Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9508 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rahmat Ansari
"Tesis ini membahas sekuritisasi isu terorisme di Australia pasca kejadian terorisme pada 11 September 2001 atau lebih dikenal dengan peristiwa 9/11. Penelitian ini akan memberikan gambaran proses dari fenomena sekuritisasi isu terorisme Australia yang kemudian digunakan untuk menganalisis tujuan dari sekuritisasi tersebut dilakukan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif secara deduktif dengan data-data sekunder. Kerangka analisis yang digunakan dalam tesis ini adalah kerangka sekuritisasi isu. Kerangka sekuritisasi menjelaskan proses konstruksi ancaman dan justifikasi ancaman melalui mekanisme speech act yang dilakukan oleh aktor sekuritisasi (securitizing actor) kepada audiens (audience) yang dibantu oleh kondisi pendukung (facilitationg condition).
Dalam kajian sekuritisasi, ada empat komponen sekuritisasi yang terlibat dalam proses speech act antara lain; ancaman nyata (existential threat), objek referensi (referent object), situasi darurat (emergency situations) dan tindakan khusus (extraordinary measures). Kajian sekuritisasi kemudian akan dianalisis untuk memberikan penjelasan tentang tujuan sekuritisasi dengan konsep strands of securitization. Hasil penelitian secara umum menunjukkan keberhasilan sekuritisasi yang dilakukan oleh Perdana Menteri John Howard dan jajaran pemerintahannya sebagai aktor utama dalam sekuritisasi melalui mekanisme speech act.
Sekuritsasi isu terorisme terjadi dipengaruhi oleh adanya berbagai isu sebagai kondisi pendorong seperti kejadian 9/11, Bom Bali, pemilu di Australia, invasi Afghanistan dan Irak, hingga kemunculan terorisme domestik berbasis jihadis yang dikenal dengan istilah Home-Grown Terrorist (HGT). Selanjutnya keberhasilan proses tersebut menjawab tujuan utama dari proses yaitu untuk mengkonstruksikan ancaman terorisme sebagai agenda keamanan, inisiatif kontra-terorisme untuk memitigasi ancaman di masa depan, fungsi deterrence untuk menghalau tindakan terorisme berkembang di Australia, dan menciptakan mekanisme kontrol terhadap isu terorisme di Australia.

This thesis discusses about securitizations of terrorism in Australia post September 11, 2001 terrorist attack or broadly known as 9/11. The purposes of this study are to describe securitization on the matter of terrorism in Australia and analyze the purposes of securitization occured in the first place. This study utilizes a deductive analysis of qualitative methods supported by secondary data. The analytical framework of this study uses the securitization theory.
The securitization study initially focused on designation of threat and justification of an action with speech act mechanism by the securitizing actors towards the audience under the facilitating condition applied. In the securitization theory, there are four components of securitization involved in the speech act mechanism such as; existential threat, referent object, emergency situations and extraordinary measures. The discussions about securitization will help the study to conclude the objectives securitization on terrorism happened within the strands of securitization model.
This study argues that the successful securitization conducted by Prime Minister John Howard and his cabinet as the main actor of securitization affected by certain phenomena such as; 9/11, Bali Bombing, Australian Elections, Afghanistan and Irak Invasion, and jihadis domestic terrorisme known as Home Grown Terrorist (HGT). It also answers the purpose of the securitization for constructing the threat for security agenda, preemptively building the counter-terrorisme initiative to mitigate terrorism threat in the future, creating the detterence effect, and lastly to gain control over terrorism issue in Australia.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T55362
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pandu Dewonoto
"Skripsi ini membahas proses sekuritisasi terorisme yang dilakukan oleh Pemerintah Amerika Serikat pasca tragedi 9/11 tahun 2001-2003. Skripsi ini menggunakan metode kualitatif dan menganalisis peran Pemerintah Amerika Serikat dalam melakukan langkah-langkah sekuritisasi terhadap terorisme pascatragedi 9/11 sehingga mendorong munculnya isu terorisme di Amerika Serikat. Dengan menggunakan teori sekuritisasi, hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa pascatragedi 9/11, Pemerintahan Amerika Serikat yang saat itu dipimpin oleh Presiden George Walker Bush melakukan berbagai langkah penting yang merupakan bentuk sekuritisasi terhadap terorisme. Langkah-langkah yang dilakukan oleh Pemerintah Amerika Serikat dalam menyikapi Tragedi 9/11 merupakan hal yang bersifat politis yang kemudian mendorong terorisme sebagai permasalahan penting di Amerika Serikat.

