Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 177433 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Intan Permata Sari Palayukan
"Pengangkutan barang dalam kegiatan logistik pada umumnya menggunakan lebih dari satu moda angkutan, oleh karena itu angkutan multimoda merupakan bagian penting dari sistem logistik. Pengangkutan barang dengan menggunakan paling sedikit dua moda angkutan yang berbeda atas dasar satu kontrak sebagai dokumen
angkutan multimoda. Pihak (pengangkut) yang bertanggung jawab pada angkutan multimoda atas kerugian yang muncul akibat adanya kerusakan, kehilangan dan keterlambatan dalam pengiriman barang, diberlakukan tanggung jawab tunggal atau tanggung jawab yang berlaku bagi setiap moda angkutan. Dengan meninjau pula pengangkut dalam penyelenggaraan dan pengusahaan pengangkutan multimoda. Penelitian yang dilakukan merupakan bentuk penelitian jenis yuridisnormatif, bertujuan untuk menelaah norma hukum tertulis dari suatu peraturan perundangan-undangan yang terkait dengan angkutan multimoda. Bahwa semua moda pengangkutan yaitu angkutan darat, laut dan udara telah mengatur mengenai keikutsertaannya dalam angkutan multimoda. Badan usaha angkutan multimoda bertanggung jawab terhadap barang yang diangkutnya setelah badan usaha angkutan multimoda menerima barang muatan dalam rangka menjalankan perintah pengguna jasa angkutan multimoda sesuai dengan ketentuan perjanjian dalam dokumen angkutan multimoda.
Transportation of goods in logistics activities generally uses more than one mode of transportation, therefore multimodal transportation is an important part of the logistics system. Carriage of goods using at least two different modes of transport on the basis of one contract as a document multimodal transport. The party (carrier) who is responsible for multimodal transportation for losses that arise due to damage, loss and delay in the delivery of goods, is subject to sole responsibility or liability that applies to each mode of transportation. By also reviewing the carrier in the operation and operation of multimodal transportation. This research is a form of juridical-normative research, which aims to examine the written legal norms of a statutory regulation related to multimodal transportation. That all modes of transportation, namely land, sea and air transportation, have regulated their participation in multimodal transportation. The multimodal transport business entity is responsible for the goods it transports after the multimodal transport business entity receives the cargo in order to carry out the orders of the multimodal transport service user in accordance with the provisions of the agreement in the multimodal transport document."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Permata Sari Palayukan
"Pengangkutan barang dalam kegiatan logistik pada umumnya menggunakan lebih dari satu moda angkutan, oleh karena itu angkutan multimoda merupakan bagian
penting dari sistem logistik. Pengangkutan barang dengan menggunakan paling sedikit dua moda angkutan yang berbeda atas dasar satu kontrak sebagai dokumen angkutan multimoda. Pihak (pengangkut) yang bertanggung jawab pada angkutan multimoda atas kerugian yang muncul akibat adanya kerusakan, kehilangan dan keterlambatan dalam pengiriman barang, diberlakukan tanggung jawab tunggal atau tanggung jawab yang berlaku bagi setiap moda angkutan. Dengan meninjau pula pengangkut dalam penyelenggaraan dan pengusahaan pengangkutan
multimoda. Penelitian yang dilakukan merupakan bentuk penelitian jenis yuridisnormatif,
bertujuan untuk menelaah norma hukum tertulis dari suatu peraturan perundangan-undangan yang terkait dengan angkutan multimoda. Bahwa semua moda pengangkutan yaitu angkutan darat, laut dan udara telah mengatur mengenai keikutsertaannya dalam angkutan multimoda. Badan usaha angkutan multimoda
bertanggung jawab terhadap barang yang diangkutnya setelah badan usaha angkutan multimoda menerima barang muatan dalam rangka menjalankan perintah
pengguna jasa angkutan multimoda sesuai dengan ketentuan perjanjian dalam dokumen angkutan multimoda.

The transportation of goods in logistics activities generally uses more than one
mode of transportation, therefore multimodal transportation is an important part of the logistics system. Transporting goods using at least two different modes of transportation on the basis of one contract as a multimodal transport document.
