Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 128243 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dwi Ayu Setyani
"Temu Putih (Curcuma zedoaria) adalah tanaman dari famili Zingiberaceae yang berasal dari Himalaya, India. Penelitian sebelumnya pada rimpang temu putih menunjukkan bahwa tanaman ini mengandung metabolit sekunder dari golongan alkaloid, fenolik, dan terpenoid yang diketahui memiliki aktivitas antibakteri. Tujuan penelitian ini adalah mengisolasi metabolit sekunder dari ekstrak metanol rimpang kunyit putih dan menguji aktivitas antibakterinya terhadap bakteri penyebab jerawat yaitu Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis. Pada penelitian ini diperoleh hasil maserasi ekstrak rimpang kunyit putih dengan rendemen 3,68%. Ekstrak metanol kemudian dipartisi dan persentase rendemen ekstrak etil asetat adalah 47,06%. Ekstrak partisi etil asetat selanjutnya difraksinasi menggunakan berbagai teknik kromatografi seperti kromatografi cair vakum (KCV), kromatografi kolom (KK), kromatografi radial (KR), dan kromatografi lapis tipis preparatif (KLT). Senyawa hasil isolasi kemudian dikarakterisasi menggunakan instrumen FTIR, UV-Vis, dan LC-MS/MS. Dari penelitian ini berhasil diisolasi tiga senyawa golongan fenolik, yaitu dimethoxycurcumin (A), 3,5,7-trihydroxy-4'-methoxyflavon (B), dan 7-methoxyumarin (C). Uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri penyebab jerawat dilakukan dengan metode difusi cakram dengan kontrol positif klindamisin dan kontrol negatif DMSO. Berdasarkan hasil uji aktivitas, baik ekstrak kasar metanol, ekstrak etil asetat terpartisi, maupun senyawa hasil isolasi tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri P. acnes dan S. epidermidis. Berdasarkan hasil penelitian, kandungan metabolit sekunder rimpang kunyit putih tidak cukup potensial sebagai antibakteri terhadap bakteri P. acnes dan S. acnes.
Temu Putih (Curcuma zedoaria) is a plant from the Zingiberaceae family originating from the Himalayas, India. Previous research on temu putih rhizome showed that this plant contains secondary metabolites from the alkaloid, phenolic, and terpenoid groups which are known to have antibacterial activity. The purpose of this study was to isolate secondary metabolites from methanol extract of white turmeric rhizome and to test its antibacterial activity against acne-causing bacteria, namely Propionibacterium acnes and Staphylococcus epidermidis. In this study, the results of maceration of white turmeric rhizome extract were obtained with a yield of 3.68%. The methanol extract was then partitioned and the percentage yield of the ethyl acetate extract was 47.06%. The ethyl acetate partition extract was further fractionated using various chromatographic techniques such as vacuum liquid chromatography (KCV), column chromatography (KK), radial chromatography (KR), and preparative thin layer chromatography (TLC). The isolated compounds were then characterized using FTIR, UV-Vis, and LC-MS/MS instruments. From this study, three phenolic compounds were isolated, namely dimethoxycurcumin (A), 3,5,7-trihydroxy-4'-methoxyflavone (B), and 7-methoxyumarin (C). Antibacterial activity test against acne-causing bacteria was carried out by disc diffusion method with positive control of clindamycin and negative control of DMSO. Based on the activity test results, both the crude methanol extract, the partitioned ethyl acetate extract, and the isolated compound did not have antibacterial activity against P. acnes and S. epidermidis bacteria. Based on the results of the study, the secondary metabolite content of white turmeric rhizome is not enough potential as an antibacterial against P. acnes and S. acnes bacteria."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Albertus William Winata
"Jerawat merupakan masalah yang banyak terjadi pada remaja terutama pada masa pubertas. Faktor penyebab jerawat bermacam-macam seperti kelainan pada keratinisasi folikel, produksi sebum, proliferasi Propionibacterium acnes, dan peradangan. Selain itu, bakteri Staphylococcus epidermidis juga merupakan penyebab jerawat yang bersifat patogen oportunis. Untuk mencari senyawa yang aktif terhadap bakteri jerawat, senyawa kumarin yang memiliki kemiripan struktur dengan tetrasiklin (antibiotik umum), diharapkan mampu mengatasi masalah jerawat karena bakteri penyebab jerawat sudah menunjukan resistensi terhadap tetrasiklin. Pada penelitian ini, telah berhasil disintesis dua senyawa turunan kumarin dari resorsinol dan etil asetoasetat dengan katalis asam p-toluenasulfonat (PTSA) menggunakan metode MAOS (Microwave Assisted Organic Synthesis) dan refluks sebagai pembanding menghasilkan 