Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 162585 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Widya Eka Putri
"Artikel ini membahas tubuh perempuan dalam konteks kekerasan dan trauma dalans novel A Commencement Erait la Mer karya Maissa Bey. Novel mi menceritakan seorang perempuan berusia 18 tahun, Nadia, yang mencintai kebebasan, cinta, dan laut Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap jejak-jejak trauma dan kekerasan yang diderita oleh Nadia, tokoh utama novel ini. Metode yang digunakan adalah kajian naratologi Gérard Genette, analisis teks naratif Roland Barthes; dan konsep ecriture féminine Hélene Cixous. Struktur naratif teks memperlihatkan alur cerita digerakkan oleh keinginan Nadia untuk mengekspresikan diri dan tubuhnya keluar dari ruang-ruang tradisional, dan hambatan utama yang dihadapinya, baik dari lingkungan keluarga, maupun lingkungan sosialnya. Narator meminjam fokalisasi Nadia dalam menceritakan keinginan, mimpi, perasaan, dan ketakutan Nadia menghadapi dunia yang seperti tidak berpihak pada perempuan. Selanjutnya konsep écriture feminine mengungkap bagaimana Maissa Bey menuliskan tubuh-tubuh perempuan yang bercerita tentang kekerasan dan trauma yang dialaminya. Hasil analisis pada akhirnya memperkuat fakta bahwa tubuh perempuan masih menjadi ruang yang direpresi, baik oleh sejarah kekerasan di Aljazair, maupun dominasi wacana patriarki dan doktrin agama.

This article discusses women's freedom, space, and body in the novel Au Commencement Etait la Mer by Maissa Bey. This novel tells the story of an 18-year-old woman, Nadia, who loves freedom, love, and the sea. This article aims to uncover traces of trauma and violence suffered by Nadia. The method used is the study of the narration of Gérard Genette, the analysis of the narrative text of Roland Barthes, and the concept of écriture feminine of Hélène Cixous. The narrative structure of the text shows the storyline driven by Nadia's desire to express herself and her body out of traditional spaces, and the main obstacles she faces, both from her family and social environment. The Narrator borrow's Nadia's focalisation in telling her wishes, dreams, feelings, and fears to face a world that is not in favor of women. Furthermore, the concept of écriture feminine reveals how Maissa Bey wrote the bodies of women who talked about the violence and trauma they experienced. The results of the analysis ultimately reinforce the fact that women's bodies are still a repressed space, both by the history of violence in Algeria, as well as the dominance of patriarchal discourse and religious doctrine."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Liestya Stefani
"ABSTRAK
Setelah perang kemerdekaan dari Prancis (1954 ? 1962), Aljazair mengalami perang saudara pada tahun 1990an antara agama dan pemerintah yang menyebabkan perempuan menjadi korban dengan pembatasan aktivitas mereka. Beberapa perempuan tidak menerima keadaan tersebut dan melakukan emansipasi, salah satunya dengan menulis. Salah satu penulis perempuan feminis Aljazair adalah Maïssa Bey dengan karya pertamanya, yaitu Au commencement était la mer. Di dalam novel ini, Bey mendeskripsikan diskriminasi gender yang dialami oleh perempuan Aljazair pada masa tersebut serta perlawanan terhadap diskriminasi yang dilakukan oleh perempuan dan laki-laki. Melalui analisis unsur intrinsik yang menggunakan teori struktural Roland Barthes mengenai hubungan sintagmatik dan paradigmatik dan teori sekuen M. P. Schmitt dan Alain Viala, ditemukan tiga bentuk diskriminasi gender dalam novel ini, yaitu stereotip, marginalisasi, dan subordinasi. Selain itu, diketahui pula bahwa laki-laki ataupun perempuan dapat menjadi pelaku ataupun penentang diskriminasi. Perlawanan yang dilakukan terhadap diskriminasi gender berupa penggugatan stereotip serta dukungan terhadap emansipasi perempuan untuk menghilangkan marginalisasi, sedangkan subordinasi masih belum dapat dihindari karena berkaitan dengan budaya patriarkal yang dianut oleh masyarakat. Kepala keluarga memiliki peran penting dalam diskriminasi gender ini.

