Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 225088 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Karin Permata Ningrum
"Gadai Saham adalah jaminan yang sering kali dipakai dalam perjanjian kredit. Dalam hukum jaminan, gadai saham adalah perjanjian acessoir dari perjanjian pokoknya yaitu hutang-piutang. Penelitian ini mengangkat masalah mengenai (1) peran, tugas, (2) tanggung jawab Direksi Perseroan Terbatas dan Notaris dalam Gadai Saham; serta mengenai keabsahan akta gadai saham yang tidak di daftarkan dalam Daftar Khusus dan Daftar Pemegang Saham. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder, diantaranya peraturan perundangundangan, buku dan jurnal. Dari hasil penelitian diperoleh simpulan bahwa Direksi Perseroan Terbatas dalam Gadai Saham berperan mewakili Perseroan Terbatas dalam pembuatan Akta Gadai Saham, memiliki tugas untuk mencatatkan Akta Gadai Saham tersebut dalam Daftar Khusus dan Daftar Pemegang Saham Perseroan dan Direksi bertanggung jawab secara pribadi dan penuh dalam setiap kerugian yang dialami oleh Perseroan. Peran Notaris dalam Akta Gadai Saham adalah sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat Akta Gadai Saham, memberikan nasehat hukum dan memastikan setiap proses Akta Gadai Saham. Keabsahan Akta Gadai Saham yang tidak didaftarkan dalam Daftar Khusus dan Daftar Pemegang Saham adalah tidak sah karena merupakan perbuatan melawan hukum dan Akta Gadai Saham tersebut menjadi batal demi hukum. Notaris sebaiknya meminta tanda terima sertipikat saham yang telah diserahkan kepada penerima gadai dan meminta kepada Direksi Daftar Pemegang Saham dan Daftar Khusus yang memuat Akta Gadai Saham yang telah dicatatkan.

A stock pledge serves as a collateral generally used in credit agreements. In civil law, a stock pledge is an accessory contract to its principal debt contract. This research aims to analyze (1) the role, task, and responsibility of the Board of Directors to a Limited Liability Company and a Public Notary on a stock pledge (2) to analyze the legality of an unregistered stock pledge agreement in the Shareholder Register and Special Register. The method used to analyze this research is legal-normative by studying secondary legal sources, such as laws, books and journals. From this research, it can be concluded that the role of the Board of Directors to a Limited Liability Company is to represent the company in registering the Stock Pledge Agreement in the Shareholder Register and Special Register. The Directors are also responsible for the losses suffered by the company. As for the role of Public Notary in a Stock Pledge Agreement, they are to provide legal counsels and to ensure each process of the agreement has been registered in the Shareholder Register and Special Register. An unregistered Stock Pledge Agreement is considered invalid because it is a tort, making said agreement null and void. Therefore, a Public Notary should request the receipt for the Stock Certificate that has been submitted to the beneficiary and also a registered Stock Pledge Agreement from the Board of Directors."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54546
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prisa Pramitajati Pracaya
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai pentingnya pemegang saham meneliti keabsahan nama sebagai pemilik saham yang tercantum dalam Daftar Pemegang Saham sebelum mengajukan Hak Pemeriksaan terhadap Perseroan Terbatas. Ketentuan ini berkaitan dengan Pasal 52 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengenai hak pemegang saham yang berlaku setelah saham tercatat dalam Daftar Pemegang Saham atas nama pemiliknya. Dalam penulisan tesis ini penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan dengan menggunakan data sekunder dan wawancara tertulis dengan narasumber guna mendapat keterangan mengenai dasar alasan ditetapkannya jumlah minimum kepemilikan saham sebagai syarat utama diajukannya Hak Pemeriksaan di dalam Rancangan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Yang menjadi dasar penentuan syarat minimum jumlah kepemilikan saham paling sedikit sebesar 1/10 (satu persepuluh) bagian dan jumlah seluruh saham dengan hak suara adalah demi untuk melindungi kepentingan perusahaan dari pihak-pihak yang mempunyai itikad tidak baik untuk mengganggu operasional suatu perusahaan yang dapat mengakibatkan kerugian bagi perusahaan dan pihak-pihak lain yang berkepentingan di dalamnya. Pengajuan permohonan Hak Pemeriksaan dapat dilakukan oleh pemegang saham yang namanya tercatat dalam Daftar Pemegang Saham. Notaris sebagai pejabat umum mempunyai peranan dalam turut mencegah permohonan hak pemeriksaan oleh pemegang saham, yaitu dengan memberikan penyuluhan hukum kepada pemegang saham maupun anggota Direksi dan Dewan Komisaris dalam forum Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dengan tetap berpedoman pada prinsip mandiri dan tidak berpihak. Notaris harus mempunyai dasar pengetahuan yang memadai dalam memberikan saran dan pendapat hukum, sehingga profesi Notaris bukan hanya sekedar pembuat akta, namun merupakan profesi hukum yang mempunyai integritas, martabat dan wibawa di dalam masyarakat.

