Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 111943 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Firdausi Alamari
"Tesis ini membahas tentang kedudukan surat keterangan tanah (SKT) yang dijadikan dasar perbuatan hukum dalam peralihan hak atas tanah. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah. Namun demikian, terdapat pejabat pembuat akta tanah yang tidak melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik. Dalam penelitian ini, PPAT telah membuat Akta Penyerahan Hak dengan menggunakan SKT dalam peralihan hak atas tanah sebagai dokumen hukum dan bukti hak atas tanah.
Pokok permasalahan yang akan dibahas yaitu 1) bagaimana bentuk dan substansi dokumen hukum yang termasuk dalam perjanjian kebendaan dan menjadi dasar perbuatan hukum dan pendafataran hak atas tanah, serta 2) kedudukan dan kekuatan bukti SKT dan Bagaimana implikasi hukum terhadap perbuatan hukum yang didasarkan pada SKT dengan objek hak atas tanah dan tanggung jawab Notaris/PPAT berkaitan dengan akta yang dibuatnya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis, dianalisa dengan metode kualitatif dengan menggunakan teknik pengumpulan data sekunder.
Hasil dari penelitian ini adalah peralihan hak atas tanah dengan menggunakan SKT tidak bentuk dan substansi dokumen hukum yang termasuk dalam perjanjian kebendaan dan tidak memiliki kedudukan dan kekuatan hukum sebagai dasar perbuatan hukum dan pendaftaran hak atas tanah. Akta yang dibuat berdasarkan SKT berimplikasi batal demi hukum. PPAT selaku pihak yang membuat dan mengeluarkan Akta Penyerahan Hak bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan dari akta yang dibuatnya kepada para pihak yang merasa dirugikan dan dapat dikenakan pertanggungjawaban secara administratif, dan perdata.

This thesis discusses the position of the latter of land which is the basis for legal actions in the transfer of land rights. The official land deed official (PPAT) is a public official who is given the authority to make authentic deeds regarding certain legal actions regarding land rights. However, there are officials who make letter of land that do not carry out their duties and obligations properly. In this study, the PPAT has made a Deed of Transfer of Rights using SKT in the transfer of land rights as a legal document and proof of land rights.
The main issues to be discussed are 1) how the form and substance of legal documents are included in the material agreement and become the basis for legal actions and registration of land rights, and 2) the status and strength of SKT evidence and how the legal implications for legal actions based on SKT with the object of land rights and the responsibility of the Notary/PPAT relating to the deed he made. This study uses normative juridical research methods with analytical descriptive research types, analyzed by qualitative methods using secondary data collection techniques.
The result of this research is the transfer of land rights using SKT does not have legal position and power as the basis of legal documents included in the material agreement and becomes the basis for legal actions and registration of land rights. Deed that is made based on SKT has implication null and void. The PPAT as the party that makes and issues the Deed of Transfer of Rights is responsible for the losses incurred from the deed he made to the parties who feel disadvantaged and may be subject to administrative, and civil liability."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54815
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra Dwi Putra
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai kedudukan Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) sebagai bukti dari perolehan hak atas tanah di pemerintah kota Pekanbaru Provinsi Riau. Berbeda dengan keterangan ganti rugi yang dianut oleh beberapa daerah di Indonesia yang diberikan oleh negara kepada pemilik tanah dalam suatu bentuk ganti rugi karena tanahnya digunakan untuk kepentingan umum. Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) di daerah Kota Pekanbaru digunakan untuk suatu bentuk penguasaan fisik dalam suatu bidang tanah dan juga sebagai bentuk peralihan penguasaan fisik bidang tanah yang masih berstatus tanah negara. Peralihan yang dilakukan dalam suatu bentuk Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) bukan merupakan suatu bukti perolehan hak atas tanah melainkan hanya dalam peralihan penguasaan fisik. Tidak diaturnya pengaturan tentang penggunaan dan pengaplikasian Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) mengakibatkan banyaknya salah penafsiran dalam penggunaan Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR). Contoh realistisnya adalah masih banyak dari masyarakat Provinsi Riau yang mengartikan bahwa dengan memegang Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) maka mereka sudah memegang suatu bukti perolehan hak atas tanah, yang padahal tidak lain dan tidak bukan hanya sebagai bentuk penguasaan fisik dan bentuk peralihan suatu tanah negara. Penelitian tesis ini bertujuan untuk mengetahui kegunaan dan peran dari suatu Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) terhadap suatu bidang tanah khususnya di Daerah Provinsi Riau. Penelitian tesis ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat ekspalanatoris. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder.

