Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 122309 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dita Aqila Salsabila
"Skripsi ini membahas mengenai doktrin unjustified enrichment dalam perjanjian sewa menyewa rumah yang telah batal demi hukum. Objek penelitian dalam penulisan kali ini merupakan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1443 K/PDT/2011. Doktrin unjustified enrichment menyatakan bahwa tidak ada seorang pun yang diperbolehkan untuk memperkaya diri sendiri dari pengeluaran orang lain. Di Indonesia, doktrin unjustified enrichment hanya diadopsi dalam satu pasal yaitu Pasal 1359 Ayat 1 KUHPerdata. Pasal tersebut menjelaskan mengenai pembayaran yang tidak terutang atau tidak diwajibkan. Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode yuridis normatif. Dalam objek penelitian kali ini, dapat ditemukan penerapan dari doktrin unjustified enrichment. Akan tetapi, majelis hakim tidak menyebutkan doktrin tersebut. Penilitian ini menyarankan kepada hakim tingkat judex facti untuk lebih cermat dalam memahami kasus yang terjadi sehingga dapat memberikan pertimbangan hukum yang lengkap. Dengan demikian, pemahaman hakim yang luas mengenai konsep hukum sangat diperlukan dalam memutus suatu perkara. Penulis juga menyarankan kepada pemerintah untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat mengenai peraturan perundang-undangan secara efektif sehingga dapat menyentuh seluruh elemen masyarakat.
This thesis discusses the doctrine of unjustified enrichment in the lease agreement that has been null and void. The object of this research is the Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia No. 1443 K / PDT / 2011. The doctrine of unjustified enrichment states that no one is allowed to enrich themselves from the expenses of others. In Indonesia, the doctrine of unjustified enrichment is only adopted in one article, namely Article 1359 Paragraph 1 of the Civil Code. The article explains the payments that are not due or not required. The method used in this thesis is a normative juridical method. In this object of research, it can be found the application of the doctrine of unjustified enrichment. However, the panel of judges did not mention the doctrine. This research suggests to Judex facti level judges to be more careful in understanding the cases that occur so that they can provide complete legal considerations. Thus, a broad understanding of judges about the concept of law is needed in deciding a case. The author also advises the government to provide socialization to the public regarding the laws and regulations effectively so that it can touch all elements of society."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yosepin
"Skripsi ini membahas tentang doktrin unjust enrichment yang telah dikenal pertama kali di negara-negara common law. Doktrin tersebut merupakan perluasan dari gugatan perdata yang sudah ada yaitu wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum PMH . Setelah penerapan doktrin tersebut diakui pada negara-negara common law, negara-negara civil law mulai mengenal doktrin unjust enrichment. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian kepustakaan dengan data sekunder yang bersifat yuridis normatif yaitu penelitian yang mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan norma-norma yang berlaku dan mengikat kehidupan masyarakat. Di Perancis diatur secara khusus di dalam France Civil Code pada tahun 1892 di Buku III Pasal 1303. Begitu juga di Belanda diatur di dalam Dutch Civil Code tahun 1992 di Buku 6 Bab 4 Pasal 212. Sedangkan di Indonesia, belum diatur secara khusus mengenai doktrin unjust enrichment dalam ketentuan undang-undang. Namun bukan berarti Indonesia tidak mengenal doktrin ini. Terdapat salah satu konsep unjust enrichment secara tersirat dalam pasal 1359 KUHPerdata. Dalam pengaturannya di pasal 1359 KUHPerdata menjelaskan bahwa dapat dituntut kembali suatu pembayaran yang tidak diwajibkan. Isi dari pasal tersebut tergambar dari beberapa putusan maupun penetapan pengadilan seperti putusan nomor 1749 K/Pdt/2010, penetapan nomor 253/Pdt.P/2014/PNSkt, dan putusan nomor 732 K/Pdt/2013. Skripsi ini berisi tentang sejarah doktrin unjust enrichment serta tantangan dan hambatan dalam menerapkan doktrin unjust enrichment dalam putusan-putusan pengadilan.

