Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 135946 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Linny Firdaus
"Skripsi ini membahas penerapan upah layak untuk awak kapal perikanan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta dalam konteks perlindungan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan upah awak kapal perikanan belum sesuai dengan peraturan perundang-undangan sebagai akibat dari ketidakserasian dan kekosongan hukum, sistem upah yang eksploitatif, penerapan perjanjian kerja laut sebagai “formalitas belaka”, rendahnya kesadaran dan pengetahuan hukum, tumpang-tindih kewenangan dalam pemerintah, serta rendahnya pengawasan dan penegakan hukum. Penulis menyarankan adanya harmonisasi peraturan perundang-undangan, evaluasi kerja pada pemerintah, dan revolusi mental awak kapal perikanan
This thesis focuses on the implementation of decent wage for fishers at Nizam Zachman Jakarta Fishing Port as regulated in Indonesian legal framework. This research is qualitative research with a descriptive design. This research shows that the wage for fishers has not been implemented as regulated in the legal framework as the result of a disharmonious and unregulated law, an exploitative wage system, “mere formality” work agreements, poor legal awareness and knowledge, overlapping authorities in government, and inadequate law supervision and enforcement. The author suggests a harmonization in legal framework, a work evaluation in government, and a mental revolution in fishers."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tuah Kalti Takwa
"ABSTRAK
The Guardian media kenamaan Inggris juga mencatat sedikitnya 15 buruh migran asal Myanmar dan Kamboja diperdagangkan dengan harga sebesar Rp 4 juta. Praktek perbudakan yang dijalankan di Thailand berlangsung dalam rupa: 1 bekerja selama 20 jam; 2 pemukulan; 3 penyiksaan; dan 4 pembunuhan. Laporan eksklusif The Guardian ini mengakibatkan produk udang Thailand dilarang memasuki pasar internasional, khususnya di Amerika Serikat, Inggris dan negara-negara Eropa lainnya. Hal ini terjadi seiring ditemukannya fakta bahwa Charoen Phokpand Foods menggunakan pakan hasil perbudakan dalam sistem produksinya. Sedikitnya 20 pekerja di kapal perikanan Thailand meninggal dunia akibat praktek perbudakan ini. dan juga dikatakan 182.552 ABK rentan mengalami perbudakan hal ini diuangkap dalam Preliminary Meeting mengeai The Experience Of Burmese, Cambodian and Indonesian Fish Workers on Fishing Vessels : Finding And Policy Recommendations for ASEAN yang diselenggarakan oleh SEAFish for Justice di Surabaya, Jawa Timur, pada tanggal 4-7 Oktober 2016.Peneliti mengambil contoh kasus eksploitasi yang dialami oleh ABK WNI yang bekerja di kapal ikan asing dan mendapat perlakuan eksploitasi yang melanggar HAM . Latar belakang terjadinya eksploitasi ini sudah dimulai sejak calon ABK diajak untuk bekerja dikapal, dimulai dari kontrak yang represif hingga perlakuan tidak manusiawi diatas kapal. Penelitian ini membahas bagaiamana ratifikasi ILO 188 2007 oleh Indonesia bisa membantu menghilangkan eksploitasi tersebut. Metode penelitian tesis ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian ini sebagian besar memanfaatkan dokumen-dokumen internasional dan sumber-sumber tertulis yang memuat informasi sekunder.

