Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 165933 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Supardi Wibowo
"Capung (Odonata) adalah organisme yang sangat efektif digunakan sebagai spesies indikator untuk penilaian habitat akuatik. Karena Odonata sangat spesifik terhadap pemilihan habitat dan menjadi spesies kharismatik di habitat akuatik. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan, menganalisis struktur komunitas Odonata, menginterpretasikan kualitas habitat dan melihat hubungan antara kualitas habitat terhadap distribusi spesies Odonata di Telaga Saat, Telaga Warna dan Telaga Biru dataran tinggi Bogor, Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Mei-Agustus 2019. Pengambilan data spesies, jumlah individu Odonata dan variabel habitat menggunakan metode fixed point counts dengan 59 titik pengamatan. Analisis komunitas Odonata dilakukan dengan model kelimpahan spesies, indeks keanekaragaman spesies (Shannon-Wienner, Margalef, Simpson), indeks kemerataan dan indeks similaritas Jaccard. Kualitas habitat di tiga telaga dianalisis menggunakan Principal Component Analysis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kurva rarefaction di tiga telaga terlihat sudah mendatar atau mencapai titik asymptote. Kurva akumulasi spesies di Telaga Warna dan Telaga Biru tampak sudah mendatar atau mencapai titik asymptote, sedangakan Telaga Saat masih menaik tajam. Total 157 individu terdapat 11 spesies, 5 famili dan 2 subordo yang ditemukan di tiga telaga. 9 spesies di Telaga Saat, 6 spesies di Telaga Warna, dan 4 spesies di Telaga Biru. Tampak semakin tinggi suatu telaga cenderung semakin sedikit keanekaragaman spesies Odonata yang diperoleh. Telaga Saat memiliki nilai indeks keanekaragaman spesies paling tinggi, sedangkan Telaga Warna terendah. Telaga Biru memiliki nilai indeks kemerataan paling tinggi, sedangkan Telaga Warna terendah. Indeks similaritas Jaccard menunjukkan komunitas Odonata di Telaga Warna dan Telaga Saat paling mirip (Cj = 0.25). Variabel yang sangat mempengaruhi kualitas habitat di tiga telaga pada komponen 1 dan komponen 2 adalah intensitas cahaya dan oksigen terlarut. Kualitas habitat di Telaga Saat dan Telaga Warna terdapat kemiripan, sedangakan di Telaga Biru terpisah. Kemiripan kualitas habitat di kedua telaga ditunjukkan oleh variabel oksigen terlarut (DO), suhu air, dan keberadaan plastik. Terdapat 5 spesies Odonata memiliki korelasi signifikan dengan variabel habitat. A. pygmaea berkorelasi dengan kelimpahan (0.53), A. rubescens dengan kelembapan udara (0.52), tumbuhan akuatik A. philoxeroides (0.50), dan tumbuhan perdu (0.52), A. guttatus dengan tumbuhan akuatik Polygonum sp. (0.57), C. membranipes dengan ketinggian (0.66), suhu air (-0.56), tumbuhan akuatik Nasturtium sp. (0.74), Polygonum sp. (0.72), dan tumbuhan riparian (0.66), serta O. pruinosum dengan kekayaan spesies (0.55) dan kelimpahan Odonata (0.58). Untuk keberhasilan konservasi spesies Odoanta di tiga telaga harus dilakukan dengan cara melindungi habitatnya dari kerusakan dan modifikasi lahan.

