Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 108547 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aqila Nur Zhafirah
"Modifikasi pada morfologi TiO2 diperlukan untuk meningkatkan kinerjanya dalam aktifitas fotokatalitik. Dalam perkembangannya, dikenal istilah TiO2 Nanotube Arrays (TNTAs), yaitu lapisan tipis TiO2 yang memiliki luas permukaan besar serta saluran satu dimensi (one dimensionalchannel). Fabrikasi TiO2 secara anodisasi merupakan jalur preparasi yang dipilih karena kemampuannya untuk membentuk oksida anodik yang selforganized dalam bentuk struktur nanotube dengan barisan vertikal yang hampir sempurna. Elektrolit yang memiliki viskositas tinggi biasa digunakan dalam proses anodisasi, yaitu elektrolit organik seperti Etilen Glikol, yang dapat mengontrol laju difusi sehingga membentuk TiO2 nanotube yang lebih rapih dan terorganisir. Akan tetapi, penggunaan elektrolit organik masih memiliki kekurangan, yaitu dalam hal harganya
yang tergolong mahal dan kurang ramah lingkungan. Penggunaan elektrolit berbasis air dengan Natrium Karboksimetil Selulosa (Na-CMC) sebagai aditif yang mampu
meningkatkan nilai viskositas untuk mengontrol laju difusi, selama proses anodisasi, menjadi fokus kajian yang dilaporkan dalam penelitian ini. Efek viskositas pada pengontrolan laju difusi dimanfaatkan dalam preparasi TiO2 untuk mendapatkan morfologi nanotubes array (TNTAs). Selain viskositas, nilai pH larutan elektrolit berbasis air juga diinvestigasi pengaruhnya terhadap morfologi film TiO2 yang dihasilkan. Selama proses anodisasi diamati dengan seksama dinamika perubahan arus anodisasi pada berbagai kondisi elektrolit (variasi pH). Profile kurva arus terhadap waktu
selama proses anodisasi dievaluasi untuk mengetahui proses pertumbuhan nanotube bedasarkan masing–masing waktu dan nilai pH. Film TNTAs yang dihasilkan dikarakterisasi dengan SEM, XRD, FTIR, UV-DRS, dan sel foto elektrokimia. Berdasarkan hasil karakterisasi (SEM) morfologi film TiO2 yang dihasilkan, yaitu nilai diameter tabung, ketebalan dinding tabung, panjang tabung, dan porositas memiliki kaitan erat dengan kondisi elektrolit dan profile arus vs waktu anodisasi memberi petunjuk indikatif kuat atas tahapan pembentukan morfologi TiO2 Nanotubes Array.
Modifications of TiO2 morphology are required to improve its photocatalytic activity. TiO2 having Nanotube Arrays (TNTAs) morphology is well known as a thin layer of TiO2
which has a large surface area and having one-dimensional channel featrure. One of the method to prepare TNTAs is an anodization process, because of its ability to form selforganized anodic oxides in the form of nanotube structures, with nearly perfect vertical lines. Electrolytes with high viscosity are commonly used in the anodizing process to control diffusion rate, where usually organic electrolyte such as Ethylene Glycol is used. However, the use of organic electrolytes has a drwaback, namely involving a relatively expensive electrolyte media and less environmentally friendly. The use of water electrolytes with Sodium Carboxymethyl Cellulose (Na-CMC) as an additive that can increase the viscosity value, hence controlling the diffusion rate, can be considered as one of the best alternative, thus challenging for further investigation. In addition the pH
values of the electrolyte media might also play a key role to produced a highly ordered TNTAs. This reported research deal with investigation on the effect of electrolyte conditions and anodization time to the morphological features of prepared TNAs. In doing
so, the profile of anodization current dynamic along the anodization time will be observed and analyzed carefully, and the produced TNTAs film will be characterized by SEM,
XRD, FT-IR, UV-DRS, and electrochemical work station. The results showed that there were strong indication that the anodization profile (I vs time curve) well correlated to the growing stage of the TNTAs, in term of nucleation, porous formation, which is leading to controillable morphological feature of the TNTAs (e.g. tube diameter, tube’s wall thickness, and tube’s length)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prasetia
