Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10721 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Neila Rahmi
"Perkawinan menyangkut hubungan antar manusia. Namun masalah perkawinan bukan hanya sekedar masalah pribadi dari mereka yang akan melangsungkan perkawinan, tapi juga merupakan masalah dan perbuatan keagamaan dan hukum. Masyarakat lewat penguasa negaranya masing-masing mengatur norma-norma hukum bagi perkawinan di antara warganya. Di Indonesia, perkawinan diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan peraturan pelaksanaannya, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Negara Indonesia menjamin kebebasan beragama bagi penduduknya (Pasal 29 Undang-Undang Dasar). Prinsip kebebasan beragama tersebut ditafsirkan juga oleh sebagian orang sebagai kebebasan untuk pindah agama. Perkawinan yang dilangsungkan di antara seorang laki-laki dan perempuan yang memeluk agama yang sama dan tetap terus seagama sampai perkawinannya berakhir, tidak menimbulkan persoalan hukum. Persoalan, hukum baru timbul manakala setelah dilangsungkannya perkawinan, pihak suami atau isteri melakukan perpindahan agama, dalam hal ini dari agama Islam ke agama non Islam atau murtad. Permasalahannya adalah bagaimana akibat hukumnya terhadap status perkawinan, apakah murtad tersebut dapat dijadikan alasan untuk membubarkan perkawinan serta lembaga peradilan mana yang berwenang mengadili kasus perceraian yang diakibatkan murtadnya suami atau isteri. Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian kepustakaan. Tipe penelitian yang digunakan, dilihat dari sudut bentuknya adalah penelitian evaluatif. Dari sudut penerapannya, tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian berfokus masalah. Dalam pandangan Islam, murtadnya suami atau isteri menyebabkan perkawinan menjadi fasakh (batal) dengan sendirinya. Perpindahan agama atau murtad yang dilakukan suami atau isteri menurut hukum Islam dan Kompilasi Hukum Islam dapat dijadikan alasan untuk membubarkan perkawinan. Mengenai lembaga peradilan yang berwenang mengadili kasus perceraian karena murtadnya suami atau isteri, berdasarkan asas personalitas keislaman, adalah Pengadilan Agama. Untuk menentukan asas personalitas keislaman, bukan didasarkan atas agama yang dianut pada saat sengketa terjadi, tetapi oleh faktor dasar hukum yang menjadi landasan ikatan pada saat hubungan atau ikatan hukum berlangsung."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T36880
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hadjral Aswad Bauty
"Dalam menjalankan kewenangan jabatan sebagai notaris, maka notaris tersebut dapat membuat suatu akta otentik sebagaimana diatur dalam Pasal 1868 KUHPerdata yang kemudian diatur lebih lanjut dalam Règlement op Het Notaris Ambt in Indonésie Stbl 1860 nomor 3 tentang Peraturan Jabatan Notaris, dimana dalam perkembangan selanjutnya Aturan Jabatan Notaris peninggalan pemerintahan kolonial Belanda tersebut telah diubah atau diganti dengan disahkan dan diberlakukannya Undang-undang No.30 Tahun 2004 tanggal 6 - Oktober - 2004 tentang Jabatan Notaris. Akta otentik yang disebutkan sebelumnya merupakan alat bukti yang sempurna, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1870 KUHPerdata; Untuk bentuk aktanya undang-undang khususnya Pasal 38 Undang-undang No. 30 Tahun 2004 mengatur bagian-bagian akta notaris yang terdiri atas : Kepala Akta, Badan Akta, dan Akhir Akta. Sebagai alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna sebagaimana diatur dalam undangundang, maka akta otentik harus benar-benar berisi atau menggambarkan fakta-fakta dan keterangan yang sesungguhnya tentang suatu kejadian serta kegiatan yang