Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 148821 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Irvan Desrizal
"Krioterapi adalah terapi yang rutin dilakukan pada lesi IVA positif di Indonesia. Selain terbukti efektif, krioterapi tergolong murah dan mudah dilakukan. Namun, efek samping pasca krioterapi seperti keputihan, perdarahan bercak, dan nyeri tidak bisa dihindari. Beberapa penelitian mengaitkan adanya hubungan luas lesi prakanker dengan angka kesembuhan. Jenis krioterapi (single-freeze atau double-freeze) juga dihubungkan dengan luas area nekrosis yang terbentuk. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan luas lesi IVA positif dan jenis krioterapi terhadap efek samping krioterapi. Penelitian ini menggunakan studi kohort prosepektif observasional. Populasi terjangkau adalah pasien dengan IVA positif yang menjalani krioterapi oleh Female Cancer Program dari Juli hingga Oktober 2019 di Jakarta. Evaluasi dilakukan dengan pengisian lembar keluhan efek samping krioterapi. Didapatkan 43 subjek IVA positif, 27 (62,8%) subjek lesi luas, dan 16 (37,2%) subjek lesi sempit, jenis krioterapi dibagi menjadi 33 (76,7%) subjek double-freeze, 10 (23,3%) subjek single-freeze, setelah sebulan didapatkan keluhan keputihan sebanyak 88,4%; perdarahan bercak 51,2%, nyeri 58,1%; tidak didapatkan hubungan bermakna antara luas lesi IVA positif dengan keputihan (nilai-p 0,63), perdarahan bercak (nilai-p 0,61), dan nyeri (nilai-p 0,54), krioterapi double-freeze berhubungan bermakna dengan perdarahan bercak (RR 0,5; nilai-p 0,0032; CI 0,3-0,9).

Cryotherapy is often performed to positive VIA lesions in Indonesia. Not only effective, it is also cheap and easy to perform. However, side effects such as vaginal discharge, spotting, and pain are unavoidable. Several studies have linked the width of lesions with cure rate. Type of cryotherapy (single-freeze or double-freeze) is also related with amount of necrosis area produced. This study was performed to determine the association of positive VIA area and type of cryotherapy with the side effects. This is a observational prospective cohort study. The population are women with positive VIA who underwent cryotherapy by the Female Cancer Program from July to October 2019 in Jakarta. Evaluation was performed by filling out the patients complaint sheet for one month. There were 43 women with positive VIA results, grouped into 27 (62.8%) large lesion, and 16 (37.2%) small lesion, cryotherapy was performed 33 (76.7%) double-freeze, 10 (23,3%) single-freeze, after one month follow-up there were complaints of vaginal discharge 88.4%; spotting 51.2%, pain 58.1%; found no association between width of positive VIA with vaginal discharge (p-value 0.63), spotting (p-value 0.61), and pain (p-value 0.54), double-freeze cryotherapy was significantly associated with side effect of spotting (RR 0.5; p-value 0.0032; CI 0.3-0.9)."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irvan Desrizal
"Latar belakang: Krioterapi adalah salah modalitas terapi yang sering dilakukan pada lesi IVA positif di Indonesia. Selain memiliki angka kesembuhan yang cukup tinggi, krioterapi tergolong murah dan mudah dilakukan dengan sumber daya yang terbatas. Namun, efek samping pasca krioterapi seperti keputihan, perdarahan bercak, dan nyeri adalah hal yang tidak bisa dihindari. Beberapa penelitian mengaitkan adanya hubungan derajat dan luas lesi prakanker dengan angka kesembuhan pasca krioterapi. Jenis krioterapi (single-freeze atau double-freeze) juga dihubungkan dengan luas area nekrosis pasca krioterapi.
Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan luas lesi IVA positif dan jenis krioterapi terhadap efek samping pasca krioterapi
Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort prosepektif. Populasi terjangkau
adalah pasien dengan IVA positif yang menjalani krioterapi oleh Female Cancer Program dari Juli sampai dengan Oktober 2019 di Jakarta. Evaluasi dilakukan dengan pengisian lembar keluhan efek samping krioterapi selama satu bulan. Analisis data dalam bentuk deskriptif dan analitik.
Hasil: Didapatkan 43 subjek IVA positif, 27 (62,8%) subjek lesi luas, dan 16 (37,2%) subjek lesi sempit, jenis krioterapi dibagi menjadi 33 (76,7%) subjek double-freeze, 10 (23,3%) subjek single-freeze, setelah sebulan didapatkan keluhan keputihan sebanyak 88,4%; perdarahan bercak 51,2%, nyeri 58,1%; tidak didapatkan hubungan bermakna antara luas lesi IVA positif dengan keputihan (nilai-p 0,63), perdarahan bercak (nilai-p 0,61), dan nyeri (nilai-p 0,54), krioterapi double-freeze berhubungan bermakna dengan efek samping perdarahan bercak (RR 0,5; nilai-p 0,0032; CI 0,3-0,9).
Kesimpulan: krioterapi double-freeze berhubungan bermakna dengan efek samping perdarahan bercak pasca krioterap.

Background: Cryotherapy is a procedure often performed in positive VIA lesions in Indonesia. Not only having a high cure rate, but cryotherapy is also relatively cheap and easy to perform with limited resources. However, side effects such as vaginal discharge, spotting, and pain are unavoidable. Several studies have linked the degree and width of precancerous lesions with cure rate after cryotherapy. Type of cryotherapy (single-freeze or double-freeze) is also related with amount of necrosis area produced after cryotherapy.
Objective: To determine the association of positive VIA area and the type of cryotherapy with post-cryotherapy side effects.
Method: This is a prospective cohort study. The population are women with positive VIA result who underwent cryotherapy by the Female Cancer Program from July to October 2019 in Jakarta. Evaluation was performed by filling out the patients complaint sheet for one month. Data was analysed descriptively and analytically.
Results: There were 43 women with positive VIA results, grouped into 27 (62.8%) large lesion, and 16 (37.2%) small lesion, types of cryotherapy was grouped into 33 (76.7%) double-freeze, 10 (23,3%) single-freeze, after one month follow-up there were complaints of vaginal discharge 88.4%; spotting 51.2%, pain 58.1%; found unsignificantly association between width of positive VIA area with vaginal discharge (p-value 0.63), spotting (p-value 0.61), and pain (p-value 0.54), double-freeze cryotherapy was significantly associated with side effect of spotting (RR 0.5; p-value 0.0032; CI 0.3-0.9).
Conclusion: double-freeze cryotherapy is significantly related with side effect of spotting.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"[Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan efek krioterapi dan pemulihan pasif terhadap rasa nyeri dan kreatin kinase (CK) serum setelah pertandingan futsal pada atlet futsal mahasiswa. Sembilan pemain futsal pada kelompok krioterapi dan sepuluh pemain futsal pada kelompok pasif (usia 18 – 21 tahun) berpartisipasi pada penelitian ini. Pada kelompok krioterapi dilakukan perendaman air dingin dengan suhu 10 -15 ºC selama 10 menit setelah melakukan pertandingan futsal 2 x 20 menit, sedangkan kelompok pasif melakukan istirahat dengan duduk santai selama 10 menit. Pengukuran rasa nyeri dan kreatin kinase serum dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu satu hari sebelum pertandingan futsal, segera setelah pertandingan futsal dan 24 jam setelah pemulihan. Perubahan hasil pengukuran diolah menggunakan uji t tidak berpasangan (p < 0,05). Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik untuk rasa nyeri pada 24 jam setelah pemulihan, dimana rasa nyeri pada kelompok krioterapi lebih rendah dibandingkan dengan kelompok pasif (p = 0,037). Untuk kreatin kinase serum pada 24 jam setelah pemulihan didapatkan kreatin kinase serum pada kelompok krioterapi lebih rendah dibandingkan kelompok pasif, akan tetapi tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik (p = 0,365). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemulihan dengan krioterapi memberikan manfaat kepada atlet futsal mahasiswa dan dapat menjadi alternatif metode pemulihan bagi atlet setelah melakukan pertandingan futsal, The aim of this study is to determine the differences cryotheraphy effects and passive recovery against pain and serum creatin kinase levels after futsal match in futsal college athletes. Nine futsal players in cryotherapy group and 10 passive subjects (age 18 – 21 years old) participated in this study. After futsal match 2 x 20 minutes, the cryotherapy subjects were immersed in ice (10 -15 ºC) for ten minutes, and the passive subject were sitted for ten minutes. Assesments of pain and CK levels conducted for three times: one day before futsal match, immediately after futsal match and 24 hours after recovery. Changes in numeric rating scale for pain and CK levels within cryotheraphy and passive group were analyzed with independent t-test (p < 0,05). The results showed perceived pain in cryotheraphy subjects lower significantly compared passive subjects in 24 hours after recovery (p = 0,037). For the CK levels, the result showed lower CK concentration in cryotheraphy group compared passive group, but no statistic significantly (p = 0,365) These results suggest that cryotheraphy give some benefit for futsal college athletes and able to be alternative recovery methode for athletes after futsal match.]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Herdhana Suwartono
"Latar belakang: Kanker serviks menyumbang angka kematian kanker keempat terbanyak di dunia khususnya di negara berkembang seperti Indonesia dimana didapatkan sebanyak 0,8 kasus kanker serviks per 1000 penduduk. Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) merupakan cara yang efektif untuk deteksi dini kanker serviks dengan nilai sensitivitas yang cukup baik. Pasien dengan hasil IVA positif perlu segera dilakukan tatalaksana untuk mencegah perkembangan lesi prakanker. Namun, krioterapi sebagai pilihan utama terapi belum tersedia luas di Indonesia. Alternatif tatalaksana yang menjanjikan adalah dengan menggunakan larutan Trichloroacetic Acid (TCA). TCA 85% merupakan bahan yang dapat menginduksi keratocoagulation yang mudah ditangani, murah, dan sebelumnya telah terbukti efektif digunakan untuk menangani keganasan lainnya di area vagina dan anus. Tujuan: Mengetahui efikasi TCA 85% pada tatalaksana IVA positif dibandingkan dengan krioterapi.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian randomized control trial menggunakan metode non-inferiority study. Subyek penelitian ini merupakan pasien dengan hasil IVA positif yang dirujuk ke Puskesmas Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. Dilakukan random block sampling untuk menentukan subjek yang mendapatkan terapi TCA (n=36) atau krioterapi (n=36). Selanjutnya dilakukan follow-up pada bulan ke-3 pasca tatalaksana. Dari data yang didapatkan dilakukan analisis bivariat dengan fisher exact test untuk mengetahui hubungan antara variabel.
Hasil:Dari 72 subjek yang diteliti, 36 subjek diterapi dengan TCA 85% sedangkan 36 lainnya diterapi dengan krioterapi. Sebanyak 35 (97,2%) pasien yang ditatalaksana dengan TCA 85% mengalami konversi menjadi IVA negatif pada follow-up bulan ke-3, sedangkan seluruh pasien yang ditatalaksana dengan krioterapi menjadi konversi menjadi IVA negatif. Dilakukan analisis bivariat fishers exact test dan didapatkan nilai p sebesar 1,00 (p>0,05). Kesimpulan:Tidak ada perbedaan bermakna dari efikasi penggunaan TCA 85 % dibandingkan dengan krioterapi pada terapi IVA positif.