ABSTRACT
The famous British media The guardian also noted at least 15 migrant workers from Myanmar and Cambodia traded at a price of 4 million Rupiah rsquo s. The practice of enslavement in Thailand takes place in the form of 1 working for 20 hours 2 beatings 3 torture and 4 murder. The Guardian 39 s exclusive report resulted in Thai shrimp products being banned from entering international markets, particularly in the United States, Britain and other European countries. This happens as the discovery of the fact that Charoen Phokpand Foods uses the slavery feed in its production system. At least 20 workers on Thai fishing vessels died due to this practice of slavery. and is also said to be 182,552 crew vulnerable to slavery. This is captured in the Preliminary Meeting on The Experience of Burmese, Cambodian and Indonesian Fish Workers on Fishing Vessels Finding And Policy Recommendations for ASEAN organized by SEAFish for Justice in Surabaya, East Java, on 4 7 October 2016.Researchers take the case of exploitation experienced by Indonesian Citizens who work on foreign fishing vessels and get exploitation treatment in violation of human rights. The background of this exploitation has begun since the candidates of crew are invited to work on board, starting from repressive contracts to inhumane treatment on board. This study discusses how the ratification of ILO 188 2007 by Indonesia can help eliminate such exploitation. The method of this thesis research is normative law research. This research mostly utilizes international documents and written sources containing secondary information"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50135
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chrisilla
"ABSTRAK
Industri Perikanan telah lama menghubungkan keterkaitan kejahatan perikanan Fisheries Crime dengan penggunaan kapal ikan dalam prosesnya. Banyak kejahatan TOC dilautan terjadi dengan berbagai faktor pendorong bagi pelaku kejahatan untukmenggunakan kapal ikan dalam melaksanakan kejahatan. Tidak ada rantai industri perikanan yang berasal dari satu sumber saja, sektor perikanan berlangsung secara kompleks dan melibatkan banyak aktor lintas negara memudahkan para penjahat melaksanakan kejahatan serius di lautan. Dari transaksi sampai kepada pengolahan dan sampai kepada konsumen dapat menyembabkan delimitasi hukum dari negarayang berbeda-beda hal ini menimbulkan resiko terjadinya penyimpangan hukum dan kegiatan illegal dengan dalih penggunaan kapal ikan. Kegiatan kejahatan yang dilaksanakan melibatkan kejahatan serius seperti: Penyelundupan Narkoba, Penyelundupan Manusia, Perdagangan Manusia dan Kejahatan Perompakan. Hal ini tak sejalan dengan fungsi Kapal ikan yang seharusnya yaitu digunakan dalam penangkapan ikan dan kegiatan industri perikanan, namun pada prakteknya kapal ikan juga digunakan untuk melaksanakan berbagai kejahatan serius lintas batas di lautan.

ABSTRACT
For a long time, Fishing Industry has linked The criminal practice of TransnationalOrganized Crime TOC with the use of Fishing Vessel in the process. Many of thisTransnational Organized Crime drived by some factors that being used by SyndicateOrganized Group to carry out crimes in the sea. The complex chain of fishingindustry and involven of many actors in many countries can be the driving factors ofthe use of fishing vessel by transnational criminal group. From transaction toindustrial maked to consumen all are comes by delimitation of regulation of manycountries, which will wider the risk of crime acts and illegal activities. Crimes thatbeing execute by those criminals are all serious crimes such as Human Trafficking,People Smuggling, Piracy and Drug trafficking. The use of fishing vessel has beendiverted from the real purpose to caught marine resource or"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50392
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Avianita Anandhari
"Skripsi ini membahas mengenai penetapan upah minimum melalui studi banding antara Indonesia, Australia dan Filipina. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penetapan upah minimum diatur di Indonesia, Australia dan Filipina melalui berbagai peraturan perundang-undangan upah minimum dan membandingkannya berdasarkan beberapa aspek. Penelitian ini adalah yuridis-normatif dimana data sekunder akan dianalisis menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peraturan perundang-undangan mengenai upah minimum di Indonesia cukup komprehensif, meskipun melalui perbandingan dengan Australia dan Filipina menunjukkan peraturan upah minimum di Indonesia dapat ditingkatkan berdasarkan aspek subjek, jenis, prosedur, dasar hukum, pengecualian dan pihak yang terlibat.