berlangsung diantara para penghadap untuk kemudian dituangkan dan diformalkan dalam suatu bentuk tertulis atau akta yang dibuat oleh (door) atau dihadapan (ten overstaan) notaris sebagai alat bukti bagi para penghadap dan juga notaris itu sendiri dikemudian hari. Untuk itulah sangat penting kiranya dalam akta notaris harus benar-benar diperhatikan keterangan yang disampaikan oleh penghadap khususnya yang berkaitan dengan kedudukan penghadap dalam akta tersebut yang pada akhirnya dapat membuat akta ini dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral, etika, dan khususnya hukum. Keterangan yang disampaikan para penghadap dalam akta notaris (otentik) tersebut dimuat dalam badan akta, sebagaimana diatur dalam Pasal 38 ayat (3) Undang-undang No.30 Tahun 2004, yang mana isinya antara lain dalam badan akta memuat tentang keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap. Dan pada bagian akta notaris (otentik) ini pulalah dimuat atau diterangkan tentang status perkawinan penghadap pada saat dia melakukan perbuatan hukum dalam akta ini. Dari uraian latar belakang tersebut, penulis membatasi pembahasan dengan pokok permasalahan sebagai berikut: 1. Akibat hukum apa saja yang dapat ditimbulkan dari status perkawinan tidak sah? 2. Dapatkah ketidakbenaran status perkawinan penghadap dalam badan akta (komparisi) menyebabkan aktanya menjadi tidak sah?; Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode secara deduktif dan kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dengan mengambil data-data umum dan menitikberatkan pada peraturan perundang-undangan serta kode etik notaris."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T38060
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adillah Yuswanti
"Perkawinan yang dilangsungkan sesuai dengan syarat-syarat perkawinan adalah sah. Di dalam Undang-Undang NO. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (UUP) dimana perjanjian perkawinan diatur tidak begitu jelas menyebutkan masa berlakunya terhadap pihak ketiga. Oleh karena ada kalanya isi perjanjian tersebut; tidak menyangkut pihak ketiga. Apabila dalam perjanjian perkawinan itu isinya menyangkut pihak ketiga, maka mulai berlakunya sejak disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan. Di dalam UUP, perjanjian perkawinan diatur dalam pasal 29. Untuk menyelesaikan kasus-kasus mengenai hutang yang dibuat dalam perkawinan, maka perlu melakukan penafsiran secara analogis dari pasal yang ada, yaitu pasal 36 UUP. Pasal 36 mengatakan bahwa harta bersama dan harta bawaannya dapat digunakan atau dipakai oleh suami atau istri atas persetujuan kedua belah pihak. Masing-masing suami istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya. Perjanjian pranikah dibuat untuk kepentingan perlindungan hukum terhadap harta bawaan masing-masing,suami ataupun istri, meskipun undang-undang tidak mengatur tujuan perjanjian perkawinan dan apa yang dapat diperjanjikan, segalanya diserahkan pada pihak calon pasangan yang akan menikah. Asalkan isinya tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, hukum dan agama, seperti sudah disebutkan diatas. Karena itu pemikiran panjang mengenai perjanjian pra nikah akhirnya dilaksanakan dengan tujuan tetap memiliki hak-hak atas aset-aset maupun harta yang dibawa sebelum, selama dan setelah putusnya pernikahan, tanpa harus melalui proses yang berbelit-belit. Selain itu mengurangi penderitaan, emosi dan rasa tertekan semua pihak akibat putusnya pernikahan bagi ke dua belah pihak terutama penderitaan anak-anak."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S21219
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Utami