Background: Cervical cancer mortality rate accounts for fourth among all cancer. In a Developing country such as Indonesia, the prevalence of cervical cancer is 0,8 case per 1000 population. Visual Inspection with Acetic Acid (VIA) is an effective cervical cancer screening method. Patients with positive VIA result have to be immediately treated in order to avoid cancer progression. However, cryotherapy as the first line treatment of positive VIA result is not currently widely available in Indonesia. Alterative treatment using Trichloroacetic Acid (TCA) solution is a promising treatment alternative to cryotherapy as it is cheap and easy to be handled. Furthermore, TCA has been proven to be effective to treat vaginal and anal neoplasia.
Objective: To investigate the effectiveness TCA 85% compared to cryotherapy to treat patients with positive IVA result.
Method: This is a non-inferiority randomized controlled trial study. Patients with positive VIA result referred to Jatinegara Primary Health Center were included in this study. Eligible samples were then treated with either TCA 85% or cryotherapy. The treatment was determined using simple random sampling method. Samples were then followed up 3 months after treatment in order to determine VIA result conversion.
Result: Thirty-six patients were treated with TCA 85% and 36 others were treated with cryotherapy. 35 (97,2%) patients treated with TCA 85% converted to negative VIA, whereas all of the patients that were treated with cryotherapy convert to negative VIA. Bivariate analysis fisher exact test was then conducted with a result P value of 1,00 (p > 0,05).
Conclusion: There were no statistically significant difference of result between TCA and Cryotherapy for treating patients with positive VIA result."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Linda Lestari
"Program ?see and treat? adalah program dengan metode IVA dan krioterapi untuk mengatasi lesi prakanker serviks di lokasi dengan keterbatasan sarana. Efektivitas dan keamanan krioterapi pada program ini belum dievaluasi dalam 5 tahun terakhir. Data dari rekam medis diambil dengan metode total sampling. Variabel yang dicatat adalah hasil IVA, tindakan krioterapi, usia pertama kawin, jumlah pernikahan, paritas, merokok, dan penggunaan kontrasepsi. Data dianalisis secara univariat. Dari 86 data yang dianalisis, persentase keberhasilan krioterapi dalam konversi hasil IVA mencapai 90,70%. Angka keluhan pasca krioterapi sebesar 1,3% yaitu perdarahan minimal. Krioterapi efektif dan aman pada program ?see and treat?.
?See and treat? was a program using VIA and cryotherapy to eliminate cervical precancerous lesion in a facility-limited location. Efficacy and safety of cryotherapy in this program had not been evaluated in the last 5 years. Data from medical record were taken with total sampling method. VIA result, cryotherapy procedure, first-marriage age, number of marriage, parity, smoking habit, and the use of contraception were assessed. Data were analyzed univariately. From 86 analyzed data, cryotherapy convert the VIA result in 90,70% patients. 1,3% patient complaint minimal bleeding. Cryotherapy was effective and safe in ?see and treat? program. "
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Poppy Alia
"Keluhan efek samping pada kulit akibat penggunaan kosmetik pemutih
merupakan salah satu masalah kesehatan yang terjadi peningkatan setiap tahunnya
di seluruh dunia. Penelitian ini ingin mengetahui pengaruh jenis dan lama
penggunaan kosmetik pemutih terhadap keluhan efek samping di kulit di wilayah
Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan Surabaya. Penelitian merupakan
analisis data sekunder Survei Badan Pengawas Obat dan Makanan tahun 2009.
