Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 197732 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nadira Afida Kalisya
"ABSTRAK
Latar Belakang. Bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri komensal yang hidup pada manusia. Penggunaan antibiotika diikuti dengan resistensi terhadap antibiotika mengakibatkan munculnya infeksi lain, salah satunya ialah infeksi Staphylococcus aureus resisten Metisilin (MRSA). Bakteri MRSA merupakan bakteri yang resisten terhadap antibiotika metisilin, namun seiring berkembangnya waktu juga terjadi resistensi terhadap antibiotika lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kepekaan bakteri pada infeksi MSSA dan MRSA terhadap antibiotika golongan fluorokuionolon dan vankomisin. Metode. Penelitian retrospektif potong lintang (cross-sectional) ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada Januari 2018 sampai Juni 2019 dengan menggunakan data sekunder dari WHONET 5.6. Hasil. Pada tahun 2018, terdapat 45 spesimen klinik yang terinfeksi Staphylococcus aureus, dengan 43 spesimen merupakan infeksi MSSA dan 2 spesimen positif MRSA. Sementara itu, pada tahun 2019 (Januari sampai Juni 2019), terdapat 17 spesimen klinik yang terinfeksi Staphylococcus aureus, dengan 15 spesimen merupakan infeksi MSSA dan 2 spesimen positif MRSA. Berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis, ditemukan tidak terdapat perbedaan signifikan sensitivitas MSSA terhadap antibiotika golongan fluorokuinolon dan vankomisin (p=0,34) dan tidak terdapat perbedaan sensitivitas MRSA terhadap antibiotika tersebut (p=0,39). Kesimpulan. Tidak terdapat perbedaan signifikan pada MRSA dan MSSA terhadap semua golongan antibiotika yang diujikan periode Januari 2018 hingga Juni 2019.

ABSTRACT
Background. Staphylococcus aureus are commensal bacteria that live in human body. Mass use of antibiotic followed by antibiotic resistance results in infections, such as Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Like the name implies, MRSA develops resistance towards Methicillin. As time goes by, it also develops resistance towards other family of antibiotics. This research aims to compare the sensitivity of MRSA and MSSA to the family of fluoroquinolones and vancomycin. Method. This retrospective cross-sectional research was conducted in Clinical Microbiology Laboratory, Faculty of Medicine, Universitas Indonesia using secondary data from WHONET 5.6 on January 2018 until June 2019. Results. In 2018, there were 45 specimens of Staphylococcus aureus infection collected. 43 specimens were infected by MSSA and 2 specimens were MRSA positive. Meanwhile, in 2019 (January 2019 to June 2019) there were 17 specimens of Staphylococcus aureus infection collected, with 2 specimens were MRSA positive and 15 specimens were infected by MSSA. Based on Kruskal Wallis test, it was found that the sensitivity of MSSA towards fluoroquinolones and vancomycin was not significant (p=0,34) and the sensitivity of MRSA towards fluoroquinolones and vancomycin was also not significant (p=0,39). Conclusions. There is no significant difference towards fluoroquinolones and vancomycin antibiotics to MRSA and MSSA in LMK FKUI during Janury 2018 until June 2019."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lia Waslia
"Methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA) merupakan bakteri yang resisten terhadap antibiotik methicillin dan antibiotik golongan β-laktam lainnya. MRSA adalah patogen umum di rumah sakit dan masyarakat. Isolasi MRSA tidak mudah dilakukan karena seringkali bercampur atau terkontaminasi dengan flora normal seperti coagulase negative Staphylococci (CoNS) yaitu Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus haemolyticus.
Studi ini menggunakan metode fenotipik berupa pengamatan morfologi, pengecatan Gram, Uji biokimia, serta kepekaan antibiotik sedangkan uji genotipik (metode molekular) berupa PCR gen nuc dan mec, SCCmec typing, MLST dan sekuensing. Subyek penelitian sebanyak 48 isolat tersimpan di Laboratorium Bakteriologi Molekular, Lembaga Eijkman Jakarta. Diperoleh sebanyak 33 sampel (68.75%) memiliki tipe 5 ccr, 9 sampel (18.75 %) tipe 2 ccr dan 6 sampel (12.5 %) nontypeable. Sequence type (ST) yang dominan pada penelitian ini adalah ST239 (2-3- 1-1-4-4-3) dan merupakan strain yang multidrug resistant dominan.