"Pada dasarnya negara meletakkan konsep pernikahan sebagai hubungan hukum antara seorang pria dengan seorang wanita untuk hidup bersama dengan kekal, yang sah menurut hukum agama dan kepercayaannya dan diakui oleh negara merupakan konsep yang sudah baku. Konsepsi tersebut menegaskan pernikahan sebagai bagian dari aspek psikologis, biologis, religius, dan yuridis. Perlunya pengakuan hukum negara dan agama merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, sehingga ketiadaan pengakuan salah satu di antaranya di anggap sebagai ketiadaan pernikahan. Namun dalam perkembangan sekarang, ada kecenderungan terjadinya pernikahan yang dilakukan tanpa adanya pengakuan hukum negara. Ketiadaan pengakuan ini sering kali disebut sebagai perkawinan di bawah tangan yang terjadi karena alasan ketidakmampuan ekonomis dan ketiadaan izin dari atasan atau isteri sebelumnya. Oleh sebab itu, skripsi ini akan mengkaji tiga masalah dalam perkawinan di bawah tangan, yaitu pertama, bagaimana pandangan Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan terhadap status hukum perkawinan di bawah tangan? Ke dua bagaimana kedudukan dan hak isteri di dalam perkawinan di bawah tangan ? Ke tiga, bagaimana permasalahan hukum yamg kemungkinan terjadi dalam perkawinan di bawah tangan? Pembahasan akan permasalahan tersebut akan diteliti dengan pendekatan yuridis-normatif sehingga menghasilkan kesimpulan pertama undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan memandang status hukum perkawinan di bawah tangan sebagai perkawinan yang batal demi hukum dan tidak dapat di kategorikan sebagai perkawinan yang sah berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan (2) UU No. 1 tahun 1974. Kedua 1 Kedudukan dan hak isteri di dalam perkawinan di bawah tangan adalah sangat lemah karena tidak dapat melakukan hubungan keperdataan. Ketiga, permasalahan hukum yang terjadi dalam perkawinan di bawah tangan adalah mengenai status hukum perkawinan yang menyulitkan posisi pasangan suami isteri tersebut dalam melakukan hubungan keperdataan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S21208
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Betrice Viosania
"Pada dasarnya hukum perkawinan di Indonesia tidak mengatur secara khusus mengenai perkawinan pasangan beda agama, sehingga pengaturan mengenai perkawinan beda agama menjadi multitafsir. Kondisi ini menjadi dasar isu dalam Penetapan Pengadilan Negeri Makale Nomor: 2/Pdt.P/2022/PN Mak. Para Pemohon yang memiliki perbedaan agama memohon agar perkawinan mereka dapat disahkan oleh Pengadilan. Atas dasar tersebut, dalam tulisan ini akan menganalisis mengenai (1) pengaturan mengenai perkawinan beda agama di Indonesia, dan (2) kesesuaian pertimbangan hakim dengan peraturan perundang-undangan dalam Penetapan Pengadilan Negeri Makale Nomor: 2/Pdt.P/2022 Pn Mak yang mengabulkan perkawinan beda agama. Untuk menjawab permasalahan yang ada, digunakan metode penelitian yuridis normatif. Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa (1) perkawinan beda agama berdasarkan peraturan di Indonesia diserahkan kembali kepada ajaran agama masing-masing calon mempelai. Dimana perkawinan beda agama tidaklah dibenarkan, sebab tidak sesuai dengan hukum dan ajaran agama-agama yang berlaku di Indonesia. Sehingga, suatu perkawinan beda agama dianggap tidak sah dan batal demi hukum. (2) berdasarkan hasil analisis dari sumber perundang-undangan yang ada, keputusan Hakim dalam Penetapan Pengadilan Negeri Makale Nomor: 2/Pdt.P/2022/PN Mak. yang mengabulkan permohonan perkawinan beda agama tidaklah tepat. Sebab perkawinan tersebut tidak sah menurut hukum agama, sehingga seharusnya tidak dapat dicatatkan oleh lembaga negara.