The dragonfly (Odonata) was organism very successfull which used as indicator species for assessment of the aquatic habitat. Because their very specific toward preference the habitat and became flagship species in aquatic habitat. This research aims to compare, analyse the community structure of Odonata, interpret the habitat quality and seen the correlation between habitat quality to species distribution Odonata in the highland freshwater Lake Saat, Lake Warna and Lake Biru, Bogor, West Java. The research was conducted in May - August 2019. Data species, individual Odonata and variable habitat were collected using fixed point counts method at 59 observation point. Community of Odonata were analysed with species abundance model and diversity indices using Shannon-Wiener, Margalef and Simpson indices, as well as evenness index and similarities index using Jaccard method. The habitat quality in those lake were analyzed by Principal Component Analysis (PCA). The result showed that rarefaction curve in three lake have seem flattened or reached an asymptote. Species accumulation curve in Telaga Warna and Telaga Biru also flattened or reached asymptote point, while in Telaga Saat still showing increasing curve. A total of 157 individual of Odonata were recorded which belong to 11 species, 5 families and 2 suborder. At least 9 species were recorded in Telaga Saat, 6 species in Telaga Warna, and 4 species in Telaga Biru. It appears there will be more less species were recorded at high altitude. The index of species diversity of Odonata in Telaga Saat was the highest, while Telaga Warna was the lowest. The highest of evenness index was in Telaga Biru and the lowest was in Telaga Warna. The Jaccard index of similarity, it showed that Telaga Warna and Telaga Saat had the most similar communities (Cj = 0,25). The habitat quality in three lake were affected by variable light intensity on PC1 and dissolved oxygen on PC2. The habitat quality in Telaga Saat and Telaga Warna more similar quality at some points, while in Telaga Biru was separate. The similarity of habitat quality in two locations were showed from variables dissolved oxygen (DO), water temperature and emegernce of plastic. The correlation showed significant between five Odonata species and habitat variable. A. pygmaea was correlation with abundance (0.53), A. rubescens with humidity (0.52), A. philoxeroides (0.50), and shrub (0.52), A. guttatus with of Polygonum sp. (0.57), C. membranipes with altitude (0.66), water temperature (-0.56), Nasturtium sp. (0.74), Polygonum sp. (0.72), and riparian vegetation (0.66), as well as O. pruinosum with species richness (0.55) and abundance (0.58). The succesful for conservation of Odonata species in those lake must be protected the habitat from destruction and land modification."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
T54839
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Doni Sulistyono
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2004
S31296
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Nurfitriana
"Pulau Jawa merupakan habitat bagi 6 spesies primata. Lutung budeng (Trachypithecus auratus) merupakan salah satu primata endemik pulau Jawa yang memiliki ukuran tubuh sekitar 517 mm dengan panjang ekor rata-rata 742 mm. Persebaran lutung budeng di Jawa Barat tercatat di 12 lokasi, termasuk Taman Nasional Gunung Ciremai dan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Namun, studi mengenai populasi lutung budeng di kedua taman nasional tersebut masih kurang. Berdasarkan hal tersebut, maka dirumuskan penelitian ini dengan tujuan untuk mengetahui ukuran populasi, kepadatan populasi, dan laju perjumpaan lutung budeng di kedua kawasan taman nasional tersebut. Ukuran populasi lutung budeng yang teramati tidak memiliki perbedaan jumlah individu di dalam kelompoknya. Kepadatan populasi lutung budeng tertinggi berada di Gunung Putri, sedangkan yang terendah di Cilengkrang. Laju perjumpaan lutung budeng tertinggi terdapat di Palasari dan terendah di Cilengkrang. Kehadiran lutung budeng dipengaruhi oleh tingginya persentase tutupan kanopi dan tingkat aktivitas manusia di jalur pengamatan. Selain itu, faktor cuaca, jarak pandang pengamat, dan kemampuan pengamat dalam mendeteksi keberadaan lutung budeng juga memengaruhi data yang dihasilkan.

Java Island is a habitat for 6 primate species. Ebony leaf monkey (Trachypithecus auratus) is one of the endemic primates in Java, which has a body size of about 517 mm with an average tail length of 742 mm. Distribution of ebony leaf monkey in West Java is recorded in 12 locations, including Mount Ciremai National Park and Mount Gede Pangrango National Park. However, there is a lack of studies of ebony leaf monkey population in those two national parks. Based on this, this study was formulated with the aim of knowing the population size, population density, and the encounter rates of ebony leaf monkey in those two national park areas. The observed population size of ebony leaf monkey did not differ in the number of individuals in the group. The highest population density of ebony leaf monkey is in the Gunung Putri, while the lowest is in the Cilengkrang. The highest rate of encounter with the lutung budeng was on the Palasari and the lowest was on the Cilengkrang. The presence of the ebony leaf monkey is influenced by the high percentage of canopy cover and the level of human activity in the observation path. In addition, weather factors, observer visibility, and observer ability to detect the presence of ebony leaf monkey also affect the resulting data."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khaerul Amri
"Tesis ini membahas komodifikasi lingkungan di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) di dalam pengelolaan ekoturisme. Ekoturisme sebagai bentuk wisata alam dengan tujuan utama pelestarian alam pada akhirnya justru menimbulkan masalah dalam proses konservasi yang dijalankan dan bahkan menjadi ancaman terhadap keberlangsungan lingkungan alam di TNGGP. Di samping itu, permasalahan di TNGGP tidak hanya menyangkut bahasan lingkungan, tetapi juga pembahasan mengenai strategi dalam bernegosiasi dan berkontestasi di antara para pemangku kepentingan di dalam ruang yang menjadi kawasan ekoturisme. Data diperoleh dengan pendekatan etnografi termasuk wawancara mendalam di kawasan Cibodas dan Gunung Putri sebagai pintu masuk pendakian, dan di Gunung Gede, selama bulan April-Mei 2017. Hasil penelitian menunjukkan bagaimana praktik berjualan yang berkontestasi terhadap otoritas Balai Besar di TNGGP setidaknya berperan sebagai alternatif pendapatan masyarakat sekitar kawasan konservasi untuk mengalihkan perhatian mereka dari pekerjaan yang tidak ramah lingkungan. Di samping itu, masyarakat sekitar melalui negosiasi dan resistansi dapat menutupi celah yang ditinggalkan oleh pemangku kepentingan yang mempunyai otoritas karena terbatasnya sumber daya manusia dalam mengelola ekoturisme pendakian gunung. Masyarakat sekitar menunjukkan bagaimana mereka mempunyai peran-peran yang cukup signifikan dalam pengelolaan pendakian gunung dan menjaga taman nasional.

