Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 104017 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Madeppungeng, Ersha Rizki
"Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan lokasi, jenis, dan kisaran ukuran mikroplastik yang terdapat pada insang kerang hijau Perna viridis. Penelitian ini melanjutkan hasil penelitian Fathonia (2017) mengenai kelimpahan mikroplastik pada kerang hijau dari kolam kerang hijau Kamal Muara, Jakarta Utara. Sampel kerang hijau sebanyak 10 ekor dengan ukuran sekitar 7cm. Insang kerang hijau kemudian diisolasi, baik bagian luar maupun bagian dalam dan dibuat preparat. Preparat insang tersebut kemudian ditandai pada bagian-bagian insang yang dibagi menjadi bagian posterior, anterior, proksimal, dan distal. Preparat kemudian diamati di bawah mikroskop optik cahaya. Partikel mikroplastik yang diamati dicatat posisi dan jenis mikroplastik yang ada di insang kemudian diukur menggunakan aplikasi LAZ EZ. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bagian distal mengandung lebih banyak mikroplastik daripada bagian proksimal. Kelompok mikroplastik yang dominan terdapat pada insang kerang hijau adalah jenis serat sebanyak 44% dari total jumlah partikel yang ditemukan. Kisaran ukuran mikroplastik yang ditemukan adalah 20-4500 m.

This study aims to describe the location, type, and size range of microplastics found in the gills of the green mussel Perna viridis. This study continues the results of Fathonia's research (2017) regarding the abundance of microplastics in green mussels from the green mussel pond of Kamal Muara, North Jakarta. Samples of green mussels as many as 10 tails with a size of about 7cm. The green mussel gills were then isolated, both externally and internally and made preparations. The gill preparations were then marked on the parts of the gills which were divided into posterior, anterior, proximal, and distal parts. The preparations were then observed under a light optical microscope. The observed microplastic particles were recorded and the position and type of microplastic present in the gills were then measured using the LAZ EZ application. The results showed that the distal part contained more microplastics than the proximal part. The dominant group of microplastics found in the gills of green mussels is the type of fiber as much as 44% of the total number of particles found. The size range of microplastics found is 20-4500 m."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Jauhari Rakhman
"Telah dilakukan penelitian untuk mendeteksi Shiga Toxin-producing Escherichia coli (STEC) pada daging Perna viridis (kerang hijau) dan Anadara granosa (kerang darah) yang berasal dari pasar tradisional, swalayan, dan tempat budidaya kerang di Cilincing serta Muara Kamal. Rangkaian uji yang digunakan adalah Multiple Tube Fermentation (MTF), hemolisis dan teknik molekular untuk mendeteksi gen spesifik shiga toxin (stx1, stx2), intimin (eaeA) dan hemolisin (hlyA). Hasil uji MTF menunjukkan bahwa kandungan bakteri E. coli dalam daging kerang melebihi ambang batas keamanan pangan SNI No. 01-2729-3-2006 (> 200 MPN/100 g). Hasil uji hemolisis menunjukan bahwa 59,4 % bakteri E. coli yang diisolasi dari daging kerang mampu melisiskan sel darah merah. Gen penyandi STEC tidak ditemukan pada sampel daging kerang.