ABSTRACT
This thesis describes the importance of shareholders to check the validity of names as shareholders contained in the Register of Shareholders prior to submitting the request for Rights to Check toward the Limited Liability Company. This provision has a connection with Article 52 paragraph (2) Law Number 40 of 2007 regarding Limited Liability Company on the rights of shareholders which shall be effective after recording of shares in the Register of Shareholders in favor of the owner thereof. In the writing of this thesis the writer adopts literature research method using secondary data and written interview with resource-persons to obtain any information concerning the basis for stipulation of minimum amount of shareholding as main requirements for the submission of Rights to Check in the Draft Law Number 40 of 2007 regarding Limited Liability Company. The basis for minimum requirement of total shareholding of at least 1/10 (one-tenth) portion of total shares with voting rights shall be protecting the interest of the company from any parties with bad faith who intend to interrupt the operation of a certain company that may
inflict a loss to the company and any parties who have interest therein. Submission of the request for Rights to Check can be made by any shareholders whose names are registered in the Register of Shareholders. Notary Public has, as public official, a role to participate in avoiding the request for the rights to check by any shareholder, namely by giving legal information to shareholders or members of Directors and
Board of Commissioners in the forum of General Meeting of Shareholders (RUPS) by continuously referring to principles of independence and impartiality. Notary public shall have sufficient basic knowledge in giving suggestion and legal opinion, so that the profession of Notary Public is not only drawing up any deeds, but also serving as legal profession who has integrity, dignity and influence in society."
Salemba: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39355
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Moelyati
"Salah satu bentuk jaminan yang diberikan oleh Debitur kepada Kreditur guna menjamin pelunasan hutangnya adalah gadai atas saham. Gadai atas saham sebagai jaminan kebendaan memberikan beberapa kelebihan, antara lain karena mempunyai sifat droit de preference dan droit de suite. Selain itu, sebagai pemegang hak jaminan dan hak kebendaan, bila debitur wan prestasi, penerima gadai saham berhak dan berwenang untuk menerima pembayaran piutang mendahului dari kreditur konkuren lainnya (hak preferen) dan dapat menjual atas kekuasaannya sendiri saham yang digadaikan (hak parate eksekusi). Dengan dikeluarkannya PERPU Nomor 1/1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Kepailitan, yang ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 4/1998 pada tanggal 9 September 1998 timbul permasalahan mengenai apa akibat hukum yang terjadi terhadap pemegang gadai saham apabila pemberi gadai pailit dan mengenai sejauh mama pelaksanaan hak dan kewenangan pemegang gadai saham bila si pemberi gadai pailit menurut prinsip umum jaminan dalam KUH Perdata, perjanjian gadai saham dan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Kepailitan. Dalam menjawab permasalahan tersebut penulis melakukan penelitian yang bersifat deskriptif dengan metode penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil sebagai berikut: pertama, putusan pailit terhadap pemberi gadai tidak berpengaruh terhadap kreditur pemegang gadai saham, pemegang gadai saham tetap dapat melaksanakan kewenangannya seolah-olah tidak terjadi kepailitan; kedua, pelaksanaan kewenangan pemegang gadai saham menurut KUH Perdata dapat dilaksankan kapan saja, pelaksanaan kewenangan tersebut di dalam perjanjian gadai saham mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku, sedangkan menurut UU Kepailitan pelaksanaan kewenangan tersebut diberi batasan-batasan dengan adanya pengaturan mengenai (i) masa penangguhan selama 90 hari; (ii) jangka waktu pelaksanaan eksekusi selama dua bulan; dan (iii) kewenangan kurator untuk meminta pemegang gadai untuk menyerahkan saham yang digadaikan untuk dijual oleh kurator. Tidak ada ketentuan yang jelas memberikan perlindungan kepada pemegang gadai saham untuk memperoleh hak preferen atas pelunasan piutangnya, bila saham yang digadaikan telah diserahkan kepada kurator dan dijual oleh kurator."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T14448