7-hidroksi-4-metilkumarin diperkuat dengan hasil karakterisasi dan didapatkan yield optimum sebesar 60,01 ± 2,9% dengan kondisi reaksi, perbandingan mol reaktan 1:1, konsentrasi katalis 10%, dan waktu reaksi 180s. Senyawa turunan kumarin kedua yang telah berhasil disintesis dari floroglusinol dan etil asetoasetat dengan PTSA adalah 5,7-dihidroksi-4-metilkumarin dan didapatkan yield sebesar 38,06 ± 3,5%. dengan kondisi reaksi optimum pada sintesis sebelumnya, serta dilengkapi data hasil karakterisasi. Senyawa 4-metilkumarin dari prekursor fenol disintesis menggunakan metode MAOS dan refluks dengan parameter yang dinaikkan berkali lipat tapi tidak terbentuk. Hal ini menjelaskan fenol dan katalis yang digunakan kurang reaktif untuk pembentukkan senyawa kumarin. Kedua senyawa hasil sintesis tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap P. acnes dan S. epidermidis yang menunjukkan bahwa turunan 4-metilkumarin tidak berpotensi sebagai agen antibakteri penyebab jerawat.
Acne is a problem that often occurs in adolescents, especially at puberty phase. There are several causes of acne such as abnormalities in follicular keratinization, sebum production, Propionibacterium acnes bacteria proliferation, and inflammation. In addition, the Staphylococcus epidermidis (pathogen opportunistic) is also a causing acne. To look for compounds that are active against acne bacteria, coumarin which have structural similarities with tetracycline (general antibiotics), are expected to be able to overcome the problem of acne, because the bacteria that causes acne has already shown resistance to tetracycline. In this research, two coumarin derivatives from resorcinol and ethyl acetoacetate have been successfully synthesized with p-toluenesulfonic acid (PTSA) catalysts using the MAOS (Microwave Assisted Organic Synthesis) method and reflux as a comparison to produce 7-hydroxy-4-methylcoumarin reinforced with the results of characterization and obtained an optimum yield of 60.01% with reaction conditions, 1:1 reactant mole ratio, 10% catalyst concentration, and 180s reaction time. The second coumarin derivative compound which has been successfully synthesized from phloroglucinol and ethyl acetoacetate with PTSA is 5,7-dihydroxy-4-methylcoumarin and obtained a yield of 38.06% with optimum reaction conditions same as previous synthesis, and equipped with characterization results. The 4-methylcoumarin compound from the phenol precursor was synthesized using the MAOS and reflux method with parameters raised many times but still not formed. This explains the phenol and catalyst used is less reactive for the formation of coumarin compounds. Both compounds have no antibacterial activity against P. acnes and S. epidermidis which shows that 4-methylcoumarin derivatives have no potential as an antibacterial agent that causes acne"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mia Amalia
"Temu mangga (Curcuma amada) adalah salah satu jenis tanaman herbal yang termasuk dalam genus Curcuma dan famili Zingiberaceae. Dari beberapa penelitian, tanaman ini diketahui memiliki aktivitas biologi yang menarik seperti antijamur, antibakteri, antioksidan, antikanker, antihelmitik, antihiperglikemik, antiturbekular, dan berperan dalam penurunan kolesterol. Senyawa yang sebelumnya telah diisolasi dan diidentifikasi dari temu mangga diantaranya adalah senyawa volatil (minyak atsiri), asam fenolik, flavonoid, kurkuminoid, dan terpenoid. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi senyawa fenolik dari ekstrak etanol rimpang temu mangga serta mengulas aktivitas antibakterinya dari berbagai jurnal internasional. Rimpang temu mangga dimaserasi dalam etanol (3 x 24 jam) hingga diperoleh ekstrak etanol sebesar 50,73 g dengan rendemen 5,084% (b/b). Uji fitokimia terhadap ekstrak etanol menunjukkan bahwa rimpang temu mangga mengandung senyawa flavonoid, alkaloid, terpenoid, tanin, dan saponin. Hasil fraksinasi dan purifikasi ekstrak etanol dengan berbagai teknik kromatografi seperti kromatografi cair vakum (KCV), kromatografi kolom (KK), dan kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP) menghasilkan tiga isolat sederhana (fraksi C1, F1, dan F2). Ketiga isolat tersebut kemudian dikarakterisasi dengan instrumen UV-Vis, FT-IR, dan LC-MS untuk mengetahui struktur senyawanya. Berdasarkan hasil karakterisasi, ketiga fraksi diidentifikasi sebagai senyawa fenolik yaitu kurkumin (fraksi C1), naringenin (fraksi F1), serta gabungan kurkumin dan naringenin (fraksi F2). Berdasarkan studi literatur dari berbagai jurnal internasional diketahui rimpang temu mangga memiliki potensi antibakteri, baik terhadap bakteri gram positif maupun gram negatif.