This thesis discusses about the unjust enrichment doctrine has been first recognized in common law countries. It is an extension of existing civil lawsuits such as event of default and tort. After the implementation of the unjust enrichment doctrine is recognized in common law countries, civil law countries are beginning to recognize the unjust enrichment doctrine as well. The research method used in this paper is library research method with secondary data that is juridical normative, which is a research that refers to the legal norms appeared in legislations and norms that bind the society. Unjust enrichment has been specially regulated in the French Civil Code in 1892 in Book III, Article 1303. Similarly, in the Netherlands, unjust enrichment has been regulated in the Dutch Civil Code of 1992 in Book 6, Chapter 4, Article 212. While in Indonesia, unjust enrichment has not been specifically regulated in the regulations of the law. But that does not mean Indonesia does not recognize this doctrine. The unjust enrichment doctrine implicitly appeared in Article 1359 of Indonesian Civil Code. Article 1359 of the Indonesian Civil Code explains that each payment which was not made pursuant to a debt may be reclaim. This article tries to explain how this doctrine to be implemented in the court decisions. What the court considerations in implemented such doctrine. What are the opportunities and challenges of such doctrine to be implemented in Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alleghia Lailaa Savanah
"Tulisan ini menganalisis mengenai bagaimana konsep doktrin unjust enrichment dalam sistem hukum Amerika Serikat dan peraturannya di Indonesia. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal dan pendekatan komparatif. Doktrin unjust enrichment merupakan prinsip umum di mana seseorang tidak boleh diperkaya secara tidak adil dari kekayaan orang lain, sehingga harus mengembalikannya kepada orang yang berhak atas kekayaan tersebut. American Law Institute telah menerbitkan Restatement (Third) of Restitution and Unjust Enrichmentyang berisikan prinsip umum, tanggung jawab ganti rugi, pemulihan hak, dan pembelaan terhadap unjust enrichment. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia sudah mengatur mengenai unjust enrichment, tetapi hanya sebatas pengayaan yang tidak adil berdasarkan pembayaran saja. Dalam praktiknya, konsep doktrin unjust enrichment telah ditemui pada beberapa putusan di Indonesia, tetapi dikategorikan sebagai tindak hukum lain. Maka dari itu, Indonesia perlu mengadakan pembaharuan terhadap hukum keperdataannya, terutama pengadaan peraturan terkait doktrin unjust enrichment agar tercipta kelengkapan dan kepastian hukum.

This paper analyzes the concept of the unjust enrichment doctrine in the United States legal system and its regulation in Indonesia. This paper is prepared by using a doctrinal research method and a comparative approach. The unjust enrichment doctrine is a general principle in which a person should not be unjustly enriched from the wealth of others, so that he must return it to the person who is entitled to the wealth. The American Law Institute has published the Restatement (Third) of Restitution and Unjust Enrichment which contains general principles, liability in restitution, remedies, and defenses to unjust enrichment. The Indonesian Civil Code already regulates unjust enrichment, but only to the extent of unjust enrichment based on payment. In practice, the concept of unjust enrichment doctrine has been found in several decisions in Indonesia, but it is categorized as another legal act. Therefore, Indonesia needs to reform its civil law, especially the provision of regulations related to unjust enrichment doctrine to create completeness and legal certainty."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tetanoe Bernada
"Notaris dalam menjalankan jabatannya untuk pembuatan akta dan telah melakukan kewajibannya tetapi Notaris berkemungkinan melakukan kelalaian yang berakibat akta yang dibuatnya batal demi hukum. Klien notaris yang menderita kerugian akibat akta batal demi hukum berhak untuk menuntut pertanggungjawaban notaris yang membuat akta tersebut didasarkan pada Undang-Undang yang berlaku. Permasalahan yang diangkat adalah bagaimanakah bentuk kelalaian notaris dan akibat hukum kelalaian notaris dalam pembuatan akta perjanjian sewa menyewa dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2750 K/PDT/2018.