This undergraduate thesis discusses the process of the securitization of terrorism in United States of America which is performed by the US Government a fter The 9/11 Tragedy in 2001-2003. This study uses qualitative method and a nalyzes how US Government did the securitization process in response to terrorism after the 9/11 Tragedy so that, terrorism emerged as a big issue in United States. Using the securitization theory, this research shows that after the 9/11 Tragedy, US Government led by President George W. Bush has indeed done se veral steps which can be categorized as a securitization of terrorism. By then, the steps taken by US Government to respond the 9/11 can be categorized as a poli tical action that gradually emerged terrorism as a big issue in US.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S53104
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Amani Husna
"Isu terorisme di Asia Tenggara sejatinya sudah ada jauh sebelum peristiwa 9/11, akan tetapi sejak peristiwa 9/11 dan Bom Bali, isu terorisme baru dianggap sebagai isu serius oleh ASEAN. Penanganan kontra-terorismenya sendiri tidak bisa hanya berada di level domestik, perlu penanganan di level regional, mengingat ancaman terorisme yang merupakan ancaman transnasional. Akan tetapi, masing-masing negara ASEAN memiliki pola dan gerak ancaman terorisme yang berbeda-beda. Perbedaan inilah yang kemudian menghasilkan penanganan yang berbeda di level domestik. Peran ASEAN sebagai institusi regional sangat diperlukan untuk menghasilkan kebijakan kerjasama kontra-terorisme di level regional, namun dalam prakteknya ASEAN menemukan kendala dalam menyusun kebijakan kontraterorisme di level regional. Oleh sebab itu tulisan ini berusaha meneliti bagaimana peran ASEAN dalam upaya menyusun kebijakan kontraterorisme regional di Asia Tenggara pasca 9/11. Tinjauan literatur ini menggunakan metode taksonomi dengan meninjau 21 literatur akademik terakreditasi yang dikategorikan ke dalam tiga tema utama yaitu: 1) problematika terorisme di ASEAN; 2) upaya ASEAN dalam menangani isu terorisme di kawasan; dan 3) kendala kerjasama ASEAN dalam penanganan terorisme di kawasan. Penulis kemudian menemukan bahwa ASEAN menerapkan konsep comprehensive security untuk menjaga stabilitas keamanan regional dari serangan terorisme. Konsep ini memungkinkan masing-masing anggota ASEAN untuk meningkatkan stabilitas keamanan nasionalnya masing-masing, agar harapannya jika keamanan nasional terbentuk dapat mendorong terbentuknya stabilitas keamanan regional tanpa harus melanggar prinsip ASEAN Way.

The issue of terrorism in Southeast Asia existed long before 9/11, but since 9/11 and the Bali Bombings, the issue of terrorism has only been considered a serious issue by ASEAN. Handling counterterrorism cannot only be at the domestic level, and it needs to be handled at the regional level, considering the threat of terrorism, which is a transnational threat. However, each ASEAN country has different patterns and movements of terrorism threats. This difference affect the results in different handling at the domestic level. The role of ASEAN as a regional institution is needed to produce counterterrorism cooperation policies at the regional level, but in practice, ASEAN finds obstacles in formulating counterterrorism policies at the regional level. Therefore, this paper seeks to examine the role of ASEAN in efforts to formulate regional counterterrorism policies in Southeast Asia after 9/11. This literature review employs a taxonomic aproach by reviewing 21 pieces of authorized academic literature that are classified into three categories: 1) the problem of terrorism in ASEAN; 2) ASEAN's efforts in dealing with terrorism issues in the region, and 3) obstacles to ASEAN cooperation in dealing with terrorism in the region. The author then finds that ASEAN applies the concept of comprehensive security to maintain regional security stability from terrorist attacks. This concept allows each ASEAN member to improve the stability of their respective national security and the expectation if national security is formed, it can encourage the establishment of regional security stability without violating the principles of the ASEAN Way."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ridho Rahmadi
"Skripsi ini membahas sekuritisasi isu terorisme oleh National Security Council (NSC) Amerika Serikat pasca peristiwa 9/11 dalam periode Pemerintahan George W. Bush dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dan teori sekuritisasi. Situasi yang terjadi pada masa itu adalah Amerika Serikat yang dikejutkan dengan terjadinya peristiwa 9/11. Peristiwa tersebut mendorong extraordinary measures dari pemerintah Amerika Serikat untuk mencegah peristiwa terorisme seperti 9/11 kembali terulang. Sekuritisasi yang dilakukan oleh Pemerintahan Bush terdiri dari speech act, pencanangan undang–undang, Global War on Terrorism hingga Perang Irak. Dalam proses speech act, terdapat pengaruh dari tokoh-tokoh dalam lingkaran NSC selain Presiden George W. Bush yang ikut berperan mensekuritisasi peristiwa 9/11 dan Global War on Terrorism. Dalam proses sekuritisasi yang terjadi, media memainkan peran yang besar sebagai alat yang berfungsi mengamplifikasi langkah–langkah sekuritisasi terorisme yang diambil oleh Pemerintahan George W. Bush. Media juga berperan dalam menjadikan respon publik terhadap tindakan–tindakan sekuritisasi yang diambil oleh pemerintah menjadi positif. Akhirnya, tulisan ini menyimpulkan bahwa langkah–langkah sekuritisasi yang diambil oleh Pemerintahan Amerika Serikat bersifat politis dan melibatkan aktor lain dalam lingkaran NSC Presiden Bush yang kemudian menggunakan isu terorisme untuk mendorong sekuritisasi terorisme yang bereskalasi menjadi Perang Irak