ABSTRACT
This thesis discusses the position of the Certificate of Compensation (SKGR) as evidence of the acquisition of land in the province of Riau Pekanbaru city government. In contrast to the description of compensation adopted by several regions in Indonesia were granted by the State to landowners in a form of compensation for land used for public purposes. Letter of Indemnity (SKGR) in Pekanbaru City area used for some form of physical mastery in a field of soil as well as an intermediate form of physical control of parcels of land are still a state land. The transition is done in a form of Letter of Indemnity (SKGR) is not a proof of acquisition of land, but only in the transition of physical mastery. That the exclusion of regulations on the use and application of Certificate of Indemnity (SKGR) resulted in many misinterpretations in the use of Certificate of Indemnity (SKGR). Example of realistic is still a lot of people Riau Province which means that by holding a Certificate of Compensation (SKGR) then they already hold a proof of acquisition of land, which when none other not only as a form of physical control and an intermediate form a ground state , This thesis research aims to determine the usefulness and role of a Certificate of Compensation (SKGR) on a plot of land particularly in the province of Riau. This thesis is a normative legal research ekspalanatoris. Data used is secondary data.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45223
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitompul, Helena Albright Tarabunga
"Tesis ini membahas mengenai kedudukan Surat Keterangan Riwayat Tanah (SKT) yang dijadikan sebagai bukti kepemilikan dan bukti hak dalam melakukan penguasaan atas tanah yang menjadi objek sengketa dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1606/K/Pdt/2022. Pokok permasalahan dalam tesis ini adalah perihal SKT yang menjadi alas hak dalam menguasai tanah, ternyata dikeluarkan pada saat telah terjadi sengketa diatasnya. Penulisan tesis ini dilakukan dengan metode penelitian hukum doktrinal dengan tipologi penelitian preskriptif analitis, jenis data berupa data sekunder, dengan alat pengumpulan studi dokumen, serta analisis dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa SKT bukanlah bukti kepemilikan atas tanah, dan apabila merujuk pada Pasal 97 PP Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah, dinyatakan bahwa SKT ataupun bukti surat sejenis lainnya sebagai keterangan penguasaan atas tanah hanya dapat menunjukkan bukti penguasaan atas tanah sebagai petunjuk dalam rangka pendaftaran tanah. Dasar penerbitan SKT salah satunya adalah dengan melampirkan surat pernyataan tidak sengketa. Dengan demikian, SKT yang terbit diatas tanah dalam status sengketa menjadi tidak sah dan dibatalkan.

