Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 135491 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nova Sagitarina A. Karim
"Tesis ini menganalisis Putusan Hakim yang memberikan wasiat wajibah kepada keturunan Pewaris yang berbeda agama, yaitu Putusan Mahkmah Agung RI Nomor 218K/Ag/2016. Latar belakang penelitian ini adalah banyaknya fenomena kewarisan berbeda agama di masyarakat dan munculnya lembaga wasiat wajibah sebagai sarana yang menjawab permasalahan tersebut. Adapun permasalahan yang diangkat adalah : (1) pembagian waris pada putusan tersebut, khususnya mengenai putusan Hakim yang memberikan wasiat wajibah kepada keturunan Pewaris yang berbeda agama; (2) akibat dengan dikeluarkannya putusan tersebut terhadap harta peninggalan Pewaris; serta (3) peranan Notaris selaku PPAT dalam kasus. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, dengan tipe penelitian deskriptif analitis. Metode analisa data yang digunakan adalah kualitatif. Berdasarkan penelitian, dapat disimpulkan bahwa pembagian waris pada putusan tersebut telah sesuai dengan kaidah hukum kewarisan Islam yang berlaku, yakni Al-Quran, Al-Hadis dan Kompilasi Hukum Islam, termasuk putusan Hakim yang memberikan wasiat wajibah kepada keturunan Pewaris yang berbeda agama. Dengan dikeluarkannya Putusan MA tersebut, maka harta peninggalan Pewaris harus dibagi sesuai isi Putusan tersebut dan sekaligus memerintahkan Badan Pertanahan Nasional untuk membatalkan Surat Hak Milik yang telah diterbitkan dengan alasan yang melawan hukum.

This thesis analyzes the Judges Decision that gives a wasiat wajibah to descendants Indonesia Number 218K/AG/2016). The background of this research is many phenomena of different religious inheritance in society and the emergence of wasiat wajibah as a means to answer these problems. The issues raised are to analyze: (1) the distribution of inheritance in the Supreme Court Decision mentioned, especially regarding the Judges decision that gives wasiat wajibah to descendants of heirs of different religions; (2) due to the issuance of Supreme Court Decision mentioned; and (3) the role of the Notary Public as a PPAT in the case. The research method used is normative juridical, with descriptive analytical research type. Data analysis method used is qualitative. Based on the research, it can be concluded that the distribution of inheritance in the Supreme Court Decision mentioned, is in accordance with the applicable Islamic inheritance law, namely the Al-Quran, Al-Hadith and Compilation of Islamic Law, including the decision of the Judge giving wasiat wajibah to descendants of heirs of different religions. With the issuance of the Supreme Court Decree, the inheritance must be divided according to the contents of the Decision and at the same time instruct the National Land Agency to cancel the Ownership Certificate that has been issued with grounds against the law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54922
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Almira Wafa Izzaty
"Dalam hukum waris Islam orang tua dan anak adalah ahli waris yang utama karena hubungan dekat berdasarkan pertalian darah. Istri termasuk kedalam ahli waris yang diutamakan pula berdasarkan hubungan perkawinan. Perbedaan agama antara suami dan istri mengakibatkan putusnya hubungan kewarisan diantara keduanya sebagaimana ditentukan dalam Pasal 171 huruf c Kompilasi Hukum Islam yang mensyaratkan salah satunya adalah ahli waris harus beragama Islam. Perlindungan hak istri yang berbeda agama terhadap harta peninggalan suami dapat diberikan melalui wasiat wajibah.
Sedangkan wasiat wajibah dalam Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam diberikan kepada anak angkat dan orang tua angkat. Oleh karena itu penulis ingin mengetahui bagaimanakah hak istri terhadap harta peninggalan suami yang berbeda agama, serta bagaimanakah istri dapat memperoleh wasiat dari almarhum suami dalam Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 16 K/AG/2010.
Bentuk penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan tipologi penelitian deskriptif analitis. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan cara studi kepustakaan dan analisis data dilakukan dengan pendekatan kualitatif.