"Semikonduktor TiO2 mulai dikembangkan menjadi beberapa bentuk morfologi skala nano, salah satu bentuk morfologinya yaitu bentuk TiO2 nanotube. Metode yang paling mudah dilakukan dalam sintesis TiO2 nanotube adalah dengan cara anodisasi menggunakan larutan elektrolit tertentu. Untuk menyempurnakan sintesis TiO2 nanotube, digunakan larutan elektrolit berviskositas tinggi agar mampu menahan laju disolusi dalam sintesis TiO2 nanotube. Natrium alginat merupakan salah satu zat pengental yang diekstrak dari ganggang coklat dan diharapkan mampu menahan laju difusi elektrolit pada sintesis TiO2 nanotube sehingga mampu menghasilkan TiO2 nanotube yang sangat teratur dengan ketinggian tabung yang cukup. Pada penelitian ini, mula-mula dilakukan penentuan viskositas natrium alginat dengan berbagai konsentrasi menggunakan viskometer ostwald. Kemudian, dilakukan anodisasi pada plat titanium dengan variasi konsentrasi natrium alginat, variasi konsentrasi NH4F, serta variasi pH elektrolit. Hasil karakterisasi SEM menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi natrium alginat dan NH4F dalam larutan elektrolit dapat meningkatkan tinggi, diameter, serta kerapihan dari nanotube yang terbentuk. Namun penambahan konsentrasi NH4F yang lebih tinggi serta kondisi pH elektrolit yang lebih rendah justru membuat morfologi TiO2 nanotube semakin tidak beraturan atau bahkan tidak terbentuk. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh morfologi TiO2 nanotube terbaik dengan menggunakan konsentrasi elektrolit natrium alginat dan NH4F masing-masing sebesar 0,30 % dengan media elektrolit pada pH 4.

TiO2 semiconductor has been developed in some nanoscale forms, one of those is TiO2 nanotube. The simplest way to synthesize TiO2 nanotube is anodization process using certain electrolyte solution. High-viscosity electrolyte solution can be used to control the dissolution rate in TiO2 nanotube synthesis. Sodium alginate is one of the thickening agent extracted from brown algae and hopefully it can control the dissolution rate in electrolyte solution in TiO2 nanotube synthesis, so the Highly-ordered TiO2 nanotube can be formed with sufficient nanotube length. In this research, first the determination of sodium alginate viscosity with viscometer Ostwald must be conducted. Then, titanium foil is anodized with concentration variation of NH4F and sodium alginate, also with the pH variation of electrolyte solution. Based on characterization using SEM, the addition of NH4F and sodium alginate in electrolyte solution can increase the length, diameter and organization of nanotube which formed. But the addition of higher NH4F concentration and electrolyte acidity causes TiO2 nanotube morphology more collapsed and not organized, moreover it cant be formed. Based in this research, TiO2 nanotube with the best morphology is obtained with using NH4F and sodium alginate concentration in 0,30 % each, in an electrolyte solution with pH 4."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annis Safitri Febrianti
"Pembuatan TiO2 nanotube telah berhasil dilakukan. TiO2 nanotube dihasilkan dari proses anodisasi plat Ti dalam larutan elektrolit garam flourida dalam etilen glikol. Proses anodisasi dilakukan dengan menggunakan potensial 40 V selama 1 jam. TiO2 nanotube yang terbentuk kemudian didispersikan dalam larutan hidrogen peroksida, sehingga membentuk koloid TiO2. Penggunaan koloid TiO2 salah satunya adalah untuk melapisi TiO2 pada permukaan bahan agar memiliki kemampuan self cleaning.
Pelapisan TiO2 pada kain dan kaca telah berhasil dilakukan. Pelapisan TiO2 pada kain diperlukan penambahan spacer kimia dan perendaman kain dalam koloid TiO2. Pada pelapisan permukaan kaca dengan TiO2 dilakukan dengan cara penetesan koloid TiO2 pada permukaan kaca. Permukaan bahan yang telah dilapisi TiO2 dikarakterisasi dengan menggunakan SEM, UV-Vis DRS, FTIR, dan Contact Angle Meter. Setelah terlapisi dengan TiO2 permukaan kain kaca diuji kemampuan self cleaning dengan menggunakan zat warna Rhodamin B.