This thesis discusses about legal strength of Land History Letter (SKT) used as proof of ownership and right in possession of the land, which was the object of dispute in the Supreme Court Decision No. 1606/K/Pdt/2022. The main problem in this thesis is the SKT, which is the basis of the right in possession of the land was made at a time when there was a dispute over the land. The writing of this thesis is done using doctrinal law research methods with analytical prescriptive research typology, data types as secondary data, with document study collection tools, as well as analysis performed qualitatively. The results of the research show that the SKT is not proof of ownership of land, and referring to Article 97 of the Civil Code No. 18 of 2021 on management rights, land rights, housing units and land registration, it is stated that SKT or other similar letter proof as evidence of possession of land can only indicate evidence of land possession as an indication in the framework of land Registration. One of the conditions to apply SKT to be publish is by attaching a letter of non-dispute of the land. Therefore, the SKT that was publish at the time when a land in dispute status, then the SKT must be declared invalid."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marcella Santoso
"Penulis akan menelaah legalitas dan legitimitas dari Surat Keterangan Kepala Desa (SKD) atau Tanah (SKT) sebagai alat bukti kepemilikan dan penguasaan tanah. Pengujian ini, juga dalam konteks bagaimana dokumen ini menjamin tenurial security, dilakukan dalam perbandingan dengan sertifikat hak atas tanah yang menurut hukum negara merupakan satu-satunya alat bukti sempurna perihal kepemilikan-penguasaan bidang tanah tertentu. Untuk menguji dan menilai kekuatan hukum dari SKT/SKD serta menilai legalitas-legitimitasnya dalam praktik hukum Indonesia, ditelaah 70 pandangan hakim yang muncul dalam putusan-putusan pengadilan. Titik tolak pilihan studi putusan ini adalah adanya kewajiban hakim untuk menggali, mengikuti dan memahami hukum serta keadilan yang hidup dalam masyarakat (UU 48/2009 tentang kekuasaan kehakiman). Temuan terpenting adalah kekuasaan kehakiman ternyata justru menegaskan dan menguatkan pandangan masyarakat akan legalitas-legitimitas SKT/SKD sebagai tanda bukti hak (penguasaan-pemilikan) tanah. Kendati demikian, ditemukan juga adanya kebutuhan untuk menata ulang dan membereskan administrasi dan arsip kantor desa untuk mencegah penyalahgunaan pembuatan dan penggunaan tanda bukti hak atas tanah ini. Kata kunci: Surat Keterangan Desa (SKD), Surat Keterangan Tanah (SKT), Pendaftaran Tanah yang Inklusif, Pengembangan dan Pembangunan Desa

The author discusses the issue of legality and legitimacy of Letter issued by Village Head affirming factual-legal ownership of land. This is done in comparison with land certificate issued by the National Land Agency which according to the prevailing law ought to be the sole document affirming legal land ownership. Both are compared in terms of how both provide tenurial security to land occupants at the village level. To evaluate the letter’s legal strength as proof of ownership, including its legality and legitimacy, about 70 judicial decisions is dissected and analysed. The starting point for this approach is the acknowledgment of the command contained in the Law on the Judiciary (Law No. 48 of 2009) obligating judges when deciding on cases to take cognizance and apply the living law (unwritten-non state law). The main finding of this study is that the Judiciary seems to side with society in accepting and recognizing the legality-legitimacy of the village head letter as proof of land ownership. However, at the same time, land administration at the village level – to avoid and prevent misuse of these letters- should be made more accountable. Keywords: Village Head Statement Letter (SKD), Land Attestation Letter (SKT), Inclusive Land Registration, Village Development."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jesslyn Clementine