The focus of this undergraduate thesis to discuss regarding minimum wage fixing through a comparative study between Indonesia, Australia and Philippines. The objective of this research is to identify how minimum wage fixing is regulated in Indonesia, Australia and Philippines through various minimum wage legislations and compare it based on several aspects. This research is a qualitative research in a form of juridical normative. The result of this research shows that minimum wage in Indonesia is quite comprehensively regulated, although through the comparison with Australia and Philippines it shows minimum wage regulations can be improved based on the aspects of subjects, types, procedure, legal basis, exceptions and parties."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S64321
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriana
"Ketentuan Pasal 155 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur bahwa selama belum ditetapkannya putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, maka pengusaha dan pekerja harus tetap melaksanakan segala kewajibannya. Adapun kewajiban yang dimaksud meliputi upah yang diberikan selama proses pemutusan hubungan kerja (upah proses). Namun, ketentuan ini dianggap belum memberikan kepastian hukum, sehingga Mahkamah Konstitusi RI memberikan penafsiran melalui Putusan Nomor 37/PUU-IX/2011 tanggal 19 September 2011, bahwa upah proses tetap diberikan kepada pekerja hingga adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Pasca dijatuhkannya putusan tersebut, Mahkamah Agung RI mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 3 Tahun 2015 pada tanggal 29 Desember 2015 yang bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi RI, karena membatasi pemberian upah proses selama 6 (enam) bulan saja. Dengan adanya ketidakharmonisan dalam ketentuan upah proses ini telah mengakibatkan penafsiran yang keliru pada hakim dalam menjatuhkan putusannya. Sebagaimana yang diputuskan dalam Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 346/PDT.SUS-PHI.G/2018/PN.JKT.PST, Majelis Hakim telah menjatuhkan hukuman upah proses sebanyak 2 (dua) bulan upah dengan pertimbangan pekerja tidak melaksanakan pekerjaannya selama proses pemutusan hubungan kerja. Atas hal tersebut, perlu dilakukan penelitian dengan metode penelitian deskriptif yang memberikan gambaran umum mengenai penetapan upah bagi pekerja yang tidak melaksanakan pekerjaan selama proses pemutusan hubungan kerja. Berdasarkan penelitian ini, maka Negara perlu membentuk undang-undang yang jelas mengenai pemberian upah proses bagi pekerja yang tidak melaksanakan pekerjaannya, sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda bagi hakim dalam menjatuhkan putusannya, dan memberikan keadilan bagi pekerja.

Article 155 paragraph (2) of the Law of Republic of Indonesia Number 13 of 2003 on Manpower regulates that as long as the decision of institute for the settlement of industrial relation disputes has not determined, employer and employee must keep on performing their obligations. The intended obligations include wages given during the employment termination process (process wages). However, this provision is considered not to provide legal certainty, thus the Constitutional Court provides an interpretation through the Decision Number 37/PUU-IX/2011 on 19 September 2011, that process wages is still given to employee until a decision has its permanent legal force (inkracht van gewijsde). After that, the Supreme Court then issued a Circular Letter Number 3 of 2015 on 29 December 2015 which contradicted the Decision of the Constitutional Court, because it limited the payment of process wages for 6 (six) months. With the disharmony in the regulations, it has resulted the mistaken interpretation of the judge in ruling the decision. As decided in the Industrial Relations Court Decision at the District Court of Central Jakarta Number 346/PDT.SUS-PHI.G/2018/PN.JKT. PST, the Panel of Judges has sentenced the employer to pay the process wage in the amount of 2 (two) months, with the consideration that employee does not carry out the work during the employment termination process. For this reason, research needs to be done with descriptive methods that provides an overview of the determination of wages for employee who does not carry out work during the employment termination process. Based on this research, the State needs to form a clear regulation regarding the provision of process wages for employee who does not carry out their work, thus it does not cause a different interpretation for the judge in ruling the decision, and provide a justice for employee."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Lazuardi Pratama
"Pengaturan mengenai pelaksanaan pembayaran upah beserta hak-hak lainya yang biasa diterima pekerja selama proses perselisihan PHK sesungguhnya telah jelas diatur dalam Pasal 155 UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan maupun perubahannya dalam Pasal 157A UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Khusus adanya upah proses dari skorsing yang diberikan tertulis selama proses Perselisihan PHK,  mengacu pada pasal 96 UU No 2 tahun 2004 tentang PPHI, jika upah dan hak akibat skorsing tidak dijalankan perusahaan maka pekerja dapat meminta putusan sela untuk dipenuhinya hak akibat skorsing tersebut. Klausula tetap menjalankan hak dan kewajiban dari para pihak berselisih wajib dilaksanakan para pihak selama perselsihan berlangsung. Namun jika pemberi kerja melarang atau tidak memberikan pekerjaan selama proses perselisihan, maka pemberi kerja memiliki kewajiban untuk membayar upah proses. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis regulatif yang didukung berdasarkan temuan berbagai putusan peradilan hubungan industrial dan data empirik dari beberapa narasumber yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun telah ditegaskan melalui putusan Mahkamah Konstitusi Nomor No 37/PUU-IX/2011 dan dimaknai melalui Surat Edaran dan yurisprudensi Mahkamah Agung yang membatasi keberlakuan upah proses secara regulatif hanya diberikan maksimal 6 (enam) bulan. Sedangkan pada hasil temuan diperoleh fakta bahwa proses perselisihan PHK dapat menempuh waktu lebih dari 6 (enam) bulan atau lebih lama jika menempuh upaya paksa eksekusi. Dengan dibatasinya upah selama proses perselisihan PHK yang tertuang dalam berbagai praktek putusan perselisihan PHK, maka bentuk perlindungan hukum bagi pekerja yang berselisih dalam proses penyelesaian sengketa perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja bagi pekerja tidak terjadi.Kata Kunci: Perselisihan PHK, Putusan Mahkamah Konstitusi No. 37/PUU-IX/2011, Upah Proses.