Mango ginger (Curcuma amada) is herbal plant belonging to Curcuma genus and Zingiberaceae family. Several studies proved that this plant had interesting biological activities such as antifungal, antioxidant, antibacterial, anticancer, antihelmytic, antihyperglycemic, antitubercular, and plays a role in lowering cholesterol. Research on isolated compounds from mango ginger showed that this plant consisted of volatile compounds (essential oil), phenolic acids, flavonoids, curcuminoids, and terpenoids. This study aims to isolate phenolic compounds from ethanol extract of mango ginger rhizomes and to analyze its antibacterial activity based on literary review from various international journals. The rhizomes of mango ginger were macerated in ethanol (3 x 24 hours) to obtain 50.73 g ethanol extract with the percentage yield of 5.084% (w/w). Phytochemical tests on the ethanol extract exhibited the presence of flavonoids, alkaloids, terpenoids, tannins and saponins. The results of fractionation and purification of ethanol extract using various chromatography techniques such as vacuum liquid chromatography (VLC), column chromatography (CC), and preparative thin layer chromatography (PTLC) produced three simple isolates (fractions C1, F1, and F2). The three isolates then were characterized using UV-Vis, FT-IR, and LC-MS instruments to determine their structures. According to the characterization data, three isolates were identified as curcumin (C1 fraction), naringenin (F1 fraction), and the mixture of curcumin and naringenin (F2 fraction). Literary studies from various international journals showed that mango ginger rhizomes had
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Nofi Yani
"Daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)telah diketahui memiliki aktivitas antibakteri namun belum diketahui aktivitasnya terhadap Propionibacterium acnes sebagai salah satu bakteri yang berperan dalam patogenesis jerawat. Dalam penelitian ini ekstrak daun binahong mengandung asam ursolat 1,28% kemudian diuji secara in vitro terhadap Propionibacterium acnes sehingga didapatkan konsentrasi bunuh minimum sebesar 0,05%. Emulgel yang dibuat dari ekstrak daun binahong dalam penelitian ini memiliki stabilitas fisik yang baik selama 12 minggu dan jumlah kumulatif asam ursolat yang terpenetrasi dari sediaan ini dengan sel difusi franz yaitu pada formula 1 adalah 38,60 μgcm-2 dan emulgel formula 2 yaitu 107,37 μgcm-2. Sediaan emulgel ekstrak daun binahong didapatkan zona hambat terhadap bakteri Propionibacterium acnes dari sediaan emulgel lebih besar dibandingkan klindamisin fosfat 1,2% yaitu pada formula 1 sebesar 19,67 mm dan formula 2 sebesar 20,67 mm sedangkan klindamisin fosfat 1,2% memiliki zona hambat yaitu 16,33 mm.

Binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) leaves have been known to have antibacterial activity but it is not known activity against Propionibacterium acnes as one of the bacteria that play a role in the pathogenesis of acne. In this study, binahong leaves extract containing 1,28% Ursolic acid and then in vitro testing of binahong leaves extract against Propionibacterium acnes have a minimum bactericidal concentration is 0,05%. Emulgel made from binahong leaves extract in this study had good physical stability for 12 weeks and the cumulative amount Ursolic acid which penetrated from emulgel by Franz diffusion cell that is in formula 1 is 38, 60 μgcm-2 and emulgel formula 2 is 107,37 μgcm-2. Inhibition zone of emulgel is greater than clindamycin phosphate 1,2% against Propionibacterium acnes , which is in formula 1 is 19,67 mm and formula 2 is 20,67 mm while clindamycin phosphate 1,2% have a inhibition zone is 16,33 mm.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
T45920
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Nirmala Sari
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan nilai optimum temperatur dan waktu ozonasi minyak kelapa, mengetahui daya hambat dan konsentrasi hambat minimum cocozone terhadap Propionibacterium.acne, kestabilan produk serta kelayakan krim cocozone secara ekonomi. Proses ozonasi dilakukan secara batch selama 96 jam dan pengambilan sampel dilakukan setiap 12 jam. Parameter untuk menetukan kondisi optimum adalah FT-IR, bilangan peroksida, bilangan iodin, bilangan asam, diameter daya hambat terhadap bakteri P.acne dan kestabilan produk. Temperatur optimum ozonasi dicapai pada 27 0C, dengan waktu ozonasi selama 72 jam. Konsentrasi hambat minimum terhadap Propionibacterium acne yaitu sebesar 21,43 g/L. Krim cocozone menunjukan kestabilan fisik yang sangat baik. Analisis keekonomian produksi krim cocozone skala industri rumah tangga menunjukan tingkat pengembalian modal internal (IRR) sebesar 21% dengan nilai sekarang bersih (NPV) positif.

ABSTRACT
The present study aims to obtain optimum values of temperature and ozonation time of coconut oil, inhibition and minimum inhibitory concentration of cocozone for Propionibacterium acne, the stability of the product and to determine economic feasibility study of cocozone cream. Ozonation process is done in batch for 96 hours and sampling was conducted every 12 hours. Parameters to determine the optimum conditions are FT-IR, peroxide value, iodine value, acid value, diameter of inhibition against the bacteria P.acne and product stability. Ozonation achieved the optimum temperature at 27 0C, with ozonation time for 72 hours. The minimum inhibitory concentration is 21.43 g/L. Cocozone cream showed excellent physical stability. Economics analysis of cocozone produced in cottage level industry shows that internal rate of return is 21% with positive net present value (NPV)."
2016
T45759
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Hamamah Gustiani
"Kurkumin merupakan senyawa polifenol yang terkandung dalam tanaman rimpang kunyit dan menentukan aktivitas farmakologisnya. Beberapa penelitian telah mengungkap bioaktivitas kurkumin sebagai antioksidan, antibakteri, antifungi, anti-inflammatory, anti tumor, dan anti kanker. Meskipun kurkumin memiliki bioaktivitas yang luas, kurkumin memiliki bioavailabilitas yang rendah terkait dengan kelarutan kurkumin dalam tubuh yang rendah dan cepatnya metabolisme eksresi kurkumin dari dalam tubuh. Modifikasi struktur kurkumin dilakukan untuk meningkatkan lipofilitas senyawa kurkumin sehingga diharapkan dapat meningkatkan bioaktivitasnya. Penelitian ini bertujuan untuk memodifikasi gugus hidroksi pada senyawa kurkumin melalui reaksi O-etilasi dengan dietil karbonat yang ramah lingkungan. Senyawa kurkumin diisolasi dari hasil sokhletasi rimpang kunyit dengan metode kromatografi kolom gravitasi (KKG) berupa silika gel. Isolat kurkumin diperoleh sebesar 20 % kemudian dikarakterisasikan. Isolat kurkumin ini dimodifikasi menjadi dietil kurkumin dengan katalis basa K2CO3 pada kondisi refluks selama 5 jam dengan persen hasil 21 %. Katalis transfer fasa TBAB ditambahkan pada sistem reaksi ini dan terbukti meningkatkan persentase produk sintesis. Produk sintesis telah diperoleh ketika reaksi berlangsung selama 1 jam dan terus mengalami kenaikan sampai waktu optimum selama 4 jam diperoleh persen hasil sebesar 89,15 %. Kurkumin dan senyawa turunannya ini dimurnikan dengan metode KKG dan dikarakterisasi dengan KLT, UV-Vis, FTIR, dan MS. Kemudian dilakukan pengujian antibakteri dengan metode difusi terhadap bakteri Gram positif Staphylococcus aureus dan bakteri Gram negatif Escherichia coli. Dietil kurkumin dan kurkumin dalam penelitian ini memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri Gram negatif Escherichia coli, namun tidak memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri Gram positif Staphylococcus aureus. 