"Peralihan hak atas tanah kecuali lelang seharusnya dituangkan dalam akta yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk dapat didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Namun dalam praktiknya, terdapat bukti peralihan hak atas tanah karena pewarisan yang tidak dituangkan dalam akta PPAT yaitu surat pernyataan pembagian waris seperti yang ada dalam Putusan Pengadilan Negeri Denpasar dengan Nomor 72/Pdt.G/2021/PN Dps. Dalam kasus semacam itu, kebenaran tanda tangan dan isi dalam surat pernyataan pembagian waris yang diajukan ahli waris yang satu sangat mungkin diingkari oleh ahli waris lainnya. Oleh karena itu, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan kekuatan hukum dari surat pernyataan pembagian waris. Selain itu juga tentang penggunaan surat pernyataan pembagian waris sebagai dasar peralihan hak atas tanah di Kantor Pertanahan setempat. Penelitian hukum doktrinal ini dilakukan dengan cara mengumpulkan bahan-bahan hukum sebagai data sekunder melalui studi kepustakaan. Data sekunder tersebut selanjutnya diperkuat dengan wawancara dan dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis yang telah dikerjakan dapat dinyatakan bahwa surat pernyataan pembagian waris memiliki kekuatan hukum pembuktian yang sempurna selayaknya akta autentik jika diakui oleh para pihak sebagaimana termuat dalam Pasal 1875 KUHPerdata. Namun, kekuatan hukum pembuktian surat pernyataan pembagian waris dapat menjadi bukti permulaan tertulis apabila terjadi pengingkaran terhadap tanda tangan dan isinya oleh salah satu pihak. Adapun Surat pernyataan pembagian waris dapat digunakan sebagai dasar peralihan hak atas tanah karena pewarisan pada kantor pertanahan sepanjang memenuhi ketentuan dalam Pasal 111 PMNA No. 3/1997 sebagaimana telah diubah dengan PMNA No. 16/2021 dan di dalam masyarakat adat Bali, surat pernyataan pembagian waris ini dikenal sebagai dasar pembagian waris. Namun, peralihan hak atas tanah tersebut harus memperhatikan beberapa hal. Pertama, setidaknya dilegalisasi oleh notaris untuk menjamin kebenaran tanda tangan para pihak guna memperkuat alat bukti peralihannya. Kedua, perlu diperhatikan bahwa pada pelaksanaannya di kantor pertanahan, ada perbedaan syarat pendaftaran tanah dalam hal balik nama waris langsung ke satu ahli waris sehingga menyebabkan penggunaan surat pernyataan pembagian waris sebagai dasar peralihan hak atas tanah tergantung pada kantor pertanahan setempat.

The transfer of land rights except for auctions should be stated in a deed made by the Land Deed Official (PPAT) to be registered at the Land Office. However, in practice, there is evidence of the transfer of land rights due to inheritance which is not stated in the PPAT deed, namely the inheritance distribution statement as contained in the Denpasar District Court Decision Number 72/Pdt.G/2021/PN Dps. In such a case, the validity of the signatures and contents in the inheritance distribution statement submitted by one heir is very likely to be denied by the other heirs. Therefore, the issues raised in this study are related to the legal force of the inheritance distribution statement. In addition, it is also about the use of a statement of inheritance distribution as a basis for transferring land rights at the local Land Office. This doctrinal legal research was carried out by collecting legal materials as secondary data through library research. The secondary data is further strengthened by interviews and analyzed qualitatively. From the results of the analysis that has been carried out, it can be stated that the inheritance distribution statement has the legal force of perfect proof as an authentic deed if it is recognized by the parties as contained in Article 1875 of the Civil Code. However, the legal force of proving the inheritance distribution statement can be written initial evidence if there is a denial of the signature and its contents by one of the parties. As for the inheritance distribution statement, it can be used as a basis for transferring land rights due to inheritance at the land office as long as it fulfills the provisions in Article 111 PMNA No. 3/1997 as amended by PMNA No. 16/2021 and in the Balinese customary community, this statement of inheritance distribution is known as the basis for inheritance distribution. However, the transfer of land rights must pay attention to several things. First, at least it is legalized by a notary to guarantee the correctness of the signatures of the parties in order to strengthen the transitional evidence. Second, it should be noted that in the implementation at the land office, there are differences in the requirements for land registration in terms of transferring the name of the heir directly to one heir, causing the use of a statement of inheritance distribution as the basis for transferring land rights depending on the local land office."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Linda Permatasari