Analisis data menggunakan stratifikasi dan analisis multivariat menggunakan Cox
regression. Hasil analisis menunjukkan bahwa prevalensi keluhan efek samping
pada kulit sebesar 24,8%; proporsi responden dengan jenis kosmetik pemutih skin
bleaching sebesar 21,5%; proporsi responden dengan lama penggunaan kosmetik
pemutih lebih dari 3 bulan sebesar 58,9 %; jenis kosmetik pemutih skin bleaching
berisiko 1,690 kali terhadap keluhan efek samping pada kulit tanpa dikontrol oleh
kovariat ; lama penggunaan lebih dari 3 bulan berisiko 1,755 kali terhadap
keluhan efek samping pada kulit tanpa dikontrol oleh kovariat; ; jenis kosmetik
pemutih skin bleaching beresiko 1,544 kali terhadap keluhan efek samping pada
kulit setelah dilakukan pengontrolan terhadap faktor risiko; lama penggunaan
lebih dari 3 bulan beresiko 1,577 kali terhadap keluhan efek samping pada kulit
setelah dilakukan pengontrolan terhadap faktor risiko lainnya.

Side effects complaints on the skin due to the use of cosmetic whitening is
one of the health problems that increase every year throughout the world. This
study investigates correlation between the type and duration of use more than 3
months of whitening cosmetics againts side effect complaints on the skin in
Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi and Surabaya. The study was
conducted with a cross sectional analytic design, using survey data from the
National Agency of Drug and Food Control in 2009. Stratification was used in
data analysis while multivariate analysis uses Cox regression. The result of
analyses showed that prevalence of side effects complain on the skin was 24,8%;
the proportion of people using skin bleaching was 21,5%; the proportion of
people with duration use more than 3 months was 58,9%. The data showed that
people who used the skin bleaching whitening cosmetics was at risk of 1,690
times before controlling the covariate factors while 1,544 times after controlling
the covariate factors to have complaints of the side effect on skin. As for people
with duration of use more than 3 months was at risk of 1,755 times before
controlling the covariate factors while 1,577 times after controlling the covariate
factors to have complaints of side effect on skin
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2103
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuriya
"ABSTRAK
Keluhan utama pasien dengan fraktur adalah nyeri. Nyeri yang dialami pas1en
dapat menjadi salah satu penyebab ketidaknyamanan pada pasien fraktur.
OJ;otherapy merupakan aplikasi zat pada tubuh yang dapat menurunkan suhu
jaringan dan menurunkan nyeri. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh
cryotherapy terhadap nyeri dan kenyamanan pada pasien fraktur tertutup. Desain
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi experiment one group
pretest-posttest design dan teknik sampling yang digunakan yaitu non probability
sampling dengan metode concecutive sampling. Besar sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah 25 responden. Hasil penelitian menunjukkan adanya
perbedaan yang signifikan antara tingkat nyeri sebelum dan sesudah diberikan
cryotherapy dengan p value= 0.0001. Nilai kenyamanan pasienjuga menunjukkan
adanya perbedaan yang signifikan antara kenyamanan sebelum dan sesudah
diberikan cryotherapy dengan p value = 0.043. Penelitian ini merekomendasikan
penerapan cryotherapy untuk membantu pasien fraktur menurunkan nyeri dan
meningkatkan kenyamanannya.

ABSTRACT
Pain is the most common problem on patient with fracture. Pain becomes one
aspect that makes patient with fracture experience discomfmt. Cryotherapy is a
treatment to decrease pain by applying substances to lowering temperature of the
body (skin) surface. The purpose of this study was to examine the influence
cryotherapy to pain and level of comfmt in patient with closed fracture. This is
quasi experiment one group pretest-posttest study using non probability sampling
(consecutive sampling) recruiting 24 respondents. The result shows that there was
a significant difference in pain level before and after cryotherapy (p val ue=O. 00 1).
There was also significant difference on level of comfm1 before and after
cryotherapy (p value=0.043). It is recommended that cryotherapy should be
applied to decrease pain and level of discomfort in patient with fracture."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
T41982
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
MEILINA FARIKHA
"Latar Belakang : Riwayat alamiah Lesi Prakanker Serviks menjadi kanker invasif berlangsung bertahun-tahun, sehingga memiliki banyak kesempatan untuk deteksi dini. Inspeksi Visual with Acetat Acid (IVA) cukup cost efektif dan mampu laksana di Indonesia. Kejadian lesi prakanker diyakini disebabkan HPV dan dipengaruhi faktor risiko.