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Disha Ayu Harashta
"Tesis ini membahas mengenai kedudukan pemegang gadai tanah apabila berhadapan dengan pihak ketiga yang beritikad baik. Adapun yang menjadi latar belakang Penulis membahas hal ini adalah karena jual gadai merupakan konsep gadai dalam hukum adat yang masih banyak dilakukan dalam masyarakat, yang pelaksanaannya dilakukan secara terang dan tunai. Akan tetapi pada kenyataanya masih ditemukan jual gadai yang dilakukan tidak secara terang sehingga menimbulkan sengketa. Penelitian difokuskan pada analisis yang dilakukan terhadap putusan nomor 1948 K/Pdt/2014. Inti dari permasalahan dalam putusan ini adalah adanya pihak ketiga yang mengaku telah membeli sebidang tanah yang sedang dalam kondisi digadaikan. Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskriptif dan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedudukan pemegang gadai tanah adalah lebih tinggi apabila berhadapan dengan pihak ketiga yang beritikad baik. Kata kunci:Jual gadai, pemegang gadai, pihak ketiga yang beritikad baik.

This thesis discusses about the standing of land pawn holders against the good faith ndash third parties. The background of this writing is because land pawn is a concept of pawn known in custom law, which still often be done by society, and the implementation is done brightly and in cash. However, in fact it is still found that the land pawn is not done brightly and cause a dispute. The focus of this study is to analyze Court Decision Number 1948 K Pdt 2014. The core issues in this court decision is the existence of a third party who claimed to have bought a plot of land that has been pawned before to the pawn holder. This research is normative juridicial with descriptive typology and qualitative approach. The result of this research shows that the standing of land pawn holders is stronger than the good faith ndash third party. Key words Land pawn, land pawn holders, good faith third parties.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T49322
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurjani Jalal
"Perjanjian yang dibuat di hadapan Notaris sebagai bukti adanya hubungan hukum yang lahir karena kesepakatan. Pihak yang tidak melaksanakan kewajiban hukumnya dapat dituntut di pengadilan atas dasar wanprestasi atau perbuatan melawan hukum. Masalah penelitian ini adalah pertimbangan hakim mengenai tindakan PT. IPC yang tidak melaksanakan kewajiban hukum sebagai perbuatan melawan hukum dan pertanggungjawaban Notaris terhadap akta pengikatan jual beli saham dan akta kesepakatan bersama yang batal demi hukum. Metode penelitian ini yaitu yuridis normatif dengan tipe penelitian evaluatif, sehingga menggunakan data sekunder melalui studi dokumen. Data sekunder ini dianalisis dengan metode kualitatif sehingga bentuk laporan penelitiannya adalah evaluatif-analitis. Hasil penelitian ini adalah hakim mempertimbangan tindakan PT. IPC yang tidak melaksanakan kewajiban hukum dalam akta pengikatan jual beli saham dan akta kesepakatan bersama termasuk perbuatan melawan hukum dengan berdasarkan doctrine, Pasal 1365 KUHPerdata dan Putusan Hoge Raad tanggal 31 Januari 1919. Pertimbangan hakim ini menunjukkan bahwa kewajiban PT. IPC lahir dari perjanjian sehingga tindakan PT. IPC termasuk wanprestasi dan bukan perbuatan melawan hukum, sebagaimana menurut Putusan HogeRaad tertanggal 26 Maret 1920 dan Yahya Harahap bahwa wanprestasi merupakan bentuk khusus atau lex specialis dari perbuatan melawan hukum sebagai lex generalis. Berikutnya adalah Notaris tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban terhadap akta pengikatan jual beli saham dan akta kesepakatan bersama yang batal demi hukum sebagai akibat dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan PT.IPC. Hal ini dikarenakan tanggungjawab Notaris dalam membuat akta yaitu terkait dengan keabsahaan perjanjian dan bukan pada pelaksanaan isi perjanjian.