Telah didapatkan hasil pengujian aktivitas fotokatalis dari kain dan kaca yang telah terlapisi TiO2 dengan menggunakan iluminasi sinar matahari dan sinar UV. Kain yang telah terlapis TiO2 dapat mendegradasi zat warna sebesar 60,67% dengan iluminasi sinar UV selama 100 menit dan sebesar 75,63 % dengan iluminasi sinar matahari selama 180 menit. Kaca yang telah terlapis TiO2 dapat mendegradasi zat warna sebesar 53,01% dengan iluminasi sinar UV selama 60 menit, tidak terdeteksi pada 80 dan 100 menit dan sebesar 39,65% dengan iluminasi sinar matahari selama 20 menit, tidak terdeteksi pada 40, 60, 80 dan 100 menit.

Preparation of TiO2 nanotubes have been successfully carried out. The TiO2 nanotubes were produced by anodizing Ti plate in proper electrolyte solution. Anodizing process is performed by using a potential of 40 V for 1 hour. The formed TiO2 nanotubes were then dispersed in the water containing hydrogen peroxide, to obtain TiO2 colloidal. The water base colloidal of TiO2 then was applied to prepare a cloth/fabric and glass those have a self cleaning property. TiO2 coating on the fabric required the addition of a chemical spacer and soaking fabrics in TiO2 suspension.
While surface coating of the glass with TiO2 done by dripping of glass surface in the colloidal of TiO2. The materials those have been coated with TiO2 the were characterized by using SEM, UV-Vis DRS, FTIR, and Contact Angle Meter. In addition the TiO2 coated glass fabric was tested its self-cleaning ability by using Rhodamine B dyes, under illumination of sunlight and UV rays.
The test result of cloth/fabric which has been coated TiO2 showed that under UV light illumination for 100 minutes, it can degrade the dye by 60,67%, while under with sunlight illumination for 180 minutes can degrade up 75,63%. For the glass that has been coated with TiO2, the test showed that, under illumination of UV light for 60 minutes, it can degrade 53,01% of the dye, not detected for 80 and 100 minutes and under illumination of the sunlight for 20 minutes can degrade 39,65% of the dyes, not detected for 40,60,80 and 100 minutes.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
S61490
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Dewi Pangestuti
"TiO2 merupakan fotokatalis yang telah banyak digunakan sebagai pendegradasi bahan pencemar organik, seperti zat warna. Fotokatalis TiO2 mempunyai nilai energi celah yang sebanding dengan panjang gelombang sinar UV, sehingga fotokatalis ini hanya aktif bila disinari dengan sinar UV dan kurang responsif bila disinari pada panjang gelombang sinar tampak. Dekorasi logam secara fotodeposisi pada permukaan TiO2 dengan memanfaatkan peristiwa Surface Plasmon Resonance (SPR) akan mengaktifkan fotokatalis pada daerah sinar tampak. Absorbsi plasmon logam aktif pada daerah sinar tampak, sehingga bila dikombinasikan dengan TiO2 akan menghasilkan fotokatalis yang dapat digunakan pada daerah sinar tampak. Pada penelitian ini dilakukan preparasi TiO2 nanotube yang didekorasi dengan bimetalik Ag-Cu nanopartikel secara fotodeposisi menggunakan iradiasi sinar UV. TiO2 nanotube dipreparasi menggunakan metode anodisasi secara elektrokimia dilanjutkan dengan kalsinasi selama 3 jam pada suhu 500ºC. Dekorasi logam pada permukaan TiO2 nanotube secara fotodeposisi menggunakan iradiasi sinar UV dilakukan dengan variasi waktu deposisi untuk mendapatkan waktu deposisi terbaik ke permukaan fotokatalis. Ag-Cu/TiO2 yang terbentuk dikarakterisasi menggunakan DRS UV-VIS, FTIR, XRD, FESEM, EDS, dan LSV. Kemudian dilakukan uji fotokatalitik pada daerah sinar tampak dan UV, menunjukkan fotokatalis aktif pada kedua daerah tersebut. Uji fotokatalitik dilakukan dengan melihat penurunan konsentrasi larutan uji yaitu zat warna congo red.