Pada penelitian ini semua isolat MRSA yang berjumlah 48 isolat telah dikonfirmasi memiliki ciri-ciri fenotipik yang sesuai, yaitu Gram positif coccus menyerupai buah anggur, β-hemolisis, oksidase negatif, katalase positif dan koagulase positif. Sifat bakteri MRSA secara genotipik mempunyai gen nuc dan gen mecA positif. Hubungan antara sifat genotipe dan sifat fenotipe MRSA yang terlihat dalam penelitian ini adalah semua isolat MRSA yang multidrug resistant (uji secara fenotipik) juga merupakan sequence type yang dominan di rumah sakit (uji genotipik).

Methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA) is a bacterium that is resistant to the methicillin antibiotics and other β-lactam group antibiotics. MRSA is a common pathogen in hospitals and communities. Isolation of MRSA is not easy to do because it is often mixed or contaminated with normal flora such as coagulase negative Staphylococci (CoNS), namely Staphylococcus epidermidis and Staphylococcus haemolyticus.
This study used phenotypic methods in the form of morphological observations, Gram staining, biochemical tests, and antibiotic sensitivity while genotypic tests (molecular methods) in the form of nuc and mec PCR, SCCmec typing, MLST and sequencing. The research subjects were 48 isolates stored in the Molecular Bacteriology Laboratory, Eijkman Institute Jakarta. Thirty three samples (68.75%) had type 5 ccr, 9 samples (18.75%) type 2 ccr and 6 samples (12.5%) nontypeable. The dominant sequence type (ST) in this study is ST239 (2-3-1-1-4-4-3) and is a multidrug resistant dominant strain.
In this study, all isolates of MRSA, total of 48 isolates, were confirmed to have appropriate phenotypic features, which are Gram positive cocci resembling grapes, β-hemolysis, negative oxidase, positive catalase and positive coagulase. Genotypically all isolates have positive nuc gene and mecA gene. The relationship between genotype features and MRSA phenotype seen in this study is that MRSA isolates that are multidrug resistant (phenotypic test) are also the dominant sequence types in the hospital (genotypic test).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maghfirah Anastamia Mariska
"Peningkatan insidensi infeksi S. aureus melatarbelakangi peningkatan penggunaan antibiotik yang melawan S. aureus, sehingga kejadian resistensi antibiotik semakin meningkat. Ekstrak tanaman M. oleifera Lamk. telah diteliti di berbagai negara dan didapatkan hasil berupa efek antibakteri terhadap S. aureus. Penelitian ini bertujuan mengetahui efek antibakteri ekstrak daun M. oleifera Lamk. terhadap bakteri S. aureus. Penelitian dikerjakan di laboratorium Departemen Mikrobiologi FKUI dengan rancangan eksperimental dan menggunakan metode makrodilusi tabung. Konsentrasi ekstrak yang diuji efek antibakterinya adalah 3.200 mg/mL, 1.600 mg/mL, 800 mg/mL, 400 mg/mL, dan 200 mg/mL. Selain kelompok uji, juga terdapat 6 kelompok kontrol, yaitu brain heart infusion (BHI); BHI dan bakteri; BHI, dimethyl sulfoxide (DMSO), dan bakteri; BHI dan esktrak; eritromisin; dan eritromisin dan bakteri. Hasil pertumbuhan bakteri setiap tabung dinilai sebagai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan pertumbuhan pada agar nutrisi dinilai sebagai Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM). Setiap konsentrasi juga dihitung jumlah koloni yang tumbuh pada plate count agar (PCA) menggunakan colony counter. Percobaan dilakukan dengan enam kali pengulangan. Ekstrak daun M. oleifera Lamk. memiliki KHM 800 mg/mL dan KBM pada konsentrasi1.600 mg/mL terhadap S. aureus. Jumlah koloni bakteri pada KHM dari pengamatan PCA adalah 55,83±10,685 (rerata±SD) dan pada KBM adalah steril (0 CFU/mL). Hasil uji ANOVA dan Post Hoc Bonferroni adalah terdapat perbedaan bermakna (p<0,05) baik antarkelompok uji maupun antara kelompok uji dan kontrol, sementara tidak terdapat perbedaan bermakna (p>0,05) antarkelompok kontrol positif. Dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun M. oleifera Lamk. memiliki potensi antibakteri terhadap S. aureus.