An agreement made before a notary as evidence of a legal relationship born out of an agreement. Parties who do not carry out their legal obligations can be prosecuted in court on the basis of default or unlawful acts. The problem of this research is the judge's consideration regarding the actions of PT. IPC that does not carry out its legal obligations is an act against the law and the Notary's responsibility for the binding deed of sale and purchase of shares and the deed of mutual agreement which are null and void by law. This research method is normative juridical with evaluative research type, so it uses secondary data through document study. This secondary data was analyzed by qualitative method so that the form of the research report is evaluative-analytical. The result of this research is that the judge considers the actions of PT. IPC which does not carry out its legal obligations in the deed of binding sale and purchase of shares and deed of collective agreement, including acts against the law based on the doctrine, Article 1365 of the Civil Code and the Hoge Raad Decision dated January 31, 1919. The judge's consideration shows that the obligations of PT. IPC was born from the agreement so that the actions of PT. IPC is a breach of contract and is not an unlawful act, as according to the HogeRaad Decision dated March 26, 1920 and Yahya Harahap that a default is a special form or lex specialis of an unlawful act as a lex generalis. Next, the Notary cannot be held responsible for the deed of binding sale and purchase of shares and the deed of collective agreement which are null and void as a result of unlawful acts committed by PT. IPC. This is because the responsibility of the Notary in making the deed is related to the validity of the agreement and not to the implementation of the contents of the agreement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Arahma
"Tesis ini membahas mengenai tanggung jawab Notaris terhadap akta relaas yang cacat hukum, serta akibat hukum terhadap akta relaas yang cacat hukum. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yang bersifat yuridis normatif dengan data sekunder yang menggunakan pendekatan kualitatif. Notaris dituntut untuk bertindak secara amanah, jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak yang terkait perbuatan hokum. Prakteknya sering dijumpai akta-akta Notaris yang seharusnya bersifat otentik dan dijadikan alat bukti yang sempurna, ternyata menjadi masalah di kehidupan masyarakat. Banyak pula dijumpai Notaris selaku pejabat umum tempat masyarakat mencari kepastian ternyata dalam menjalankan jabatannya tidak sesuai peraturan perundang-undangan hukum dan mencederai sumpah jabatannya. Penulis memiliki 2 (dua) permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu pertama tentang bagaimana akibat hukum atas akta relaas yang dibuat oleh Notaris tidak disetujui beberapa pemegang saham dan bagaimana tanggung jawab hukum Notaris terhadap akta relaas yang dibuatnya tidak disetujui beberapa pemegang saham. Hasil penelitian penulis atas akibat hukum terhadap Akta Notaris yang tidak memenuhi syarat dan prosedur pembuatan akta autentik sesuai UUJN dan UUPT dapat dibatalkan oleh para pihak dan terdegradasi kekuatan hukum pembuktiannya menjadi akta dibawah tangan. Notaris yang lalai maupun yang sengaja melakukan perbuatan melawan hukum dapat dikenakan sanksi-sanksi terkait atas perbuatannya. Notaris dalam pembuatan akta relaas memiliki 3 (tiga) tanggung jawab, yaitu tanggung jawab secara perdata, secara pidana maupun secara administratif.