Carrier is liable for multimodal transportation for losses arising from damage, loss and delay in the delivery of goods, is it a sole responsibility or liability that applies to each mode of transportation. By also reviewing the carrier in the operation of multimodal transportation. The research conducted is a form of juridical-normative
research, aimed at examining the written legal norms of a statutory regulation related to multimodal transportation. Whereas all modes of transportation, namely land, sea and air transportation, have regulated the participation in multimodal transportation. The Multimodal Transport Operator is responsible for the goods it transports after it has received the cargo in order to carry out the order of the users of multimodal transport services in accordance with the provisions of the
agreement in the multimodal transport document.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Clementine Belinda
"Pengangkutan barang melalui laut telah menjadi pondasi utama dalam perdagangan internasional. Menjadikan transportasi sebagai komponen penting dalam pertumbuhan ekonomi. Dalam pelaksanaannya kerugian pada kargo merupakan kejadian yang sering dijumpai, dalam waktu yang sama juga mengakibatkan kerusakan dan biaya yang tidak diingankan untuk para pihak dalam industri transportasi. Sebagaimana yang terjadi pada kapal M/V APL England yang mengalami kecelakaan dimana terdapat 40 kargo yang jatuh ke laut di Pantai Timur New South Wales, Australia. Pengaturan tanggung jawab pengangkut telah diatur lewat 3 rezim peraturan international yaitu Den Haag-Visby Rules, Hamburg Rules,dan Rotterdam Rules, sedangkan pada pengaturan maritim nasional telah tertuang dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran. Melalui 4 peraturan tersebut akan dilakukan analisis terhadap pertanggungjawaban pengangkut terhadap kerusakan dan kehilangan barang pada kasus M/V APL England dan keberlakuan Undang-Undang No.17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran terhadap kasus M/V APL England. Hasil penelitian menunjukan bahwa berdasarkan 4 peraturan yang ada diatas tanggung jawab atas kerusakan dan keterlambatan barang berada pada pengangkut. Selain itu Undang-Undang No.17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran belum mencakup beberapa ketentuan pada Den Haag-Visby Rules, Hamburg Rules,dan Rotterdam Rules sehingga masih perlunya unifikasi tehadap peraturan pengangkutan laut di Indonesia.

The transportation of goods by sea has become a major foundation in international trade. Making transportation an important component of economic growth. In practice, loss of cargo is a common occurrence, at the same time causing damage and unfortunate costs for parties in the transportation industry. As happened to the M/V APL England which had an accident where 40 cargoes fell into the sea on the East Coast of  New South Wales, Australia. The regulation of carrier responsibility has been regulated through 3 international regulatory regimes namely The Hague-Visby Rules, Hamburg Rules, and Rotterdam Rules, while the national maritime regulation has been contained in Undang-Undang No.17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran. Through these 4 regulations, an analysis will be made of the carrier's liability for damage and loss of goods in the M/V APL England case and the applicability of Undang-Undang No.17 Tahun 2008 to the M/V APL England case. The results showed that based on the 4 regulations above, the responsibility for damage and delay of goods lies with the carrier. In addition, Undang-Undang No.17 Tahun 2008  has not included several provisions in the Hague-Visby Rules, Hamburg Rules, and Rotterdam Rules so that there is still a need for unification of sea transportation regulations in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Suci Lestari
"Salah satu metode perumusan strategi yang paling efektif ialah SWOT dan untuk memilih strategi alternatif adalah QSPM. Skripsi ini menggunakan SWOT dan QSPM untuk menentukan strategi bertemakan supply chain management. Penelitian mengambil tempat beberapa perusahaan kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) yang berlokasi di Jakarta, Indonesia. Permasalahan yang terjadi akibat sistem informasi yang belum terintegrasi dengan baik dan sistem pengukuran kinerja yang belum baik. Jadi, digunakanlah SWOT dan QSPM untuk merumuskan dan memilih strategi dalam peningkatan kinerja pada supply chain management.