The increasing incidence of S. aureus infection is the background for the increasing use of antibiotics against S. aureus, so the occurrence of antibiotic resistance is increasing. M. oleifera Lamk. plant extract has been studied in several countries and the results revealed that there was an antibacterial effect againsts S. aureus. The aim of this research is to discover antibacterial effect of M. oleifera Lamk. leaves extract against S. aureus bacteria. Research conducted at Microbiology Department Laboratory of FKUI with an experimental study design and using tube macrodilution method. The extract concentrations tested for its antibacterial effect were 3.200 mg/mL, 1.600 mg/mL, 800 mg/mL, 400 mg/mL, and 200 mg/mL. There were also six control groups, i.e. brain heart infusion (BHI); BHI and bacteria; BHI, dimethyl sulfoxide (DMSO), and bacteria; BHI and extract; erythromycin; and erythromycin and bacteria. Result of bacterial growth of each tube was determined as Minimum Inhibitory Concentration (MIC) and on nutrient agar was determined as Minimum Bactericidal Concentration (MBC). Each concentration also planted on plate count agar (PCA), so the number of colonies were counted using colony counter. The experiment was repeated six times. The result revealed that MIC and MBC of M. oleifera leaves extract against S. aureus are 800 mg/mL and 1.600 mg/mL. The number of bacterial colonies of MIC through PCA observation was 55,83±10,685 (mean±SD) and on MBC was sterile. According to One-way ANOVA and Post Hoc Bonferroni test, there were statistical difference (p<0,05) between test and control groups, and between test groups, while there were no statistical difference between control groups itself. This research conclude that M. oleifera Lamk. leaves extract has an antibacterial effect against S. aureus.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christine Lieana
"Latar Belakang: Methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA) merupakan bakteri Staphylococcus aureus yang telah resisten terhadap antibiotik methicillin. Saat ini, MRSA masih merupakan ancaman di seluruh dunia. Infeksi MRSA dapat menimbulkan berbagai komplikasi. Oleh karena itu, diperlukan pengobatan yang mampu menangani MRSA di masa mendatang. Daun kelor atau Moringa oleifera dikenal memiliki banyak khasiat, salah satunya adalah sebagai antibakteri. Maka dari itu, peneliti mengusulkan untuk melakukan penelitian terkait potensi ekstrak etanol daun kelor (Moringa oleifera) sebagai antibakteri terhadap MRSA. Metode: Penelitian dilakukan dengan uji eksperimental melalui metode makrodilusi. Makrodilusi dilakukan baik pada ekstrak etanol daun kelor maupun vankomisin. Makrodilusi pada ekstrak etanol daun kelor dilakukan untuk mengetahui efek antibakteri ekstrak tersebut terhadap bakteri MRSA. Sedangkan makrodilusi pada vankomisin dilakukan sebagai pembanding. Hasil: Pada penelitian ini tidak ditemukan efek antibakteri ekstrak etanol daun kelor (Moringa oleifera) terhadap bakteri MRSA. Hal tersebut terbukti dengan tidak ditemukannya konsentrasi hambat minimun (KHM) maupun konsentrasi bunuh minimum (KBM) pada percobaan ini. Pembahasan: Hasil pada penelitian ini berbeda dengan beberapa penelitian yang sudah pernah dilakukan. Perbedaan tersebut dapat terjadi akibat beberapa faktor. Peran ekstrak etanol daun kelor (Moringa oleifera) sebagai antibakteri terhadap MRSA dapat diteliti lebih lanjut dengan metode yang berbeda ataupun konsentrasi yang lebih tinggi.