Curcumin is a polyphenol compound contained in turmeric rhizome plants, and determines its pharmacological activity. Several studies have revealed the bioactivity of curcumin as an antioxidant, antibacterial, antifungal, anti-inflammatory, anti-tumor, and anti-cancer. Although curcumin has extensive bioactivity, curcumin has a low bioavailability associated with rapid metabolism of its excretion from the body. Modification of curcumin structural have been explored to increase the lipofility of the curcumin compound so that it is expected to enhance its bioactivity. This study aims to modify hydroxyl groups in curcumin by O-ethylation with diethyl carbonate that is environmentally friendly. Curcumin was isolated by soxhletation of turmeric rhizome followed by column chromatography (CC) on silica gel. It was resulted in pure curcumin 20 %. Curcumin was modified into diethyl curcumin with a K2CO3 base catalyst under reflux conditions at 130 oC for 5 hours with a yield of 21%. TBAB, as a Phase Transfer Catalyst (PTC), is added to this reaction system and has been shown to improve the synthesis results. The products have been obtained when the reaction lasts for 1 hour and continues to increase, until the optimum time for 4 hours has obtained percent yield of 89.15%. Diethyl curcumin was also purified by CC method on silica gel. Curcumin and diethyl curcumin were characterized by TLC, UV-Vis, FTIR, and MS. Antibacterial testing was then carried out using the diffusion method against Gram positive Staphylococcus aureus and Gram negative Escherichia coli bacteria. Curcumin and diethyl curcumin had inhibitory zone against E.coli, but did not have inhibitory zone against S.aureus"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
T53938
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lailatul Musyarrofah
"ABSTRACT
Infeksi bakteri merupakan penyebab utama penyakit di Indonesia. Salah satu cara untuk mengatasi infeksi ini adalah dengan menggunakan antibiotik. Namun, karena adanya efek samping dan resistensi bakteri, diperlukan pengembangan antibakteri yang lebih efektif dan aman. Kunyit (Curcuma longa) telah dikenal memiliki aktivitas antibakteri karena mengandung kurkumin aktif. Aktivitas antibakteri dapat ditingkatkan dengan menurunkan polaritasnya, salah satunya adalah dengan cara memodifikasi -OH pada gugus fenolik kurkumin menjadi gugus asetoksi dengan asetilasi. Senyawa kurkuminoid diekstraksi dan kurkumin dipisahkan dengan kromatografi kolom. Kurkumin dimodifikasi oleh asetilasi dengan Ni/SiO2 dan katalis piridin. Produk kemudian dipisahkan dengan kromatografi kolom dan semua senyawa dikarakterisasi menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT), FTIR, dan UV-Vis. Semua senyawa diuji terhadap bakteri Eschericia coli dan Bacillus subtilus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asetilasi kurkumin dengan piridin lebih efektif dengan konversi 94% di-O-asetilkurkumin dibandingkan dengan katalis Ni/SiO2 dengan konversi 90% campuran di-O-asetilkurkumin, mono-O-asetilkumin dan sisa kurkumin tak bereaksi. Di-O-acetylcurcumin menunjukkan aktivitas antibakteri tertinggi terhadap Eschericia coli dengan diameter zona hambat 2 mm sedangkan mono-O-acethylcurcumin menunjukkan aktivitas antibakteri tertinggi terhadap Bacillus subtilis dengan diameter zona hambat 3 mm.

