Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 135668 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wawan Susetya
Jakarta: Elex Media Komputindo, 2019
181.16 WAW s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Wawan Susetya
Jakarta: Elex Media Komputindo, 2019
181.16 WAW s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Wawan Susetya
Jakarta : Elex Media Komputindo, 2019
181.16 WAW s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
PATRA 13 (1-4) 2012
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Syafira Maharani
"Pada tahun 1950-an, Nouvelle Vague dianggap sebagai salah satu gerakan sinematik paling berpengaruh dalam sejarah. Gerakan ini bertepatan dengan periode les trentes glorieuses yang membawa Prancis ke periode tiga puluh tahun keemasannya karena pertumbuhan ekonomi yang pesat. Artikel ini berfokus pada simbolisasi persahabatan dalam konteks multikultural dalam film Monsieur Ibrahim et les Fleurs du Coran oleh Eric-Emmanuel Schmitt. Monsieur Ibrahim et les Fleurs du Coran adalah sebuah film tentang seorang remaja lelaki Yahudi bernama Momo yang bersahabat dengan seorang pria Muslim tua bernama Ibrahim. Persahabatan yang ada di lingkungan multikultural menciptakan simbol persahabatan yang muncul secara implisit. Dengan
menggunakan metode studi kajian sinema, analisis dimulai dengan menggambarkan struktur dan strategi naratif yang mencakup alur dan latar, kemudian aspek sinematografi meliputi visual, audio dan musik. Alur dalam film ini didorong oleh persahabatan Momo dan Ibrahim yang melibatkan latar belakang budaya yang berbeda. Dengan menggunakan studi semiotik oleh Roland Barthes, hasil analisis yang lebih dalam menunjukkan makna di balik objek persahabatan yang muncul di antara tokoh dalam film. Kemurnian, toleransi, dan filosofi kehidupan ditemukan dalam objek yang muncul dalam film. Aspek multikultural dalam film ini tidak hanya berisi tentang ras dan agama, tetapi juga hubungan antar generasi.

In 1950s, Nouvelle Vague is considered as one of the most influential cinematic movement of history. This movement coincided with les trentes glorieuses period that brought France to thirty years of golden period because a rapid economic growth. This article focuses on the symbolization of friendship in a multicultural context in the film Monsieur Ibrahim et les Fleurs du Coran by Eric-Emmanuel Schmitt. Monsieur Ibrahim et les Fleurs du Coran is a film about a teenage Jewish boy named Momo who had a friendship with an old Muslim man named Ibrahim. The friendship that exists in a multicultural neighborhood creates a symbol of friendship that appears implicitly.
Using the method of cinema study, the analysis begins by describing the structure and narrative strategy that includes plot and settings, then the cinematographic aspects include the visual, audio and music illustration. The plot of the film is driven by the friendship of Momo and Ibrahim that involves different cultural backgrounds. By using semiotic study by Roland Barthes, the results of deeper analysis show the meaning behind the object of friendship that appears between the
characters of the film. Purity, tolerance, and philosophy of life are found in the object that appears in the film. The multicultural aspects in the film are not only contain about race and religion, but also intergenerational-friendly relations.menggunakan metode studi kajian sinema, analisis dimulai dengan menggambarkan struktur dan strategi naratif yang mencakup alur dan latar, kemudian aspek sinematografi meliputi visual, audio dan musik. Alur dalam film ini didorong oleh persahabatan Momo dan Ibrahim yang melibatkan latar belakang budaya yang berbeda. Dengan menggunakan studi semiotik oleh Roland Barthes, hasil analisis yang lebih dalam menunjukkan makna di balik objek persahabatan yang muncul di antara tokoh dalam film. Kemurnian, toleransi, dan filosofi kehidupan ditemukan dalam objek yang muncul dalam film. Aspek multikultural dalam film ini tidak hanya berisi tentang ras dan agama, tetapi juga hubungan antar generasi.