A study was carried out to detect Shiga Toxin-producing Escherichia coli (STEC) in Perna viridis (green mussel) and Anadara granosa (blood cockle) fleshs. Shellfish fleshs were obtained from traditional markets, supermarkets, and shellfish aquacultures in Cilincing and Muara Kamal. Multiple Tube Fermentation (MTF) test, hemolysis test and molecular test for shiga toxin-specific (stx1, stx2), intimin (eaeA) and hemolysin (hlyA) genes have been done. The MTF test results showed that all samples exceed the threshold of food safety SNI No. 01-2729-3-2006 (>200 MPN/100 g). Hemolysis test results showed that 59,4 % of E. coli isolated from shellfish flesh lysed the red blood cells. The genes responsible for STEC expression were not found in shellfish flesh.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S56897
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inang Fitri Maulina
"Isu pencemaran plastik di lautan semakin tahun semakin bertambah. Ditambah adanya kenaikan suhu dan peningkatan radiasi Ultra Violet (UV) dapat menyebabkan plastik terdegradasi di lautan. Fenomena ini dapat berdampak besar pada seluruh rantai makanan perairan, mulai dari produsen primer hingga predator tingkat tinggi, yang pada akhirnya mengancam kesehatan dan keanekaragaman hayati ekosistem. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelimpahan mikroplastik di Laut Eretan Indramayu serta mempelajari bioakumulasi mikroplastik pada Perna viridis. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa Laut Eretan telah tercemar oleh mikroplastik dibuktikan dengan ditemukannya mikroplastik berjenis Polyethylene Terephthalate (PET) berbentuk fiber, granule, dan fragment dengan rata-rata kelimpahan pada sampel air laut sebesar 733 partikel/L air laut, sampel sedimen sebesar 1200 partikel/kg sedimen, dan sampel biota sebesar 623,8 partikel/kg biota. Hasil penelitian bioakumulasi menunjukan nilai Bioconcentration Factor (BCF) P. viridis pada beda salinitas sebesar 14,96 - 30.91 mL.g-1, dengan waktu paruh (t1/2) 7,53 - 14,96 hari. Kemudian pada P. viridis variasi beda bobot didapatkan nilai BCF sebesar 12,82 – 16,85 mL.g-1, dengan t1/2 sebesar 7-15 hari. Mikroplastik terdistribusi pada bagian mantel, insang dan bagian pencernaan P. viridi.

The issue of plastic pollution in the ocean is increasing every year. In addition, rising temperatures and increased Ultra Violet (UV) radiation can cause plastics to degrade in the ocean. This phenomenon can have a major impact on the entire aquatic food chain, from primary producers to higher-level predators, ultimately threatening the health and biodiversity of the ecosystem. This research aims to analyze the abundance of microplastics in the Eretan Sea of Indramayu and study the bioaccumulation of microplastics in Perna viridis. The results showed that the Eretan Sea has been polluted by microplastics as evidenced by the discovery of Polyethylene Terephthalate (PET) type microplastics in the form of fiber, granule, and fragment with an average abundance in seawater samples of 733 particles/L seawater, sediment samples of 1200 particles/kg sediment, and biota samples of 623.8 particles/kg biota. The results of bioaccumulation research show the Bioconcentration Factor (BCF) value of P. viridis at different salinities of 14.96 - 30.91 mL.g-1, with a half-life (t1/2) of 7.53 - 14.96 days. Then in P. viridis the variation of different weights obtained BCF values of 12.82 - 16.85 mL.g-1, with t1/2 of 7-15 days. Microplastics are distributed in the mantle, gills and digestive parts of P. viridis."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ikin Fathoniah
"Penelitian bertujuan untuk mengetahui kelimpahan mikroplastik pada kerang hijau Perna viridis berbagai ukuran, mengetahui organ tubuh kerang hijau yang paling banyak menyimpan mikroplastik, serta mengetahui korelasi antara kelimpahan mikroplastik pada kerang hijau, air, dan sedimen. Sampel kerang hijau, air, dan sedimen diambil dari 3 stasiun berbeda dengan jarak masing-masing sekitar 500 m. Analisis kelimpahan mikroplastik dilakukan dengan cara mengisolasi mikroplastik pada setiap sampel. Isolasi pada sampel kerang dilakukan dengan melarutkan kerang di dalam larutan HNO3 65, sementara sampel air dan sedimen dilakukan dengan cara pemisahan berdasarkan ukuran dan massa jenis dengan perendaman dalam larutan NaCl jenuh.
Hasil yang didapatkan, yaitu rata-rata kelimpahan mikroplastik pada kerang hijau ukuran 3, 6, dan 9 cm, yaitu 5,35; 24,99; dan 39,00 partikel/gram. Mikroplastik kelompok fiber dominan pada sampel kerang. Rata-rata kelimpahan mikroplastik di air dan sedimen, yaitu 13,15 partikel/L air laut dan 0,92 partikel/g sedimen kering. Mikroplastik kelompok film dominan pada sampel air dan sedimen. Sementara, kelompok pelet tidak ditemukan pada ketiga sampel. Terdapat korelasi antara kelimpahan mikroplastik dengan ukuran cangkang kerang, maupun dengan kelimpahan mikroplastik kelompok film dan fiber pada air dan sedimen.