ABSTRACT
After the war of independence from France (1954 ? 1962), Algeria experienced a civil war in the 1990s between religion and the government that led to women becoming victims to restrictions on their activities. Some women did not accept this situation and did the emancipation, by writing. One of Algerian feminist writers is Maïssa Bey with her first work, named Au commencement était la mer. In this novel, Bey describes gender discrimination experienced by Algerian women in the era as well as the fight against it done by women and men. Through analysis of the intrinsic unsure which use the structural theory of Roland Barthes syntagmatic and paradigmatic relations and M. P. Schmitt and Alain Viala theory of sequences, found three forms of gender discrimination in this novel, such as stereotypes, marginalization, and subordination. In addition, also known that men and women could be perpetrators or opposing discrimination. The resistance to gender discriminations could be criticizing stereotypes as well as supporting the women emancipation to eliminate marginalization, whereas subordination still cannot be avoided because it is associated with patriarchal culture embraced by the community. The head of family has an important role in this gender discrimination.
"
2016
S63397
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Liestya Stefani
"ABSTRAK
Setelah perang kemerdekaan dari Prancis (1954 ? 1962), Aljazair
mengalami perang saudara pada tahun 1990an antara agama dan pemerintah yang
menyebabkan perempuan menjadi korban dengan pembatasan aktivitas mereka.
Beberapa perempuan tidak menerima keadaan tersebut dan melakukan
emansipasi, salah satunya dengan menulis. Salah satu penulis perempuan feminis
Aljazair adalah Maïssa Bey dengan karya pertamanya, yaitu Au commencement
était la mer. Di dalam novel ini, Bey mendeskripsikan diskriminasi gender yang
dialami oleh perempuan Aljazair pada masa tersebut serta perlawanan terhadap
diskriminasi yang dilakukan oleh perempuan dan laki-laki. Melalui analisis unsur
intrinsik yang menggunakan teori struktural Roland Barthes mengenai hubungan
sintagmatik dan paradigmatik dan teori sekuen M. P. Schmitt dan Alain Viala,
ditemukan tiga bentuk diskriminasi gender dalam novel ini, yaitu stereotip,
marginalisasi, dan subordinasi. Selain itu, diketahui pula bahwa laki-laki ataupun
perempuan dapat menjadi pelaku ataupun penentang diskriminasi. Perlawanan
yang dilakukan terhadap diskriminasi gender berupa penggugatan stereotip serta
dukungan terhadap emansipasi perempuan untuk menghilangkan marginalisasi,
sedangkan subordinasi masih belum dapat dihindari karena berkaitan dengan
budaya patriarkal yang dianut oleh masyarakat. Kepala keluarga memiliki peran penting dalam diskriminasi gender ini.ABSTRACT
After the war of independence from France (1954 ? 1962), Algeria
experienced a civil war in the 1990s between religion and the government that led
to women becoming victims to restrictions on their activities. Some women did
not accept this situation and did the emancipation, by writing. One of Algerian
feminist writers is Maïssa Bey with her first work, named Au commencement était
la mer. In this novel, Bey describes gender discrimination experienced by
Algerian women in the era as well as the fight against it done by women and men.
Through analysis of the intrinsic unsure which use the structural theory of Roland
Barthes syntagmatic and paradigmatic relations and M. P. Schmitt and Alain
Viala theory of sequences, found three forms of gender discrimination in this
novel, such as stereotypes, marginalization, and subordination. In addition, also
known that men and women could be perpetrators or opposing discrimination.
