Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 148893 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wawan Susetya
Jakarta: Elex Media Komputindo, 2019
181.16 WAW s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Wawan Susetya
Jakarta: Elex Media Komputindo, 2019
181.16 WAW s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Nisa Marwah Ningtyas
"Kehidupan yang tidak kekal menuntut manusia untuk terus melakukan kewajiban sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Ketidakkekalan membuat manusia sadar bahwa ia akan kembali ke Sang Pencipta. Sikap ini tergambarkan pada kesadaran akan sangkan paraning dumadi. Kata sadar berarti mengerti dan tahu akan hakikatnya untuk kembali ke asal mula penciptanya. Kesadaran tersebut dijalani oleh Kunthi dalam lakon Kunthi Swarga karya Ki Purbo Asmoro. Atas dasar kesadaran batin akan hubungan manusia dan Tuhan, orang Jawa selalu melaksanakan laku yang tepat. Serangkaian laku yang dijalani orang Jawa ditujukan untuk mencapai kemanunggalan dan kematian yang bahagia. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang mendeskripsikan sikap sadar sangkan paraning dumadi dengan pendekatan objektif dan teori representasi dengan perspektif religi Jawa. Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana laku sangkan paraning dumadi yang dilakukan oleh Kunthi dalam usahanya meraih manunggaling kawula gusti, sehingga tercapainya tujuan hidup. Penelitian ini bertujuan untuk menambah pengetahuan transendental mengenai konsep kembali ke asal mula. Hasil penelitian ini menunjukkan sikap sadar dalam batin manusia sebagai langkah awal dalam menjalani serangkaian laku tapa brata untuk kembali kepada Tuhan. Melalui kesadaran sangkan paraning dumadi setiap manusia akan melibatkan batinnya dalam menjalani kehidupan.

The impermanent life requires humans to continue carrying out their obligations as creatures created by God. Impermanence makes man aware that he will return to the Creator. This attitude is reflected in the awareness of the sangkan paraning dumadi. The word conscious means understanding and knowing the essence of returning to the origin of the creator. This awareness is lived out by Kunthi in the play Kunthi Swarga by Ki Purbo Asmoro. Based on inner awareness of the relationship between humans and God, Javanese people always carry out appropriate practices. A series of practices carried out by Javanese people is aimed at achieving oneness and a happy death. This research uses a qualitative descriptive method that describes the conscious attitude of sangkan paraning dumadi with an objective approach and representation theory with a Javanese religious perspective. The formulation of the problem in this research is how the sangkan paraning dumadi is carried out by Kunthi in her efforts to achieve manunggaling kawula gusti, so that she achieves her life goals. This research aims to increase transcendental knowledge regarding the concept of returning to origins. The results of this research show a conscious attitude in the human mind as the first step in carrying out a series of ascetic practices to return to God. Through the awareness of sangkan paraning dumadi, every human being will involve his inner self in living life."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wawan Susetya
Jakarta : Elex Media Komputindo, 2019
181.16 WAW s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
PATRA 13 (1-4) 2012
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Syafira Maharani
"Pada tahun 1950-an, Nouvelle Vague dianggap sebagai salah satu gerakan sinematik paling berpengaruh dalam sejarah. Gerakan ini bertepatan dengan periode les trentes glorieuses yang membawa Prancis ke periode tiga puluh tahun keemasannya karena pertumbuhan ekonomi yang pesat. Artikel ini berfokus pada simbolisasi persahabatan dalam konteks multikultural dalam film Monsieur Ibrahim et les Fleurs du Coran oleh Eric-Emmanuel Schmitt. Monsieur Ibrahim et les Fleurs du Coran adalah sebuah film tentang seorang remaja lelaki Yahudi bernama Momo yang bersahabat dengan seorang pria Muslim tua bernama Ibrahim. Persahabatan yang ada di lingkungan multikultural menciptakan simbol persahabatan yang muncul secara implisit. Dengan
menggunakan metode studi kajian sinema, analisis dimulai dengan menggambarkan struktur dan strategi naratif yang mencakup alur dan latar, kemudian aspek sinematografi meliputi visual, audio dan musik. Alur dalam film ini didorong oleh persahabatan Momo dan Ibrahim yang melibatkan latar belakang budaya yang berbeda. Dengan menggunakan studi semiotik oleh Roland Barthes, hasil analisis yang lebih dalam menunjukkan makna di balik objek persahabatan yang muncul di antara tokoh dalam film. Kemurnian, toleransi, dan filosofi kehidupan ditemukan dalam objek yang muncul dalam film. Aspek multikultural dalam film ini tidak hanya berisi tentang ras dan agama, tetapi juga hubungan antar generasi.