This thesis is about responsibility of notary towards deeds of relaas which found to be flawed, and how the legal consequences towards them. The method used in this study is juridical normative research that used secondary data and qualitative approach. The Notaries are required to act in a trustworthy, honest, thorough, independent, impartial and take care of all interests parties related to legal actions. In practice, the Notary deeds that should be authentic and used as perfect evidence, often found to become a problem in the society. In addition, the notary as a public official where the people seeks legal certainty, was often found in carrying out their position not according to regulations and injured his oath of office. The author has two problems that will be discussed in this research. First about how the legal consequences of the voluntary deed made by a Notary are not approved by some shareholders and second, how the legal responsibility of the Notary on the relaas deed made is not approved by some shareholders. The results of the authors research on the legal consequences of the Notary Deed that violates the terms and the procedures according the regulations , can be canceled by the parties and degraded the legal force of proof to be under the hand. Notaries who are negligent or who intentionally commit acts against the law can be subject to sanctions related to their actions. A notary who makes a relaas deed having three responsibilities, namely civil, criminal and administrative responsibilities."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T53776
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Clement Salikin
"Jual beli saham yang merupakan tindakan pengambilalihan perseroan terbatas harus memperhatikan pemegang saham minoritas, karyawan perseroan, kreditor dan mitra usaha, masyarakat dan kondisi persaingan usaha. Oleh karena itu, notaris harus cermat dalam menerapkan aturan-aturan hukum yang berlaku dalam pembuatan akta jual beli saham tersebut. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai (i) kekuatan hukum Akta Jual Beli saham yang pembayarannya dilakukan berdasarkan termin dalam perjanjian pengambilalihan; dan (ii) bentuk kelalaian dan tanggung jawab notaris atas jual beli saham dalam pelaksanaan pengambilalihan PT PJA. Penelitian ini berjenis yuridis normatif dengan menggunakan tipologi penelitian problem-solution yang dilakukan dengan studi kepustakaan untuk memperoleh data sekunder. Hasil penelitian ini adalah: (i) ditandatanganinya Akta Jual Beli Saham yang pembayaran harga pembeliannya belum dilakukan berakibat jual beli saham dapat dibatalkan apabila terjadi wanprestasi ; dan (ii) bentuk kelalaian notaris dalam kasus ini adalah notaris lalai dalam meminta bukti pengumuman dalam surat kabar sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 127 ayat (2) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dan telah melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf a UU No. 2 Tahun 2014 jo. UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris karena menyerahkan dokumen PT PJA kepada pihak ketiga yang bukan merupakan para pihak. Tanggung jawab Notaris atas kelalaian yang dilakukannya adalah tanggung jawab administratif dan tanggung jawab perdata berupa ganti rugi. Notaris diharapkan teliti dalam melihat suatu rangkaian transaksi jual beli saham yang dilakukan oleh para penghadap yang datang kepadanya khususnya jika mengakibatkan peralihan pengendalian perseroan terbatas.