TiO2 is a photocatalyst that has been used for degradation of organic pollutants such as dyes substance. TiO2 photocatalyst has a band gap energy value that equal to UV light`s wavelength. So this photocatalyst is only active in UV light region and less responsive in visible light region. Metal, as nano particle, decoration on TiO2 surface may induce a Surface Plasmon Resonace (SPR) phenomenon and activate the photocatalyst in visible light region. The SPR of metal may active in visible light region, so if we combined metal and TiO2, will eventually create photocatalyst that can be used in visible light region. In this research, TiO2 nanotube were prepared and decorated with bimetallic Ag-Cu nanoparticles, which was prepared by photodeposition method using UV light irradiation. TiO2 nanotube were prepared by anodization method using and followed by calcinations for 3 hours at 500ºC. Metal`s decoration with photodeposition method on TiO2 nanotube surface were prepared by using UV light irradiation at various deposition time to obtain the best deposition time on photocatalyst surface. Ag-Cu/TiO2 photocatalyst were characterized by using DRS UV-VIS, FTIR, XRD, FESEM, EDS, and LSV. Afterward, the prepared photocatalyts were tested under visible light region and UV light region, it showed that the photocatalyst are active in both region."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S55168
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Aryani Putri
"Titanium adalah salah satu material yang paling populer untuk digunakan sebagai material implan karena memiliki sifat biokompatibilitas yang baik karena adanya lapisan oksida tipis di permukaannya yang secara spontan terbentuk, dimana lapisan oksida ini menyebabkan Titanium menjadi pasif sehingga tidak mengalami korosi saat diaplikasikan menjadi material implan. Namun material Titanium ini tergolong sebagai material bio-inert, sehingga masih kurang mendukung dalam pertumbuhan dan perkembangan tulang (osseointegrasi) jika dibandingkan dengan material yang tergolong sebagai bio-active. Salah satu cara untuk meningkatkan biokompatibilitas dari Titanium adalah dengan mengasarkan permukaan, karena berdasarkan studi yang telah dilakukan sel cenderung lebih dapat menempel dan berkembang pada material dengan topografi permukaan yang lebih kasar. Anodisasi adalah salah satu cara yang efektif dan mudah untuk meningkatkan kekasaran permukaan Titanium, sekaligus memproduksi lapisan warna yang dapat digunakan untuk identifikasi material implan. Sehingga pada penelitian ini akan dilakukan anodisasi pada Ti-6Al-4V untuk menghasilkan lapisan warna sekaligus mengevaluasi pengaruh parameter yang diaplikasikan terhadap kekasaran permukaan serta biokompatibilitasnya. Anodisasi dilakukan dalam elektrolit H3PO4 dengan konsentrasi 0.5 M dan 1 M menggunakan tegangan 30, 70, dan 120 V untuk mengevaluasi kekasaran permukaan serta efeknya dalam meningkatkan biokompatibilitas Ti-6Al-4V. Selain itu juga dihasilkan Ti-6Al-4V hasil anodisasi pada tegangan 10 hingga 90 V untuk mengetahui pengaruh tegangan terhadap warna yang dihasilkan. Hasil dari anodisasi ini dievaluasi secara makro, mikro menggunakan SEM, komposisi lapisan oksida yang dihasilkan menggunakan EDS, kekasaran permukaannya menggunakan Accretech Surfcom 2900SD3, dan ketahanan goresnya menggunakan scriber yang kemudian diamati dengan mikroskop optik. Hasil yang didapatkan menunjukan kenaikan kekasaran permukaan pada Ti-6Al-4V yang telah dianodisasi, dimana dengan meningkatnya tegangan dan konsentrasi elektrolit yang diaplikasikan maka kekasarannya juga meningkat.. Lalu hasil EDS juga menunjukan adanya inkorporasi ion Fosfor dalam lapisan oksida. Mekanisme terkait hasil yang didapatkan dan pengaruhnya terhadap biokompatibilitas akan lebih lanjut dijelaskan dalam hasil penelitian ini.