The resistance to gender discriminations could be criticizing stereotypes as well as
supporting the women emancipation to eliminate marginalization, whereas
subordination still cannot be avoided because it is associated with patriarchal
culture embraced by the community. The head of family has an important role in this gender discrimination.;After the war of independence from France (1954 ? 1962), Algeria
experienced a civil war in the 1990s between religion and the government that led
to women becoming victims to restrictions on their activities. Some women did
not accept this situation and did the emancipation, by writing. One of Algerian
feminist writers is Maïssa Bey with her first work, named Au commencement était
la mer. In this novel, Bey describes gender discrimination experienced by
Algerian women in the era as well as the fight against it done by women and men.
Through analysis of the intrinsic unsure which use the structural theory of Roland
Barthes syntagmatic and paradigmatic relations and M. P. Schmitt and Alain
Viala theory of sequences, found three forms of gender discrimination in this
novel, such as stereotypes, marginalization, and subordination. In addition, also
known that men and women could be perpetrators or opposing discrimination.
The resistance to gender discriminations could be criticizing stereotypes as well as
supporting the women emancipation to eliminate marginalization, whereas
subordination still cannot be avoided because it is associated with patriarchal
culture embraced by the community. The head of family has an important role in this gender discrimination.;After the war of independence from France (1954 ? 1962), Algeria
experienced a civil war in the 1990s between religion and the government that led
to women becoming victims to restrictions on their activities. Some women did
not accept this situation and did the emancipation, by writing. One of Algerian
feminist writers is Maïssa Bey with her first work, named Au commencement était
la mer. In this novel, Bey describes gender discrimination experienced by
Algerian women in the era as well as the fight against it done by women and men.
Through analysis of the intrinsic unsure which use the structural theory of Roland
Barthes syntagmatic and paradigmatic relations and M. P. Schmitt and Alain
Viala theory of sequences, found three forms of gender discrimination in this
novel, such as stereotypes, marginalization, and subordination. In addition, also
known that men and women could be perpetrators or opposing discrimination.
The resistance to gender discriminations could be criticizing stereotypes as well as
supporting the women emancipation to eliminate marginalization, whereas
subordination still cannot be avoided because it is associated with patriarchal
culture embraced by the community. The head of family has an important role in this gender discrimination."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Esther Anditasari
"ABSTRAK
Fokus utama penelitian ini adalah identitas Arab dan Islam pada tokoh utama Mohamed Boucha b dalam karya sastra maghribi berjudul Le Suspect karya Tahar Ben Jelloun. Identitas Arab dan Islam yang sangat kuat pada tokoh utama memberikan pengaruh di dalam interaksi sosial di Prancis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka. Teori yang dipakai adalah teori identitas dari Stuart Hall. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa identitas Arab dari tokoh utama Mohamed Boucha b ditunjukkan melalui nama, mata pencaharian, ciri fisik, asal, baju tradisional, dan kebiasan sementara identitas Islam tokoh utama ditunjukkan melalui nama, ritual keagamaan, dan aturan keagamaan. Akibat identitas Arab dan Islam yang kuat dalam kehidupan di Prancis, tokoh utama mengalami prasangka di lingkungan sosial dan diskriminasi di lingkungan pekerjaan.