This research discusses the commodification of environment in Mount Gede Pangrango National Park on ecotourism management. Instead of to conserve nature, ecotourism carried out in TNGGP causes problems on conservation proses and even becomes a threat to the sustainability of nature in TNGGP. Moreover, problem in TNGGP is not only about environment issues, but also discussions about strategies in negotiating and contesting among stakeholders in the space that become ecotourism area. The data was collected by ethnography approach including in depth interview in Cibodas and Gunung Putri area as climbing entrance, and on Mount Gede, on April-May 2017. The results show how the practice of selling which contested the authority of Balai Besar in TNGGP at least become an alternative income for the community around conservation area to divert their attention from jobs that damage the environment. Beside that through negotiation and resistance, the surrounding communities can cover the gap left by stakeholders who have authority because of limited human resources in managing mountaineering ecotourism. Surrounding community showed that they have significance roles in managing mountaineering and preserving national park."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
T53414
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yani Krishnamurti
"ABSTRACT
The national park concept allows the utilization of conservation areas for tourism purposes. Without proper management, this could create conflict between objectives, where the utilization objectives may, very often, produce negative impact for other objectives. Tourism infra-structure development, especially the establishment of a footpath and other supporting facilities can cause both direct and indirect change on vegetation community and soil. A footpath and all activities that go with it constitute a potential disturbance regime because it became the entry point for propagules alien Species from ecosystems outside the conservation zone. The main issues being studied are : 1. How does the footpath affect the understory vegetation in a forest located in the Gede-Pangrango Mountain National Park; 2. What factors are influential on the widening of the footpath in Gede-Pangrango Mountain National Park; 3. How does the occurrence of footpath influence the soil in the forest along it length in the Gede-Pangrango Mountain National Park. The objective of this study is to know the impact of a footpath on the soil and understory vegetation as well as factors influencing the widening of the footpath.

ABSTRAK
Konsepsi taman nasional memperkenankan adanya pemanfaatan kawasan konservasi untuk kaperluan pariwisata. Tanpa pengelolaan yang baik, hal ini dapat menimbulkan konflik antar tujuan dimana seringkali tujuan pemanfaatan dapat nwmberikan dampak negatif bagi tujuan yang lainnya. Pembangunan prasarana pariwisata terutama pembangunan jalan setapak dan fasilitas pendukung lainnya dapat menyebabkan perubahan secara langsung maupun tidak langsung terhadap komunitas vegetasi dan tanah. Jalan setapak dengan segala aktivitas di dalamnya merupakan sumber gangguan yang potensial karena menjadi jalan masuknya benih dari ekosistem di luar kawasan konservasi. Masalah pokok yang diteliti adalah: 1. Apakah jalan setapak mempengaruhi vegetasi tumbuhan bawah di hutan yang terdapat di kawasan Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango; 2. Faktor-faktor apakah yang berpengaruh terhadap lebar jalan setapak di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango; 3. Apakah jalan setapak mempengaruhi tanah di hutan sepanjang jalan setapak di Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jalan setapak terhadap tanah dan vegetasi tumbuhan bawah serta faktor faktor yang berpengaruh terhadap lebar jalan setapak."