Metode Penulisan tesis ini menggunakan bentuk penelitian hukum yuridis normatif dan tipe penelitian deskriptif analitis. Dari penelitian ini diketahui bahwa bentuk kelalaian notaris dalam putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor yaitu Notaris EM melanggar ketentuan pasal 16 ayat (1) UUJN karena Notaris EM tidak teliti dan juga melanggar kewajiban penyampaian penyuluhan hukum berkaitan dengan hal-hal penting dalam pembuatan akta sewa menyewa serta keberpihakan notaris EM pada para penghadap dalam akta perjanjian sewa-menyewa yaitu ER, SH,dan FIT yang merugikan OC.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah akibat hukum kelalaian notaris dalam pembuatan akta perjanjian sewa menyewa pada putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor ditolaknya permohonan kasasi dari Pemohon banding oleh FIT dan Menghukum FIT untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi sejumlah Rp500.000,00. Kata Kunci: Akibat Hukum, Kelalaian Notaris, Akta, Perjanjian Sewa Menyewa

Notary in performing their duties in a deed and Notary has carried out its obligations but the Notary is likely to carry out negligent consequences the deed he made is null and void.Clients who suffered losses due to the notary deed null and void right to demand accountability of the notary who made the deed based on the applicable law. Issue in this thesis is how are the form of notarys negligences and as a result of the law of notary negligence in the making of deed of rent agreement in Supreme Court Republic of Indonesia Decision Number 2750K/PDT/2018. 
This thesis research method is using the form of normative juridical legal research and the type of analytical descriptive research. The result of this study is the form of notarys negligences in Supreme Court Decision Republic of Indonesia Number "https://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/ namely Notary EM violates the provisions of Article 16 (1) of the UUJN because the Notary EM is not careful in reviewing the authority of the parties acting as subjects and the viewer in the deed of rent agreement and violates the obligation to submit information on the law relating to the important things that need to be considered in making the deed of rent agreement.
The conclusion of this study as a result of negligence law in a deed notarized rent agreement on Supreme Court Republic of Indonesia Decision Number "htts://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan is rejected the appeal from the Appellant by FIT and Sentenced the FIT to pay the court fees in this appeal amounting to Rp500,000.00.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rinaldi Putra
"Akta otentik Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah (PPJB) terhadap obyek hak atas Tanah, seluas 10.457 M2 (sepuluh ribu empat ratus lima puluh tujuh meter persegi) yang tercatat pada Sertipikat Hak Milik nomor 182/Sukapura, atas nama Unyas binti Kasim menimbulkan permasalahan hukum, dalam hal ini Notaris membuat PPJB ketika obyek tanah masih dalam sengketa waris di tingkat Kasasi Mahkamah Agung RI, meskipun Buku III KUH Perdata tentang perikatan bersifat terbuka, bersandar pada asas kebebasan berkontrak, perlu diperhatikan obyek dari perjanjian adalah Tanah, oleh karena itu peraturan perundang-undang yang terkait dengan Hukum Tanah Nasional dan Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) tidak dapat dikesampingkan oleh Notaris dalam membuat akta otentik PPJB atas obyek Tanah dan Majelis Hakim, dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 824 K/Pdt/2011 tanggal 26 Juli 2011 terhadap akta otentik tersebut seharusnya mengkaji lebih dalam tentang kewenangan Notaris dalam membuat PPJB atas Tanah yang masih dalam obyek sengketa waris. Sehingga kesimpulan yang diambil dalam membuat akta otentik PPJB hak atas tanah, Notaris harus memperhatikan aspek-aspek yang berlaku dalam HTN, meskipun HTN meskipun HTN tidak berlaku secara tegas dan langsung terhadapa PPJB yang dibuat oleh Notaris. sehingga tercipta perlindungan hukum bagi para pihak dalam PPJB tesebut.