"PPJB adalah perjanjian antara pihak penjual dengan pihak pembeli sebelum dilakukan jual beli karena terdapat syarat-syarat yang belum terpenuhi untuk dilakukan jual beli. Namun dalam perkembangannya, terdapat beberapa kasus utang piutang yang dibuatkan akta PPJB oleh Notaris sebagai jaminan hutang. Seperti dalam kasus gugatan Pengadilan Negeri Nomor 621/Pdt.G/2019/ PN. Sgr. Atas dasar akta PPJB dengan Kuasa Menjual tersebut kreditur melakukan proses balik nama di BPN. Sedangkan dalam proses pengalihan hak atas tanah tersebut terdapat aspek-aspek pajak yang harus dipenuhi oleh para pihak sebelum melakukan proses balik nama di BPN. Mulai dari PPh, PBB, dan BPHTB. Tesis ini menganalisis mengenai prosedur pengalihan hak atas tanah atas dasar perbuatan hukum utang piutang dalam kasus Putusan Pengadilan Negeri Singaraja Nomor 621/Pdt.G/PN.Sgr dan peran Notaris dalam proses pengalihan hak atas tanah atas dasar perbuatan hukum utang piutang. Metode penelitian tesis ini adalah hukum yuridis normatif dengan tipologi penelitian eksplanatoris. Simpulan penelitian dalam tesis ini adalah 1. PPJB dan Kuasa Menjual atas dasar utang piutang tidak bisa dijadikan dasar pengalihan hak atas tanah di BPN. 2. Peran Notaris yaitu sebelum membuat akta harus memberikan penyuluhan hukum mengenai akta yang akan dibuat oleh para pihak, sehingga akta yang dibuat tidak bertentangan dengan hukum. Adapun saran dalam tesis ini adalah Notaris dalam notaris dalam menjalankan jabatannya wajib mematuhi ketentuan didalam peraturan perundang-undangan dan Notaris yang tidak melakukan peranannya baik berkaitan dengan pembuatan akta PPJB dengan kuasa menjual atas dasar perbuatan hukum utang-piutang diberi sanksi diberhentiakn sementara dari jabatannya.

PPJB is an agreement between the seller and the buyer before buying and selling because there are conditions thathave not been met for buying and selling. But in its development, there are several cases of receivable debt made by the NOTARY as a debt guarantee. As in the case of District Court lawsuit Number 621/Pdt.G/2019/ PN. Sgr. On the basis of the DEED OF PPJB with the Power of Sale, creditors conduct a process behind the name in BPN. While in the process of transferring land rights there are aspects of taxes that must be met by the parties before carrying out the process behind the name in bpn. Starting from PPh, UN, and BPHTB. This thesis analyzes the procedure for transferring land rights on the basis of the legal actions of receivable debts in the case of Singaraja District Court Decision No. 621 / Pdt.G / PN.Sgr and the role of Notaries in the process of transferring land rights on the basis of the legal actions of receivable debts. This thesis research method is normative juridical law with a typology of explanatory research. The conclusion of the research in this thesis is 1. PPJB and The Power of Sale on the basis of receivable debt cannot be used as a basis for the transfer of land rights in BPN. 2. The role of the Notary is before making a deed must provide legal counseling regarding the deeds to be made by the parties, so that the deed made is not contrary to the law. The advice in this thesis is that the Notary in the notary in carrying out his position must comply with the provisions in the laws and notaries who do not perform their role well with regard to the making of ppjb deeds with the power to sell on the basis of legal actions of debts receivables are sanctioned temporarily from office"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathonah
"Kebenaran data identitas para pihak dalam suatu transaksi jual beli tanah merupakan hal yang sangat penting yang harus diperhatikan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam menjamin kepastian hukum dan melindungi kepentingan para pihak. Jika hal tersebut diabaikan, maka akan menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak yang dapat mengakibatkan pembatalan transaksi yang telah dilakukan. Pemilik hak atas tanah telah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Depok yang mempunyai wilayah hukum terhadap pengalihan hak atas tanah yang dilakukan oleh pihak yang mempunyai itikad tidak baik dengan melakukan pemalsuan data identitas pemilik.
Pokok permasalahan dalam penulisan tesis ini yaitu bagaimana pengaturan pemindahan hak atas tanah yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, bagaimana bentuk, substantif cacat yuridis pemindahan hak atas tanah dan bagaimana Implikasi hukum cacat yuridis pemindahan hak atas tanah terhadap aktanya, para pihak, pihak ketiga yang beritikad baik. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan tipologi eksplanatoris dan preskriptif.