In 1950s, Nouvelle Vague is considered as one of the most influential cinematic movement of history. This movement coincided with les trentes glorieuses period that brought France to thirty years of golden period because a rapid economic growth. This article focuses on the symbolization of friendship in a multicultural context in the film Monsieur Ibrahim et les Fleurs du Coran by Eric-Emmanuel Schmitt. Monsieur Ibrahim et les Fleurs du Coran is a film about a teenage Jewish boy named Momo who had a friendship with an old Muslim man named Ibrahim. The friendship that exists in a multicultural neighborhood creates a symbol of friendship that appears implicitly.
Using the method of cinema study, the analysis begins by describing the structure and narrative strategy that includes plot and settings, then the cinematographic aspects include the visual, audio and music illustration. The plot of the film is driven by the friendship of Momo and Ibrahim that involves different cultural backgrounds. By using semiotic study by Roland Barthes, the results of deeper analysis show the meaning behind the object of friendship that appears between the
characters of the film. Purity, tolerance, and philosophy of life are found in the object that appears in the film. The multicultural aspects in the film are not only contain about race and religion, but also intergenerational-friendly relations.menggunakan metode studi kajian sinema, analisis dimulai dengan menggambarkan struktur dan strategi naratif yang mencakup alur dan latar, kemudian aspek sinematografi meliputi visual, audio dan musik. Alur dalam film ini didorong oleh persahabatan Momo dan Ibrahim yang melibatkan latar belakang budaya yang berbeda. Dengan menggunakan studi semiotik oleh Roland Barthes, hasil analisis yang lebih dalam menunjukkan makna di balik objek persahabatan yang muncul di antara tokoh dalam film. Kemurnian, toleransi, dan filosofi kehidupan ditemukan dalam objek yang muncul dalam film. Aspek multikultural dalam film ini tidak hanya berisi tentang ras dan agama, tetapi juga hubungan antar generasi.

ABSTRACT
In 1950s, Nouvelle Vague is considered as one of the most influential cinematic movement of history. This movement coincided with les trentes glorieuses period that brought France to thirty years of golden period because a rapid economic growth. This article focuses on the symbolization of friendship in a multicultural context in the film Monsieur Ibrahim et les Fleurs du Coran by Eric-Emmanuel Schmitt. Monsieur Ibrahim et les Fleurs du Coran is a film about a teenage Jewish boy named Momo who had a friendship with an old Muslim man named Ibrahim. The friendship that exists in a multicultural neighborhood creates a symbol of friendship that appears implicitly.