The sale and purchase of shares which is an act of acquisition of a limited liability company must pay attention to minority shareholders, company employees, creditors and other business partners, the community and fair business competition. Therefore, the notary must be careful in applying the applicable legal rules in making the deed of sale and purchase of shares. The problems studied in this research are regarding (i) the legal force of the Share Purchase Deed whose payment is made based on the terms in the acquisition agreement; and (ii) the form of negligence and responsibility of the notary for the sale and purchase of shares in the implementation of the acquisition of PT PJA. This research is a normative juridical type using a problem-solution typology of research conducted by literature study to obtain secondary data. The results of this study are: (i) the signing of the Deed of Sale and Purchase of Shares for which payment of the purchase price has not been made will result in the sale and purchase of shares can be void in the event of default; and (ii) the form of negligence of the Notary in this case are the Notary is negligent in asking for proof of announcement in the newspaper as required by article 127 verse (2) Law Number 40 of 2007 concerning Limited Liability Company and has violated the provisions of Article 16 paragraph (1) letter a of Law Number 2 of 2014 jo. Law Number 30 of 2004 for submitting PT PJA documents to third parties who are not parties. The Notary's responsibility for his negligence is administrative responsibility and civil liability in the form of compensation. Notaries are expected to be careful in understanding share sale and purchase transactions carried out by the parties who come to him, especially if it results in a transfer of control of a limited liability company."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riva Mahfuzhah Saphira
"Peralihan hak atas saham dalam perseroan terbatas melalui jual beli yang tidak dilakukan sesuai dengan prosedur peralihan hak atas saham dalam UUPT berpeluang menimbulkan berbagai permasalahan, salah satunya pembayaran atas saham yang tidak terpenuhi. Untuk itu, dalam perumusan akta jual beli saham diperlukan klausul-klausul yang dapat memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada para pihak sehingga dapat mengurangi peluang terjadinya konflik, seperti pembayaran atas saham yang tidak diperoleh penjual. Penelitian ini membahas mengenai konstruksi hukum yang termuat dalam akta jual beli saham yang dapat melindungi kepentingan penjual dalam hal pembeli tidak melakukan pembayaran dan sejauh mana pertanggungjawaban dari notaris dalam hal pembeli tidak melakukan pembayaran dalam jual beli saham, dengan mengangkat kasus dalam Putusan No. 105/PDT.G/2021/PN JKT.SEL. Penelitian ini menggunakan metode penelitian doktrinal dengan tipe penelitian preskriptif. Hasil penelitian diperoleh bahwa konstruksi hukum dalam akta jual beli saham yang dapat melindungi kepentingan penjual dalam hal pembeli tidak melakukan pembayaran adalah dengan merumuskan klausula yang memuat unsur subjek hukum, objek hukum, harga dan cara pembayaran, penyerahan objek jual beli, dan penyelesaian sengketa, dengan merujuk pada Pasal 1457 dan Pasal 1513 KUHPerdata. Notaris dalam membuat akta jual beli saham harus saksama dengan memastikan bahwa jual beli saham telah sesuai dengan ketentuan peralihan saham dalam UUPT, syarat sah perjanjian, dan unsur pokok jual beli dalam KUHPerdata. Dalam hal adanya unsur ketidakcermatan notaris dalam pembuatan akta maka notaris dapat dimintakan pertanggungjawaban secara administratif karena tidak menjalankan jabatannya sebagaimana Pasal 16 ayat (1) huruf a UUJN, namun mengenai pembayaran yang tidak dipenuhi oleh pembeli bukan menjadi tanggung jawab notaris karena notaris hanya dapat dimintakan pertanggungjawaban terbatas pada kewajiban menjalankan jabatannya sesuai ketentuan UUJN yang tidak terpenuhi dengan baik.

Unfulfilled payment of shares are one of the problems that might arise when a limited company’s shares are transferred through a transaction that are not carried according to the shares transfer procedure in UUPT. Due to this, clauses regarding payment of shares should be included in the act of sale of shares to reduce the possibility of conflict and afford legal certainty and protection to both parties in case the payment of shares does not fulfilled. The issues raised in this thesis pertain to the legal construction contained in the act of sale of shares that can protect the seller's interests in the event that the buyer fails to make payment and the notary's liability in the event that the buyer fails to make payment in the sale of shares, through the discussion of the case in Decision Number 105/PDT.G/2021/PN JKT.SEL. This research uses doctrinal research methods with prescriptive types. The results of this research obtained that the legal construction in act of sale of shares that can guarantee the interests of the seller in the event that the buyer defaults, by having clauses that covers the elements of the subject of the sales, the object of the sales, the amount and payment method, the object’s handover, and the dispute resolution by referring to Articles 1457 and 1513 of KUHPerdata. Notary should proceed the shares selling cautiously and ensure that the transaction complies to UUPT’s regulation, agreement’s legal conditions, and the elements of sale of purchase in KUHPerdata. Notary should be responsible in terms of not performing their duties according to Article 16 Paragraph 1 (a) of UUJN, but in terms of the buyer failed to make payment, they shall not be held liable because notary can only be claimed liable in terms of not properly fulfilled their obligations according to UUJN."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Wahyuning M. Irsyam
"Awal dari perubahan yang mendasar dari sistem ekonomi Indonesia di masa penjajahan berkaitan erat dengan tiga faktor. Pertama, diberlakukannya mata uang gulden sebagai alat tukar yang sah di seluruh wilayah Hindia Belanda. Hal ini menandai terciptanya kesatuan ekonomi dari Pax Neerlandica yang merupakan kebijakan pemerintah kerajaan Belanda di Hindia Belanda, yang berpusat di Batavia. Kedua, Undang-Undang Agraria yang mulai diberlakukan pada tahun 1870 telah mengubah sistem pemilikan tanah secara komunal menjadi pemilikan tanah secara individual.