ABSTRACT
In 1950s, Nouvelle Vague is considered as one of the most influential cinematic movement of history. This movement coincided with les trentes glorieuses period that brought France to thirty years of golden period because a rapid economic growth. This article focuses on the symbolization of friendship in a multicultural context in the film Monsieur Ibrahim et les Fleurs du Coran by Eric-Emmanuel Schmitt. Monsieur Ibrahim et les Fleurs du Coran is a film about a teenage Jewish boy named Momo who had a friendship with an old Muslim man named Ibrahim. The friendship that exists in a multicultural neighborhood creates a symbol of friendship that appears implicitly.
Using the method of cinema study, the analysis begins by describing the structure and narrative strategy that includes plot and settings, then the cinematographic aspects include the visual, audio and music illustration. The plot of the film is driven by the friendship of Momo and Ibrahim that involves different cultural backgrounds. By using semiotic study by Roland Barthes, the results of deeper analysis show the meaning behind the object of friendship that appears between the
characters of the film. Purity, tolerance, and philosophy of life are found in the object that appears in the film. The multicultural aspects in the film are not only contain about race and religion, but also intergenerational-friendly relations.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Meyrasyawati
"Penelitian ini dilakukan berdasarkan maraknya busana pengantin Jawa yang dimodifikasi kearah religi. Perubahan desain dari busana pengantin yang murni bernuansa budaya lokal Jawa dan kemudian dipadupadankan dengan gaya berbusana muslim ini mengalami proses keberterimaan yang luar biasa sebagai trend fesyen dikalangan masyarakat Indonesia tak terkecuali masyarakat perkotaan seperti halnya Surabaya. Penelitian ini berusaha mengungkapkan simbolisasi dan pemaknaan budaya (budaya Jawa) dan agama (Islam) yang terdapat pada busana pengantin tersebut. Dengan menggunakan teori fashion system, peneliti mengungkap simbol yang terdapat di balik busana pengantin Jawa Muslim yang menampakkan dua sisi busana, yaitu busana dari budaya Jawa dan busana bernuansa Islami sebagai sebuah sistem yang saling berkelindang. Hasil penelitian terhadap simbolisasi budaya dan agama dalam busana pengantin Jawa Muslim menunjukkan bahwa busana pengantin Jawa Muslim diproduksi oleh para perias pengantin sebagai bentuk kapitalisme yang menawarkan gaya hidup konsumerisme. Hal ini menunjukkan pula adanya pergeseran pemaknaan dalam busana pengantin Jawa Muslim dari budaya lokal asli Jawa menjadi budaya Jawa kontemporer. Hal menarik lainnya adalah bahwa pilihan dalam memakai busana pengantin Jawa Muslim ini tidak hanya karena alasan agama tetapi juga karena popularitas. Konsep busana muslim dalam busana pengantin Jawa Muslim tidak lagi terkait dengan pemenuhan akidah Islam melainkan sebuah trend fesyen yang hanya merujuk pada tertutupnya aurat.

This study is conducted to investigate a popular practice of modifying Javanese bridal costumes based on religious considerations. Transformation from purely traditional Javanese bridal costumes to those with some application of Islamic clothing style is gaining rapid acceptance and begins to be considered as a popular fashion style by a great number of Indonesians, especially in urban areas like Surabaya. The purpose of this study is to discover cultural (Java) and religious (Islam) symbolisms implied in the modification and to examine the signification involved in the process. By applying the fashion system theory, this paper seeks to unravel the symbolisms in modern Javanese-Moslem bridal costumes which reveal a thought system built of two intertwining aspects: Javanese culture and Islamic religious principles. Deep observation into the cultural and religious symbolisms reveals that the modern Javanese-Moslem bridal costumes are actually invented by bridal stylists as a form of capitalism which benefits from a consumerist lifestyle. This fact reflects a shift in the way people signify modern Javanese-Moslem bridal costumes from Javanese local culture to contemporary Javanese culture. Another interesting finding shows that people choose this Javanese-Moslem style for their bridal costumes because of not only religious considerations but also its popularity. The application of Islamic fashion style in the Javanese-Moslem bridal costumes is no longer associated with the obedience to Islamic teachings but is a mere reflection of a growing trend towards more extensive body coverage."