Using the method of cinema study, the analysis begins by describing the structure and narrative strategy that includes plot and settings, then the cinematographic aspects include the visual, audio and music illustration. The plot of the film is driven by the friendship of Momo and Ibrahim that involves different cultural backgrounds. By using semiotic study by Roland Barthes, the results of deeper analysis show the meaning behind the object of friendship that appears between the
characters of the film. Purity, tolerance, and philosophy of life are found in the object that appears in the film. The multicultural aspects in the film are not only contain about race and religion, but also intergenerational-friendly relations.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Meyrasyawati
"Penelitian ini dilakukan berdasarkan maraknya busana pengantin Jawa yang dimodifikasi kearah religi. Perubahan desain dari busana pengantin yang murni bernuansa budaya lokal Jawa dan kemudian dipadupadankan dengan gaya berbusana muslim ini mengalami proses keberterimaan yang luar biasa sebagai trend fesyen dikalangan masyarakat Indonesia tak terkecuali masyarakat perkotaan seperti halnya Surabaya. Penelitian ini berusaha mengungkapkan simbolisasi dan pemaknaan budaya (budaya Jawa) dan agama (Islam) yang terdapat pada busana pengantin tersebut. Dengan menggunakan teori fashion system, peneliti mengungkap simbol yang terdapat di balik busana pengantin Jawa Muslim yang menampakkan dua sisi busana, yaitu busana dari budaya Jawa dan busana bernuansa Islami sebagai sebuah sistem yang saling berkelindang. Hasil penelitian terhadap simbolisasi budaya dan agama dalam busana pengantin Jawa Muslim menunjukkan bahwa busana pengantin Jawa Muslim diproduksi oleh para perias pengantin sebagai bentuk kapitalisme yang menawarkan gaya hidup konsumerisme. Hal ini menunjukkan pula adanya pergeseran pemaknaan dalam busana pengantin Jawa Muslim dari budaya lokal asli Jawa menjadi budaya Jawa kontemporer. Hal menarik lainnya adalah bahwa pilihan dalam memakai busana pengantin Jawa Muslim ini tidak hanya karena alasan agama tetapi juga karena popularitas. Konsep busana muslim dalam busana pengantin Jawa Muslim tidak lagi terkait dengan pemenuhan akidah Islam melainkan sebuah trend fesyen yang hanya merujuk pada tertutupnya aurat.

This study is conducted to investigate a popular practice of modifying Javanese bridal costumes based on religious considerations. Transformation from purely traditional Javanese bridal costumes to those with some application of Islamic clothing style is gaining rapid acceptance and begins to be considered as a popular fashion style by a great number of Indonesians, especially in urban areas like Surabaya. The purpose of this study is to discover cultural (Java) and religious (Islam) symbolisms implied in the modification and to examine the signification involved in the process. By applying the fashion system theory, this paper seeks to unravel the symbolisms in modern Javanese-Moslem bridal costumes which reveal a thought system built of two intertwining aspects: Javanese culture and Islamic religious principles. Deep observation into the cultural and religious symbolisms reveals that the modern Javanese-Moslem bridal costumes are actually invented by bridal stylists as a form of capitalism which benefits from a consumerist lifestyle. This fact reflects a shift in the way people signify modern Javanese-Moslem bridal costumes from Javanese local culture to contemporary Javanese culture. Another interesting finding shows that people choose this Javanese-Moslem style for their bridal costumes because of not only religious considerations but also its popularity. The application of Islamic fashion style in the Javanese-Moslem bridal costumes is no longer associated with the obedience to Islamic teachings but is a mere reflection of a growing trend towards more extensive body coverage."
Universitas Airlangga. Fakultas Ilmu Budaya, 2013
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Meyrasyawati
"Penelitian ini dilakukan berdasarkan maraknya busana pengantin Jawa yang dimodifikasi kearah religi. Perubahan
desain dari busana pengantin yang murni bernuansa budaya lokal Jawa dan kemudian dipadupadankan dengan gaya
berbusana muslim ini mengalami proses keberterimaan yang luar biasa sebagai trend fesyen dikalangan masyarakat
Indonesia tak terkecuali masyarakat perkotaan seperti halnya Surabaya. Penelitian ini berusaha mengungkapkan
simbolisasi dan pemaknaan budaya (budaya Jawa) dan agama (Islam) yang terdapat pada busana pengantin tersebut.