Background: Methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA) is a group of bacteria (Staphylococcus aureus) which are found to be resistant against antibiotics called methicillin. Nowadays, MRSA is still becoming a threat across the globe. Infections caused by MRSA may cause various complications. Due to this fact, proper-management is needed to deal with MRSA in the future. Moringa oleifera has been popularly known for its benefits, one of which is the antibacterial effect. Therefore, the author proposed to do a research on the potential of Moringa oleifera ethanol extract as an antibacterial agent against MRSA. Method: The research done is an experimental test using macrodilution method. Macrodilution was done on both the ethanol extract and vancomycin. Macrodilution on the extract was done to discover its antibacterial effect against MRSA, while macrodilution on vancomycin was done as a comparison. Results: In this research, there is no antibacterial effect found from Moringa oleifera extract against MRSA. This result is supported by the absence of minimum inhibitory concentration (MIC) and minimum bactericidal concentration (MBC) in this experiment. Discussion: The result in this research was different from some previous research findings. The difference might be caused by several factors. The role of Moringa oleifera extract as antibacterial agent against should be further studied using different methods or higher concentration."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marshal
"Penelitian ini membahas viabilitas bakteri Staphylococcus aureus terhadap pajanan gelombang audiosonik sebesar 7kHz selama 10 dan 30 detik. Proses penelitian ini dimulai dengan pembuatan kultur bakteri Staphylococcus aureus pada media agar nutrisi kemudian dipindahkan dalam media Brain Heart Infusion (BHI) untuk diberikan pajanan gelombang audiosonik. Setelah selesai diberi pajanan bakteri di inkubasi dan dipindahkan ke media Plate Count Agar (PCA) untuk dinilai viabilitasnya dengan metode Total plate Count. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan viabilitas Staphylococcus aureus sebesar 97,8% pada pajanan 10 detik bila dibandingkan dengan kontrol dan 288% pada pajanan 30 detik. Hasil ini menunjukkan bahwa pajanan gelombang audiosonik memberikan pengaruh positif terhadap viabilitas Staphylococcus aureus.

This study discuss about the effect of sonification using 7 kHz audiosonic wave within two different duration 10 and 30 seconds to viability of Staphylococcus aureus. This bacteria first cultured in nutrition agar and then transferred to another media, Brain Heart Infusion (BHI) before exposed to the audiosonic waves. After exposure to the wave the bacteria transferred again to Plate Count Agar (PCA) media, for the counting purpose using the Total Plate Count. This study shows that Staphylococcus aureus viability is increased by 97,8% in the 10 seconds exposure and 288% in 30 seconds exposure. This results show that exposure to audisonic waves will give positive effect to Staphylococcus aureus viability."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Pratiwi
"Kolonisasi SA merupakan salah satu faktor ekstrinsik yang berperan sebagai pencetus eksaserbasi dan menetapnya inflamasi kulit DA. Prevalensi kolonisasi SA pada pasien DA lebih tinggi dibandingkan dengan populasi umum, baik pada lesi kulit, kulit nonlesi, maupun nares anterior. Kolonisasi SA di nares anterior berperan sebagai reservoir dan merupakan faktor panting untuk kolonisasi kulit. Data tentang kolonisasi SA nasal pada pasien DA bayi dan anak di Indonesia belum ada. Belum diketahui apakah densitas koloni SA nasal berhubungan dengan derajat keparahan DA bayi dan anak.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data perbandingan prevalensi kolonisasi SA nasal pasien DA bayi dan anak dengan bayi dan anak nonDA. Selain itu untuk mencari hubungan antara derajat densitas koloni SA nasal dengan derajat keparahan DA bayi dan anak. Penelitian ini adalah penelitian potong lintang dengan membandingkan antar kelompok (comparative cross sectional).
Penelitian dimulai pada bulan September 2004 sampai Januari 2005 di Poliklinik Divisi Dermatologi Anak Departemen IKKK RSCM, Jakarta. Pemeriksaan biakan untuk identifikasi dan hitung koloni SA dilakukan di Divisi Mikrobiologi Departemen Patologi Klinik RSCM, Jakarta.
Subyek penelitian terdiri atas 42 orang yang datang ke Poliklinik Divisi Dermatologi Anak Departemen IKKK RSCM dan memenuhi kriteria penerimaan serta penolakan. Subyek penelitian dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu 21 orang sebagai kelompok pasien DA dan 21 orang nonDA sebagai kelompok kontrol.