Hasil penelitian menyarankan agar Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) harus melakukan tugasnya lebih professional, independen dan melakukan penelitian terlebih dahulu tentang identitas atau kebenaran dari para pihak sebelum melakukan penandatangan akta pengalihan hak atas tanah. Kepada Kantor Pertanahan disarankan sebaiknya tidak dengan mudah menerima pendaftaran pengalihan hak atas tanah, jika secara normatif akta tersebut terdapat ketidaksesuaian atau tidak lengkapnya data para pihak. Demikian juga kepada masyarakat agar tidak dengan mudah melakukan transaksi jual beli tanah tanpa melibatkan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang memang memiliki kewenangan untuk membuat akta pengalihan hak tersebut berdasarkan peraturan perundang-undangan.

The accuracy of the identity of each party in a transaction of sale and purchase of land is a significant matter that has to be analyzed and paid attention by the Land Deed Official (PPAT) in order to secure the legal consistency and accuracy and protect the interest of the related parties. The failure of which, then it shall make loss of one of the parties and may cause the cancelation of the transaction which has been executed. The owner of the right on land has filed a lawsuit at District Court of Depok that has legal authority on the transfer of land executed by a party who have no goodwill by forgery of the owner identity of right on land.
The problem of this thesis is how the regulation of the transfer of right on land according to the prevailing laws and regulation, the form and Juridical defect of the transfer of land to the deed, each party and the third party who has goodwill. This research uses Normative Juridical its research methodology systems with Explanatory and Prescriptive typology.
The results suggest that the Land Deed Official (PPAT) must perform its duties more professionally, independent and check of the accuracy of the identity of each party prior to the execution the transaction. To the Land Office, it is suggested not to easily register the transfer of right of land unless the fulfillment of all requirement including the accurately of identity has been completed. To Public, it is suggested not to do the execution of transfer of right of land without the participation of the Land Deed Official (PPAT) who has the authority to make deed of transfer of land according to prevailing laws and regulations.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35402
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safira Ayudiatri
"Penguasaan fisik bidang tanah yang dilakukan berdasarkan surat penitipan dibawah tangan dan surat keterangan penguasaan tanah dapat menimbulkan benturan kepentingan dalam penguasaan tanah. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai kedudukan hukum penguasaan fisik suatu bidang tanah tanpa alas hak berdasarkan surat penguasaan tanah ditinjau dari hukum positif di Indonesia; dan keabsahan penerbitan surat keterangan penguasaan fisik bidang tanah atas tanah objek sengketa berdasarkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara atas permohonan fiktif-positif keputusan Tata Usaha Negara guna kepentingan permohonan pendaftaran tanah dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 636 K/Ag/2020. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum normatif secara problem identification kemudian ditelusuri dengan jalan preksriptif-eksplanatoris. Hasil dari penelitian adalah kenyataan penguasaan fisik atas tanah tidak bersertipikat yang dilakukan lebih dari 20 (dua puluh) tahun sebagai salah satu bukti yang digunakan dalam pendaftaran tanah dalam hal tidak tersedianya alat bukti adalah tidak serta merta tepat dijadikan dasar pembuktian. Penelitian ini juga menemukan bahwa permohonan gugatan fiktif-positif atas sikap diam pejabat pemerintahan yang berwenang terkait penerbitan surat keterangan penguasaan fisik atas tanah guna kepentingan pembuktian pendaftaran tanah adalah sah akan tetapi dapat menjadi celah adanya penyelundupan hukum bagi para pihak lain yang tidak berhak untuk menuntut dikeluarkannya surat keterangan penguasaan fisik atas tanah. Saran dari penelitian ini adalah bagi para pihak yang ingin mendaftarkan tanah tanpa adanya alas hak yang dirasa telah dikuasai dilengkapi dengan bukti-bukti pendukung sah lainnya dapat mengajukan permohonan hak atas tanah ke Negara. Selain itu, perlu diatur bahwa pemberian persetujuan atas dikabulkannya permohonan fiktif-positif Keputusan TUN yang mengubah keadaan sifatnya terbatas, yaitu tanpa adanya pihak yang dirugikan.