Research on abundance of microplastic in green mussel Perna viridis, water and sediments in Kamal Muara, North Jakarta has been done. The research determined the abundance of microplastic in green mussel of various sizes, the organ of the green mussels most storey microplastic, and the correlation between abundance of microplastic in green mussel, water, and sediment. Samples of green mussel, water and sediments were taken from 3 different stations with a distance of about 500 meters each. Analysis of abundance of microplastic was done by isolating microplastic in each sample. The isolation of the green mussel samples was done by dissolving the mussels in the HNO3 solution, while the water and sediment samples were performed by separation by size and density by immersion in a saturated NaCl solution.
The results obtained were, on average, abundance of microplastic in green mussel size 3, 6, and 9 cm ie, 5.35 24.99 and 39,00 particles gram. Microplastic fiber was dominant in mussel sample. The average abundance of microplastic in water and sediment are 13.15 particles L of sea water and 0.92 particles gram of dry sediment. Microplastic film was dominant in water and sediment samples. Meanwhile, pellet was not found in all three samples. There was a correlation between abundance of microplastic with green mussel size, as well as with abundance of microplastic of film and fiber in water and sediment.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Basir
"Telah dilakukan penelitian tentang sebaran spasial fitoplankton di lokasi budidaya kerang hijau (Perna viridis) Kamal Muara, Jakarta Utara. Penelitian bertujuan mengetahui kelimpahan dan sebaran spasial fitoplankton, serta parameter lingkungan yang memengaruhi. Berdasarkan peta sebaran, kelimpahan Bacillariophyceae dan Dinophyceae lebih tinggi pada stasiun-stasiun yang dekat dengan daratan (Stasiun 1 dan Stasiun 2), sedangkan kelimpahan Cyanophyceae ditemukan lebih tinggi pada stasiun-stasiun yang jauh dari daratan (Stasiun 5 dan Stasiun 9).
Analisis Regresi Multivariat menunjukkan bahwa seluruh parameter lingkungan terukur berpengaruh terhadap kelimpahan fitoplankton. Nilai korelasi Spearman menunjukkan bahwa kelimpahan Bacillariophyceae paling dipengaruhi oleh pH, kelimpahan Dinophyceae paling dipengaruhi oleh salinitas, sedangkan kelimpahan Cyanophyceae paling dipengaruhi oleh fosfat.

Research on the spatial distribution of phytoplankton has been held in the green mussel aquaculture area (Perna viridis) Kamal Muara, North Jakarta. The research aim to determine the abundance and spatial distribution of phytoplankton and environmental parameters influenced. Based on distribution maps, the abundance of Bacillariophyceae and Dinophyceae were highest at stations near mainland (Station 1 and Station 2), whereas Cyanophyceae was at farther stations (Station 5 and Station 9).
Regression Multivariate analysis showed that all measured environmental parameters were influencing the abundance of phytoplankton. Spearman correlation values indicate that the abundance of Bacillariophyceae were most influenced by pH, Dinophyceae by salinity, whereas Cyanophyceae by phosphate.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S47805
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riska Tamala
"Kerang hijau merupakan suatu sumber bahan makanan yang cukup banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia karena kerang hijau tersebut tersebar secara luas di sepanjang pesisir wilayah Indo-Pasifik. Kerang hijau akuatik ini sangat rentan terkontaminasi logam berat mengingat asupannya yang bersifat filter feeder dan sifatnya yang menetap sessile . Hal ini menyebabkan mudahnya logam berat terakumulasi di dalam tubuh kerang. Pencegahan ataupun usaha yang dilakukan untuk mengurangi tingkat pencemaran logam perlu untuk dilakukan, sehingga dilakukan proses depurasi logam yang ada di daging kerang khususnya pada ion logam timbal Pb.