Variabel bebas yang diteliti adalah kolonisasi dan densitas koloni SA nasal, sedangkan variabel tergantung adalah derajat keparahan DA. Diagnosis DA ditegakkan berdasarkan kriteria Hanifin dan Rajka (1989). Dilakukan pencatatan derajat keparahan DA dengan skor EASI.
Hasil penelitian adalah sebagai berikut:
1. Karakteristik subyek penelitian
Usia, jenis kelamin, riwayat atopi diri selain DA, dan riwayat atopi keluarga antara kedua kelompok sebanding. Usia termuda 6 bulan dan tertua 13 tahun 11 bulan. Subyek penelitian terbanyak berusia 5 -14 tahun, yaitu 52%.
Pada kelompok pasien DA, 80,8% merupakan pasien DA fase anak. Pasien DA laki-laki 1,3 kali lebih banyak daripada perempuan. Terdapat 3 (14,3%) pasien DA yang disertai riwayat RA dan 2 (9,5%) pasien dengan riwayat asma bronkial. Tidak ditemukan pasien DA yang memiliki 2 manifestasi atopi saluran papas.
Usia awitan DA bervariasi antara 1 bulan - 12 tahun, terbanyak pada kelompok usia 1-5 tahun yaitu 8 (38,1%) pasien. Saat penelitian, 14 (66,5%) pasien menderita episode DA kurang dari 2 minggu. Frekuensi kekambuhan penyakit terbanyak terjadi 3 - 6 kali/tahun, yaitu pada 7 (33,2%) pasien.
2.Prevalensi kolonisasi SA nasal
Kolonisasi SA nasal pada pasien DA didapat pada 16 (76,2%) kasus, sedangkan pada kelompok kontrol ditemukan pada 8 (38,1%). Dengan menggunakan uji Chi-square didapat perbedaan bermakna (p=0,029). Prevalensi kolonisasi SA nasal bayi dan anak DA lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol.
3.Hubungan derajat keparahan DA dengan densitas koloni SN nasal dengan menggunakan uji Kruskal Wallis tidak terdapat hubungan bermakna antara derajat keparahan DA yang dihitung berdasarkan skor EASI dengan densitas koloni SA nasal (p=0.834)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muharnis Supriyani Putri
"ABSTRAK
Nama : Muharnis Supriyani PutriProgram Studi : Kesehatan MasyarakatJudul : Uji Kontaminasi Staphylococcus aureus pada Makanan di TempatPengelolaan Makanan Wilayah Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhandi Jakarta Tahun 2018Penelitian ini bertujuan untuk gambaran kontaminasi Staphylococcus aureus padamakanan dan memeperoleh gambaran informasi mendalam tentang perbedaan praktikhigiene dan sanitasi cara pengolahan makanan yang dilakukan oleh penjamah makananyang sampel makanannya negatif mengandung bakteri Staphylococcus aureus danpositif mengandung bakteri Staphylococcus aureus di tempat pengelolaan makananWilayah Kerja Sebuah Kantor Kesehatan Pelabuhan di Jakarta Utara. Penelitian inidilakukan pada bulan April-Mei tahun 2018. Penelitian ini mengunakan rancanganmetode kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif pada penelitian ini menggunakandesain studi cross sectional, dengan mengambil 72 sampel makanan yang diperiksa kelaboratorium, melakukan observasi dan wawancara langsung terhadap penjamahmakanan di tempat pengelolaan makanan. Metode kualitiatif menggunakan metodepengambilan data wawancara mendalam. Hasil pemeriksaan pemeriksaan menunjkkanbahwa terdapat 1 1,40 dari 72 sampel makanan yang terkontaminasi oleh bakteriStaphylococcus aureus. Sebanyak 40 orang 55,60 , 16 orang 22,20 , 24 orang 33,30 meimiliki pengetahuan, sikap, perilaku yang baik tentang personal hygienepenjamah. Perbedaan praktik higiene dan sanitasi cara pengolahan makanan yangmencolok antara penjamah makanan yang sampel makanannya negatif mengandungbakteri Staphylococcus aureus dan positif mengandung bakteri Staphylococcus aureusadalah pada tahap penanganan makanan sisa, dimana penjamah maknan yang sampelmakanannya positif mengandung bakteri Staphylococcus aureus tidak memiliki fasilitaslemari pendingin, sehingga penjamah tersebut hana menyimpan makanan sisa di suhuruangan pada saat sebelum dan sesudah dilakukannya pemanasan ulang makanan.Kata kunci: bakteri; higiene; kontaminasi makanan; sanitasi; Staphylococcus aureus