Dengan menggunakan teori fashion system, peneliti mengungkap simbol yang terdapat di balik busana pengantin Jawa
Muslim yang menampakkan dua sisi busana, yaitu busana dari budaya Jawa dan busana bernuansa Islami sebagai
sebuah sistem yang saling berkelindang. Hasil penelitian terhadap simbolisasi budaya dan agama dalam busana
pengantin Jawa Muslim menunjukkan bahwa busana pengantin Jawa Muslim diproduksi oleh para perias pengantin
sebagai bentuk kapitalisme yang menawarkan gaya hidup konsumerisme. Hal ini menunjukkan pula adanya pergeseran
pemaknaan dalam busana pengantin Jawa Muslim dari budaya lokal asli Jawa menjadi budaya Jawa kontemporer. Hal
menarik lainnya adalah bahwa pilihan dalam memakai busana pengantin Jawa Muslim ini tidak hanya karena alasan
agama tetapi juga karena popularitas. Konsep busana muslim dalam busana pengantin Jawa Muslim tidak lagi terkait
dengan pemenuhan akidah Islam melainkan sebuah trend fesyen yang hanya merujuk pada tertutupnya aurat
This study is conducted to investigate a popular practice of modifying Javanese bridal costumes based on religious
considerations. Transformation from purely traditional Javanese bridal costumes to those with some application of
Islamic clothing style is gaining rapid acceptance and begins to be considered as a popular fashion style by a great
number of Indonesians, especially in urban areas like Surabaya. The purpose of this study is to discover cultural (Java)
and religious (Islam) symbolisms implied in the modification and to examine the signification involved in the process.
By applying the fashion system theory, this paper seeks to unravel the symbolisms in modern Javanese-Moslem bridal
costumes which reveal a thought system built of two intertwining aspects: Javanese culture and Islamic religious
principles. Deep observation into the cultural and religious symbolisms reveals that the modern Javanese-Moslem bridal
costumes are actually invented by bridal stylists as a form of capitalism which benefits from a consumerist lifestyle.
This fact reflects a shift in the way people signify modern Javanese-Moslem bridal costumes from Javanese local
culture to contemporary Javanese culture. Another interesting finding shows that people choose this Javanese-Moslem
style for their bridal costumes because of not only religious considerations but also its popularity. The application of
Islamic fashion style in the Javanese-Moslem bridal costumes is no longer associated with the obedience to Islamic
teachings but is a mere reflection of a growing trend towards more extensive body coverage."
Universitas Airlangga. Fakultas Ilmu Budaya, 2013
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
R. Kunjana Rahardi
Jakarta: Erlangga, 2009
499.221 KUN s (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ivana Lee
"Courtyard sebagai ruang terbuka ke langit dengan pelingkupnya yang memberikan pembedaan terhadap adanya ruang luar dan ruang dalam dianggap sebagai solusi modern dalam berarsitektur yang memberikan inovasi dalam penanganan masalah kenyamanan iklim, kebutuhan privasi dalam lingkungan yang padat. Dalam penulisan skripsi ini akan digali peranan courtyard dikaitkan dengan konsep pola tata ruang arsitektur masyarakat tradisional. Melalui tinjauan tersebut penulisan skripsi ini akan memperlihatkan keterikatan yang erat antara kehadiran courtyard dengan latar belakang kebudayaan tradisional khususnya pada tradisi budaya Cina, India dan Bali.
Dari hasil tinjauan tersebut akan disimpulkan bahwa courtyard lebih dari sekedar memberikan pembedaan terhadap adanya ruang luar dan ruang dalam ataupun solusi terhadap kenyamanan fisik. Bagi masyarakat tradisional melalui konsep orientasi tertentunya, memaknai courtyard sebagai simbolisasi yang mencerminkan konsep pandangan hidup mereka untuk menciptakan keseimbangan dan keharmonisan kehidupan manusia di dunia. Pada akhirnya, dari semua uraian tersebut akan didapatkan suatu pelajaran yang berharga mengenai konsep berarsitektur khususnya sebuah courtyard dalam pola tata ruang arsitektur.

Courtyard--as a clear space enclosed by walls or buildings open to sky defines what is "the outside" and "the inside" and in architecture it is believed to be one of modern innovation that gives solution to climatic problem, lack of privacy in crowded environment. But in this writings, courtyard will observed through traditional society points of view considered to their spatial organization concepts. The observation will show the interconnection between courtyard and culture values of Chinese, Indian, and Balinese societies.
The result showed that courtyard is more than its physical enclosure that defines "the outside" and "the inside" or its function in giving some physical comfort in particular area. In certain orientation concepts of traditional societies, courtyard acts as symbols that reflect their points of view about harmony in their lives with universe. In the end, this observation hopefully gives a wider lesson about architecture concepts especially courtyard in spatial organization concepts.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S48374
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>