Titanium is one of the most popular materials to be used as implant material because it has good biocompatibility due to the presence of a thin oxide layer that spontaneously forms on its surface, this oxide layer causes Titanium to become passive so it does not corrode when being applied as implant material. But Titanium is only classified as a bio-inert material and still less capable in supporting bone growth and its development (osseointegration) when compared to bio-active material. One way to improve the biocompatibility of Titanium is to roughen its surface, because based on studies that have been carried out cells tend to be more adhere and develop in materials with a more rough surface topography. Anodization is one of the effective and easy ways to increase surface roughness of Titanium, while producing a colour oxide film that can be used to identify implant material. Thus, this study will carried out anodization of Ti-6Al-4V to produce a color oxide film while evaluating the effect of parameters applied to its surface roughness and biocompatibility. Anodization was carried out in H3PO4 electrolytes with concentrations of 0.5 M and 1 M using voltages of 30, 70 and 120 V to evaluate surface roughness and its effect in increasing Ti-6Al-4V biocompatibility. Besides that, this study also anodized Ti-6Al-4V at 10 to 90 V to find out the effect of voltage on the color produced. The results of this investigation were evaluated by macro-image, SEM, EDS, Accretech Surfcom 2900SD3, and its scratch resistance using scriber made out of carbide. The results obtained show an increase in surface roughness in anodised Ti-6Al-4V, where as the voltage and electrolyte concentration increase, the surface roughness also increases. Then, the EDS results also show the presence of incorporation of Phosphorus ions in the oxide layer produced by anodization. The mechanism related to the results obtained and its effect on biocompatibility will be further explained in the results of this study."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Ramadhanti
"ABSTRAK
Kelemahan material implan Ti-6Al-4V adalah bersifat ­bio-inert, sehingga tidak mendukung reaksi jaringan/sel tubuh dengan implan. Penelitian ini bertujuan meningkatkan tendensi pelekatan sel osteoblas pada permukaan implan Ti-6Al-4V melalui modifikasi biokompatibilitas dengan meningkatkan kekasaran permukaan sehingga sel di sekitar implan berkembang. Menggunakan metode anodisasi maka dapat mendukung pula tujuan coloring implan guna memudahkan identifikasi implan ketika pemasangan. Sebelum anodisasi, sampel dipreparasi hingga permukaanya mirror like dan bersih dari kotoran lemak. Anodisasi menggunakan elektrolit H2SO4 0.5 M dan 1 M, pada variasi tegangan 30 V, 50 V, dan 70 V selama 5 menit. Pengaruh tegangan dan konsentrasi elektrolit terhadap kekasaran permukaan diidentifikasi melalui pengujian Surfcom, pengamatan morfologi dan karakterisasi unsur di permukaan dan cross section lapisan TiO2 dengan SEM-EDS, dan kekuatan penempelan lapisan oksida diuji dengan uji ketahanan gores dan diamati dengan OM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi tegangan maka lapisan oksida warna semakin tebal dengan kekasaran permukaan dan ketahanan gores yang lebih tinggi, sehingga hasilnya menunjukkan bahwa kekerasan lapisan oksida meningkat. Fitur kekasaran permukaan didapatkan dari tekstur berupa lembah dan puncak dengan adanya mikropori TiO2 yang terbentuk karena reaksi evolusi oksigen dan inkorporasi ion sulfat dari elektrolit, sehingga biokompatibilitas implan meningkat dengan mekanisme mechanical interlocking antara implan dengan jaringan/sel osteoblas.

ABSTRACT
Ti-6Al-4V implants are bio-inert, it doesnt support tissues or cells reaction with implants. This study was aimed to increase the tendency of attaching osteoblasts to the surface of implants through biocompatibility modification by increased surface roughness, also to get colored implants to facilitate identification of implants when the implants going to be installed, by anodization method. The sample was prepared until had mirror-like surfaces and cleaned from dirt. Anodization used 0.5 M and 1 M H2SO4 electrolytes, 30 V, 50 V, and 70 V for 5 minutes. The effect of voltage and electrolyte concentration on surface roughness was identified through Surfcom, morphological and elemental characterization with SEM-EDS, and the attachment strength of the oxide layer tested by scratch resistance test and observed with OM. The results indicated that the higher the voltage, the color oxide layer gets thicker with higher surface roughness and scratch resistance, so those results indicated that the oxide layers hardness increased. Surface roughness features was obtained by texture of valleys and peaks with TiO2 micropores caused by oxygen evolution reactions and incorporation of sulfate ions from electrolytes, so that implants biocompatibility can be increased by mechanical interlocking mechanism between implants and osteoblast bone cells / tissue."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sipayung, Sandhy Putra Pangidoan
"Aluminium merupakan salah satu material logam yang banyak digunakan serta dikembangkan pada berbagai macam aplikasi. Untuk meningkatkan kualitas aluminium, baik sifat fisik maupun mekanisnya, dilakukan beberapa perlakuan terhadap aluminium tersebut. Salah satu proses yang dilakukan adalah dengan rekayasa permukaan melalui proses anodisasi. Dalam proses anodisasi, pada permukaan aluminium akan terbentuk lapisan aluminium oksida yang amat keras dan tahan terhadap korosi.