Essentially, marriage law in Indonesia does not specifically regulate the marriage of couples of different religions. Thus, the regulation for interfaith marriage is multi-interpretation. This condition became the basis in Makale District Court Determination Number: 2/Pdt.P/2022/PN Mak. The Plaintiffs, who have different religions, requested that their marriage be legalized by the Court. On this basis, this paper will analyze (1) the regulation of marriage between different religions in Indonesia, and (2) the suitability of the judge's consideration with the laws and regulations in the Makale District Court Determination Number: 2/Pdt.P/2022 Pn Mak which granted the interfaith marriage. To answer the existing problem, a normative juridical research method is used. The research of this study results that (1) Indonesian regulations for interfaith marriages are consigned back to the religious teachings of each prospective bride and groom. A marriage between different religions is not justified because it is not according to the laws and teachings of the religions that apply in Indonesia. Therefore, interfaith marriage is considered unauthorized and void in the sake of law. (2) based on the results of the analysis of existing statutory sources, the Judge's decision in the Makale District Court Determination Number: 2/Pdt.P/2022/PN Mak. which granted the application for interfaith marriage was not legitimate, because interfaith marriage is not valid according to the religious law. Thus, it should not have been recorded by state."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Richard Daniel
"Perceraian yang merupakan salah satu penyebab dari putusnya suatu hubungan perkawinan ini berdampak kepada masing-masing pihak yang terikat dalam suatu hubungan perkawinan khususnya dalam kondisi ekonomi. Dari berbagai banyak kasus perceraian yang ada, istri lebih sering sekali mengalami kesulitan dalam kondisi ekonomi, yang mana sebelumnya selama terikat dalam hubungan perkawinan diberikan nafkah oleh suami. Maka dari itu untuk mencengah terjadinya ada salah satu pihak yang mengalami kesusahan pasca perceraian diperlukan pengaturan yang jelas mengenai tunjangan pasca perceraian. Dalam skripsi ini membahan mengenai pengaturan tunjangan pasca perceraian di Indonesia dan membandingkan pengaturan tersebut dengan pengaturan tunjangan pasca perceraian yang ada di Malaysia. Dalam menulis skripsi ini dilakukan dengan penelitian yuridis normatif yang mengutamakan penggunaan bahan pustaka berupa norma-norma hukum tertulis dalam membandingkan pengaturan tunjangan pasca perceraian di Indonesia dan Malaysia. Berdasarkan penelitian, mengenai tunjangan pasca perceraian di Indonesia masih diatur dalam beberapa peraturan yang berlaku secara tidak menyeluruh dan sama rata untuk Warga Negara Indonesia, maka diperlukan tindakan dari pemerintah sebagai pemegang kewenangan untuk mengubah dan melengkapi khususnya tunjangan pasca perceraian agar dapat diberlakukan dengan jelas dan sama rata.

Divorce, one of the many causes of the end of a marital relationship, brings an impact towards the parties bound in the marital relationship, specifically in the economic conditions.Of the many divorce cases present, the wife in the relationship more often experiences economic hardships, due to the fact that their livelihood during the marriage was provided by the husband. Hence, to prevent condition whereas one of the former spouses being burdened because of divorce, it is necesarry to have defined law regarding spousal maintance after divorce. This thesis discusses the law of spousal maintance in Indonesia and compares it with the law of spousal maintance in Malaysia. This thesis is weritten using the normative juridical research approach tha prioritizes the use of library materials in the form of written legal norms in comparing post-divorce alimony arrangements in Indonesia and Malaysia. Based on research, post-divorce alimony agreement in Indonesia is still not chomprehensively and unequally regulated in several regulations that apply for Indonesian citizens. An action from the government as the holder of authority is needed to change and complete the post-divorce alimony agreement regulation so that they can be applied clearly and equally for everyone.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johni Najwan
"Perkawinan sangat penting artinya dalam kehidupan manusia, baik sebagai perseorangan maupun kelompok. Dengan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan menjadi lebih terhormat sesuai dengan kedudukan manusia sebagai makhluk yang mulia diantara makhluk Allah. Selain itu, melalui perkawinan kehidupan rumah tangga juga dapat dibina dalam suasana yang lebih harmonis. Selanjutnya, keturunan dari perkawinan yang sah itupun, Juga akan menghiasi kehidupan keluarga dan sekaligus merupakan kelangsungan hidup manusia secara mulia pula. Oleh karena itu, pada tempatnyalah apabila Undang-undang Perkawinan Nomor I Tahun 1974, mengatur masalah perkawinan ini dengan sangat teliti dan terperinci, untuk membawa umat manusia menuiu kehidupan yang lebih baik.
Undang-undang ini menganut prinsip, bahwa calon suami isteri harus telah masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik, dan tanpa berakhir dengan perceraian, serta mendapat keturunan yang baik dan sehat pula.