Dalam skripsi ini akan dibahas kinerja supply chain management yang berada di industri minyak dan gas di bawah depatemen supply chain management. Dengan mengikuti beberapa tahapan dalam penerapan SWOT dan QSPM yaitu menganalisis hasil kuesioner-kusioner yang didapat. Singkat kata, strategi peningkatan kinerja supply chain management pada KKKS yaitu Sinergi diantara KKKS untuk mencapai kinerja SCM yang maksimal. Artinya, strategi ini digunakan untuk peningkatan kinerja supply chain management pada KKKS. Semua hasil dari penerapan SWOT dan QSPM akan tertuang dalam skripsi ini.

One of the most effective strategy formulation is SWOT and to choose alternative strategies are QSPM. This paper uses SWOT and QSPM to determine theme of supply chain management strategies. The study took place several contracting companies cooperation contract located in Jakarta, Indonesia. Problems arising from information systems that have not been well integrated and the performance measurement system that has not been good. So, SWOT and QSPM is used to formulate and choose the strategy in improving the performance of the supply chain management.
In this paper will discuss the performance of supply chain management in the oil and gas industry under the supply chain management depatemen. By following a few steps in the application of the SWOT and analyzing the results of questionnaires QSPM-kusioner obtained. It means, the strategy for improving the performance of supply chain management at the synergy between contracting companies cooperation contract to achieve maximum performance of the SCM. That is, this strategy is used to improve the performance of supply chain management at the contracting companies cooperation contract. All satisfactory results of the application of SWOT and QSPM be stated in this paper.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S44659
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Muchlis
"Industri minyak dan gas semakin lama berkembang dengan sangat baik dan untuk dapat mengoptimalkan kinerja perusahaan, para kontraktor minyak dan gas harus mampu lebih efisien dan efektif dalam Supply Chain Management (SCM). Salah satu metode pengukuran kinerja SCM yang berkembang sangat pesat dan paling mewakili pengukuran dari segi financial maupun non-financial adalah Balanced Scorecard yang diperkenalkan oleh Kaplan dan Norton tahun 1992. Dalam penelitian ini digunakan metode Balanced Scorecard untuk merumuskan serangkaian indikator pengukuran kinerja bagian SCM pada KKKS (Kontraktor Kontrak Kerjasama).
Setelah melakukan perumusan indikator pengukuran kinerja dengan menggunakan metode Balanced Scorecard, dilakukan pemetaan hubungan (cause-effect relationship) terhadap perspektif dan indikator yang berada pada perspektif yang sama dengan menggunakan analisis DEMATEL (Decision Making Trial and Evaluation Laboratory). Pemetaan dilakukan untuk melihat hubungan pengaruh antar perspektif maupun indikator, sehingga dapat digambarkan peta strategi yang dapat diaplikasikan oleh KKKS untuk meningkatkan kinerja bagian SCM.

Oil and gas industry growing very well and to be able to optimize performance of company, oil and gas contractor should be able to be more efficient and effective in the Supply Chain Management (SCM). One of the methods of performance measurement that is growing very rapidly and most representative measurements in terms of financial and non-financial is Balanced Scorecard that introduced by Kaplan and Norton in 1992. This study used Balanced Scorecard method to formulate a set of indicators for measuring performance of SCM on PSC (Production Sharing Contract).
After making formulation of indicators measuring performance using Balanced Scorecard method, researchers mapped the relationships (cause-effect relationship) to perspectives and indicators that are located on the same perspective by using DEMATEL (Decision Making Trial and Evaluation Laboratory). Mapping conducted to see cause and effect relationship between perspectives and indicators, so it can be drawn strategic map that can be applied by PSC in order to improve performance of SCM.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S44148
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febdi Harmanto
"Semen merupakan salah satu komoditas strategis kebutuhan pokok yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan properti seperti konsumsi untuk pembangunan perumahan. Pada proses distribusinya, biasanya perusahaan mengalami kendala dalam pendistribusiannya baik dalam jumlah unit transportasi yang digunakan maupun kapasitas penyimpanan dan market share di wilayah tersebut. Kondisi saat ini di Indonesia terjadi kelebihan suplai semen beberapa tahun kedepan, akan berdampak kepada kelebihan stok semen di fasilitas luar pabrik gudang dan terminal sehingga berakibat utilisasi angkutan semen menjadi menurun waktu tunggu dan biaya transportasi meningkat . Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh model jalur distribusi barang dengan pendekatan scenario analysis menggunakan metode simulasi. Hasil dafri penelitian ini berupa pengembangan model simulasi jalur distribusi semen antar pulau jawa-sumatera-kalimantan yang memberikan total biaya transportasi dan waktu tunggu yang terendah.