ABSTRACT
The main focus of this research is the Arab and Islamic identity of the main character Mohamed Boucha b in the literary work of maghribi entitled Le Suspect by Tahar Ben Jelloun. The strong Arab and Islamic identity of the main character had an influence in social interaction in France. The method used in this study is the literature study. The theory used is the theory of identity of Stuart Hall. The results of this study show that the Arab identity of the main character Mohamed Boucha b is shown by name, livelihood, physical characteristics, origin, traditional dress, and habits while Islamic identity of the main character is shown by name, religious ritual, and religious rules. Due to the strong Arab and Islamic identity in life in France, the main character experienced social prejudice and discrimination in the work environment"
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nini Hidayati Jusuf
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1993
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Khoirul Muttaqin
"Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan mengenai berjejalnya segala jenis tulisan dalam novel Carrie. Selain itu, dideskripsikan pula adanya latar tempat di sebagian besar peristiwa penting di dalamnya,serta keanehan-keanehan yang dialami tokoh dalam cerpen tersebut. Metode penelitian yang dipakai adalah metode deskriptif-kualitatif dengan pendekatan yang berfokus pada unsur intrinsik novel yang dianalisis dengan konsep karnivalistik. Hasil penelitian ini adalah novel tersebut merupakan jenisnovel karnivalistik karena didalamnya terdapat berbagai macam jenis tulisan yang bisa saja tulisan tersebut bukan tergolong tulisan fiksional. Selain itu ke karnivalistikan novel tersebut didukung dengan adanya latar
tempat(tempat umum) dan keanehan yang dialami tokohnya.Simpulanya, ciri kekarnivalistikan novel tersebut membuat novel tersebut seolah menampakkan “pertunjukan indah”.

The objective of this research is to describe the gathering of all kinds of writing styles in novel Carrie.In addition, this research also describes the setting of place that can be found in almost important events in the novel and the oddity experienced by the characters in the novel. The research method used descriptive-qualitative with the approach that focuses on the intrinsic element of the novel that is analyzed by using carnival is tic concept. The result of the research showed that the novel could be categorized into carnival is tic novel because in the novel, there are varous kinds of writing styles that might not be fictional writing. In addition, the fact that the novel belongs to a carnival is tic novel was supported by the setting of place(general place) and the oddity experienced by its characters. In conclusion, the carnival is tic characteristics of the novel makes the novel expose such a “beautiful performance”."
Ambon: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2016
400 JIKKT 4:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Benny Hoedoro Hoed
"Penelitian yang dilaporkan dalam disertasi ini merupakan kajian tentang fungsi kala dalam novel Perancis dan implikasinya dalam penerjemahan novel Perancis ke dalam bahasa Indonesia. Penerjemahan merupakan upaya mengalihkan amanat dari suatu bahasa (bahasa sumber, BSu) ke dalam bahasa lain (bahasa sasaran, BSa). Pada kegiatan penerjemahan fungsi kewaktuan kala dalam novel Perancis ke bahasa Indonesia, waktu kebahasaan adalah salah satu segi amanat yang harus dialihkan. Agar pengalihan amanat itu dapat diteliti ketepatannya, perlu diketahui dahulu fungsi kewaktuan kala dalam novel bahasa Perancis. Pertanyaan pokok yang perlu dijawab dalam kaitan dengan waktu dan bahasa ialah bagaimana pengalaman manusia dalam waktu diwujudkan dalam kegiatan kebahasaan. Sehuhungan dengan itu, dapat dicatat sejumlah nanut seperti Jespersen (1924), Bloomfield (1933), Weinrich (karya aseli 1964), Bull (1971), Benveniste (1974), Pinchon (1974), Pollak (1976) dan Comrie (1985). Pembicaraan tentang konsep waktu (bagaimana manusia memandang waktu) dan bagaimana hubungannya dengan bahasa (waktu kebahasaan) dapat kita lihat dalam karya Bull (1971) dan Benveniste (1974). Bull mengemukakan bahwa manusia menempatkan dirinya dalam waktu bila is menghubungkannya dengan suatu atau sejumlah peristiwa yang diketahuinya."
Depok: Universitas Indonesia, 1989
D1586
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fyza Ghaniya
"ABSTRAK
Artikel ini membahas tentang perkembangan seni visual dalam unsur kaligrafi dan non-kaligrafi
di Aljazair. Saya berargumen bahwa terdapat perubahan kebudayaan yang sebelumnya
konservatif di bawah pengaruh Turki Utsmani kemudian berubah menjadi permisif setelah
penjajahan Perancis yang dibawa sampai ke era Modern. Studi-studi sebelumnya hanya
membahas variasi seni dalam kebudayaan Aljazair dan hanya mencakup unsur seni di Aljazair
secara deskriptif. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan mengumpulkan data
visual yang tersedia di berbagai sumber serta wawancara yang mendalam kepada ahli seni visual
di berbagai institusi seni di Indonesia dan studi pustaka mengenai seni dan kebudayaan di
Aljazair.