Saat ini pengembangan proses anodisasi dikembangkan dalam pengetahuan tentang nanoteknologi. Melalui proses anodisasi yang dilakukan diharapkan lapisan yang dihasilkan memiliki kebaikan sifat-sifat mekanis seperti ketebalan, kekerasan, dan karakteristik diameter pori yang sesuai agar nantinya dapat digunakan pada aplikasi nanoteknologi seperti pembuatan carbon nanotube, nanoporous membrane, ataupun quantum dots. Salah satu parameter yang terpenting dan menentukan karakteristik permukaan hasil anodisasi adalah konsentrasi dan jenis elektrolit yang digunakan.
Penelitian kemudian dilakukan untuk memahami pengaruh dari besarnya penambahan konsentrasi elektrolit terhadap karakteristik dari lapisan oksida yang dihasilkan pada permukaan aluminium foil. Pada penelitian ini digunakan elektrolit tetap asam oksalat 0,5 M, serta variabel bebas penambahan asam sulfat 0,12 M, 0,24 M, 0,36 M, dan 0,48 M.
Hasil penelitian kemudian menunjukkan bahwa lapisan oksida yang dihasilkan benar merupakan lapisan Al2O3 dan dengan meningkatnya konsentrasi asam sulfat lapisan oksida yang dihasilkan akan memiliki permukaan yang semakin pekat warna kelabu-nya serta meningkat ketebalannya, hingga mencapai ketebalan tertinggi sekitar 14,51 µm pada konsentrasi 0,36 M namun menurun hingga ketebalan 9,95 µm pada konsentrasi 0,48 M. Kekerasan lapisan yang dihasilkan tidak valid karena alat pengujian yang digunakan kurang mendukung untuk jenis sampel yang digunakan.

Aluminium is one of the most common metal that has been used and developed in wide application. To enhance the quality of aluminium (physical and mechanical properties), some process have been done to the aluminium itself. One of the process is by changing its surface properties with anodizing process. In anodizing process, the aluminium oxide layer would be formed on the surface, and it has great hardness and good corrosion resistance.
At the present, the anodizing process has been developed for the knowledge of nanotechnology. By anodizing, it is hoped that the layer produced would have good mechanical properties like thickness, hardness, and good pore diameter characteristic. Then, with it good properties, it can be used in nanotechnology application like in the manufacturing of carbon nanotube, nanoporous membrane, and quantum dots. One of the most important parameter to the characteristic of the anodizing surface layer is the use of electrolyte.
This experiment was conducted to study the effect of increasing electolyte concentration to the characteristic of the oxide layer that produced at the surface of aluminium foil. The experiment used 0,5 M oxalic acid mixed with 0,12 M, 0,24 M, 0,36 M, and 0,48 M sulfuric acid.
The results showed that the oxide layer was Al2O3 layer. With the increase of sulfuric acid concentration, the oxide layer would be darker in the colour of gray and has some increasing in thickness. The highest thickness was about 14,51 µm in the addition of 0,36 M electrolytic concentration, but it is decreased to the 9,95 µm thickness when the concentration increased up to 0,48 M. The hardness of the layer could not be tested. The hardness testing machine used was not supported the kind of sample that were tested.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S41736
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Zahra Ardiyanita
"Selulosa adalah salah satu komoditas yang dibutuhkan di berbagai industri, seperti di industri farmasi. Produk turunan selulosa yang sering digunakan dalam industri farmasi adalah natrium karboksimetil (NaCMC) yang berfungsi untuk meningkatkan viskositas, menstabilkan emulsi, sebagai pengikat dan disentegran pada formulasi tablet. Lambung buah Kapok berpotensi menjadi bahan baku pembuatan NaCMC karena memiliki senyawa kimia α-selulosa yang tinggi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan NaCMC dari lambung buah kapuk α-selulosa melalui reaksi alkalisasi dan karboksimetilasi. Alkalisasi dilakukan menggunakan 25% NaOH (mengandung natrium tetraborat), sedangkan karboksimetilasi dilakukan menggunakan natrium monokloroasetat. Identifikasi dan karakterisasi dilakukan dengan analisis spektrum inframerah menggunakan FTIR, analisis kualitatif, pemeriksaan organoleptik, analisis morfologi dan topografi menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM), derajat substitusi (DS), analisis bentuk kristal dan amorf menggunakan difraksi X-Ray (XRD), Tes pH, kadar abu sulfat, kadar air, kehilangan pengeringan, kepadatan partikel, dan viskositas. Serbuk NaCMC yang diperoleh berwarna putih kekuningan, memiliki spektrum inframerah yang mirip dengan perbandingan, menunjukkan hasil positif dalam analisis kualitatif, derajat substitusi 0,57, pH 8,5, morfologi terlihat dengan SEM sangat mirip dengan perbandingan meskipun permukaan NaCMC yang dihasilkan lebih kasar, memiliki pola difraktogram yang mirip dengan perbandingan yang ditandai dengan adanya bentuk kristal dan amorf, kadar air 8,50%, abu sulfat 36,43%, kehilangan pengeringan 9,87%, dan memiliki nilai viskositas 1% 20,6 cP yang jauh berbeda dari perbandingan. Secara umum, NaCMC dari lambung hull pemenuhan persyaratan α-cellulose kapuk dipenuhi.