Cement is on of the strategic commodities of basic needs that used for infrastructure and property development such as consumption for housing development. In the distribution process, companies usually experience constrains in the number of transports units used, storage capacity, and market share in the region. The current condition in Indonesia is that excessive supply of cement in the next few years will have an impact on excess cement stocks in off plant facilities warehouse and terminals which will lead to a decrease in the utilization of cement transport an increase in waiting time and transportation costs. This research aims to obtain a model of goods distribution channels with scenario analysis approach using simulation method. The result of this research is a developed simulation model of cement distribution channels of java sumatera kalimantan island which gives the lowest total transportation cost and idle times."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T51162
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Farrel Salinov
"IMT-GT merupakan contoh dari subregionalisme yang dibentuk pada tahun 1993 untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi di Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Seluruh implementasi blueprint IMT-GT 2007-2021 memfokuskan kepada infrastruktur dan agrikultur. Tahun 2014, pada Pertemuan Menteri IMT-GT ke-20 melahirkan kesepakatan pengembangan 73 proyek dan 11 proyek yang disepakati. Dari 11 proyek, Indonesia mendapat 6 proyek dan Provinsi Riau mendapat 2 proyek, salah satunya adalah proyek Roll on Roll off (RoRo) Dumai-Melaka. Namun, hingga tahun 2022 proyek ini masih belum beroperasi walaupun infrastruktur sudah ada dan masih menunggu status Memorandum of Understanding (MoU) dari pihak Malaysia. Studi ini menganalisis hambatan dalam realisasi proyek tersebut. Penulis menggunakan konsep segitiga pertumbuhan dari Tongzon dan kebijakan proteksionisme dari Abboushi untuk menjelaskan faktor penyebab terhambatnya proyek tersebut. Berdasarkan analisis kualitatif dengan menggunakan data-data skunder dan wawancara, penulis menemukan bahwa infrastruktur yang belum memadai, harmonisasi regulasi yang sulit baik antar negara maupun dalam negara (pusat dan daerah/ antara aktor domestik, termasuk sektor swasta), ketidakjelasan distribusi keuntungan dan proteksionisme menjadi faktor penghambat realisasi proyek tersebut. Dari hasil temuan tersebut penulis berkesimpulan bahwa koordinasi antar aktor baik dilevel nasional maupun dengan negara mitra menjadi kunci keberhasilan dalam kerja sama sub regional (segitiga pertumbuhan).  

IMT-GT merupakan contoh dari subregionalisme yang dibentuk pada tahun 1993 untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi di Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Seluruh implementasi blueprint IMT-GT 2007-2021 memfokuskan kepada infrastruktur dan agrikultur. Tahun 2014, pada Pertemuan Menteri IMT-GT ke-20 melahirkan kesepakatan pengembangan 73 proyek dan 11 proyek yang disepakati. Dari 11 proyek, Indonesia mendapat 6 proyek dan Provinsi Riau mendapat 2 proyek, salah satunya adalah proyek Roll on Roll off (RoRo) Dumai-Melaka. Namun, hingga tahun 2022 proyek ini masih belum beroperasi walaupun infrastruktur sudah ada dan masih menunggu status Memorandum of Understanding (MoU) dari pihak Malaysia. Studi ini menganalisis hambatan dalam realisasi proyek tersebut. Penulis menggunakan konsep segitiga pertumbuhan dari Tongzon dan kebijakan proteksionisme dari Abboushi untuk menjelaskan faktor penyebab terhambatnya proyek tersebut. Berdasarkan analisis kualitatif dengan menggunakan data-data skunder dan wawancara, penulis menemukan bahwa infrastruktur yang belum memadai, harmonisasi regulasi yang sulit baik antar negara maupun dalam negara (pusat dan daerah/ antara aktor domestik, termasuk sektor swasta), ketidakjelasan distribusi keuntungan dan proteksionisme menjadi faktor penghambat realisasi proyek tersebut. Dari hasil temuan tersebut penulis berkesimpulan bahwa koordinasi antar aktor baik dilevel nasional maupun dengan negara mitra menjadi kunci keberhasilan dalam kerja sama sub regional (segitiga pertumbuhan).   