Universitas Airlangga. Fakultas Ilmu Budaya, 2013
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Meyrasyawati
"Penelitian ini dilakukan berdasarkan maraknya busana pengantin Jawa yang dimodifikasi kearah religi. Perubahan
desain dari busana pengantin yang murni bernuansa budaya lokal Jawa dan kemudian dipadupadankan dengan gaya
berbusana muslim ini mengalami proses keberterimaan yang luar biasa sebagai trend fesyen dikalangan masyarakat
Indonesia tak terkecuali masyarakat perkotaan seperti halnya Surabaya. Penelitian ini berusaha mengungkapkan
simbolisasi dan pemaknaan budaya (budaya Jawa) dan agama (Islam) yang terdapat pada busana pengantin tersebut.
Dengan menggunakan teori fashion system, peneliti mengungkap simbol yang terdapat di balik busana pengantin Jawa
Muslim yang menampakkan dua sisi busana, yaitu busana dari budaya Jawa dan busana bernuansa Islami sebagai
sebuah sistem yang saling berkelindang. Hasil penelitian terhadap simbolisasi budaya dan agama dalam busana
pengantin Jawa Muslim menunjukkan bahwa busana pengantin Jawa Muslim diproduksi oleh para perias pengantin
sebagai bentuk kapitalisme yang menawarkan gaya hidup konsumerisme. Hal ini menunjukkan pula adanya pergeseran
pemaknaan dalam busana pengantin Jawa Muslim dari budaya lokal asli Jawa menjadi budaya Jawa kontemporer. Hal
menarik lainnya adalah bahwa pilihan dalam memakai busana pengantin Jawa Muslim ini tidak hanya karena alasan
agama tetapi juga karena popularitas. Konsep busana muslim dalam busana pengantin Jawa Muslim tidak lagi terkait
dengan pemenuhan akidah Islam melainkan sebuah trend fesyen yang hanya merujuk pada tertutupnya aurat
This study is conducted to investigate a popular practice of modifying Javanese bridal costumes based on religious
considerations. Transformation from purely traditional Javanese bridal costumes to those with some application of
Islamic clothing style is gaining rapid acceptance and begins to be considered as a popular fashion style by a great
number of Indonesians, especially in urban areas like Surabaya. The purpose of this study is to discover cultural (Java)
and religious (Islam) symbolisms implied in the modification and to examine the signification involved in the process.
By applying the fashion system theory, this paper seeks to unravel the symbolisms in modern Javanese-Moslem bridal
costumes which reveal a thought system built of two intertwining aspects: Javanese culture and Islamic religious
principles. Deep observation into the cultural and religious symbolisms reveals that the modern Javanese-Moslem bridal
costumes are actually invented by bridal stylists as a form of capitalism which benefits from a consumerist lifestyle.
This fact reflects a shift in the way people signify modern Javanese-Moslem bridal costumes from Javanese local
culture to contemporary Javanese culture. Another interesting finding shows that people choose this Javanese-Moslem
style for their bridal costumes because of not only religious considerations but also its popularity. The application of
Islamic fashion style in the Javanese-Moslem bridal costumes is no longer associated with the obedience to Islamic
teachings but is a mere reflection of a growing trend towards more extensive body coverage."
Universitas Airlangga. Fakultas Ilmu Budaya, 2013
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
R. Kunjana Rahardi
Jakarta: Erlangga, 2009
499.221 KUN s (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ivana Lee
"Courtyard sebagai ruang terbuka ke langit dengan pelingkupnya yang memberikan pembedaan terhadap adanya ruang luar dan ruang dalam dianggap sebagai solusi modern dalam berarsitektur yang memberikan inovasi dalam penanganan masalah kenyamanan iklim, kebutuhan privasi dalam lingkungan yang padat. Dalam penulisan skripsi ini akan digali peranan courtyard dikaitkan dengan konsep pola tata ruang arsitektur masyarakat tradisional. Melalui tinjauan tersebut penulisan skripsi ini akan memperlihatkan keterikatan yang erat antara kehadiran courtyard dengan latar belakang kebudayaan tradisional khususnya pada tradisi budaya Cina, India dan Bali.