Dari hasil penelitian ditemukan janda atau duda adalah termasuk kedalam ahli waris berdasarkan hubungan perkawinan. Akan tetapi dalam perkawinan beda agama, janda atau duda tidak berkedudukan sebagai ahli waris. Wasiat wajibah yang diberikan hakim merupakan jalan keluar bagi keluarga yang tidak mendapatkan warisan karena terhalang baik karena perbedaan agama, terhijab atau karena tidak berkedudukan sebagai ahli waris.

In Islamic law, the parents and children are the main heirs; based on the close relationship tied by blood line. Meanwhile, Wife also belongs to the preferred heir based on marital relationships. Religious differences between husband and wife resulted in the breakup of inheritance between them as provided in Article 171 c of Compilation of Islamic Law, which requires one of the heirs must be Moslem. Protecting the right of the wife who has different religions over her husband's legacy can be provided through Redeemable Testament.
Whilst in Article 209 of the Compilation of Islamic law, Redeemable Testament would be granted to adopted children and adoptive parents. Therefore, the author wanted to know how the claim works for the wife over the husband's inheritance if she has religions difference, as well as how a wife can obtain a testament of the deceased husband in the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 16 K/AG/2010.
The form applied in this research is normative legal with the research typology of descriptive analytical. The data used is secondary data; data collection technique applied is literature study and data analysis with a qualitative approach.
The research found a widow or widower is included into the heir line by the marriage relationship. However, in interfaith marriage, the widow or widower cannot be in the position of an heir. Redeemable Testament is given by the judge as a solution for families who do not get a settled legacy because as it was blocked by differences in religion, impeded, or because it is initially does not be in position as an heir.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45911
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Leoni Fitria
"Skripsi ini membahas wasiat wajibah sebagai pengganti hak kewarisan bagi istri beda agama (non-muslim) menurut hukum Islam. Pokok permasalahannya adalah apakah pemberian wasiat wajibah kepada istri beda agama dibolehkan menurut hukum Islam, dan apakah Putusan Mahkamah Agung R.I Nomor: 16 K/AG/2010 telah sesuai dengan hukum Islam. Penelitian ini merupakan penelitian yuridisnormatif dengan menggunakan metode deskriptif-analitis. Dapat disimpulkan bahwa istri beda agama tidak boleh menerima wasiat wajibah karena tidak termasuk orang yang wajib diberikan wasiat dengan berdasarkan Q.S. Al-Baqarah [2]: 180 dan 240, dan lebih banyak mudaratnya. Putusan Mahkamah Agung Nomor: 16 K/AG/2010, ada yang belum sesuai dengan hukum Islam, yaitu memberikan wasiat wajibah kepada istri beda agama, bagian wasiat wajibah tidak dikeluarkan terlebih dahulu dibandingkan bagian warisan, dan menyatakan adanya harta bersama padahal perkawinan beda agama keduanya tidak sah.