Tujuan : Mengetahui hubungan karakteristik demografi serta riwayat kesehatan reproduksi dengan kejadian lesi prakanker serviks pada deteksi dini dengan menggunakan metoda IVA.
Metode : Cross sectional data Female Cancer Program FKUI-RSCM yang berasal dari deteksi dini di beberapa puskesmas dan kantor di Jakarta. Logistik regresion digunakan untuk mendapatkan faktor yang memprediksi lesi prakanker serviks.
Hasil : Perempuan berumur  ≤ 30 tahun (POR 5,2; 95% CI: 1,4-19,5), umur 31-40 tahun (POR 3,5; 95% CI: 1,0-12,0), dan umur 41-50 tahun (POR 2,1; 95% CI: 0,6-7,7) meningkatkan lesi prakanker serviks dibandingkan umur > 50 tahun. Menikah lebih dari 1 kali berisiko lesi prakanker serviks (POR 5,5; 95% CI: 2,9-10,0) dibandingkan menikah 1 kali. KB pil (POR 2,3; 95% CI: 1,0-5,1), KB susuk (POR 1,8; 95% CI: 0,4-8,7) dan KB suntik (POR 1,5; 95% CI: 0,7-2,8) meningkatkan lesi prakanker servik dibandingkan tidak KB dan KB non hormonal.
Kesimpulan : Umur, jumlah perkawinan, KB merupakan prediktor independen lesi prakanker serviks. KB lebih berisiko dibandingkan KB suntik dan susuk. Dianjurkan deteksi dini pada perempuan yang telah melakukan kontak seksual dan membatasi jumlah pasangan seksual.

Background ;Natural history Cervical Precancer lesions to be invasive cancer along many years, so it has many opportunities to be early detected.Visual Inspection Acetat Acid (VIA) is cost effectiveness and capable in Indonesia.The incidence of precancerous lesions is caused of HPV and influenced of risk factors.
Objective :  association between demographic characteristics and reproductive health history with the incidence of cervical precancer lesions in women screened by VIA.
Methods : Cross sectional with the data’s from Female Cancer Program FKUI-RSCM. Analysis which comes from early detection at primary health care and offices in Jakarta. Logistic regresion is used to obtain factors that predict cervical precancer lesions.
Results :  Women aged ≤ 30 (POR 5.2, CI: 1.4-19.5), aged 31-40 (POR 3.5, CI: 1.0-12.0), and  aged 41-50 (POR 2.1, CI: 0.6-7.5) for cervical precancer lesions in comparison with women in the older age group (>50 years). Married subjects  were more than 1 times the risk of cervical precancerous lesions (POR 5,5, 95% CI: 2.9-10.0) compared with one times merriage. Pill contraceptive (POR 2.3; CI: 1.0-5.1), implant contraceptive (POR 1.8; 95% CI: 0.4-8.7), injecting contraception (POR 1.5; CI: 0.7-2.8) are increased precancerous cervical lesions compared non contraception and  non hormonal contraception.