IMT-GT merupakan contoh dari subregionalisme yang dibentuk pada tahun 1993 untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi di Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Seluruh implementasi blueprint IMT-GT 2007-2021 memfokuskan kepada infrastruktur dan agrikultur. Tahun 2014, pada Pertemuan Menteri IMT-GT ke-20 melahirkan kesepakatan pengembangan 73 proyek dan 11 proyek yang disepakati. Dari 11 proyek, Indonesia mendapat 6 proyek dan Provinsi Riau mendapat 2 proyek, salah satunya adalah proyek Roll on Roll off (RoRo) Dumai-Melaka. Namun, hingga tahun 2022 proyek ini masih belum beroperasi walaupun infrastruktur sudah ada dan masih menunggu status Memorandum of Understanding (MoU) dari pihak Malaysia. Studi ini menganalisis hambatan dalam realisasi proyek tersebut. Penulis menggunakan konsep segitiga pertumbuhan dari Tongzon dan kebijakan proteksionisme dari Abboushi untuk menjelaskan faktor penyebab terhambatnya proyek tersebut. Berdasarkan analisis kualitatif dengan menggunakan data-data skunder dan wawancara, penulis menemukan bahwa infrastruktur yang belum memadai, harmonisasi regulasi yang sulit baik antar negara maupun dalam negara (pusat dan daerah/ antara aktor domestik, termasuk sektor swasta), ketidakjelasan distribusi keuntungan dan proteksionisme menjadi faktor penghambat realisasi proyek tersebut. Dari hasil temuan tersebut penulis berkesimpulan bahwa koordinasi antar aktor baik dilevel nasional maupun dengan negara mitra menjadi kunci keberhasilan dalam kerja sama sub regional (segitiga pertumbuhan).  

Development in Indonesia, Malaysia, and Thailand. The entire IMT-GT implementation plan for 2007-2021 focuses on infrastructure and agriculture. In 2014, the 20th IMT-GT Ministerial Meeting spawned an agreement to develop 73 initiatives, and 11 projects were agreed upon. Indonesia received six projects, of which two were allocated to Riau Province, one of which was the Dumai-Melaka Roll on Roll off (RoRo) project. However, until 2022, this project is still not operating, despite the fact that the infrastructure currently exists. Moreover, the Malaysian side has yet to sign a Memorandum of Understanding (MoU). This paper analyzes the barriers to the project's realisation. The author employs Tongzon's growth triangle theory and Abboushi's protectionism policy to explain the circumstances that led to the project's stagnation.  Using secondary data and interviews to conduct a qualitative analysis, the authors finds that inadequate infrastructure, problems of regulatory harmonisation both between and within countries (central and regional/between domestic actors, including the private sector), unclear profit distribution, and protectionism became barriers to the project's realisation. The authors concludes that coordination between domestic and regional actors is the key to the success of sub-regional cooperation (growth triangle)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Christantina Ethan Agustya
"Pengiriman barang merupakan salah satu kegiatan umum masyarakat yang semakin sering dilakukan akibat peningkatan pengguna sarana belanja dalam jaringan (daring). Peningkatan kegiatan belanja daring mengakibatkan permintaan terhadap jasa pengiriman barang juga mengalami peningkatan. Hal ini juga berdampak pada meningkatnya masalah pengiriman barang terkait masalah lingkungan seperti meningkatnya polusi udara dan juga efisiensi pengiriman barang. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu solusi untuk mengatasi masalah lingkungan serta menambah efisiensi pengiriman barang di tahap terakhirnya. Penelitian ini berfokus pada tahap last-mile delivery, yaitu tahap barang dikirimkan dari depot terakhir ke lokasi pelanggan dengan memanfaatkan penggunaan truk pengiriman dan digabung dengan drone. Kombinasi truk dan drone dipandang sebagai solusi yang inovatif. Drone yang menggantikan pengiriman dengan kendaraan bermotor tidak menghasilkan polusi yang biasanya dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar minyak bumi. Kemacetan juga dapat dihindari oleh drone sehingga waktu pengiriman bisa dipersingkat. Drone dapat dengan mudah melakukan pengiriman ke tempat-tempat yang tidak bisa dijangkau oleh kendaraan pengirim barang seperti truk. Dibalik semua kelebihannya, drone memiliki beberapa kendala yaitu harganya yang mahal sehingga menimbulkan keterbatasan kesediaan drone dan juga