This thesis discusses the obligatory bequest (wasiat wajibah) as substitute of inheritance rights for wife of different religions (non-Muslims) according to Islamic law. The problems are whether giving of obligatory bequest (wasiat wajibah) to wife of different religions is allowed under Islamic law, and whether the Supreme Court Decision No.: 16 K/AG/2010 in accordance with Islamic law. This research is a juridicial-normative by using descriptive-analytical method. It can be concluded that the wife of different religions can not accept obligatory bequest (wasiat wajibah) because she is not included in the group of people that must be given a testament according to Q.S. Al-Baqarah [2]: 180 and 240, and more harm. The Supreme Court of R.I. Decision No. 16 K/AG/2010, there are matter that is not in accordance with Islamic law, that is gives the obligatory bequest (wasiat wajibah) to wife of different religions, obligatory bequest (wasiat wajibah) has not been given first, and declare the joint property of parties whereas the interfaith marriage are invalid.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S58668
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Aulia Syifa
"Hukum Waris adalah hukum yang mengatur tentang kedudukan hukum harta kekayaan atau yang mengatur tentang peninggalan harta seseorang yang telah meninggal dunia serta akibatnya bagi para ahli warisnya. Pasal 171 Kompilasi Hukum Islam mengatur bahwa antara pewaris dan ahli waris keduanya pada saat warisan terbuka haruslah beragama Islam, sehingga menimbulkan masalah jika ada ahli waris yang terhalang mendapatkan warisan karena perbedaan agama dengan pewaris. Dari penelitian yang dilakukan secara yuridis normatif yang bersumber dari Al-Qur?an, Hadist, pendapat ulama, pendapat para ahli, peraturan perundang-undangan, dan penetapan dan putusan lembaga Peradilan diperoleh kesimpulan bahwa dalam hukum kewarisan Islam pada hakikatnya antara pewaris dan ahli waris yang berlainan agama pada hakikatnya tidak saling mewaris, namun jika perbedaan agama di mana ahli waris yang beragama Islam sebagian ulama membolehkan ahli waris tersebut memperoleh bagiannya sebagai ahli waris namun ada juga ulama yang tidak membolehkan, namun di Indonesia hal tersebut pada prakteknya diperbolehkan. Selanjutnya apabila perbedaan agama di mana ahli warisnya yang tidak beragama Islam, maka ahli waris tersebut terhalang mendapatkan warisan, namun diperbolehkan untuk menerima hibah, wasiat, dan hadiah. Jikalau pewaris tidak meninggalkan wasiat kepada ahli warisnya yang tidak beragama Islam, maka ahli warisnya berhak memperoleh harta warisan dengan jalan mengajukan gugatan di Pengadilan Agama tempat di mana domisili tergugat atau harta warisan berada untuk menetapkan sebagai penerima wasiat wajibah dari pewaris di mana besaran wasiat wajibah adalah maksimum sepertiga dari harta warisan.

Inheritance law is the law governing the legal position of property or governing heritage property of someone who has died, and the consequences for the heirs. Article 171 Compilation of Islamic Law stipulates that the heirs and the heirs both at the time of Muslim heritage is executed, leading to problems if no heir is deprived of inheritance because of religious differences with the heir.
From research conducted by juridical normative from the Quran, the Hadith, the opinions of Islamic scholars, experts, legislation, and the determination and court rulings concluded that when the Islamic inheritance law in effect between the heir and the heir who has different religions are in fact they do not a have a heir relation among them, but if one of the heir is moslem, some scholars allow the beneficiary to obtain their share as heir but some scholars
do not allow, but in Indonesia it is commonly allowed. Furthermore, when the situation occured that one of the heir is not Muslim, then the heir is deprived of its heritage, but is allowed to receive grants, wills and gifts. If the testator does not left a will to their heirs who are not Muslim, the heirs are entitled to the estate by filing a lawsuit in the Religion Court of the place where the defendant is domicile or inheritance is, to set a court rule that the heir is entitle to receive the heritage with the maximum one-third of the total heritage.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45600
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Inayati, auhtor
"Indonesia belum mempunyai unifikasi hukum kewarisan, yang
berlaku sekarang ada 3 (tiga) hukum kewarisan yaitu: hukum waris Adat,
hukum waris Islam dan hukum waris Barat. Namun demikian semuanya
mempunyai pengertian yang sama mengenai definisi kewarisan, salah
satunya syarat untuk terjadinya pewarisan adalah adanya ahli
waris.Dalam kenyataan ada pewaris yang tidak memiliki keturunan,
mengambil solusi dengan mengangkat anak.Syari 'at Islam tidak
mengenal adanya adopsi atau angkat anak yang ada adalah pemeliharaan
anak terutama yang kurang beruntung. Tidak jarang pengangkatan anak
menimbulkan perselisihan dalam pembagian harta peninggalan, seperti
halnya yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan ini yaitu :
apakah putusan Pengadilan Tinggi Agama Bandung nomor :
19/Pdt.G/2007/PTA.Bdg sudah sesuai dengan hukum Islam dan
bagaimana penerapan hukum Islam terhadap ahli waris anak angkat
bersama anak perempuan. Permasalahan tersebut dianalisa dengan
menggunakan metode penelitihan Yuridis Normatif dan menghasilkan
suatu analisis yang bersifat Deskriptif Analisis. Wasiat wajibah
merupakan “jawaban” atas perbedaan dalam masyarakat.Beralihnya
tanggung jawab dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya harus
berdasarkan putusan pengadilan Agama. Untuk menyalurkan kasih
sayang kepada anak yang diasuh orang tua angkat tidak boleh
mengeluarkannya dari hubungan nasab dengan ayah kandungnya sendiri.