Conclusion : age, number of marriages, contraception are independent predictors of cervical precancer lesions. The prevention and control of cervical cancer in this study should early detection is done on every woman who has sexual contact and limiting  number of sexual partners.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indargairi
"ABSTRAK
Kanker payudara merupakan jenis kanker dengan frekuensi tertinggi di dunia yang terjadi pada wanita. Kemoterapi merupakan pendekatan utama untuk pengobatan standar dan telah meningkatkan tingkat kelangsungan hidup pasien kanker payudara namun dapat menyebabkan efek samping negatif yang akan mempengaruhi penolakan pasien dalam melanjutkan pengobatan dan kualitas hidup pasien secara keseluruhan. Efikasi diri diperlukan untuk mengatasi efek samping kemoterapi. Efikasi diri ini dapat diperoleh dari dukungan keluarga dan dukungan kelompok sebaya. Namun, belum ditemukan secara spesifik penelitian mengenai perpaduan dukungan keluarga dan dukungan kelompok sebaya dengan efikasi diri pasien kanker payudara terhadap efek samping kemoterapi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan dukungan keluarga dan dukungan kelompok sebaya dengan efikasi diri pasien kanker payudara terhadap efek samping kemoterapi di RS di Kota Makassar. Desain Penelitian yang digunakan adalah cross sectional study dengan tehnik purposive sampling. Instrument yang digunakana adalah kuesioner dukungan keluarga, CARE, dan SMSES-BC. Jumlah Sampel 112 pasien kanker payudara yang mendapatkan kemoterapi. Analisis data menggunakan proporsi, chi square, regresi logistik ganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efikasi diri pasien kanker payudara terhadap efek samping kemoterapi 81.3 adalah tinggi. Kesimpulan dari penelitian ini adalah perpaduan dukungan keluarga supportif dan dukungan kelompok sebaya tinggi memiliki hubungan yang signifikan dengan efikasi diri tinggi pasien kanker payudara terhadap efek samping kemoterapi. Saran untuk penelitian selanjutnya yaitu perlunya dilakukan kerja sama antara perawat komunitas untuk memfasilitasi pasien bergabung dalam program dukungan kelompok sebaya guna mempertahankan dan meningkatkan efikasi diri mereka.

ABSTRACT
Breast cancer is a type of cancer with the highest frequency in the world that occurs inwomen. Chemotherapy is a major approach to standard treatment and has improved thesurvival rate of breast cancer patients but can cause negative side effects that will affectthe patient 39 s refusal to continue treatment and overall quality life of patient. Selfefficacy is needed to overcome the side effects of chemotherapy. This self efficacy canbe gained from family support and peer group support. However, no specific researchhas been found on the combination of family support and peer group support with theself efficacy of breast cancer patients against the side effects of chemotherapy. Thisstudy aims to analyze the relationship of family support and peer group support withself efficacy of breast cancer patients against the side effects of chemotherapy athospitals in Makassar City. The design research was cross sectional study withpurposive sampling technique. Instruments used are family support questionnaires,CARE, and SMSES BC. Total Sample 112 breast cancer patients who receivedchemotherapy. Data analysis using proportion, chi square, multiple logistic regression.The results showed that self efficacy of breast cancer patients against side effects ofchemotherapy 81.3 was high. The conclusion of this study was a combination ofsupportive family support and high peer group support has a significant relationshipwith high self efficacy of breast cancer patients against the side effects ofchemotherapy. A suggestion for further research is the need for collaboration betweencommunity nurses to facilitate patients joining peer support programs to maintain andimprove their self efficacy."
2018
T50942
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nyoman Bagus Donny Aryatma Mahadewa
"Latar Belakang: Kanker serviks masih merupakan penyakit keganasan tersering kedua yang mengenai perempuan di Indonesia dimana setiap tahunnya didapatkan hampir 15.000 kasus baru dan setengahnya meninggal.1-4 Oleh karena itu, skrining kanker serviks penting sebagai usaha pencegahan primer. Metode inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) merupakan metode alternaltif yang sesuai dengan kondisi Indonesia. Female Cancer Program (FCP)-Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) berkolaborasi dengan Universitas Leiden memiliki program see and treat yaitu skrining lesi prakanker serviks dengan metode IVA dan secara langsung dapat memberikan krioterapi pada kunjungan pertama. Sejak 2007 hingga 2011,FCP Jakarta melakukan skrining lesi prakanker serviks dengan metode IVA melibatkan 25.406 perempuan yang tersebar di beberapa wilayah Jakarta. Dengan menggunakan data tersebut, kita dapat mengetahui prevalensi dan faktor-faktor risiko yang mempengaruhi timbulnya IVA positif di Jakarta yang berguna bagi peningkatan performa kegiatan skrining pencegahan kanker serviks.