Cellulose is one of the commodities needed in various industries, such as in the pharmaceutical industry. Cellulose derivative products that are often used in the pharmaceutical industry are sodium carboxymethyl (NaCMC) which function to increase viscosity, stabilize emulsion, as binder and disentegran in tablet formulations. Kapok fruit hull has the potential to be the raw material for NaCMC because it has a high α-cellulose chemical compound. The purpose of this study was to obtain NaCMC from the hull of α-cellulose kapok through alkalization and carboxymethylation reactions. Alkalization is carried out using 25% NaOH (containing sodium tetraborate), while carboxymethylation is carried out using sodium monochloroacetate. Identification and characterization were carried out by infrared spectrum analysis using FTIR, qualitative analysis, organoleptic examination, morphological and topographic analysis using Scanning Electron Microscope (SEM), degree of substitution (DS), crystal and amorphous shape analysis using X-Ray diffraction (XRD), Tests pH, sulfate ash content, moisture content, drying loss, particle density, and viscosity. NaCMC powder obtained yellowish white, has an infrared spectrum similar to the comparison, showed positive results in qualitative analysis, the degree of substitution 0.57, pH 8.5, the morphology seen with SEM is very similar to the comparison even though the surface of the NaCMC produced is more rough, has a diffractogram pattern that is similar to the ratio marked by the presence of crystalline and amorphous shapes, 8.50% moisture content, 36.43% sulfate ash, 9.87% drying loss, and has a viscosity value of 1% 20.6 cP which is far different from comparison. In general, NaCMC from hull hull fulfillment of kapok α-cellulose requirements."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gya Givana
"Natrium karboksimetil selulosa NaCMC merupakan salah satu turunan selulosa yang digunakan dalam berbagai sektor industri, yaitu sebagai bahan tambahan penting dan banyak digunakan dalam bidang farmasi, kosmetik, makanan, dan industri lainnya. Bambu betung memiliki kadar selulosa yang cukup tinggi yaitu sekitar 42,4-53,6. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mendapatkan kondisi dan metode optimum pembuatan NaCMC dari alfa selulosa bambu betung, identitas dan karakteristik NaCMC yang dihasilkan dibandingkan dengan NaCMC komersial. Mula-mula alfa selulosa hasil isolasi dialkalisasi dengan NaOH 25 mengandung sodium borate dalam isopropil alkohol selama 1 jam. Reaksi karboksimetilasi dioptimasi dengan variasi berat natrium monokloroasetat NaMCA yang digunakan dan waktu reaksi. Derajat substitusi DS ditentukan dengan titrasi asam basa. Produk NaCMC yang optimal dengan nilai DS 0,71 diperoleh dari reaksi karboksimetilasi dengan berat NaMCA 3,90 g selama 3 jam. NaCMC yang diperoleh berupa serbuk halus, tidak berbau, tidak berasa, berwarna putih dan nilai pH larutan 1 nya adalah 7,41. Spektrum inframerah NaCMC memiliki kemiripan dengan NaCMC komersial. Berdasarkan perbandingan pola difraktogram dengan difraksi sinar-X sudah terlihat kemiripan antara NaCMC bambu betung dengan standar serta menunjukkan bentuk kristal dan amorf. Secara morfologi dengan SEM Scanning Electron Microscope menunjukkan bentuk morfologi yang lebih bulat dan kasar daripada standar komersial.