Regulation regarding the implementation of payment of wages along with other rights that workers usually receive during dismissal disputes has been clearly regulated through Article 155 of Law No. 13 of 2003 concerning Manpower and its amendments in Article 157A of Law No. 11 of 2020 concerning Job Creation. In particular, process wage that is given during the suspension period in employment termination disputes refers to Article 96 of Law No. 2 of 2004 concerning PPHI. It will be interim decided if the company does not carry out wages and employees’ rights during this period. The rights and obligations of both employer and employees during the dispute process must be implemented. If the employer prohibits or does not provide work during the dispute process, the employer is obliged to pay the process wage. This study used a regulatory juridical research method to discuss various industrial relations court decisions and was supported by empirical data from several relevant sources. The result of the study indicates that although it has been confirmed through the Constitutional Court Decision Number 37/PUU-IX/2011 and interpreted by the Supreme Court's jurisprudence, limits the validity of the regulatory process wages for a maximum of 6 (six) months. Meanwhile, the finding shows the fact that the process of dismissal disputes generally takes more than 6 (six) months or longer if forced execution is taken. With the limitation of the process wages payment during dismissal disputes in practice settings, legal protection for workers in dispute has not been achieved."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Wulandari
"ABSTRAK
Di kawasan pesisir Jakarta, Cilincing merupakan salah satu kawasan yang berbasis nelayan tradisional. Nelayan tradisional yang menggantungkan mata pencahariannya di daerah ini sangat rentan terhadap masalah penangkapan ikan karena ketergantungannya pada musim, alam dan modal yang besar. Dalam keluarga nelayan, peran istri biasanya memiliki peran ganda. Peran ganda ini terbagi menjadi peran domestik yaitu mengurus urusan rumah tangga dan peran produktif sebagai pencari nafkah untuk membantu perekonomian keluarga. Pola hidup produktif istri nelayan menciptakan gerakan-gerakan yang menghasilkan pola gerakan berdasarkan perilaku spasial sebagai aktivitas dan peran istri nelayan. Pola pergerakan ini nantinya akan menunjukkan hubungannya dengan pendapatan istri nelayan sebagai bagian dari kegiatan produktif mereka. Pola pergerakan istri nelayan dibagi menjadi jenis pekerjaan dan musim. Pola pergerakan pedagang pada setiap musim sama tetapi durasi dan pendapatan kerja berbeda. Pola pergerakan pengolah kerang dan udang berbeda di setiap musim baik jarak, durasi maupun pendapatan, karena bergantung pada hasil komoditas laut.