ABSTRACT
Bacterial infection is a major cause of diseases in Indonesia. One way to overcome this infection is by using antibiotics. However, due to side effects and bacterial resistance, more effective and safer antibacterial development is needed. Turmeric (Curcuma longa) has been known for its antibacterial activity because it contains active curcumin. Antibacterial activity can be amplified by reducing its polarity, one way is by modifying -OH on phenolic group of curcumin to an acetoxy group by acetylation. The curcuminoid compound was extracted and curcumin was separated by coloumn chromatography. Curcumin was modified by acetylation with Ni/SiO2 and pyridine catalyst. The products were then separated by coloumn chromatography and all compounds were characterized using thin layer chromatography (TLC), FTIR, and UV-Vis. All compounds were tested on Eschericia coli and Bacillus subtilus bacteria. The results showed that acetylation curcumin with pyridine was more effective at 94% conversion of di-O-acetylcurcumin compared to Ni/SiO2 catalyst which has 90% conversion but still in a mixture of di-O-acetylcurcumin, mono-O-acetylcumin and curcumin residual. Di-O-acetylcurcumin showed the highest antibacterial activity against Eschericia coli with inhibitory zone diameters at 2 mm while the mono-O-acethylcurcumin showed the highest antibacterial activity against Bacillus subtilis with inhibitory zone diameters at 3 mm."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dela Ulfiarakhma
"Penyakit infeksi masih menjadi masalah terbesar di banyak negara, salah satunya infeksi Methicillin-resistant Staphylococcus aureus MRSA . Meskipun vankomisin merupakan antibiotik standar dalam mengobati infeksi MRSA, terdapat kekhawatiran munculnya galur yang resisten terhadap vankomisin, sehingga diperlukan pengembangan antibiotik alternatif untuk pengobatan MRSA yaitu dengan ekstrak daun sukun Artocarpus communis yang telah terbukti memiliki efek antibakteri berdasarkan penelitian terdahulu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak daun A. communis terhadap MRSA.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental secara in vitro menggunakan metode makrodilusi. Uji aktivitas antibakteri ekstrak A. communis dilakukan dengan mencampurkan suspensi bakteri dan ekstrak kasar daun A. communis berkonsentrasi 1280 ?g/mL, 640 ?g/mL, 320 ?g/mL, 160 ?g/mL, 80 ?g/mL, 40 ?g/mL, 20 ?g/mL, 10 ?g/mL, 5 ?g/mL, 2,5 ?g/mL, 1,25 ?g/mL, dan 0,625 ?g/mL, kemudian diinkubasi pada suhu 37o C selama 24 jam. Uji diulang sebanyak dua kali.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua tabung menghasilkan cairan yang keruh. Setelah larutan dari masing-masing tabung dikultur pada agar Mueller-Hinton, ditemukan pertumbuhan koloni bakteri pada seluruh agar. Dapat disimpulkan bahwa konsentrasi hambat minimum KHM dan konsentrasi bunuh minimum KBM ekstrak daun A. communis terhadap MRSA tidak ditemukan pada konsentrasi 1280 ?g/mL hingga 0,625 ?g/mL.

Infectious disease still remains a major problem in many countries, one of which is Methicillin resistant Staphylococcus aureus MRSA infection. Although vancomycin is used to treat MRSA infection, there is concern about vancomycin resistant strain. Thus, the development of new alternative antibiotic such as breadfruit Artocarpus communis leaf rsquo s extract, which has antibacterial effect according to previous researches, is needed for more effective MRSA treatment. This research aims to know the antibacterial activity of A. communis leaf rsquo s extract towards MRSA.
This in vivo experimental research uses macrodilution method which is performed by mixing bacterial suspension and A. communis leaf rsquo s crude extract with concentration of 1280 g mL, 640 g mL, 320 g mL, 160 g mL, 80 g mL, 40 g mL, 20 g mL, 10 g mL, 5 g mL, 2,5 g mL, 1,25 g mL, and 0,625 g mL, then incubated at temperature of 37o C for 24 hours.
The result shows that all tubes give cloudy solution. After all of concentration from each tubes is cultivated in Mueller Hinton agar, the growth of bacteria colony was found in all agar. In conclusion, minimum inhibitory concentration MIC and minimum bactericidal concentration MBC of A. communis leaf rsquo s extract towards MRSA cannot be obtained at the concentration range from 1280 g mL to 0,625 g mL.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70343
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rania Zahra
"Tingginya angka kejadian penyakit infeksi di Indonesia menyebabkan peningkatan angka peresepan antibiotik. Antibiotik merupakan terapi efektif untuk mengatasi infeksi bakteri, namun penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menyebabkan terjadinya resistensi bakteri salah satunya Methicillin resistant Staphylococcus aureus MRSA . Agen antimikroba untuk mengatasi MRSA masih terbatas sehingga penulis tertarik untuk mencari alternatif pengobatan lain. Penelitian ini menggunakan tanaman Bintangur spesies Calophyllum nodosum karena tanaman ini banyak tumbuh di Indonesia dan banyak penelitian terdahulu menemukan adanya aktivitas antibakteri dari tanaman Bintangur spesies lain. Penelitian dilakukan dengan meneliti aktivitas antibakteri ekstrak daun Bintangur Calophyllum nodosum terhadap bakteri Methicillin resistant Staphylococcus aureus MRSA. Penelitian dilakukan dengan metode makrodilusi untuk mengetahui konsentrasi hambat minimum KHM dan konsentrasi bunuh minimum KBM ekstrak tanaman terhadap bakteri MRSA pada konsentrasi 1280 ?g/mL , 640 ?g/mL, 320 ?g/mL, 160 ?g/mL, 80 ?g/mL, 40 ?g/mL, 20 ?g/mL, 10 ?g/mL, 5 ?g/mL, 2.5 ?g/mL, 1.25 ?g/mL, 0.625 ?g/mL . Hasil penelitian menunjukkan tidak ditemukan konsentrasi hambat minimum KHM dan konsentrasi bunuh minimum KBM ekstrak daun Bintangur Calophyllum nodosum terhadap bakteri MRSA pada konsentrasi yang diujikan.