Orang tua asuh yang hendak memberikan wasiat wajibah kepada anak
asuhnya dapat mengacu pada pasal 209 Kompilasi Hukum Islam yang
mendudukkan dan memberikan hak “istimewa” pada anak angkat dan
orang tua angkat, walaupun Kompilasi Hukum Islam tetap mendudukkan
anak angkat dan orang tua angkat di luar kelompok ahli waris.
Mengangkat anak merupakan suatu ibadah, namun harus senantiasa
memperhatikan syari’at yang berlaku untuk perlindungan dan juga
kepastian hukum.

Indonesia not yet had unification punish heritage,
going into effect now exist 3 (three) punish heritage
that is : custom hereditary law, hereditary law of
Islam and west hereditary law. But that way altogether
have is samecongeniality regarding/ .. hit heritage
definition, one of them condition to the happening of
endowment is the existence of heir ahi. In fact there
is heir which do not have clan, taking solution by
adopt child. Islam Syari'at do not know the existence
of adoption or lift existing child is conservancy of
less fortunate child. Not rarely lifting of child set
by the ears in division of omission estae, as does
becoming fundamental of is problem of this writing
that is : is decision High Court Of Religion Of
Bandung Number : 19/Pdt.G/2007/PTA.Bdg. and how
applying of law of Islam to single daughter heir with
foster child . Escrow of Wajibah represent "answer" of
difference in society. Changing over of it
responsibility of old fellow come from to its foster
parent have to pursuant to decision justice of
Religion. Of the description can be analysed to
regarding/ hit conservancy of child and yield an
analysis having the character of analytical
Descriptive. To channel effection to mothered by child
is people needn't release him/it of lineage
relation/link with father contain alone him. Old fellow
take care of which will give escrow of Wajibah to
child take care of him can relate at section 209
Kompilasi Punish Islam siting and giving rights
"special" at foster child and foster parent, althought
Kompilasi Punish Islam remain to seat foster child and
foster parent outside heir group.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T36962
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Ali Masum
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pembaharuan hukum kewarisan Islam di Indonesia, dan bagaimana wasiat wajibah, sebagai produk ijtihadiah pare ahli hukum kewarisan Islam, menjadi aspek pembaharu dalam hukum kewarisan Islam Indonesia. Penulisan hukum ini bersifat deskriptif dengan berusaha memberikan gambaran mengenai arti pembaharuan, yang dalarn term Islam, setidaknya dikenal dengan tiga istilah, yakni tajdid (pemumian), taghyir (perubahan) dan ishlah (perbaikan). Pembaharuan dalam pengertian tajdid misalnya diungkapkan sebagai pemumian dengan kembali kepada ajaran asli Islam seperti termaktub dalam al-Qur'an dan al-Sunnah. Pembaharuan dalam arti taghyir digambarkan sebagai usaha pencegahan agar tidak terjadi pelanggaran terhadap hukum kehidupan dan hukum Allah dalam diri pribadi, masyarakat dan negara. Sedangkan perubahan dalam arti ishlah merupakan usaha perbaikan yang dilakukan terhadap sektor-sektor yang sudah rusak dalam kehidupan individu, masyarakat dan negara, khususnya dalam bidang hukum. Dalam menakar sejauh mana perubahan yang terjadi di sekitar hukum kewarisan Islam Indonesia, digunakan ciri-ciri pembaharuan hukum Islam yang dikemukakan oleh Fazlur Rahman dan corak pembaharuan yang diintroduksi oleh Noul J. Coulson. Matra lain yang menjadi fokus pembahasan dan penulisan ini adalah wasiat wajibah. Sebagai aspek pembaharuan yang fenomenal, wasiat wajibah memperkaya khazanah pemikiran di bidang hukum