ABSTRACT
This article discusses the development of visual arts in the elements of calligraphy and non-calligraphy
in Algeria. I argue that there was a culture change before conservatives under the influence of the Ottoman Turks later turned permissive after French occupation brought up to the Modern era. Previous studies only
discusses variations in art in Algerian culture and only includes elements of art in Algeria descriptively. This research uses qualitative methods, by collecting data visuals available in various sources as well as in-depth interviews with visual arts experts in various art institutions in Indonesia and literature studies on arts and culture in Algeria.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nyi Raden Fiany A.L.
"Artikel ini berusaha untuk membahas kehidupan tokoh utama bernama Chauvin. Dia meninggal secara tragis dalam cerita pendek berjudul La Mort de Chauvin karya Alphonse Daudet. Tokoh Chauvin merupakan salah seorang prajurit Paris yang berjasa dan kehadirannya mampu mengobarkan semangat prajurit lain ketika sedang terjadi perang antara Prancis-Prussia. Namun keadaan seketika berubah ketika pasukan Prussia berhasil merebut beberapa wilayah Prancis. Sejak saat itu Chauvin mulai dibenci oleh masyarakat Paris dan ia dikurung dalam sebuah ruang bawah tanah. Sampai akhirnya ia menemui ajal dengan cara tragis karena ia tetap mencoba untuk membela kotanya yang baru saja kedatangan musuh lain, yaitu pasukan Versailles. Teori pendekatan stuktural dari Roland Barthes digunakan untuk menemukan hasil dari penelitian ini.

This article attempts to explain the main character?s life, whose name was Chauvin. He died tragically in Alphones Daudet's short story titled La Mort de Chauvin. Chauvin was one of Paris?s soldiers who were meritorious and his presence could revive spirits of the other soldiers when there was a war between France and Prussia. Suddenly, all the conditions changed when Prussian successfully seize some French's regions. Since that day, the people started to hate Chauvin and he was evacuated in a cellar. Until he died tragically because he still tried to defend his land when the other rivals arrived, which were the Versailles?s soldier. The structural approach of Roland Barthes was used to find the result of this article.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nini Hidayati Jusuf
"Dunia Timur dalam kesusastraan Francophone Prancis Negara Prancis mempunyai tradisi kesusastraan yang sangat panjang dan sejak lama telah bersentuhan dengan dunia Timur (Afrika Utara dan Magribi). Hal itu tidak mengherankan karena sebagian wilayah Prancis terletak di Laut Tengah (Mediterranean) tempat bertemunya berbagai kebudayaan besar pada masa lampau seperti kebudayaan Yunani, Romawi, Punisia dan Mesir. Persinggungan budaya yang sudah berlangsung sejak berabad-abad menjadi semakin kental pada masa Renaissance dengan berkembangnya kota-kota pelabuhan, seperti Florence, Napoli dan Konstantinopel sebagai pintu gerbang masuknya budaya Timur ke Eropa. Bila dirunut ke belakang, budaya Timur sudah mulai dikenal sejak masa Perang Salib ketika para ksatria Prancis bertempur melawan golongan Sarrasin (Arab). Kemudian dengan ditemukannya benua Amerika oleh Columbus dan kawan-kawannya, kawasan Asia semakin menarik minat masyarakat Prancis dan Barat pada umumnya. Dalam bidang kesusastraan, jejak budaya Timur sudah terlihat sejak tahun 1100 dalam cerita epik Chanson de Roland yang mengisahkan perang antara ksatria Prancis dan ksatria Arab. Dalam kisah itu dapat ditemukan berbagai kebiasaan ksatria Sarrasin yang berbeda dengan ksatria Prancis, begitu pula dengan jubah dan perlengkapan perang yang mereka kenakan (Gall, 1985: 82 - 107).