The Sale and Purchase Agreement Commitment of Land title certificate for land area 10.457 M2 (ten thousand and four hundred fifty seven square meter) which registered on right of ownership certificate number 182/ Sukapura under name of Unyas binti Kasim has emerged legal issue, since it was signed before the Notary when the land was still in inheretence dispute in supreme court. Despite the pricipal of Chapter III on Indonesia Civil Code regarding Contract, is open system, the objek of contract is land. Therefore, the Indonesia law relates land and Indonesia law which rules the Notary should be considered. Furthermore, the judges of Indonesia Supreme Court?s decision which is written on Indonesia Supreme Court?s verdict number 824 K/Pdt/2011 dated 26 Juli 2011, should be considered the aspects of the Indonesia law which relates to land and Notary. although Indonesia Law related land title certificate is not directly enforced for The Sale and Purchase Agreement Commitment of Land title certificate, but it should be applied on The Sale and Purchase Agreement Commitment in order to establish the equal legal protection for all parties on the agreement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44026
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angelica Febee Sri Widyanti Wahono
"Seiring dengan perkembangan hukum di Indonesia, pembagian dasar gugatan dalam bentuk gugatan wanprestasi dan gugatan PMH tidak cukup memadai untuk menyelesaikan berbagai permasalahan hukum di masyarakat. Dalam hal tidak terdapat hubungan kontraktual antara para pihak dan tidak terdapat pula unsur kesalahan dari salah satu pihak, maka gugatan atas dasar wanprestasi maupun PMH tidak dapat diajukan. Dalam upaya menanggulangi permasalahan tersebut, dikenal doktrin unjust enrichment. Menurut doktrin tersebut, dalam hal seseorang diperkaya secara tanpa dasar sehingga merugikan pihak lain, maka pihak yang diperkaya berkewajiban untuk mengembalikan apa yang ia terima. Namun dokrtin ini tidak begitu dikenal dalam lalu lintas hukum Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut, penulis membandingkan doktrin unjust enrichment yang berlaku di Indonesia dengan doktrin unjust enrichment di Jerman yang jauh lebih lengkap untuk dapat mengisi kekosongan hukum tersebut. Penelitian ini menggunakan metodologi yuridis-normatif dengan pendekatan perbandingan hukum. Doktrin ini sebetulnya dapat ditemukan dalam Pasal 1354-1364 Burgerlijk Wetboek, sumber hukum perdata di Indonesia. Namun seiring dengan diterjemahkannya Burgerlijk Wetboek ke Bahasa Indonesia, maksud dari para perumus tersebut dilupakan. Dalam hal pasal-pasal tersebut dikenal sebagai unjust enrichment pun, pengaturan di dalamnya masih tergolong sempit dan tidak komprehensif. Hukum Jerman mengatur mengenai unjust enrichment secara menyeluruh dalam §§ 812-822 Bürgerliches Gesetzbuch. Rumusan §§ 812-822 mengakomodasi dan membuka peluang restitusi bagi berbagai jenis kasus. Terlebih lagi, pembagian dasar gugatan pada jenis hak menghasilkan hukum unjust enrichment yang dinamis dan saling mempengaruhi hukum perjanjian dan PMH. 