Sodium Carboxymethyl Cellulose NaCMC is a cellulose derivative used in various industrial sectors as an important excipient and used in pharmacy, cosmetic, food, and other industries. Betung bamboo contains high cellulose at approximately 42.4 53.6. The present research aimed to find out the optimum condition and method of NaCMC prepared from alpha cellulose betung bamboo and its identity and characteristics compared to commercial NaCMC. Initially, alpha cellulose isolated was alkalized using NaOH 25 contained sodium borate in isopropyl alcohol for 1 hour. The carboxymethylation reaction was optimized by variation of weight of sodium monochloroacetate NaMCA and duration of reaction. The degree of substitution DS was determined by acid base titration method. The optimum NaCMC product with DS value of 0.71 was obtained from carboxymethylation reaction of 3.90 g NaMCA for 3 hours. The NaCMC was obtained in the form of fine powder, odourless, tasteless, white and the pH value of 1 solution was 7.41. The infrared spectra of NaCMC was similar to commercial reference. Based on the comparison of diffractogram by X Ray diffraction, there was a similarity pattern between NaCMC of betung bamboo with the reference which showed crystalline and amorphous form. Morphologically by using SEM Scanning Electron Microscope, it showed a more rounded and coarser morphological shape than the commercial reference.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutasoit, Martino R.
"Modifikasi permukaan aluminium secara elektrokimia merupakan suatu proses yang tengah berkembang pesat saat ini. Modifikasi permukaan secara elektrokimia pada awalnya lebih diarahkan pada peningkatan nilai ketahanan korosi, peningkatan kekerasan, dan juga peningkatan nilai estetika. Namun pada perkembangannya, salah satu proses elektrokimia, yaitu anodisasi, telah berkembang menjadi suatu proses modifikasi permukaan yang bertujuan untuk diaplikasikan pada teknologi berbasis nanoteknologi. Pemanfaatan lapisan oksida pada permukaan aluminium hasil proses anodisasi dilakukan dengan memanfaatkan pori (porous anodic alumina) yang terbentuk sebagai template pada pembuatan material yang berbasis pada nano teknologi seperti quantum-dot arrays, photonic crystals, magnetic memory arrays, nanowire dan berbagai alat mikroelektronik lainnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perubahan konsentrasi larutan elektrolit terhadap ketebalan lapisan oksida yang terbentuk pada permukaan aluminium. Penelitian dilakukan dengan menggunakan sampel logam berupa aluminium foil (pure aluminium, 96.49%Al) dengan permukaan anodisasi sebesar 2X2 cm. Larutan elektrolit yang digunakan adalah asam oksalat dengan variasi konsentrasi 0.4 M, 0.5 M, 0.6 M. Tegangan pada proses adalah 32.5 Volt, temperatur dijaga pada rentang 4°C - 16°C, dan diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer 500 rpm.
Hasil yang diperoleh melalui penelitian ini adalah bahwa tidak terjadi perubahan warna yang signifikan pada proses anodisasi dengan larutan asam oksalat. Nilai ketebalan lapisan oksida yang terbentuk akan semakin meningkat pada peningkatan konsentrasi asam oksalat. Nilai kekerasan pada sampel aluminium foil tidak dapat dilakukan dengan menggunakan metode microhardness tester.

Modification of aluminum surface with electrochemistry methods are developing rapidly nowadays. This surface modification were initially intended to increase the corrosion resistance, hardness, properties and improving the aesthetic appearance of aluminum. Recently, one of these electrochemistry methods, anodizing, were developed into one of the surface modification that can be applied in nanotechnology. Oxide layer which formed by anodizing process in the aluminum surface could be used as template for microelectronic nanotechnology material such as quantum-dot arrays, photonic crystals, magnetic memory arrays, nanowire because of it porous anodic alumina texture.
This research is conducted to found the effect of electrolyte concentration changes on thickness of oxide layer formed in aluminum surface. This research is carried out with aluminum foil sample (pure aluminum, 96.49% Al) with anodizing surface measured 2X2 cm. Electrolyte which used in this research is oxalic acid with concentration variation 0.4 M, 0.5 M, 0.6 M. This process using 32.5 Volt potential, temperature were kept in range of 4°C - 16°C, and the electrolyte were stirred electromagnetically at 500 rpm.
The result from this research shows that the colour of oxide layer by anodizing of aluminum in oxalic acid solution was transparent. By anodizing in oxalic acid, the thickness of formed oxide layer was dependent with the increase of concentration. Hardness testing on aluminum foil or oxide layer could?nt use to obtain hardness number in this research.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S41633
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>