Pada masa Renaissance hingga abad XVII, unsur Timur banyak mempengaruhi kesusastraan Prancis. Pengaruh ini antara lain terlihat pada karya-karya Moliere, antara lain dalam komedi Le Bourgeois CentiTomme yang bercerita tentang kegembiraan dan kekaguman sebuah keluarga bourgeois kaya yang akan mendapat menantu pangeran dari Turki.
Pada abad XVIII karya-karya yang mengandung unsur Timur semakin banyak, bahkan seorang filsuf terkemuka Prancis, Montesquieu, turut menulis tentang budaya Timur melalui karyanya, Les ,Genres Persanes, yang berisi satir tentang bangsa Prancis berdasarkan persepsi seorang Persia yang sedang berkunjung ke Prancis (Mitterand, 1987: 16-27).
Dengan adanya revolusi industri dan ditemukannya mesin cetak yang membawa kemajuan besar dalam bidang ekonomi dan perbaikan dalam berbagai bidang pada abad X1X, dunia Timur tidak lagi merupakan sesuatu yang asing dalam kesusastraan Prancis. Nama-nama besar seperti Victor Hugo, Baudelaire, Honore de Balzac dan Chateaubriand, banyak menulis tentang dunia Timur dalam karya-karya mereka. Penggambaran dunia Timur menjadi semakin beragam, baik yang berdasarkan pengalaman pribadi atau berupa laporan perjalanan.
Akhirnya, pada abad XX gambaran dan masalah dunia Timur semakin sering muncul dalam karya-karya Prancis. Hal itu terlihat antara lain dalam karya-karya Sartre, Camus, Gide yang banyak menggunakan latar Timur Tengah, khususnya Aljazair tempat di mana mereka pernah bermukim. Bila pengarang-pengarang tersebut menulis tentang dunia Arab, beberapa pengarang lainnya banyak mengungkapkan dunia Asia, misalnya Andre Malraux dan Marguerite Duras. Dalam karya-karyanya seperti, La Yor'x Royale, Les Conquerants, La Tentafion de L'Occident, La Condition Humaine, Malraux mengambil latar Indocina dan Cina. Karya-karya itu mendapat inspirasi dari pengalaman pribadinya di Kamboja dan di Tiongkok yang kala itu dilanda revolusi. Di sana ia menyaksikan kegiatan Revolusi Kuomintang dan terlibat dalam gerakan pembebasan Indocina menentang pemerintah kolonial Prancis (Dumazeau, 1974: 7).
Selain Malraux, seorang penulis wanita terkemuka Prancis, yaitu Marguerite Duras, juga sangat berjasa dalam memperkenalkan dunia Asia kepada publik pembaca Prancis. Dalam Utz Barrage Contre le Pacifique, / Amara, Hiroshima Mon Amour, India Song, tampak kecintaan sang pengarang akan negeri Asia, terutama Indocina, negara yang pernah dihuninya semasa remaja. la juga banyak mengeritik kekejaman rezim kolonial Prancis di negara tersebut.
Selain pengarang-pengarang Prancis asli yang menulis tentang dunia Timur, khasanah kesusastraan Prancis juga diperkaya oleh sekelompok penulis bukan penutur asli Prancis yang menulis dalam bahasa Prancis tentang dunia mereka, baik yang berbentuk pengalaman pribadi, cerita rakyat maupun pengalaman kolektif bangsa.
Para pengarang tersebut berasal dari negara-negara yang berlatar belakang sosial dan budaya berbeda, namun masih menggunakan bahasa Prancis baik sebagai bahasa sehari-hari atau di Mangan tertentu saja. Mereka sebagian besar berasal dari bekas jajahan Prancis, seperti Aljazair, Maroko, Tunisia, Afrika Hitam, Indocina dan kepulauan Martinik?.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
D494
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>