ABSTRACT
Name Muharnis Supriyani PutriStudy Programme Kesehatan MasyarakatTitle Staphylococcus aureus contamination test in food at kitchenpremises of working area of the port health medical service inJakarta, 2018This study was aimed to evaluate food contamination with Staphylococcus aureusbacteria and to get more information about the differences of hygiene and sanitation offood handling practices between food handlers that had positive food samplecontamination and food handlers that had negative food sample contamination withStaphylococcus aureus bacteria at kitchen premises of working area of the port healthmedical service x. This research was conducted in April May 2018.This research usedquantitative and qualitative design method. Quantitative method used cross sectionaldesign study, 72 food samples were tested for Staphylococcus aureus bacteria indicatorsin the laboratory, and the researcher also conducted interview and observation on foodhandlers. Qualitative method used in depth interview for collecting data. Loboratory testresults showed that 1 1,40 from 72 food samples contaminated with Staphylococcusaureus bacteria. There were 40 55,60 , 16 22,20 , 24 33,30 food handlers hadgood scores for knowledge, attitudes, and practices about the personal hygiene. Themost obvious difference of hygiene and sanitation of food handling practices betweenfood handlers that had positive food sample contamination and food handlers that hadnegative food sample contamination with Staphylococcus aureus bacteria was at thestage of leftover food handling, where food handler that had positive food samplecontamination with Staphylococcus aureus bacteria did not have a refigerator to storethe leftover food, so the food handler just kept the leftover food at room temperature, atthe time before anf after food reheating.Kata kunci bacteria food contamination hygiene sanitation Staphylococcus aureus
"
2018
T51041
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Iqbal Hassarief Putra
"ABSTRAK
Latar Belakang: Infeksi kulit dan jaringan lunak (IKJL) oleh MRSA di ruang rawat inap merupakan masalah nosokomial yang meningkat prevalensinya setiap tahun. Hal tersebut akan meningkatkan angka mortalitas, biaya dan lama rawat bila tidak dikelola dengan baik. Faktor-faktor risiko terjadinya infeksi MRSA pada pasien IKJL di ruang rawat inap penting untuk diketahui agar dapat dilakukan upaya-upaya pencegahan dan pengendalian terhadap faktor-faktor risiko tersebut sehingga pada gilirannya diharapkan kejadian MRSA pada pasien IKJL dapat dicegah atau dikendalikan.
Tujuan: Mengetahui proporsi IKJL oleh MRSA dan mempelajari faktor-faktor yang berhubungan dengan risiko terinfeksi MRSA pada penderita IKJL di ruang rawat inap Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Metode: Penelitian ini menggunakan studi kasus kontrol. Data dikumpulkan dari catatan rekam medis pasien rawat inap RSCM yang memiliki IKJL. Kelompok kasus adalah subjek dengan IKJL oleh MRSA, kelompok kontrol adalah subjek dengan IKJL oleh non-MRSA. Analisis bivariat dilakukan pada 9 variabel bebas yaitu pemakaian antibiotik sebelum kultur, infeksi HIV, IVDU, penggunaan kortikosteroid, prosedur medis invasif, DM, keganasan, riwayat hospitalisasi dan ruang rawat. Semua variabel yang mempunyai nilai p<0,25 pada analisis bivariat dimasukkan ke dalam analisis multivariat dengan regresi logistik.