Tujuan: Untuk mengetahui prevalensi IVA positif di Jakarta dari 2007 - 2011 dan faktor-faktor risiko yang mempengaruhi timbulnya lesi prakanker yang ditandai dengan IVA positif.
Metode Penelitian: Penelitian potong lintang menggunakan data program see and treat dari Desember 2007-Desember 2011, dilaksanakan oleh FCP di 6 wilayah di Jakarta menggunakan metode IVA yang dilakukan oleh dokter umum serta bidan yang ada di puskesmas dibawah pengawasan teknik oleh dokter spesialis Obsteri dan Ginekologi.
Hasil Penelitian: Sejak Desember 2007 hingga Desember 2011 terdapat sebanyak 25.406 perempuan yang mengikuti program see and treat. Dari 25.406 perempuan terdapat 1192 kasus (4,7%) perempuan dengan hasil IVA positif dimana 1162 kasus (97%) diantaranya memiliki luas lesi acetowhite<75% dan sisanya memiliki luas lesi acetowhite>75%. Sebanyak 4745 kasus (18%) perempuan mengalami servisitis dan 19 kasus (0,07%) perempuan sudah menderita kanker serviks. Faktor-faktor risiko yang menunjukkan hubungan kemaknaan (p<0,05) terhadap timbulnya IVA positif yaitu jumlah pernikahan, paritas, kebiasaan merokok dan penggunaan kontrasepsi hormonal dengan odd ratio 1,51;1,85;1.95 and 0,68 secara berurutan.
Diskusi dan Kesimpulan: Prevalensi IVA positif masih cukup tinggi pada populasi Jakarta dan faktor risiko jumlah pernikahan, paritas, kebiasaan merokok dan penggunaan kontrasepsi hormonal dapat mempengaruhi hasil IVA.

Background: Cervical cancer is still the 2nd most frequent cancer in women especially in developing countries that almost 15,000 women were diagnosed with cervical cancer every year in Indonesia and half of them died from the disease.1-4 Therefore screening program is still important to prevent it.Inspection with acetic acid (VIA) is introduced as an alternative method that more suitable with indonesia?s condition. The female cancer program (FCP)-Faculty of Medicine University of Indonesia (FMUI) organization collaborates with University of Leiden has a program called see and treat program that screen precancerous lesions using VIA method and simultaneously offer the immediate therapy on the first visit setting using cryotherapy. Since 2007 until 2011, the FCP from Jakarta Regional has done cervical cancer screening involving 25.406 correspondents patients spreading across several primary health centers and other agencies in several areas of Jakarta. By using these data, we can find out the prevalence and risk factor of VIA positive in Jakarta as a useful data to improve the performance of cervical cancer screening program.
Objective: The purpose of the study was to report the prevalence and risk factor of VIA Test-Positive in Jakarta from 2007- 2011.
Material and Method: An Observational study using the data from see and treat program that has been conducted at several areas in Jakarta from December 2007 until December 2011. VIA was used as the screening method, and performed by doctors and midwives in community health centers with technical supervision by gynecologists and management supervision by District and Provincial Health Officers.
Results: Starting December 2007 to December 2011, there were 25.406 women screened with VIA (Visual inspection with acetic acid). From 25.406 correspondents that had been screened, there were 1192 cases (4,5%) of VIA test positive. The risk factors that significantly (p<0,05) can influence the result of VIA in this study were number of marriage, parity, smoking habits and the use of hormonal contraception with OR 1,51;1,85;1.95 and 0,68 respectively.
Disscussion and Conclusions: Prevalence of VIA test-positive is still high in Jakarta population and number of marriage, parity, smoking and the use of hormonal contraception can influence the result of VIA.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>