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haswan Yunaz
"Sektor pariwisata merupakan salahsatu aspek pembangunan nasional yang dapat diandalkan dalam proses pertumbuhan ekonomi termasuk didalamnya wisata alam. Pengembangan wisata alam diharapkan mampu menggerakkan roda perekonomian suatu kawasan sekaligus dapat memberikan nilai tambah terhadap akselerasi pembangunan di wilayah sekitar lokasi wisata alam umumnya dan terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat pada khususnya. Namun demikian disamping dampak positif wisata alam juga dapat memberikan dampak negatif terhadap suatu kawasan konservasi yang dimanfaatkan sebagai daerah tujuan wisata seperti taman nasional Gunung Gede Panggrango (TNGP) yang terletak antara Bogor, Cianjur dan Sukabumi Jawa Barat. Pada prinsipnya pengembangan wisata alam disamping memberikan dampak ekonomis tidak boleh menimbulkan gangguan terhadap kondisi alarn itu sendiri seperti pencemaran, kerusakan lingkungan, gangguan terhadap ekosistem dan atau menghilangkan daya tarik dari kawasan konservasi dimaksud.
Masalah pokok yang dibahas dalam penelitian ini adalah sejauh mana dampak pengembangan wisata alam terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar taman nasional Gunung Gede Panggrango Jawa Barat. Terdapat dua aspek penting didalam melihat kondisi sosial ekonomi masyarakat yang menjadi fokus penelitian ini yang pertama aspek peningkatan lapangan pekerjaan dan yang kedua aspek terhadap peningkatan pendapatan masyarakat."
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T10270
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edy Saefrudin
"Meskipun taman nasional berperan penting dalam mendukung aktivitas manusia, kesadaran masyarakat masih rendah karena mereka umumnya mengabaikan dan meremehkan manfaat dari hutan. Kondisi ini meningkatkan tekanan terhadap lingkungan. Tujuan dari studi ini adalah untuk meninjau beberapa studi terdahulu, menentukan metode yang tepat dan menyusun panduan penilaian ekonomi dari Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP). Meskipun taman nasional ini memiliki keunikan, taman nasional ini dinilai terlalu rendah oleh studi terdahulu. Kelebihan dari Metode Penilain Kontingensi membuat metode ini sesuai untuk diterapkan pada manfaat konservasi keanekaragaman hayati dan air. Apilkasi sebelumnya dari Metode Biaya Perjalanan menyarankan bahwa manfaat rekreasi dari TNGGP dapat dinilai dengan metode ini. Taksiran Nilai yang didapat dari penerapan metode yang disarankan dapat membantu pemerintah dan pengelola TNGGP dalam pengalokasian sumber daya untuk meningkatkan perlindungan terhadap taman nasional ini.

Although national park plays an important role in supporting human activities, people?s awareness still remains low because they are often neglected and underestimate forest benefits. This condition leads to more pressures on the environment. The objective of this study is to review several previous studies, to determine the suitable method and to construct total economic valuation guidelines of the Gunung Gede Pangrango National Park (GGPNP). Although, this national park has unique features, it was undervalued previous studies. Advantages of Contingent Valuation Method make this method suitable to be applied in biodiversity conservation and watershed values. Moreover, Travel Cost Method previous applications suggest that recreational benefit in GGPNP can be evaluated using this method. The estimated value provided by application of the proposed method is supposed to help the government and GGPNP management allocating their resources to increase this national park protection."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T38633
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tun Susdiyanti
"Penelitian ini bertujuan menganalisis pengembangan program Corporate Social Responsibility (CSR) berdasarkan observasi dilapangan dan merekomendasikan strategi yang tepat dalam mengimplementasikan CSR di Pengelolaan Taman Nasional (PTN) Cianjur Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Metode kerja dalam penelitian ini meliputi tahap evaluasi menggunakan kerangka konseptual dengan analisis deskriptif serta rekomendasi teknis dan tahap penyusunan rekomendasi strategi menggunakan analisis SWOT.
Hasil analisis SWOT, program CSR di PTN Cianjur adalah agressive (poin 2,22;1,75) merupakan posisi yang strategis. Usulan strategi pengembangan yang dapat diterapkan yaitu meningkatkan pemahaman masyarakat, meningkatkan partisipasi masyarakat usia produktif, optimalisasi penggunaan dana, dan meningkatkan kinerja penyuluh, Polhut, PEH dan operator dalam pelaksanaan kegiatan CSR."
Bandung: Unisba Pusat Penerbitan Universitas (P2U-LPPM), 2017
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Broto Raharjo
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2003
S31285
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>