ZSM 5 material has high crytalinity successfully synthesized. Analysis using SEM obtain ZSM 5 has coffin like morphology and after impregnation doesnt affect the crystal morphology structure. Characterization using BET proves that ZSM 5 hierarchy has meso sized pore because of the hysthereses loop. Analyzing using AAS obtained that load of nickel metal on ZSM 5 micropore equal to 1,9 meanwhile ZSM 5 hierarchy equal to 2,1. The characterization of XPS show nickel metal on ZSM 5 has zero 0 oxidation. Carboxylation reaction of acetylene with carbon dioxide targeted acrylic acid product, HPLC analysis doesnt show the presence of acrylic acid in the reaction. However, there was another peak at retention time of 3,625 where in herarchical ZSM 5 material the optimum condition was obtained at temperature 80oC with 12 hours while using Ni 0 ZSM 5 micropore catalyst obtained 80oC with 12 hours.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amritzar Aimar
"Proses pemisahan gas dengan membran merupakan teknologi alternatif dalam proses pemisahan gas CO2 dari gas alam. Keunggulan utama proses ini dibandingkan dengan proses lainnya adalah energi yang digunakan relatif rendah dan tidak menimbulkan Iimbah tambahan.
Proses pemisahan campuran gas pada membran terjadi karena adanya perbedaan permeabilitas setiap komponen gas dari campuran tersebut. Gas dengan permcabilitns yang akan menembus membran lebih cepat dari gas dengan pcrmeabilitas yang lebih rendah, sehingga gas-gas yang lebih permeabel akan menembus membran sedangkan gas-gas yang kurang permeabel akan tertolak.
Poli-imida adalah salah satu membran dari jenis polimer glassy yang sangat berpotensi untuk pemisahan gas CO, dari campuran gas CO2 dan CH4 karena memiliki selektifitas yang untuk kedua gas tersebut.
Pada penelitian kali ini dilakukan pengujian terhadap membran poli-imida yang berbentuk lembaran dari Nitto Denko Co Ltd. Pcngujian dibagi menjadi dua tahap yaitu pengujian membran untuk kondisi ideal dan pengujian membran untuk kondisi aktul.
Tahap pertama adalah pengujian membran untuk kondisi ideal, yaitu pengujian permeabilitas gas murni CO2 dan gas mumi CH4 dengan variasi tekanan umpan, sehingga dapat diketahui pengaruh tekanan umpan terhadap permeabilitas gas dan selektifitas ideal membran untuk gas CO2 terhadap CH4.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa perustabilitas gas CO2 mumi akan naik dengan dengan bertambahnya tekanan umpan, sedangkan permeabilitas gas CH4 mumi relatif konstan dengan bertambahnya tekanan umpan. Hal ini menyebabkan selektifitas ideal gas CO2 terhadap CH4 akan bertambah tekanan umpan, dimana selektifitas tertingi diperoleh pada tekanan umpan 1601.325 kPa dan 2101.325 kPa sebesar 29.9.
Dengan mengunakan selektifitas ideal tersebut, dilakukan pemodelan sistematis untuk memperkirakan komposisi di permean dan retentat, dan pengaruh fraksi yang permeat (stage cut) terhadap komposisi di permean dan retetat tersebut.
Tahap kedua adalah pengujian membran untuk kondisi aktual, yaitu pengujian membran untuk memisahkan campuran gas yang mengandung 38.85% CH, dan 61.15% CO2 dengan variasi stage cut. Sehinga dapat kita ketahui pengaruh stage cut terhadap komposisi gas di permeat dan retentan pada kondisi aktual.
Didapat baik dari hasil permodelan maupun dari hasil pengujian pada kondisi aktual bahwa stage cut berpengaruh terhadap komposisi gas di permeat dan retentan. Fraksi CHA di retentat bertambah dengan bertambahnya stage cut, sedangakan fraksi CO2 di permeat berkurang dengan bertambahnya stage cut.
Dari penelitian untuk kondisi aktual didapat kondisi operasi optimum yaitu pada tekanan umpan 2101.325 kPa dan stage cut 0.2563. Pada kondisi tersebut umpan gas yang mengandung 38.85% Ch4 dan 61.15% CO2 dapat ditingkatkan kandungan CH4-nya di aliran retentat menjadi 49.83% dengan CH4 recovery sebesar 95.39%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
S48894
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabila Zahran Ilyasa
"Tingginya konsentrasi CO2 di atmosfer menyebabkan perubahan iklim dan lingkungan. Oleh karena itu, riset untuk mereduksi CO2 banyak dilakukan oleh para peneliti dengan harapan dapat mengkonversi CO2 secara langsung menjadi hidrokarbon. Pada penelitian ini dilakukan deposisi permukaan BDD dengan tembaga untuk meningkatkan sifat katalitik dari BDD sebagai elektroda kerja. Deposisi dilakukan dengan teknik kronoamperometri pada potensial -0,6 V (vs Ag/AgCl) dan dikarakterisasi menggunakan instrumentasi SEM, EDS, XPS, dan CV. Elektroda yang telah dipreparasi digunakan untuk mereduksi CO2 dengan sistem flow cell guna meningkatkan efisiensi Faraday dari produk yang dihasilkan. Sel yang digunakan terdiri atas dua kompartemen yang dipisahkan dengan membran nafion. Di ruang katoda, elektrolit yang digunakan adalah larutan KCl 0,5 M, sedangkan di anoda larutan KOH 0,5 M. Elektroreduksi CO2 menggunakan elektroda kerja berupa BDD dan Cu-BDD dilakukan dengan memberikan potensial tetap selama 60 menit. Potensial yang digunakan bervariasi pada -1,5 V, -1,7 V, dan -1,9 V (vs. Ag/AgCl). Produk hasil reduksi dianalisa menggunakan HPLC dan GC. Produk terbanyak yang dihasilkan adalah asam format dengan konsentrasi sebesar 75,375 mg/L dan efisiensi Faraday sebesar 57% pada elektroda BDD di potensial -1,9 V.

High concentrations of CO2 in the atmosphere cause climate and environmental change. Therefore, many research had been done by researchers to reduce CO2 by converting CO2 directly into hydrocarbons. In this research, CO2 electroreduction was studied using boron-doped diamond (BDD) modified with copper nanoparticles to improve the catalytic properties of BDD as a working electrode. Deposition was performed by chronoamperometry technique at a potential of -0.6 V (vs Ag / AgCl) and characterized using SEM, EDS, XPS, and CV instrumentation. The cell used consists of two compartments separated by a Nafion membrane. In the cathode chamber, the electrolyte used was 0.5 M KCl solution, while the anode used a 0.5 M KOH solution. CO2 electroreduction using a working electrode in the form of BDD and Cu-BDD was carried out by giving a fixed potential for 60 minutes. The potential used varies at -1.5 V, -1.7 V, and -1.9 V (vs. Ag/AgCl). Reduced products are analyzed using HPLC and GC. The most produced product is formic acid with a concentration of 75.375 mg/L and Faradaic efficiency is 57% on a BDD electrode in -1.9 V potential."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>