keterbatasan jangkauan terbangnya. Metode clustering diperkenalkan untuk mengatasi batasan tersebut. Pada penelitian ini digunakan metode Hierarchical Agglomerative Clustering (HAC) dengan mempertimbangkan jumlah drone yang tersedia dan jangkauan terbang maksimum dari drone. Hasil pengelompokkan kemudian digunakan untuk mencari rute optimal dengan metode Tabu Search (TS). Kedua metode ini diimplementasikan pada data simulasi sebanyak 90 pelanggan. Biaya pengiriman yang terdiri dari biaya operasional drone, biaya operasional truk, biaya penggunaan drone serta biaya penggunaan truk akan diminimalkan. Hasil berupa biaya pengiriman, jarak tempuh serta waktu tempuh yang diperoleh dibandingkan dengan hasil dari clustering data berdasarkan jarak tanpa memaksimalkan penggunaan drone serta memperhatikan batasannya. Implementasi HAC dan TS memberikan hasil pengurangan waktu sekitar 45%, pengurangan jarak sekitar 70% dan pengurangan biaya pengiriman sekitar 9%.

Goods delivery is a common activity in the society, and it’s becoming more frequent with the existence of online shopping. The surge in online shopping has led to a heightened demand for delivery services. This increase in demand impacts environmental concerns such as escalating air pollution and the efficiency of parcel delivery. Consequently, there’s a need for a solution to address environmental issues and enhance the efficiency of last-mile delivery. This research focuses on the last-mile delivery stage, specifically the movement of goods from the final depot to the customer’s location, utilizing a combination of delivery trucks and drones. The integration of trucks and drones is seen as an innovative solution. Drones, replacing motor vehicles in delivery, reduce pollution typically generated by fossil fuel-powered vehicles. Additionally, drones can evade traffic congestion, shortening delivery times, and easily access locations inaccessible to trucks. However, despite their advantages, drones have constraints, including high costs leading to limited availability and flight range limitations. Clustering methods are introduced to address these constraints. This study employs the Hierarchical Agglomerative Clustering (HAC) method, considering the available number of drones and their maximum flight range. The resulting clusters are then utilized to determine the optimal routes using the Tabu Search (TS) method. Both of this method is implemented on a simulation data of 90 customers. Delivery cost that includes drone operational cost, truck operational cost, drone cost, and truck cost is minimized. The result (delivery cost, distance traveled, and duration) are compared to clustering based on distance only without maximized drones available or consider its constraints. The implementation of HAC and TS provides a reduction in time of around 45%, a distance reduction of about 70%, and a shipping cost reduction of about 9%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Paulus Agung Hernowo
"Skripsi ini membahas tanggung jawab nakhoda dalam pengangkutan barang; clean B/L yang tidak sesuai dengan resi mualim karena adanya letter of indemnity yang diterbitkan oleh pengirim barang (shipper) untuk pengangkut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif yang bersifat deskriptif dengan data primer dan data sekunder yang diolah secara kualitatif.
Hasil penelitian menyarankan bahwa guna menghindari pengingkaran dari shipper, maka Letter of Indemnity yang dibuat oleh shipper seharusnya dijamin oleh pihak Bank; Pemerintah Indonesia seharusnya segera meratifikasi Hague Rules 1978, mengingat perangkat hukum tersebut sangat diperlukan dalam angkutan laut.

This mini thesis is to study the master's liability in carrying cargo under clean B/L which is not comply with the mate?s receipt due to presence of the letter of indemnity issued by the shipper. The research use a normative method with descriptive characteristic with primer and seconder data.
The result suggest that to avoid disavow of the shipper, the letter of indemnity should be guarantee by the bank. Indonesian government should ratify Hague Rules 1978 since said law instrument is required in sea transportation.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S25062
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>