Physical possessions of land carried out based on a letter of land tenure and letter of statement of claim for de facto physical possession of land can lead to a conflict of interest in land control. The problems raised in this study are regarding the legal position of physical control of a plot of land without any rights based on a land tenure letter in terms of positive law in Indonesia; and the validity of the issuance of a certificate of physical possession over the object of dispute based on the Decision of the State Administrative Court on the fictitious-positive application of the State Administration decision for the purpose of the application for land registration in the Supreme Court Decision Number 636 K/Ag/2020. To answer these problems, a normative legal research method with problem identification is used followed by a prescriptive-explanatory method of investigation. The result of the research is the fact that physical control over uncertified land which is carried out for more than 20 (twenty) years as one of the evidence used in first land registration in the event that evidence is not available is not an obligatory norm. This study also determined that the petition for a fictitious-positive lawsuit for the silence of the competent government officials related to the issuance of a certificate of physical control over land for the purpose of proving land registration is legal but can be a loophole for for other parties who are not entitled to the land to demand the issuance of such certificate of physical possession over the land. This research suggests that parties who want to register land without any rights that are felt to have been controlled accompanied by other legal supporting evidence can apply for land rights to the State. In addition, it is necessary to stipulate that the granting of approval for the granting of a fictitious-positive application for a State Administration Decree that modifies the situation is limited in nature, ie without any injured party."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrieta Isabella Edwina Putri
"Tesis ini membahas mengenai kedudukan dan kekuatan Surat Keterangan Ganti Rugi dalam tatanan normatif hukum tanah nasional serta implikasi hukum dari penerbitan Surat Keterangan Ganti Rugi oleh PT Hasrat Tata Jaya di atas tanah yang sudah bersertipikat Hak Pakai dalam Putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor 75/Pdt.G/2007/PN PBR juncto Putusan Nomor 349/PK/Pdt/2017. Metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah penelitian yuridis-normatif. Kedudukan dari SKGR dalam tatanan normatif hukum tanah nasional bukan merupakan alas hak kepemilikan suatu bidang tanah sebagaimana sertipikat, melainkan hanya berupa bukti penguasaan fisik atas suatu bidang tanah yang kemudian dapat di daftarkan ke kantor pertanahan setempat untuk menjadi hak milik. Surat dasar seperti SKPT maupun SKGR tidak mungkin dapat dinyatakan membuktikan kepemilikan suatu pihak atas suatu bidang tanah lebih daripada pihak lain yang memegang sertipikat atas suatu bidang tanah yang sama. Ketika suatu SKGR diterbitkan di atas tanah yang sudah bersertipikat Hak Pakai, harus diteliti kembali apakah terdapat faktor yang mempengaruhi keabsahan sertipikat tersebut, misalnya terdapatnya cacat administrasi dalam prosedur penerbitannya. Saran yang dapat diberikan adalah bagi masyarakat yang masih menguasai tanah Negara berdasarkan surat-surat dasar seperti Surat Keterangan Pemilikan Tanah maupun Surat Keterangan Ganti Rugi baiknya memanfaatkan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap yang sedang gencar di lakukan pada saat ini untuk mendaftarkan tanahnya guna mendapatkan bukti hak kepemilikan atas tanah yang kuat berupa sertipikat dan tidak seterusnya hanya berpegangan kepada SKPT maupun SKGR yang hanya berfungsi sebagai bukti penguasaan fisik permulaan atas bidang tanah tersebut.