With the development of law in Indonesia, the division of lawsuits based on breach of contract and tort claims are not sufficient in resolving the various legal problems in our society. In the event that there is no contractual relationship between the parties as well as no element of error from either party, the lawsuit based on breach of contract or tort cannot be filed. In an effort to overcome these problems, enters the doctrine of unjust enrichment. According to said doctrine, in the event that a person is enriched without basis to the detriment of another party, the enriched party is obliged to return what he received. However, this doctrine is not well-known in the practice of Indonesian law. In accordance to that, the author compares the law of unjust enrichment that applies in Indonesia with the law of unjust enrichment in Germany which is much more complete in an effort to fill said legal vacuum. This study uses a juridical-normative methodology with a comparative approach to law. In actuality, this doctrine can be found in Articles 1354-1364 of the Burgerlijk Wetboek, the source of civil law in Indonesia. But the intention to frame said articles as unjust enrichment seemed to have been lost in translation. Even if the articles came to be known as provisions of unjust enrichment, they are far too narrow and incomprehensive. German law regulates unjust enrichment effectively in §§ 812-822 Bürgerliches Gesetzbuch. §§ 812-822 accommodates restitution for varying types of cases. Moreover, the division of lawsuits based on the type of rights results in a dynamic law that could influence both the law of agreement and the law of tort, and vice versa. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Luthfi
"Skripsi ini membahas mengenai sejarah perkembangan konsep kekhilafan dalam hukum perdata Indonesia dan Inggris, konsep kekhilafan dalam perjanjian menurut hukum perdata Indonesia, konsep misrepresentation dalam hukum perdata Inggris serta perbandingannya dengan konsep kekhilafan dalam perjanjian di Indonesia. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa terdapat persamaan antara kekhilafan dengan misrepresentation yaitu karakteristiknya dapat membatalkan suatu perjanjian. Sedangkan, perbedaannya yaitu dalam pembagian macam-macam bentuknya. Penelitian ini menggunakan metode perbandingan hukum yang menghasilkan bentuk penelitian yuridis-normatif. Saran yang dapat disampaikan penulis dari penelitian ini adalah dengan perkembangan model perjanjian, maka konsep kekhilafan pun perlu untuk mengalami perkembangan juga dengan merinci lebih lanjut ketentuan mengenai kekhilafan di hukum perjanjian Indonesia sebagaimana hukum Inggris sehingga  menjadi efektif karena dapat mencakup bentuk-bentuk perkembangan kekhilafan yang lebih luas.

This thesis discusses about the development history and also the comparison of misrepresentation concept in Indonesia Civil Law and England Civil Law. Within this research, it is found that there is a similarity between misrepresentation known in Indonesia civil Law and England civil law, which is where both characteristic that may terminate an agreement, whereas for the difference, is about the division of all form of misrepresentations. This research uses law comparison method that made a juridical-normative research as an output. Within this research, the author has a suggestion that within development of varying agreements model, then misrepresentation concept also need to be equally developed by putting detailed provisions about misrepresenation in Indonesia regulations that regulate indonesia contract law as how it is implemented in England therefore the regulations can be clearer and effective because of the extension of misrepresentation on the regarded provisions.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Talitha Azaria
"ABSTRAK
Hukum kontrak di Indonesia mengenal asas itikad baik, terutama dalam tahap pelaksanaan kontrak. Seiring dengan perkembangan dan kebutuhan zaman, asas itikad baik juga dikenal dalam tahap pra kontrak sehingga dalam suatu proses negosiasi atau perundingan pun juga harus diterapkan. Skripsi ini akan membandingkan hukum kontrak di Indonesia dengan sistem hukum common law, yaitu mengenai itikad baik pada tahap pra kontrak dengan doktrin promissory estoppel dan Pasal 1359 ayat 1 KUH Perdata dengan doktrin unjust enrichment. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan deskriptif komparatif. Hasil penelitian menyarankan untuk menerapkan doktrin promissory estoppel pada kondisi dimana salah satu pihak percaya bahwa sudah lahir perjanjian diantara keduanya sehingga pihak tersebut melakukan tindakan demi tercapainya janji-janji pihak lawan, dan juga doktrin unjust enrichment dalam kondisi apabila salah satu pihak memperkaya diri sendiri secara tidak sah dari pengeluaran yang dilakukan pihak lain. Asas itikad baik juga harus dijunjung tinggi mengingat tidak adanya ketentuan dalam KUH Perdata yang mengatur mengenai pra kontrak secara tersurat.