Metode peluruhan yang dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara pengaliran dengan air secara berulang flow rate dan perendaman dengan dua macam asam yaitu asam asetat dan asam sitrat dan dilakukan analisis kadar logam dengan menggunakan intrumentasi Spektroskopi Serapan Atom SSA dan analisis kadar protein dengan metode Kjeldahl serta dilakukan pemodelan untuk mengetahui akumulasi ion logam Pb dalam sampel uji. Didapatkan nilai penurunan sebesar 18,46 mg/kg pada depurasi dengan pengaliran air, 20,91 mg/kg untuk depurasi asam asetat 2,25 , dan 16,96 mg/kg untuk depurasi asam sitrat 2,25 . Kadar protein pada kerang hijau mengalami penurunan terbesar didapat setelah proses depurasi pengaliran air sebesar 5,29.

The green mussel is a source of food which quite widely used by the people of Indonesia because the green mussel are widely spread along the coast of the Indo Pasific region. This aquatic green mussel is very susceptible to heavy metal contamination considering it rsquo s filter feeder intake and it rsquo s sedentary nature sessile . It makes easy for heavy metals to accumulate in the body of mussel. Prevention or attempts made to reduce the level of metal pollution need to be done. One of the efforts made is the process of depuration.
The depuration method are done by two ways. The ways are drainage with water repeatedly flow rate and immersion with two kinds of acids, acetic acid and sitric acid. Then, analyzed the metal content by using Atomic Absorption Spectroscopy AAS and protein contetnt analysis using Kjeldahl method and modelling to know the accumulation of Lead ions in the test sample. The lowest concentration decrease in depuration of water drainage was 18,46 mg kg, deposition of immersion from acetic acid was 20,91 mg kg, deposition of immersion from sitric acid was 16,96 mg kg. The higher protein content of green mussel after depuration of water drainage was 5,29.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sukma Alifiana Aziz
"Kerang hijau Perna viridis merupakan makan laut favorit, yang memiliki kandungan protein yang baik dan harga yang ekonomis. Kekhawatiran mengkonsumsi kerang hijau karena habitat kerang hijau telah tercemar logam berat akibat aktivitas industri. Dilakukan studi bioakumulasi logam berat untuk mengetahui proses akumulasi logam berat pada biota dengan menggunakan dosis tertentu. Digunakan logam berat kadmium untuk paparan pada biota Kerang Hijau sebanyak setengah LC50 yaitu 0.1 ppm. Dilakukan proses depurasi untuk mengurangi kadar logam kadmium pada kerang hijau.
Digunakan metode depurasi pengaliran air selama tujuh hari, perendaman asam asetat dan asam sitrat dengan variasi konsentrasi 0.75 , 1.5 , dan 2.25 dalam variasi waktu 24, 48, 72, 96, 120 menit. Kadar kadmium pada kerang hijau dilakukan pengukuran menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom. Didapatkan penurunan konsentrasi terendah pada depurasi pengaliran air 3,05 mg.Kg-1, depurasi perendaman asam asetat 1,7 mg.Kg-1, perendaman asam sitrat 0,65 mg.Kg-1.

Green mussel Perna viridis is a favorite seafood, which has good protein content and economical price. Concerns consume green mussel due to the habitat of green mussels have been polluted heavy metals due to industrial activity. Bioaccumulation heavy metal study was conducted to determine the process of heavy metal accumulation in biota by using a certain dosage. Used heavy metals cadmium for exposure to biota as much as half LC50 is 0.1 ppm.