Undang-Undang Agrania tersebut, di satu pihak membuka kemungkinan bagi penduduk untuk memperoleh uang tunai dengan cara menyewakan tanah mereka kepada pihak lain (antara lain pengusaha-pengusaha perkebunan) selama 75 tahun; namun di lain pihak undang-undang ini juga memberikan akses kepada para pengusaha untuk mendapatkan tanah bagi usaha mereka.
Ketiga, diberlakukannya beberapa jenis pajak yang harus dibayar dalam bentuk uang tunai, dan bukan lagi dalam bentuk in natura atau kerja fisik. Dengan demikian, rakyat dipacu untuk memperoleh uang tunai guna mencukupi bermacam-macam kebutuhan.
Ketiga faktor tersebut telah mendorong lahirnya proses monetisasi, yaitu melembaganya uang sebagai nilai tukar atau ukuran nilai terhadap barang, harta kekayaan dan upah kerja di dalam kehidupan masyarakat di wilayah Hindia Belanda. Secara sederhana, proses monetisasi adalah perubahan dari sistem ekonomi "tradisional" yang lebih bertumpu pada perdagangan barter menuju ke sistem ekonomi "modern" yang lebih menekankan kepada penggunaan uang di dalam lalu lintas perdagangan dan kehidupan perekonomian (Djojohadikusumo, 1989: 2). Dengan demikian salah satu proses peralihan dari perekonomian tanpa uang ke perekonomian uang terjadi dengan diberlakukannya mata uang gulden sebagai alat tukar resmi dalam kehidupan ekonomi masyarakat.
Namun demikian, kemampuan dari anggota-anggota masyarakat untuk memiliki mata uang gulden tidaklah sama. Agaknya kemampuan untuk memiliki uang gulden tersebut sedikit banyak tergantung kepada status sosial yang dimiliki oleh masing-masing anggota masyarakat. Secara garis besar, terdapat tiga kelas berdasarkan kemampuan ekonomi dan keuangan masyarakat. Ketiga kelas itu adalah kelas atas, kelas menengah dan kelas bawah.
Kelas atas terdiri dari para orang kaya raya berdasarkan keturunan atau pejabat tinggi pemerintah Hindia Belanda (priyayi). Kaum priyayi ini memiliki hak-hak istimewa, baik yang mereka peroleh berdasarkan kedudukan mereka di dalam aparat pemerintah kolonial Belanda maupun berdasarkan tradisi seperti mendapatkan upeti dari bawahan. Tradisi ini masih tetap berlangsung meskipun pemerintah Hindia Belanda telah memberikan gaji kepada mereka. Upeti ini merupakan semacam pajak tradisional yang harus dibayar oleh rakyat di samping pajak resmi yang telah ditetapkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Para penguasa Barat dan pribumi juga termasuk dalam golongan kelas atas ini.