This undergraduate thesis discusses the securitization of terrorism carried out by the United States NSC after the events of 9/11 in the period of George W. Bush's administration by using qualitative research methods and securitization theory. The situation which occurred at that time portray how the United States was truly shocked by the events of 9/11. The event prompted extraordinary measures from the United States government to prevent terrorism events such as 9/11 to happen again. The securitization carried out by the Bush Administration consisted of a speech act, declaration of laws, Global War on Terrorism and the Iraq War. In the process of expressing speech acts, there were influences from figures within the NSC circle other than President George W. Bush who took part in securitizing the events of 9/11 and the Global War on Terrorism. In the process of securitization that occurred, the media played a large role as a tool that served to amplify the securitization steps of terrorism taken by the George W. Bush Administration. Finally, this paper conclude that the steps of securitization taken by the United States Government are essentially political and involve other actors in the NSC circle of President Bush who then use the issue of terrorism to encourage the securitization of terrorism which further essentially escalates into the Iraq War."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Putu Elvina Suryani
"Tesis ini membahas perubahan kebijakan AS terhadap terorisme melalui kacamata sekuritisasi untuk dapat memahami mengapa dan bagaimana perubahan sekuritisasi terjadi di negara tersebut pada masa Pemerintahan George W. Bush dan Barack H. Obama Tahun 2001-2012. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif komparatif dengan pendekatan kualitatif. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa terdapat variasi sekuritisasi terorisme yang terjadi pada masa Pemerintahan Bush dan Obama. Variasi ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang terkait dengan elemen-elemen sekuritisasi. Hasil penelitian juga menyarankan untuk dilakukannya pengembangan teori sekuritisasi secara lebih luas lagi sehingga memungkinkan untuk digunakan sebagai panduan pembelajaran bagi negara dalam menghadapi ancaman terorisme.

This thesis discussed the change of U.S. policy to terrorism through the lens of securitization in order to be able to understand why and how securitization change happened in U.S. during the George W. Bush and Barack H. Obama Administrations in 2001-2012. This research is descriptive-comparative research with qualitative approach. From the result of this research, there is variation of terrorism securitization during Bush and Obama Administrations periods. This variation is influenced by number of factors which are related with the elements of securitization. The result also suggested to develop securitization theory more broadly therefore it could be used as a study reference for countries in responding the terrorism threat.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakhrul Rizal Razak
"

Tulisan ini menganalisis pengambilan kebijakan militer dalam menanggulangi isu Irregular Maritime Arrival (IMA) di Australia dalam Pemilu Australia tahun 2013. Beberapa kajian terdahulu yang membahas topik ini memberikan gambaran dari sudut pandang sekuritisasi, bahwa telah terjadi proses sekuritisasi isu IMA sehingga penanganan terhadap ancaman IMA membutuhkan intervensi angkatan perang Australia melalui operasi militer di perbatasan. Namun, dalam konteks Pemilu Australia 2013, kajian-kajian terdahulu tersebut belum menjelaskan mengapa isu ini disekuritisasi oleh Koalisi Partai Liberal-Nasional sehingga menghasilkan kebijakan yang koersif dalam penanganan IMA. Dengan menggunakan strands of securitization, tulisan ini menganalisis tujuan apa saja yang ingin dicapai oleh aktor sekuritisasi dari sekuritisasi isu IMA di Australia. Temuan tulisan ini menunjukan bahwa sekuritisasi yang dilakukan sejak masa kampanye hingga periode Pemerintahan Tony Abbot ditujukan untuk mengangkat isu IMA dalam agenda keamanan nasional karena kedaruratan isu ini dan legitimasi atas diambilnya tindakan luar biasa melalui Operation Sovereign Borders (OSB) untuk mengeliminir ancaman dari kedatangan imigran ilegal ke Australia. Melalui OSB, pemerintah juga berharap dapat memunculkan efek penggentaran kepada para pencari suaka yang berpotensi datang secara ilegal ke Australia melalui laut.