Perform depuration process to reduce the levels of cadmium metal in green mussel. A seven day drainage depuration method was used, immersing acetic acid and citric acid with variations of concentration 0.75 , 1.5 , and 2.25 in 24, 48, 72, 96, 120 minute variations. Levels of cadmium in green mussel were measured using Atomic Absorption Spectrophotometry. The lowest concentration decrease in depuration of water drainage was 3.05 mg.Kg 1, deposition of immersion of acetic acid 1,7 mg.Kg 1, soaking of citric acid 0,65 mg.Kg 1.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farihah Rahma Harfiatin
"Dalam penelitian ini dilakukan studi bioakumulasi dan depurasi ion logam Nikel yang diamati dari spesies kerang hijau atau Perna viridis yang diperoleh dari Muara Kamal, Jakarta Utara. Kerang hijau yang mengandung ion logam Nikel apabila dikonsumsi masyarakat dalam jumlah banyak akan menimbulkan efek toksisitas. Oleh karena itu, untuk mengurangi kadar ion logam Nikel yang terkandung di dalam kerang hijau dibutuhkan metode depurasi. Terlebih dahulu, dilakukan bioakumulasi ion logam Nikel sebesar 0,13 ppm. Hasilnya, didapatkan logam berat Nikel yang terakumulasi di tubuh kerang hijau sebesar 12,12 mg/kg. Kemudian dilakukan depurasi dengan pengaliran air berulang selama tujuh hari, perendaman asam asetat dan asam sitrat dengan konsentrasi 0.75 , 1.5 dan 2.25 selama dua jam. Sehingga, didapatkan penurunan kadar ion logam Nikel yang terbesar dengan depurasi asam sitrat 2,25 menjadi 6,60 mg/kg. Penentuan kadar ion logam nikel menggunakan alat instrument SSA Spektroskopi Serapan Atom . Ditentukan juga kadar protein sebelum dan sesudah depurasi dengan metode kjeldahl. Kadar protein sebelum depurasi 18,51 dan setelah depurasi mengalami penurunan terbesar pada depurasi pengaliran air sebesar 11,07 . Diharapkan, dengan metode depurasi ini bisa dipergunakan dalam skala rumah tangga.

In this study, conducted studies bioaccumulation and depuration of ions metal nickel were observed from the species of green mussels or Perna viridis from Muara Kamal, North Jakarta. Green mussels containing ions metal nickel when consumed by the public in large quantities will cause toxic effects. Therefore, to reduce the levels of ions metals nickel contained in the green mussels required depuration method. First, bioacumulation metals of nickel is 0.13ppm. The result, obtained heavy metal Nickel that accumulates in the body of green mussels is 12.12 mg kg. Then, depuration with recurrent water drainage for seven days, soaking of acetic acid and citric acid with concentration 0.75 , 1.5 and 2.25 for two hours. Thus, the largest decrease of ion metal nickel content with citrate acid depuration 2.25 became 6.60 mg kg. Determination of the levels of metal ions using AAS Atomic Absorption Spectroscopy . Also, determined protein levels before and after depuration with kjeldahl method. Protein content before depuration was 18.51 and after depuration experienced the greatest decrease in water drain depuration by 11.07 . Hopefully, with this depurasi method can be used in a household scale."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jane Sarah Giat
"Penelitian mengenai uji toksisitas dan distribusi kandungan fikotoksin pada kerang hijau (Perna viridis) telah dilakukan di kawasan budidaya kerang hijau, Kamal Muara pada bulan Mei 2012. Penelitian bertujuan untuk mendeteksi keberadaan fikotoksin penyebab Paralytic Shellfish Poisoning (PSP), serta mengetahui tingkat toksisitas dan distribusi fikotoksin pada bagian visceral, mantel, dan otot dari kerang hijau. Berdasarkan Jellet Rapid Test, hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat racun penyebab PSP dalam kerang hijau.
Berdasarkan BSLT, hasil menunjukkan bahwa terdapat senyawa aktif yang bersifat toksik pada seluruh bagian tubuh kerang yang diuji karena semua nilai LC50 yang didapatkan kurang dari 1.000 ppm. Nilai LC50 yang terendah pada bagian visceral (63,75 ppm, 105,5 ppm, dan 74,64 ppm) diikuti dengan jaringan mantel (211,8 ppm, 335,74 ppm, dan 306, 67 ppm) dan jaringan otot (459,95 ppm, 529,05 ppm, dan 492,06 ppm). Hasil tersebut mengindikasikan bahwa tidak terdapat racun penyebab PSP pada kerang hijau, namun terdapat fikotoksin lain pada sampel kerang hijau yang terdistribusi pada bagian tubuh yang berbeda dengan konsentrasi tertinggi pada bagian visceral.