kewarisan. Konsep ini muncul sebagai kelanjutan diskursus dan perdebatan pars ahli hukum kewarisan Islam sekitar ayat menyangkut wasiat dan ayat mengenai mirats. Dalam hukum kewarisan Islam Indonesia, wasiat wajibah yang diputuskan oleh Mahkamah Agung merupakan 'tanda' dari pembaharuan hukum kewarisan Islam yang memasuki tahap ketiga setelah plaatsvervulling (ahli warts pengganti) yang diintroduksi oleh Hazairin, guru besar hukum Adat yang ahli di bidang hukum Islam dari Universitas Indonesia. Kemudian wasiat wajibah bagi anak angkat dan orang tua angkat sebagaimana diakomodasi oleh Kompilasi Hukum Islam. Putusan Mahkakah Agung Nomor 368 K/AG/1995 tanggal 16 Juli 1998 dan Nomor 51 K/AG/1999 tanggal 29 September 1999, yang memberikan hak wasiat wajibah bagi ahli waris non muslim yang diangkat dalam penulisan ini, menempatkan Mahkamah Agung tidak saja sebagai judge made law, melainkan juga memposisikan Hakim Agung yang memutuskan kedua perkara tersebut sebagai 'pembaharu' terhadap hukum kewarisan Islam Indonesia. Selain para. praktisi hukum kewarisan Islam di Peradilan Agama berpandangan bahwa hal demikian tidak lazim, di negara-negara yang berpenduduk mayoritas muslim pun seperti Mesir, Tunisia, Maroko, Pakistan wasiat wajibah tidak diterapkan pada kasus ahli waris non muslim. Dalam penulisan ini dianalisis pula putusan Pengadilan Agama Jakarta dan putusan Pengadilan Yogyakarta yang memutuskan tidak memberi hak wasiat wajibah bagi ahli waris non mlislim. Jika putusan Pengadilan Agama Jakarta mendasarkan pertimbangan hukumnya pads Pasal 171 huruf c Kompilasi Hukum Islam, putusan Pengadilan Agama Yogyakarta thefidasarkan pertimbangannya selain pada Pasal 171 huruf c juga pada Hadits Nabi SAW yang tertulis dalam kitab Kifayat al Akhyar Juz II halaman 18."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T19134
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Nurjannah Irawan
"Penelitian ini membahas mengenai perbandingan dua putusan yaitu Putusan Pengadilan Agama Purworejo Nomor 1377/Pdt.G/2019/Pa.Pwr dan Putusan Pengadilan Agama Klaten Nomor 1884/Pdt.G/2018/Pa.Klt terkait pemberian wasiat wajibah kepada ahli waris non-muslim atas harta yang ditinggalkan pewaris. Majelis hakim Pengadilan Agama Klaten memberikan pertimbangan dalam putusannya bahwa ahli waris non- muslim dapat diberikan wasit wajibah. hal tersebut berbeda dengan majelis hakim Pengadilan Agama Purworejo yang dalam pertimbangannya tidak memberikan wasiat wajibah kepada ahli waris non-muslim. Permasalahan di dalam penelitian ini adalah mengenai dasar dari pemberian wasiat wajibah bagi ahli waris non-muslim dan mengenai pertimbangan hukum dari kedua majelis hakim di masing-masing putusan terkait pemberian wasiat wajibah bagi ahli waris non-muslim. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum yuridis empiris untuk mengidentifikasi dasar pemberian wasiat wajibah kepada ahli waris non-muslim di Indonesia yang belum diatur dengan jelas secara hukum tertulis melalui pendekatan studi perbandingan. Hasil analisis penelitian ini adalah bahwa wasiat wajibah dapat diberikan kepada siapa saja dan tidak terkait dengan agama. Terdapat perbedaan pertimbangan, yaitu Majelis Hakim Pengadilan Agama Klaten memandang bahwa memberikan wasiat wajibah kepada ahli waris non-muslim merupakan bentuk pemenuhan unsur keadilan, sedangkan Majelis Hakim Pengadilan Agama Purworejo memandang bahwa ahli waris yang berbeda agama dengan pewaris tidak berhak mewarisi harta dari pewaris sehingga tidak patut mendapat wasiat wajibah. Pemberian wasiat wajibah kepada ahli waris non-muslim harus mempertimbangkan apakah memberikan manfaat atau kemudharatan.