Hasil: Selama periode penelitian, proporsi MRSA pada pasien IKJL yang dilakukan kultur di ruang rawat inap adalah 47% (IK 95% 42%- 52%). Terdapat 171 pasien yang memenuhi kriteria, 71 pasien terinfeksi MRSA (kasus) dan 100 pasien terinfeksi non-MRSA (kontrol). Berdasarkan hasil analisis multivariat terdapat tiga variabel yang memiliki kemaknaan secara statistik, yaitu keganasan (OR 6,139; IK 95% antara 1,81-20,86; p=0,004), antibiotik quinolone (OR 4,592; IK 95% antara 2,06-10,23; p<0,001), dan prosedur medis invasif (OR 2,871; IK 95% antara 1,31-6,32; p=0,009).

ABSTRACT
Background: Patients with skin and soft tissue infections (SSTI) caused by MRSA in the inpatient ward are nosocomial problem which its prevalence has increased every year. It will increase the mortality rates, costs and lenghts of stay for patients if it’s not well-managed. It’s important to know exactly the risk factors for MRSA infection among patients with SSTI in inpatient ward in order to prevent and control the risk factors, that in turn, it is expected that the incidence of MRSA among patients with SSTI can be prevented or controlled.
Aim: : To find out the proportion of MRSA-caused SSTI and studying the factors associated with the risk of MRSA infection on patients with SSTI in Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) inpatient ward.
Method: This research used case-control design. The data were collected from inpatient ward medical records who have SSTI. The case group are Subjects who have MRSA caused SSTI, the control group are Subjects who have non MRSA caused SSTI. Bivariate analysis was performed in 9 independent variables which were pre-cultured antibiotic use, HIV infection, IVDU, corticosteroid use, invasive medical procedure, diabetes melitus, malignancy, hospitalization history and wards. All of variables, in the bivariate analysis, produced the p value <0.25 were entered in the multivariate analysis with logistic regression.
Result: During the study periode, the proportion of MRSA-caused SSTI which culture was performed in inpatient ward was 47% (95% CI 42%- 52%). There were 171 patients fulfilled the criteria which consist of 71 patients infected by MRSA (case group) and 100 patients infected by non-MRSA (control group). Based on the multivariate analysis, there were three variables statistically significance, which firstly was malignancy (OR 6.139; 95% CI 1,81-20,86; p=0.004), quinolone class of antibiotic (OR 4.592; 95% CI 2,06-10,23; p<0.001), and invasive medical procedure (OR 2.871; 95% CI 1,31-6,32; p=0.009)."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Hana Azzahra
"Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk kokus yang tersusun seperti anggur dan dapat menyebabkan penyakit. Penggunaan antibiotik methicillin yang berlebihan menyebabkan bakteri menjadi resistan atau dikenal dengan Methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Resistensi pada MRSA ditandai dengan keberadaan gen mecA dan femA. Salah satu penyebaran MRSA dapat melalui hewan ternak. Penyebaran patogen zoonosis MRSA diduga terjadi melalui ayam atau cross contamination dari talenan. Tujuan penelitian adalah mendeteksi gen mecA dan femA pada Staphylococcus aureus dari talenan dan ampela ayam mentah di penjual ayam pasar tradisional. Penelitian dilakukan dengan pengambilan 6 sampel talenan dan ampela ayam mentah di 3 pasar tradisional Kota Depok dengan metode swab dan menggunakan medium Mannitol Salt Agar (MSA). Isolat-isolat yang mengubah warna medium menjadi kuning akan dilakukan pendeteksian gen penanda MRSA, yaitu 16S rRNA (STPY), mecA, dan femA dengan metode multiplex PCR. Hasil penelitian mendapatkan 19 isolat MRSA dan 2 isolat Methicillin resistant Staphylococcus (MRS) dengan menggunakan primer 16S rRNA universal, yaitu Staphylococcus cohnii dan Staphylococcus gallinarum. Keberadaan gen resistan dari isolat yang diperoleh menunjukkan bahwa talenan dan ampela ayam mentah dapat berpotensi menjadi sumber transmisi MRSA.