The research on toxicity test and phycotoxin distribution in green mussel (Perna viridis) had been done on Kamal Muara aquaculture area in May 2012. The research aimed to detect the Paralytic Shellfish Poisoning (PSP) causing phycotoxin and to know the toxicity levels and distribution on green mussels viscera, mantle, and muscles. Based on Jellet Rapid Test, the result showed that there were no PSP toxins inside the mussels.
Based on Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), there was other active compound with toxic properties for all the LC50 levels that were lower than 1.000 ppm. The LC50 levels were lowest on the viscera (63,75 ppm, 105,5 ppm, and 74,64 ppm), followed by the mantle (211,8 ppm, 335,74 ppm, and 306, 67 ppm) and muscles (459,95 ppm, 529,05 ppm, and 492,06 ppm). Those results indicated that there were no PSP toxins inside mussels, but there were other phycotoxins distributed in different body parts with highest concentration in viscera.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S46636
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratu Fathia Rahmadyani
"ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian mengenai analisis sebaran kelimpahan kista Dinoflagellata
penyebab HAB di lokasi budidaya kerang hijau (Perna viridis) Kamal Muara, Jakarta Utara,
pada bulan Oktober 2014 di 9 titik stasiun. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui keberadaan serta kelimpahan kista Dinoflagellata penyebab HAB, memetakan
sebaran spasial kista Dinoflagellata penyebab HAB, dan untuk mengetahui faktor lingkungan
yang memengaruhi sebaran kista Dinoflagellata penyebab HAB. Pengambilan sampel
sedimen dilakukan menggunakan Eijkman Grab, dan pemisahan kista dari sampel sedimen
dilakukan menggunakan metode sieving technique. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat 8 genus kista Dinoflagellata di lokasi penelitian, yaitu Alexandrium, Cochlodinium,
Diplopsalis, Gonyaulax, Gymnodinium, Polykrikos, Protoperidinium, dan Scrippsiella,
dimana 5 diantaranya merupakan genus penyebab HAB, yaitu Alexandrium, Cochlodinium,
Gonyaulax, Gymnodinium, dan Scrippsiella. Kelimpahan kista di sedimen lokasi penelitian
memiliki kisaran antara 4--324 kista/ml. Kista dengan kelimpahan tertinggi adalah genus
Alexandrium (324 kista/ml) dan terendah adalah genus Diplopsalis (4 kista/ml). Pola sebaran
kista di lokasi penelitian menunjukkan bahwa kista terkonsentrasi pada stasiun-stasiun di
wilayah timur. Faktor lingkungan yang paling memengaruhi sebaran kista di lokasi
penelitian adalah arus, sedangkan faktor lingkungan yang memengaruhi germinasi kista
adalah DO, cahaya, dan suhu.

ABSTRACT
Research on the distribution analysis on the cyst abundance of HAB causing Dinoflagellates
at green mussel (Perna viridis) culture area in Kamal Muara, North Jakarta, has been
conducted in October 2014 at 9 sampling stations. The objectives of the research were to
determine the presence and abundance, mapping the spatial distribution, and to determine the
environmental factors that influence the distribution of cysts from HAB causing
Dinoflagellates. Sediment sampling was carried out using Eijkman Grab. Cyst sample
preparation was carried out using the sieving technique. The results showed 8 genus of
Dinoflagellate cysts, which were Alexandrium, Cochlodinium, Diplopsalis, Gonyaulax,
Gymnodinium, Polykrikos, Protoperidinium, and Scrippsiella, in which 5 of them were HAB
causing, namely Alexandrium, Cochlodinium, Gonyaulax, Gymnodinium, dan Scrippsiella.
The abundance of cyst at sediments were ranged between 4--324 cysts/ml. Cyst with highest
abundance was genus Alexandrium (324 cysts/ml) and the lowest was genus Diplopsalis (4
cysts/ml). Cyst distribution pattern at the study site showed that cysts were concentrated at
stations located in the eastern region. Environmental factors that mostly influence the
distribution of cysts in the study site was water current, whereas environmental factors that
affect the germination of cysts was DO, light, and temperature."
2015
S60949
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>