Di samping itu, perkawinan juga mempunyai hubungan dengan masalah kependudukan. Karena pada kenyataannya, batas umur yang lebih rendah bagi seseorang untuk melangsungkan perkawinan, mengakibatkan laju kelahiran lebih tinggi, Jika dibandingkan dengan batas umur yang lebih tinggi bagi seseorang untuk dapat melangsungkan perkawinan. Berhubung dengan itu, Undang-undang ini menentukan batas umur untuk kawin bagi seseorang, yakni 19 tahun bagi pria dan 16 tahun bagi wanita. Penentuan batas umur minimal untuk melangsungkan perkawinan tersebut adalah sangat penting. Karena suatu perkawinan di samping menghendaki kematangan biologis juga psikologls.
Waleupun Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, sudah hampir 20 tahun diberlakukan secara efektif, namun pelanggaran terhadap undang-undang ini, bukan berarti tidak ada. Malahan cukup banyak dan bervariasi, baik secara nyata maupun tidak nyata, di antaranya ialh perkawinan di bawah umur.
Sehubungan dengan itu, karena perkawinan merupakan salah satu aspek syari'at agama, yang telah berurat dan berakar, Serta telah melembaga pula dalam tata kehidupan masyarakat Indonesia, maka masalah pelanggaran terhadap Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 ini, perlu mendapat perhatian khusus, baik oleh instansi yang terkait langsung, maupun oleh masyarakat pada umumnya."
Depok: Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naura Niyomi
"Harta Benda Perkawinan adalah harta yang diperoleh selama perkawinan berlangsung. Harta Benda Perkawinan ini terdiri dari 2 macam, yaitu Harta Bersama dan Harta Bawaan. Harta Bersama adalah harta yang diperoleh selama perkawinan berlangsung baik karena pekerjaan suami atau pekerjaan istri. Sedangkan Harta Bawaan adalah harta yang diperoleh oleh masing-masing suami atau istri baik sebagai hadiah atau warisan. Di dalam Undang-Undang Perkawinan disebutkan bahwa perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, sehingga diharapkan terjadinya perceraian dapat dihindari, karena Undang-Undang menganut prinsip mempersukar terjadinya perceraian.
Yang menjadi pokok permasalahan dalam penyusunan tesis ini adalah bagaimanakah pengaturan mengenai perceraian menurut Undang-Undang Perkawinan; bagaimanakah pengaturan mengenai Harta Bersama menurut Undang-Undang Perkawinan; bagaimanakah pengaturan mengenai Harta Bawaan menurut Undang-Undang Perkawinan; dan bagaimanakah pelaksanaan pembagian Harta Benda Perkawinan (Harta Bersama) apabila terjadi perceraian.
Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan tesis ini adalah Metode Penelitian Kepustakaan (Library Research), dimana bahan-bahan yang diperlukan diperoleh dengan mempelajari teori mengenai perkawinan, khususnya mengenai pembagian Harta Bersama Perkawinan apabila terjadi perceraian dari sumber-sumber tertulis, seperti peraturan perundang-undangan, buku-buku, referensi maupun makalah yang terdapat di perpustakaan yang berkaitan dengan judul tesis ini.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa perceraian biasanya membawa akibat hukum terutama terhadap Harta Benda Perkawinan, baik terhadap Harta Bersama maupun Harta Bawaan. Apabila terjadi perceraian, maka menurut Undang-Undang Perkawinan Harta Bersama akan dibagi menjadi 2 banyak yang sama besar, yaitu: ½ bagian untuk suami dan ½ bagian lagi untuk istri.