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk kokus yang tersusun seperti anggur dan dapat menyebabkan penyakit. Penggunaan antibiotik methicillin yang berlebihan menyebabkan bakteri menjadi resistan atau dikenal dengan Methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Resistensi pada MRSA ditandai dengan keberadaan gen mecA dan femA. Salah satu penyebaran MRSA dapat melalui hewan ternak. Penyebaran patogen zoonosis MRSA diduga terjadi melalui ayam atau cross contamination dari talenan. Tujuan penelitian adalah mendeteksi gen mecA dan femA pada Staphylococcus aureus dari talenan dan ampela ayam mentah di penjual ayam pasar tradisional. Penelitian dilakukan dengan pengambilan 6 sampel talenan dan ampela ayam mentah di 3 pasar tradisional Kota Depok dengan metode swab dan menggunakan medium Mannitol Salt Agar (MSA). Isolat-isolat yang mengubah warna medium menjadi kuning akan dilakukan pendeteksian gen penanda MRSA, yaitu 16S rRNA (STPY), mecA, dan femA dengan metode multiplex PCR. Hasil penelitian mendapatkan 19 isolat MRSA dan 2 isolat Methicillin resistant Staphylococcus (MRS) dengan menggunakan primer 16S rRNA universal, yaitu Staphylococcus cohnii dan Staphylococcus gallinarum. Keberadaan gen resistan dari isolat yang diperoleh menunjukkan bahwa talenan dan ampela ayam mentah dapat berpotensi menjadi sumber transmisi MRSA."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diza Tazkiya
"Penggunaan methicillin yang tidak terkendali dapat menyebabkan munculnya strain resistan S. aureus, yaitu Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) dengan gen utama pengode resistansi mecA dan femA. Terdapat tiga strain MRSA: Healthcare-associated (HA-MRSA), Livetock-associated (LA-MRSA) dan Community-associated (CA-MRSA). Salah satu media yang berpotensi untuk mentransmisikan mikroorganisme patogen MRSA di masyarakat adalah aliran udara mesin pengering tangan di pusat perbelanjaan. Bakteri dari aliran udara tersebut diisolasi dengan medium Mannitol Salt Agar (MSA) menggunakan metode settle plate. Isolat yang tumbuh terpisah dan mengubah warna medium dari merah menjadi kuning kemudian dikonfirmasi dengan multiplex PCR menggunakan primer gen mecA dan femA serta 16S rRNA (STPY). Hasil penelitian mendapatkan sembilan isolat MRSA karena positif terhadap gen 16S rRNA (STPY) dengan gen resistan mecA atau mecA dan femA. Tiga isolat lainnya dianalisis dengan metode singleplex PCR menggunakan gen 16S rRNA universal (27F dan 1492R) dan kemudian dilakukan sekuensing DNA sehingga terdeteksi sebagai S. cohnii dan S. saprophyticus. Keberadaan kedua bakteri tersebut menandakan bahwa aliran udara mesin pengering tangan di pusat perbelanjaan berpotensi memaparkan mikroorganisme patogen resistan antibiotik karena intensitas pemakaian dan pemaparan langsung melalui udara ke tangan pengguna (komunitas).

The uncontrolled use of methicillin can lead to the emergence of resistant strains of S. aureus, specifically Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA), characterized by the presence of the primary resistance-coding genes mecA and femA. There are three MRSA strains: Healthcare-associated (HA-MRSA), Livestock-associated (LA-MRSA), and Community-associated (CA-MRSA). One potential medium for transmitting MRSA pathogenic microorganisms in the community is the airflow from hand dryers in shopping centers. Bacteria from this airflow were isolated using Mannitol Salt Agar (MSA) through the settle plate method. Isolates that grew separately and changed the color of the medium from red to yellow were then confirmed using multiplex PCR with mecA, femA, and 16S rRNA (STPY) genes as primers. The research results revealed nine MRSA isolates that tested positive for the 16S rRNA (STPY) gene, with either mecA or both mecA and femA resistance genes. Three other isolates were analyzed using the singleplex PCR method with universal 16S rRNA genes (27F and 1492R) and then underwent DNA sequencing, identifying them as S. cohnii and S. saprophyticus. The presence of these two bacteria indicates that the airflow from hand dryers in shopping centers has the potential to expose antibiotic-resistant pathogenic microorganisms to users' hands in the community due to the intensity of usage and direct exposure through the air."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>