The high incidence of infectious disease in Indonesia led to increased rates of antibiotic prescribing. Antibiotic is an effective therapy against bacterial infection, but antibiotic misuses can lead to antibiotic resistance, one of which is Methicillin resistant Staphylococcus aureus MRSA . Antimicrobial agents which effective against MRSA are limited, therefore writer wanted to find out another alternative therapy. This research use Bintangur species Calophyllum nodosum because it grows much in Indonesia and several research found out the antibacterial activity of other Bintangur species. The research examining antibacterial activity of Bintangur Calophyllum nodosum extract to Methicillin Resistant Staphylococcus aureus MRSA. The research use macrodilution method to determine the minimum inhibitory concentration MIC and minimum bactericidal concentration MBC of the Calophyllum nodosum extract on MRSA at a concentration of 1280 g mL , 640 g mL, 320 g mL, 160 g mL, 80 g mL, 40 g mL, 20 g mL, 10 g mL, 5 g mL, 2.5 g mL, 1.25 g mL, 0.625 g mL. Result showed that there are no MIC and MBC of Calophyllum nodosum extract to Methicillin Resistant Staphylococcus aureus MRSA at the extract concentration tested."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70352
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hiradipta Ardining
"ABSTRAK
Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus MRSA merupakan strain S aureus yang resisten terhadap antibiotik golongan beta-laktam. Antibiotik yang efektif untuk mengobati MRSA adalah vankomisin, yang bekerja dengan cara menghambat sintesis dinding sel bakteri. Namun, strain yang resisten terhadap vankomisin mulai bermunculan, sehingga dibutuhkan obat alternatif untuk melawan infeksi MRSA. Pada penelitian ini, diteliti aktivitas antibakteri ekstrak daun Samanea saman KHM dan KBM terhadap MRSA karena tanaman ini sering digunakan untuk pengobatan herbal dan sudah diteliti memiliki aktivitas antimikroba terhadap organisme tertentu. Penelitian ini menggunakan metode makrodilusi, dimana ekstrak daun Samanea saman pada konsentrasi 1280 g/mL, 640 g/mL, 320 g/mL, 160 g/mL, 80 g/mL, 40 g/mL, 20 g/mL, 10 g/mL, 5 g/mL, 2.5 g/mL, 1.25 g/mL, dan 0,625 g/mL, dicampur dengan suspensi MRSA 0,5 McFarland didalam tabung reaksi. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun Samanea saman tidak memiliki KHM maupun KBM terhadap MRSA dalam rentang konsentrasi didalam percobaan ini.

ABSTRACT
Methicillin Resistant Staphylococcus aureus MRSA is one of S aureus strain which is resistant to beta lactam antibiotics. The effective antibiotic towards MRSA is vancomycin, which works by inhibiting the synthesis of bacteria rsquo s cell wall. However, vancomycin resistant strain starts to emerge, thus an alternative drug to cure MRSA infection is needed. In this research, the antibacterial activity of Samanea saman rsquo s leaf crude extract was assessed because this plant is usually used for herbal treatment and has antimicrobial activity towards several organisms. This research used macrodilution method, in which Samanea saman rsquo s leaf crude extract with concentration of 1280 g mL, 640 g mL, 320 g mL, 160 g mL, 80 g mL, 40 g mL, 20 g mL, 10 g mL, 5 g mL, 2.5 g mL, 1.25 g mL, and 0,625 g mL, were mixed with 0,5 McFarland MRSA suspension in reaction tubes. From this research, it can be inferred that Samanea saman rsquo s crude leaf extract does not have MHC and MIC toward MRSA in the concentration range of this research."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70351
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>