ABSTRACT
In the coastal area of ​​Jakarta, Cilincing is an area based on traditional fishermen. Traditional fishermen who depend their livelihoods in this area are very vulnerable to fishing problems because of their dependence on seasons, nature and large capital. In fishing families, the role of the wife usually has a dual role. This dual role is divided into domestic roles, namely taking care of household affairs and productive roles as breadwinners to help the family economy. The productive lifestyle of fishermen's wives creates movements that produce movement patterns based on spatial behavior as the activities and roles of fishermen's wives. This pattern of movement will later show its relationship with the income of fishermen's wives as part of their productive activities. The movement patterns of fishermen's wives are divided into types of work and seasons. The pattern of movement of traders in each season is the same but the duration and income of work are different. The movement pattern of mussel and shrimp processors is different in each season in terms of distance, duration and income, because it depends on the results of marine commodities."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Martha G. Amalo
"Skripsi ini membahas mengenai masalah upah lembur yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam kasus antara pekerja/buruh dengan perusahaan. Penulisan ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang merupakan penelitian hukum yang mengacu pada norma hukum sebagaimana terdapat dalam peraturan perundang-undangan, dan bahan hukum studi kepustakaan. Analisa dilakukan berdasarkan jam kerja sesuai jabatan; lembur serta haknya dan perhitungan upah lembur pada hari kerja dan upah lembur pada hari libur/istirahat. Keberadaan peraturan perundang-undangan membuktikan sudah dilaksanakan oleh Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Sosial Kabupaten Tanah Laut.

The following undergraduate thesis is the issue of overtime pay that is inconsistent with lagislation. In the case between the worker/laborer and the company. This writing using normative juridical research method which is a legal research that refers to the legal norm as contained in the legislation, and legal literature study materials. Analysis based on working hours according to position; overtime and the right and calculation of overtime pay on working days and ovetime pay on holidays.The existence of legislation proves already implemented by the labor service, transmigration and social Tanah Laut Districts.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sahroni
"ABSTRAK
Tindak pidana perikanan (illegal fishing) merupakan permasalahan serius untuk Indonesia. Kerugian yang dialami Indonesia akibat illegal fishing mencapai Rp. 300 triliun pertahun. Pemulihan aset (asset recovery) merupakan sarana yang dapat digunakan untuk memulihkan kerugian ekonomi yang terjadi akibat illegal fishing. Permasalahan penelitian ini adalah: bagaimana penegakan hukum perkara illegal fishing dihubungkan dengan kebijakan pemerintah yang ingin mengoptimalkan ganti rugi dari tindak pidana perikanan dan apa upaya-upaya yang pemerintah dapat lakukan dalam melakukan pemulihan aset akibat illegal fishing bersama dengan aparat penegak hukum. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif yang bersifat Preskriptif, peneliti menganalisa penegakan hukum terhadap perkara illegal fishing (dengan studi kasus kapal MV. Hai Fa) dan kemudian memberikan masukan (rekomendasi) cara pemulihan aset (asset recovery) yang dapat dilakukan. Hasil penelitian menyarankan perlunya diambil langkah-langkah upaya pemulihan aset dengan menggunakan pendekatan multi-door, mengajukan tuntutan pidana kepada korporasi dan mengajukan gugatan perdata dalam penanganan dan penyelesaian perkara illegal fishing, serta memanfaatkan Pusat Pemulihan Aset pada Kejaksaan Repubik Indonesia dengan melakukan penguatan struktur pemulihan aset dan hukum substantif terkait penanganan dan penyelesaian tindak pidana dibidang perikanan.

ABSTRACT
Fisheries crime (illegal fishing) is a serious problem for Indonesia. Indonesia?s losses due to illegal fishing reached IDR 300 trillion per year. Asset recovery is a tool that can be used to recover economical damages caused by illegal fishing. The research problem is: how does the law enforcement of illegal fishing cases link to government policies to optimize the compensation of fisheries crime and what efforts can the government do in conducting asset recovery due to illegal fishing together with law enforcement officers. By using the method of normative and prescriptive legal research, researcher analyzed law enforcement against illegal fishing (with a case study of MV. Hai Fa vessel) and then provides feedback (recommendation) on ways of asset recovery that can be done. The results of the study suggest the need to take necessary steps of asset recovery by using multi-door approach, file criminal charges against the corporation and file a lawsuit in the handling and settlement of illegal fishing cases, as well as utilize Asset Recovery Centre on the Attorney General Office of the Republic Indonesia by strengthening the structure of asset recovery and the substantive law related to the handling and settlement of fisheries crime"