This research discusses about the comparison of giving obligatory bequest to the heirs of a non-moeslem over the testators treasures based on the verdict of the religious court of Purworejo number 1377/Rev. G/2019/Pa.Pwr and the verdict of the religious court of Klaten number 1884/Pdt.G/2018/Pa.Klt. The panel of judges in the religious court of Klaten give consideration in its decision that the heirs of a non-moeslem can be given the obligatory bequest. It is different with the panel of judges decision of the Religious Court of Purworejo which does not give obligatory bequest to the heirs of the non-moeslems. The problems in this research is on the basis of giving obligatory bequest to the heirs of a non-moeslem and about legal consideration of both judges in each verdict related to the provision of giving obligatory bequest to the heirs of a non moeslem. To answer these problems, empirical legal research methods used to identify the basis of giving obligatory bequest to the heirs of a non-moeslem in Indonesia that have not been clearly regulated by law, through a comparative study. The results of the analysis of this study are that mandatory testaments can be given to anyone and not related to religion. There are different considerations, the panel of judges in the Religious Court of Klaten considers that giving an obligatory testament to non-Muslim heirs is a form of justice, while the panel of judges in the Religious Court of Purworejo considers that the heirs which religious differences with an heir do not have the right to inherit the property from the heirs so that it is inappropriate get the obligatory bequest. Giving an obligatory bequest to the heirs of a non-moeslem should be consider whether it provides benefits or harm."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Morly Samantha Dione Putra
"Penelitian ini membahas mengenai tanggung jawab pelaksana wasiat yang diamanatkan dalam akta hibah wasiat. Pelaksana wasiat yang memiliki konflik kepentingan berpotensi menghambat pelaksanaan amanat wasiat. Terutama pada kasus yang diangkat berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 701 PK/Pdt/2018, pelaksana wasiat yang ditunjuk tidak menjalankan kewajibannya berdasarkan akta hibah wasiat. Hal tersebut terjadi karena terdapat konflik kepentingan yang disebabkan pelaksana wasiat yang merupakan ahli waris golongan 2 (dua) dan tidak terdapat ahli waris legitimaris. Notaris sebagai pejabat pembuat akta yang dalam kasus ini membuatkan akta wasiat memiliki peran dan tanggung jawab tertentu. Untuk menjawab permasalahan digunakan metode penelitian hukum yuridis-normatif dengan tipologi penelitian eksplanatoris. Hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh simpulan bahwa penunjukan pelaksana wasiat perlu diperhatikan apakah memiliki konflik kepentingan berkaitan dengan pelaksanaan wasiat. Simpulan kedua Notaris dalam menjalankan jabatannya perlu memberikan penyuluhan hukum mengenai akta yang dibuatnya. Dalam pembuatan akta wasiat, Notaris perlu memberikan penjelasan mengenai hukum waris kepada penghadap sebelum penandatanganan akta wasiat. Sebagai tambahan, sebaiknya Notaris meminta pelaksana wasiat yang ditunjuk oleh pembuat wasiat untuk ikut hadir menghadap Notaris saat penandatanganan akta sebagai saksi pengenal penghadap. Lebih lanjut pelaksana wasiat sebaiknya diminta menandatangani surat pernyataan untuk menegaskan akan melaksanakan wasiat sebaik-baiknya.