Sedangkan Harta Bawaan suami istri tersebut akan kembali ke masing-masing pihak yang mempunyai harta tersebut, kecuali jika ditentukan lain, yaitu dengan membuat Perjanjian Perkawinan. Masalah Pembagian Harta Benda Perkawinan inilah yang sampai saat ini masih menjadi pokok perdebatan apabila terjadi perceraian."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T14471
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Mutiara
"Perkawinan siri merupakan perkawinan yang dilakukan secara agama saja atau hanya di depan pemuka agama. Persoalan mengenai perkawinan siri memang masih menimbulkan pro dan kontra. Satu pihak ada yang beranggapan perkawinan seperti itu boleh saja dilakukan, di pihak lain meragukan ke absahannya. Sistem hukum Indonesia tidak mengenal adanya istilah perkawinan siri serta tidak mengatur secara khusus mengenai perkawinan siri dalam sebuah peraturan. Namun, secara umum, istilah ini diberikan bags perkawinan yang tidak dicatatkan kepada Pegawai Pencatat Nikah. Bagaimana status perkawinan siri dimata Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan serta akibat hukumnya terhadap istri yang dinikahi dan anak yang dilahirkan di dalam perkawinan siri, merupakan masalah yang diteliti dalam tulisan ini.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif yuridis. Perkawinan siri menurut. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan merupakan perkawinan yang tidak sah, karena perkawinan jenis ini merupakan suatu penyimpangan dari ketentuan Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yakni ketentuan dalam Pasal 2 ayat (2) mengenai pencatatan perkawinan. Sedangkan akibat hukum terhadap istri, istri bukan merupakan istri sah dan karenanya tidak berhak atas nafkah dan warisan dari suami serta tidak berhak atas harta gono-gini dalam hal terjadi perpisahan. Terhadap anak, statusnya menjadi anak luar kawin dan karenanya ia hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta sewaktu-waktu ayahnya dapat menyangkal keberadaan anak tersebut, selain itu ia tidak berhak atas nafkah hidup, biaya pendidikan, serta warisan dari ayahnya. Bahwa terhadap ketentuan Pasal 2 ayat (2) mengenai sahnya perkawinan dan kewajiban pencatatan perkawinan sebaiknya dituangkan ke dalam satu pasal dan bagi yang ingin melakukan perkawinan tersebut dianjurkan untuk mengurungkan niatnya serta bagi yang telah melakukannya dianjurkan untuk mencatatkan perkawinan dengan itsbat nikah atau melakukan perkawinan ulang dan bagi yang non-Islam dianjurkan untuk melakukan perkawinan ulang."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16501
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunita Neni Susiandari
"Pembatalan perkawinan yang telah dilangsungkan masih terjadi di masyarakat karena ada kemungkinan perkawinan tersebut cacat hukum. Tidak dipenuhinya syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan menyebabkan perkawinan tidak sah, sehingga akan memberikan kesempatan kepada pihak terentu untuk membatalkan perkawinan. Dari uraian tersebut, timbul masalah apa yang menjadi peyebab suatu perkawinan dapat dibatalkan. Bagaimana sahnya perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974. Bagaimana akibat kelalaian Pegawai Pencatat Perkawinan yang tidak melakukan penelitian dan pemeriksaan terhadap wali nikah dan calon mempelai apabila dilihat dari segi perbuatan melawan hukum. Penulisan Tesis ini mengunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif. Jenis data yang digunakan data sekunder.
Metode analisis penelitian adalah metode kwalitatif sehingga menghasilkan data yang evaluatif analisis. Menurut Undang-undang Perkawinan bahwa perkawinan yang dilangsungkan di muka Pegawai Pencatat Perkawinan yang tidak berwenang, wali nikah yang tidak sah atau yang dilangsungkan tanpa dihadiri dua orang saksi dapat diminta pembatalannya oleh para keluarga dalam garis lurus keatas dari suami atau istri, jaksa dan suami atau istri. Poligami tanpa dipenuhinya syarat-syarat yang ditentukan undangundang serta perkawinan dibawah ancaman hukum dan perkawinan yang dilangsungkan tanpa izin dan yang melanggar larangan perkawinan dapat dimintakan pembatalannya.
Sahnya perkawinan apabila dilaksanakan menurut hukum agama dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebelum berlangsungnya perkawinan harus diadakan penelitian dan pemeriksaan untuk mengetahui apakah syarat-syarat perkawinan telah dipenuhi dan tidak ada halangan untuk melakukan perkawinan. Prinsip ketelitian dan sikap kehatihatian yang dimiliki pegawai pencatat nikah bersifat mutlak. Konsep perbuatan melawan hukum secara luas yaitu tidak hanya melanggar hukum tertulis tetapi juga hukum tidak tertulis. Akibat kelalaian Pegawai Pencatat Perkawinan yang tidak melakukan penelitian dan pemeriksaan sebelum perkawinan dilangsungkan merupakan perbuatan melawan hukum."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T16510
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>