Dari hasil tinjauan tersebut akan disimpulkan bahwa courtyard lebih dari sekedar memberikan pembedaan terhadap adanya ruang luar dan ruang dalam ataupun solusi terhadap kenyamanan fisik. Bagi masyarakat tradisional melalui konsep orientasi tertentunya, memaknai courtyard sebagai simbolisasi yang mencerminkan konsep pandangan hidup mereka untuk menciptakan keseimbangan dan keharmonisan kehidupan manusia di dunia. Pada akhirnya, dari semua uraian tersebut akan didapatkan suatu pelajaran yang berharga mengenai konsep berarsitektur khususnya sebuah courtyard dalam pola tata ruang arsitektur.

Courtyard--as a clear space enclosed by walls or buildings open to sky defines what is "the outside" and "the inside" and in architecture it is believed to be one of modern innovation that gives solution to climatic problem, lack of privacy in crowded environment. But in this writings, courtyard will observed through traditional society points of view considered to their spatial organization concepts. The observation will show the interconnection between courtyard and culture values of Chinese, Indian, and Balinese societies.
The result showed that courtyard is more than its physical enclosure that defines "the outside" and "the inside" or its function in giving some physical comfort in particular area. In certain orientation concepts of traditional societies, courtyard acts as symbols that reflect their points of view about harmony in their lives with universe. In the end, this observation hopefully gives a wider lesson about architecture concepts especially courtyard in spatial organization concepts.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S48374
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghina Shafa Nada Khalishah
"Film Wish dragon adalah film yang ditulis dan disutradarai oleh Chris Appelhans pada tahun 2021. Film Wish dragon menceritakan tiga tokoh utama yaitu Shen Long, Ding Siqi, dan Wang Lina. Ding Siqi yang ingin mewujudkan harapannya dibantu oleh Shen Long. Penelitian ini membahas mengenai bagaimana tokoh Shen Long dalam film merepresentasikan keterkaitan naga dalam kebudayaan Tiongkok dan simbol fú福 sebagai harapan ideal berupa kemakmuran. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Film ini menampilkan simbol naga dan simbol fú福 secara konsisten, yang menjadi fokus analisis penelitian. Ditemukan bahwa tokoh naga Shen Long, secara simbolis membawa kebahagiaan, keberuntungan, panjang umur, dan kekayaan, menciptakan harapan ideal akan kemakmuran. Simbol fú福 turut memperkuat pesan ini, terutama ketika muncul bersamaan dengan keberuntungan, kekayaan, kebahagiaan, dan panjang umur yang dibawa oleh naga. Film ini tidak hanya menjadi kolaborasi antara Amerika dan Tiongkok, tetapi juga menjadi media merawat simbol budaya khas Tiongkok, tidak hanya untuk masyarakat Tiongkok sendiri, tetapi juga secara internasional. Serta memperkenalkan budaya khas Tiongkok kepada masyarakat internasional dalam memperkaya pemahaman global terhadap keberagaman budaya Tiongkok.

Wish dragon is a movie written and directed by Chris Appelhans in 2021. The movie Wish dragon tells the story of three main characters namely Shen Long, Ding Siqi, and Wang Lina. Ding Siqi who wants to realize his wish is helped by Shen Long. This research discusses how Shen Long's character in the movie represents the connection between the dragon in Chinese culture and the fu福 symbol as an ideal hope in the form of prosperity. The research method used in this study is qualitative research method. The movie displays the dragon symbol and the fú福 symbol consistently, which is the focus of the research analysis. It was found that the dragon character Shen Long, symbolically brings happiness, luck, longevity, and wealth, creating an idealized expectation of prosperity. The symbol fú福 also reinforces this message, especially when it appears alongside the luck, wealth, happiness, and longevity brought by the dragon. The movie is not only a collaboration between America and China, but also a medium for preserving Chinese cultural symbols, not only for the Chinese people themselves, but also internationally. It introduces Chinese culture to the international community to enrich global understanding of China's cultural diversity."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>