This study discusses the liabilities of the executor as mandated in the testament (bequeathed grant). The executor who has a conflict of interest has the potential to hinder the implementation of the testament. Especially in this case based on the Supreme Court Decision Number 701 PK/Pdt/2018, the appointed executor of the testament is a class 2 (two) heir and there are no legitimaris heir. The notary as the official making the deed who in this case makes the will has a certain role. To answer the problem, a juridical-normative legal research method is used with an explanatory research typology. The results of the research conducted, it was concluded that the appointment of the executor of the testament needs to be considered whether there is a conflict of interest related to the implementation of the testament. The second conclusion is that a Notary in carrying out his position needs to provide legal counselling regarding the deed he made. In making a testament, the Notary needs to provide an explanation of the inheritance law to the appearer before signing the testament. In addition, the Notary should ask the executor of the testament appointed by the testator to be present before the Notary at the signing of the deed as identifying witness. Furthermore, the executor should be asked to sign a statement to confirm that he will carry out the will as well as possible."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mukti Hidayat
"Perkawinan, merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan sah akan menimbulkan akibat Perkawinan. Salah satunya akibat Perkaiwnan terhadap harta benda. Akibat perkawinan terhadap harta benda diatur di dalam KUHPerdata yang mengatur percampuran harta. Pada saat ini harta benda perkawinan diatur dalam Undang-Undang Perkawinan yang mengatur adanya harta bawaan dan harta bersama. Setelah terjadi perceraian, harta bersama dibagi menurut hukum para pihak. Sepanjang belum ada putusan Pengadilan mengenai pembagian harta bersama, maka suami istri tidak berhak melakukan perbuatan hukum terhadap harta bersama tanpa persetujuan suami atau istri. Dalam hal suami atau sitri telah meninggal dunia dan telah terjadi perceraian, namun belum ada pembagian harta bersama, maka suami atau istri harus meminta persetujuan ahli waris untuk melakukan perbuatan hukum terhadap harta bersama. Jika tidak, maka perbuatan hukum tersebut dapat batal demi hukum dan suami atau istri tersebut dapat digugat perbuatan melawan hukum. Hal ini yang terjadi dalam kasus Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 96/K/Pdt/2016 dimana istri telah menjual harta bersama yang dimiliki bersama dengan suaminya yang telah meninggal dunia (Pewaris). Dalam kasus tersebut istri telah menjual obyek harta bersama berupa tanah tanpa persetujuan ahli waris lain. Dalam hal ini istri memang berhak atas harta bersama tersebut, namun dalam hal ini belum ada putusan Pengadilan Negeri terkait pembagian harta bersama. Namun, walupun isteri masih berhak atas obyek harta bersama tersebut, obyek tersebut merupakan harta peninggalan yang diwariskan kepada ahli warisnya. Jadi perbuatan menjual tanah tersebut tanpa persetujuan ahli waris lain dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum dan jual beli batal demi hukum. Metode penulisan yang dipakai adalah normative dengan tipologi eskplanatoris.