The issues of this thesis are the standing and the power of Certificate of Compensation (SKGR) within the normative order of the national land law and the legal implication of a Certificate of Compensation (SKPT) by PT Hasrat Tata Jaya that is published on a land with a Right to Use Title in the verdict number 349/PK/PDT/2017 juncto Pekanbaru district court verdict number 75/Pdt.G/2007/PN PBR. The analysis is conducted through a normative-juridical view. Seen from the normative order of the national land law, the Certificate of Compensation shall not be deemed as a land ownership title, instead just as a proof of domination of a land that could be registered into an ownership right subsequently. Neither SKGR nor SKPT shall prevail the existence of a land certificate, and in the case of the aforementioned, the validity and legality of the land certificate should be examined carefully. Author suggests the citizens who dominate a land only with a basis of either SKGR or SKPT should make use of the Complete Sistematical Land Registration (PTSL) to register their land in order to claim a strong proof of land ownership, in a form of land certificate. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53774
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Zaki Al Wafi
"Peralihan hak katas tanah yang umum digunakan di Indonesia ialah Jual Beli. Metode yang dapat digunakan dalam jual beli tanah yaitu Perjanjian Pengikat Jual Beli (PPJB) dan Akta Jual Beli (AJB). Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) merupakan perjanjian pendahuluan yang mana harus dilengkapi dengan AJB untuk dapat dilakukan pemindahan hak atas tanah. Perjanjian Pengikatan Jual-Beli dengan objek tanah seharusnya dibuat oleh notaris manakala terdapat syarat-syarat peralihan hak atas tanah yang belum dapat dipenuhi oleh para pihak.  Peralihan hak atas tanah di Indonesia wajib dilakukan dengan memenuhi syarat terang dan tunai. Terang berarti perbuatan hukum jual beli tersebut dilakukan dihadapaan pemimpin adat (pejabat) yang menangani masalah pertanahan (tetua adat) sedangkan tunai berarti peralihan hak dari penjual kepada pembeli berlangsung secara seketika itu juga, pada saat terjadi pembayaran dari pembeli kepada penjual. Pada kenyatannya seringkali notaris tetap menggunakan Perjanjian Pengikatan Jual-beli sebagai instrumen transaksi jual-beli atas tanah meskipun syarat peralihan hak atas tanah telah dipenuhi oleh para pihak,yang mana hal tersebut kurang menyelesaikan permasalahan hukum dalam suatu peralihan hak atas tanah. Tesis ini membahas mengenai urgensi pembuatan ppjb serta konstruksi transaksi jual beli atas tanah yang dilakukan para pihak dalam Putusan Nomor 52/PDT.G/2020/PN.PTK .Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dan pendekatan deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembuatan ppjb tidak relevan manakala syarat jual beli tanah sudah terpenuhi dan konstruksi jual beli yang seharusnya digunakan adalah AJB dengan memperhatikan bahwa seluruh dari syarat jual beli tanah telah terpenuhi dan selanjutnya jika masih terdapat sisa pembayaran dalam pembuatan AJB dapat dilakukan dengan menggunakan surat perjanjian hutang piutang dan hak tanggungan dalam menyelesaikan sisa pembayaran jika metode yang digunakan ialah dengan pencicilan

The transfer of land rights that is commonly used in Indonesia is buying and selling. The methods that can be used in buying and selling land are the Binding Sale and Purchase Agreement (PPJB) and the Sale and Purchase Deed (AJB). The Sale and Purchase Agreement (PPJB) is a preliminary agreement which must be completed with the AJB in order to transfer land rights. In reality, notaries often continue to use the Sale and Purchase Agreement as an instrument for land sale and purchase transactions even though the conditions for the transfer of land rights have been fulfilled by the parties, which does not resolve legal issues in a transfer of land rights. This thesis discusses the urgency of making PPJB and the construction of land sale and purchase transactions carried out by the parties in Decision Number 52/PDT.G/2020/PN.PTK.. The results of the research show that making a PPJB is not relevant when the land sale and purchase conditions have been fulfilled and the sale and purchase construction that should be used is AJB, taking into account that all land sale and purchase conditions have been fulfilled and furthermore, if there is still remaining payment in making the AJB, it can be done using a letter. debt and receivable agreements and mortgage rights to settle the remaining payments if the method used is installments"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>