Kelas menengah terdiri dari para pejabat tingkat lokal, para pedagang, saudagar, tuan tanah, rentenir (pemberi pinjaman uang dengan bunga yang tinggi), serta para lurah dan para pembantunya (aparat pamong-praja desa). Sedangkan kelas bawah terdiri dari para petani kecil, buruh, kuli pabrik dan perkebunan, para pekerja kasar dan tukane serta orangorang miskin. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Kesumaningsih
"Saat ini penduduk Indonesia berjumlah kurang lebih 235 juta orang dimana 37,3 jiwa adalah penduduk miskin. Dalam mengatasi kesulitan hidupnya, penduduk miskin tersebut membutuhkan bantuan kredit secara cepat dan mudah. Sedangkan akses mereka yang terdekat dan tercepat adalah rentenir yang dapat memberikan tingkat bunga kredit sangat tinggi sekitar 60%-300% pertahun. Mereka tidak dapat memasuki akses perbankan maupun lembaga-lembaga keuangan lainnya dengan alasan yaitu prosedur yang rumit.
Untuk mengatasi hal tersebut, maka Perum Pegadaian berusaha untuk memberantas rentenir melalui ekspansi dengan membuka kantor-kantor cabang terutama di daerah yang banyak terdapat rentenir. Hal inl sesuai motto Perum Pegadaian yaitu `Mengatasi Masalah Tanpa Masalah'. Diharapkan nasabah dapat dengan mudah dan cepat memperoleh kredit dengan menitipkan barang jaminan berupa barang bergerak sesuai ketentuan yang berlaku dengan tingkat sewa modal yang lebih rendah daripada rentenir.
Sejak 1 April 1990 status Pegadaian berubah dari Perusahaan Jawatan berubah menjadi Perusahaan Umum. Perum Pegadalan berusaha untuk membawa core bussiness nya menjadi profitable motive. Perum Pegadaiansalah satu BUMN yang memiliki hak monopoly by law tentunya menjadi monopolist yang memiliki kemampuan untuk mengendalikan pasar atau Market Power. Kecenderungan market powerful tersebut sangat dirasakan terutama sejak masa krisis moneter. Dengan semakin besarnya market power ini Perum Pegadaian akan berusaha untuk mempertahankan hak monopolinya.
Sesuai dengan Misi Perum Pegadaian yaitu `Ikut membantu program pemerintah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat golongan menengah ke bawah, melalui kegiatan utama berupa penyaluran kredit gadai dan melakukan usaha lain yang menguntungkan' maka Perum Pegadaian terikat pada Public Services Obligation. Jadi walaupun Perum Pegadaian memiliki hak monopoly by law dan market power yang semakin besar, Perum Pegadaian tidak meninggalkan Misi perusahaan. Hal ini terbukti dimana Perum Pegadaian tidak mengeksploitasi kemampuan nasabah dengan cara menetapkan tingkat sewa modal yang relatif stabil sejak 1990-2002 dan berusaha untuk menurunkan biaya-biaya operasional, salah satunya adalah spread margin.
Perum Pegadaian sebagai salah satu BUMN yang sehat dengan core business jasa kredit gadai menetapkan barang jaminan/collateral berupa emas/perhiasan akan sangat menarik dan mendorong para investor untuk berlomba-lomba menanamkan uangnya di Perum Pegadaian, sebagal salah satu sumber modal kerja Pegadaian.
Perum Pegadaian sebagai monopolist dalam industrinya, tidak dapat menjadi pemain tunggal dalam lembaga keuangan mikro. Perum Pegadaian akan menghadapi para pesaing yang sama-sarna memasuki masyarakat golongan ekonomi menengah ke bawah. Para pesaing yang terdekat adalah BRI Unit Desa dan BPR. Kedua pesaing ini memberikan tingkat bunga yang lebih murah daripada Perum Pegadaian dengan fasilltas yang lebih baik didukung dengan kemampuan teknologi yang tinggi. Agar keberadaan Perum Pegadaian tetap dirasakan di masyarakat sekaligus sebagai salah satu pesaing dalam lembaga keuangan mikro, Perum Pegadalan bisa bersaing dalam meningkatkan mutu pelayanan maupun memperbanyak jenis-jenis produknya agar menarik antara lain jasa kredit-gadai gabah."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T13201
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>