Marriage, an inner and outer bond between a man and a woman as husband and wife which is to form a happy family and eternal based on God. Legal marriage would lead to a result of marriage. One of them is a result to marriage property. As a result of marrige property set out in the Civil Code that regulates marital property. At this time, the regulation against marriage property has been regulated in the regulation of marriage that governs their personal property and marital property. After the divorce, marital property is divided according to the law of the parties. Throughout there has been no court decision on the division of marital property, the husband and wife are not entitled to take legal actions against the marital property without the consent of the husband or wife. In the case of a husband or wife had died and there has been a divorce, but there is no division of marital property, the husband or wife must seek approval heirs to take legal actions against the marital property. If not, then legal action can be null and void and the husband or wife may be sued a tort. This happened in the case of Decision No. 96 / K / Pdt / 2016 in which, the wife has been selling property that is owned jointly with her husband who had died (Heir). In such cases the wife had to sell an object of common property such as land without the consent of other heirs. In this case the wife is entitled due to the marital property, but in this case there has been no decision of the District Court related to the division of marital property .. However, even though the wife was still entitled to the marital property of the object, the object is a legacy bequeathed to his heir. So the act of selling the land without the consent of other heirs can be categorized as an act against the law and selling can be null and void. Writing method used is normative with explanatory typology.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45906
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ijmatul Murtika
"Dalam proses pembuatan akta wasiat umum di hadapan notaris berlaku ketentuan dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 jo. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 (UUJN) dan juga ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata(KUHPer). Dalam kedua peraturan tersebut bisa saja terdapat ketentuan yang berbeda, salah satunya ketentuan syarat saksi dalam sebuah proses pembuatan akta. Dalam KUHPer karyawan notaris dilarang untuk menjadi saksi dalam proses pembuatan akta wasiat, sedangkan dalam UUJN tidak ada larangan tersebut. Pelanggaran terhadap kedua ketentuan tersebut mempunyai akibat yang berbeda. Jadi, harus dipahami ketentuan manakah yang berlaku dalam pembuatan akta wasiat di hadapan notaris. Salah satu kasus yang berkaitan adalah dalam kasus Putusan Mahkamah Agung No. 400K/Pdt/2018 dimana akta wasiat dalam kaus tersebut telah dibatalkan dengan alasan melanggar ketentuan KUHPer. Oleh karena itu, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana keabsahan saksi dalam proses pembuatan akta wasiat yang dilakukan di hadapan notaris dan bagaimana akibat terhadap pelaksana wasiat atas akta wasiat yang dibatalkan oleh Pengadilan dalam kasus Putusan No. 400K/Pdt/2018. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian berbentuk yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis.
Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa saksi akta dalam pembuatan akta wasiat dalam Kasus di atas tidaklah sah karena tidak memenuhi syarat yang diatur dalam KUHPer dan hanya memenuhi syarat dalam UUJN. Padahal KUHPer merupakan lex specialis dari ketentuan dalam UUJN sehingga pelanggaran ketentuan tersebut menyebabkan akta wasiat tersebut menjadi batal. Akibat hukum dari pembatalan tersebut adalah pengangkatan pelaksana wasiat di dalamnya juga menjadi batal sehingga pelaksana wasiat tersebut tidak mempunyai kewenangan lagi untuk mengurus harta pewaris. Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah notaris harus selalu memperhatikan peraturan perundang-undangan lainnya selain UUJN dikarenakan bisa saja terdapat peraturan lain yang berlaku sebagai lex specialis dari ketentuan dalam UUJN.

In the process of making a general testament deed in front of a notary public, the provisions in Law No. 2 of 2014 jo. Law No. 30 of 2004 (UUJN) and also provisions in the Civil Code (KUHPer). There might be different provisions in both regulations, one of which is the provision of witness conditions in a process of making a deed. In the Criminal Code, notary employees are prohibited from being witnesses in the process of making a testament, while in the UUJN there is no such prohibition. Breach on both, of the two provisions have different consequences. So, it must be acknowledged which provision apply in making a testament in front of a notary. One of the related cases is in the case of the Supreme Court Decision No. 400K/Pdt/2018 where the testament of the case has been canceled for the reason that it violates the provisions of the KUHPer. Therefore, the questions raised in this study are how the witness's validity in the process of testament making is carried out in front of a notary and how the consequences of the testament executor of the court-canceled testament (refer to the case of Decision No. 400K / Pdt / 2018)This research is conducted using a normative juridical research method with analytical descriptive research type.
The conclusion of this study is that the deed's witness in making the deed in the case above is not valid because it does not meet the conditions set out in the Criminal Code and only meets the requirements in the UUJN. Even though the KUHPer is a lex specialis of the provisions in the UUJN so that the violation of these provisions cause the testament to be canceled. The legal effect of the cancellation is that the appointment of the executor in it also becomes null and void so that the executor of the testament does not have the authority to take care of the property of the heir. Suggestions that can be given from this research are notaries must always pay attention to other laws and regulations besides UUJN because there may be other regulations that apply as lex specialis from the provisions in UUJN."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T53596
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>