ABSTRACT
Contract law in Indonesia identify the principle of good faith, especially in the implementation of the contract. Along with the development contract law, the principle of good faith is also known in the pre contractual phase so that in a negotiation process this principle must be applied. This paper compares the law of contracts in Indonesia with a common law system, which is about the good faith in the pre contractual phase with the doctrine of promissory estoppel and Article 1359 paragraph 1 of the Indonesian Civil Code with the doctrine of unjust enrichment. This study is a normative juridical research with comparative descriptive. Results of the study were advised to apply the doctrine of promissory estoppel in circumstances where one party believes that it has been born an agreement between the two so that the parties take action in order to achieve the promises of the opposition, and also the doctrine of unjust enrichment in a state where one party is enriching himself not legitimate expenses incurred from other parties. The principle of good faith must also be upheld because of the absence of any provision in the Civil Code concerning about pre contractual phase."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S63595
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Fadilla Kartadimadja
"Kepemilikan hak atas tanah harus dibuktikan dengan adanya sertifikat hak atas tanah. Mengajukan permohonan sertifikat hak atas tanah yang belum bersertifikat kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN), terdapat beberapa syarat yang diperlukan, salah satunya adalah terdapat bukti beralihnya hak atas tanah, seperti apabila perpindahan haknya diakibatkan karena jual beli, maka harus terdapat Akta Jual Beli (AJB) yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Ada kalanya sebelum dibuatkan Akta Jual Beli Tanah, terlebih dahulu dibuat Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah. Pada Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 85 K/Pdt/2011, Majelis Hakim menyatakan bahwa kepemilkan Miaw Tjong alias Hartono (Penggugat) didasarkan pada Akta Pengikatan Jual Beli Nomor 26 tanggal 12 Maret 1993 yang dibuat dihadapan Notaris. Seharusnya yang menjadi bukti kepemilikan hak atas tanah menurut Undang-Undang Pokok Agraria adalah sertifikat hak atas tanah. Akan menjadi suatu masalah, khususnya terkait dengan kepemilikan atas tanah jika suatu perjanjian pengikatan jual beli dijadikan sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah.

The ownership of the land shall be proven with a title deed. To apply for a land title deed which has not been certified to a National Land Agency (BPN), there are some requirements that needed. One of them is evidence of the tranfers of the land, such as deed of sale-purchase that made to a Land Deed Official known as Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) if the transfer of the land is by selling and purchasing. A Sale-Purchase Commitment Agreement often made beforehand, before making the deed of sale-purchase. On the Indonesian Supreme Court Adjudication Number 85 K/Pdt/2011, the judge said that the ownership of Miaw Tjong alias Hartono (Plaintiff) were based on Sale-Purchase Commitment Agreement No. 26 that made to a notary. But the one that should be proof of land ownership based on Agrarian Law is a Land Title Deed. There will be a problem, particularly those related to land ownership, if a sale-purchase commitment agreement be used as a proof of land ownership."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43056
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Himamul A`La
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis mengenai perjanjian pengadaan barang/jasa pemerintah di Indonesia. Objek dalam penelitian ini adalah putusan Mahkamah Agung Nomor 1574 K/PDT/2011 mengenai gugatan PT Helga Prima Contractor melawan Pemerintah Kota Bekasi tentang sah atau tidaknya perjanjian pengadaan barang/jasa pemerintah diantara para pihak. Metode penelitian skripsi ini adalah yuridis normatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengadaan barang/jasa pemerintah terjadi dalam beberapa bidang hukum seperti hukum administrasi negara, hukum perdata, dan hukum persaingan usaha. Sebagai sebuah perjanjian maka perjanjian pengadaan barang/jasa pemerintah harus tunduk pada ketentuan hukum perdata.

The purpose of this research is to analyze the agreement of procurement by government in Indonesia. The object of this research is the Supreme Court Decision Number 1574 K PDT 2011 between PT Helga Prima Contractor against City of Bekasi rsquo s Government about the legalization of the agreement of procurement by government between the parties. This research method is normative juridical. Secondary data obtained from books, previous studies, and related legislative products.
The results of this research indicate that the procurement of government occurs in several areas of law such as state administrative law, civil law, and business competition law. As an agreement, the procurement is rulled by the Indonesian civil law system.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S69917
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>