2016
T45880
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zebrinne Marthamevia
"Pemutusan hubungan kerja dapat terjadi dikarenakan adanya pengunduran diri oleh pekerja/buruh maupun pemutusan hubungan kerja oleh pihak pengusaha. Alasan pemutusan hubungan kerja yang diputus oleh pekerja/buruh dan pengusaha dapat memengaruhi besaran hak pekerja/buruh yang diterima. Dalam praktiknya, seringkali menyebabkan perselisihan karena adanya perbedaan penafsiran antara kedua pihak yang berselisih, di mana prosedur pemutusan hubungan kerja yang dilakukan tidak menjelaskan batas akhir sampai hak dan kewajiban pengusaha maupun pekerja benar-benar telah berakhir. Permasalahan ini dapat berlanjut pada kondisi tidak tercapainya pemenuhan hak pekerja/buruh setelah pekerja/buruh dinyatakan putus hubungan kerja oleh pengusaha, terutama terkait dengan pembayaran upah yang berhak diterima pekerja sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan maupun UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Berangkat dari permasalahan tersebut, tulisan ini menganalisis bagaimana batasan mengenai pelaksanaan pemutusan hubungan kerja dan pembayaran upah pekerja yang didasari dengan dua alasan, yaitu pengunduran diri dan pemutusan hubungan kerja oleh perusahaan. Berkaitan dengan hal tersebut, tulisan ini menganalisis pengimplementasian masalah tersebut dengan adanya Putusan Mahkamah Agung Nomor 1041 K/PDT.SUS-PHI/2021. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Dari hasil penulisan yang telah dilakukan, telah diperoleh hasil, bahwa untuk menjaga keseimbangan hak dan kewajiban dalam hubungan kerja, pengunduran diri pekerja/buruh perlu dilengkapi dengan konfirmasi tertulis dari pengusaha yang menuliskan hak-hak yang diterima pekerja/buruh. Selain itu, pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha hanya dapat dilakukan apabila pekerja/buruh tidak menolak pemberitahuan pemutusan hubungan kerja tersebut. Dalam hal ini, Putusan Mahkamah Agung Nomor 1041 K/PDT.SUS-PHI/2021 dapat dikatakan belum menerapkan pengaturan UU Ketenagakerjaan, UU Cipta Kerja, maupun PP Nomor 35 Tahun 2021 dengan sesuai. Oleh karenanya, perlu adanya aturan yang lebih detail terkait prosedur pengunduran diri, termasuk surat tanggapan perusahaan dan penegasan tanggal efektif berakhirnya hubungan kerja, untuk memberikan kepastian hukum bagi semua pihak.

Termination of employment can occur due to resignation by the employee/laborer or termination by the employer. The reasons for termination initiated by either the employee/laborer or the employer can affect the amount of the employee's/laborer's rights received. In practice, this often leads to disputes due to differing interpretations between the two disputing parties, where the termination procedure does not clearly define the final limits until the rights and obligations of both the employer and the employee have truly ended. This issue can lead to a situation where the fulfillment of employee/laborer rights is not achieved after the employee/laborer is declared terminated by the employer, especially concerning wage payments that the employee is entitled to receive in accordance with the provisions stipulated in the Law of the Republic of Indonesia Number 13 of 2003 regarding Manpower, and the Law of the Republic of Indonesia Number 11 of 2020 regarding Job Creation. Based on these issues, this paper analyzes the limitations regarding the implementation of termination of employment and wage payments based on two reasons: resignation and termination by the company. In this regard, this paper analyzes the implementation of these issues with the Supreme Court Decision Number 1041 K/PDT.SUS-PHI/2021. This paper is structured using doctrinal research methods. From the results of the research conducted, it has been found that to maintain a balance of rights and obligations in employment relations, the resignation of an employee/laborer should be accompanied by written confirmation from the employer specifying the rights to which the employee/laborer is entitled. Furthermore, termination of employment by the employer should only be permissible if the employee/laborer does not reject the termination notice. In this regard, the Supreme Court Decision Number 1041 K/PDT.SUS-PHI/2021 cannot be said to have appropriately implemented the provisions of the Law of the Republic of Indonesia Number 13 of 2003, the Law of the Republic of Indonesia Number 11 of 2020, and Government Regulation Number 35 of 2021. Therefore, more detailed regulations are necessary regarding resignation procedures, including a written response from the company and a clear statement of the effective date of termination of employment, to provide legal certainty for all parties involved."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>