This article analyzes military policy making made by Australian Governmentto tackle the issue of Irregular Maritime Arrival (IMA) in Australia during the Australian Federal Election in 2013. Some of existing studies on the topic illustrate from the point of view of securitization, that IMA issue has been securitized and requires the intervention of the Australian army through millitary operation in the Australian border. However, in the context of the 2013 Australian Federal Elections, these earlier studies have not explained the objectives of securitization resulting in an assertive policy towards IMA. By employing the strands of securitization concept, this paper analyzes what objectives the securitizing actor wants to achieve from the securitization of IMA in Australia. The findings of this paper indicate that the securitization was aimed at raising the issue of illegal immigrants on the national security agenda due to the emergence of this issue and to gain legitimacy of extraordinary measures to eliminate the threat possesed by IMA. This securitization also aimed to create deterrence effect towards the asylum seekers who are planning to go to Australia by boat illegally.

"
2019
T52938
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heggy Kearens
"ABSTRAK
Tesis ini membahas Kebijakan Luar Negeri Australia terhadap Indonesia: Kebijakan Kontra Terorisme Pasca Serangan Bom Bali 1 pada kurun waktu 2002-2008. Penelitian ini berupa penelitian kuantitatif dengan metode studi literature. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan luar negeri Australia terhadap Indonesia dipengaruhi oleh determinan internal berupa pemerintahan yang berkuasa (partai), opini publik, dan media massa. Selain itu, dipengaruhi pula oleh determinan eksternal berupa hubungan Australia dengan Amerika Serikat dan situasi global yang mendorong penguatan isu HAM. Kesemua variabel determinan tadi mempengaruhi pemerintah Australia dalam memutuskan kebijakan luar negeri yang mengacu pada pendekatan yang bersifat soft approach.

Abstract
This research discusses Australia‟s foreign policy toward Indonesia: Counter terrorism policy after the first Bali bomb attack during the period 2002-2008. The purpose of this research is to find and understand why Australia decided to use soft approach counter-terrorism due to Indonesia. The result of this research showed that Australia‟s foreign policy toward Indonesia affected by the internal determinants of the ruling party, public opinion, and mass media. It is also affected by external determinants of relations between Australian and the United States; global situation that encourages the strengthening of human rights issue. All these variables affect the government in deciding foreign policy which will be refers to the soft approach."
2012
T30458
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dwita Komala Santi
"Illegal, Unreported and Unregulated Fishing sebagai bentuk ancaman kontemporer merupakan hasil dari perkembangan kajian keamanan internasional yang tidak lagi terfokus pada militer, tetapi juga dimensi lain yang saling terkait yakni militer, sosial, politik, ekonomi dan lingkungan. Maraknya praktik IUU Fishing memberikan dampak buruk yang siginifikan kepada negara-negara korban, seperti Indonesia dan Australia. Menjawab masalah ini, kedua negara menetapkan cara penangangan luar biasa extraordinary measure yang diimplementasikan melalui produk kebijakan dengan pendekatan yang berbeda. Indonesia menggunakan pendekatan law enforcement dengan kebijakan penenggelaman kapal sedangkan Australia lebih memilih untuk melakukan pendekatan diplomasi dan perundang-undangan. Teori sekuritisasi dari Barry Buzan dan metode perbandingan politik digunakan dalam penelitian ini sebagai fondasi analisa dan bertujuan untuk menghadirkan kajian keamanan melalui politik perbandingan. Analisa pada penelitian ini ditekankan pada besarnya peran aktor sekuritisasi dalam kebijakan kedua negara. Hasil temuan dari penelitian menunjukan bahwa kedua negara mampu mengimplementasikan produk kebijakannya dengan efektif yang dibuktikan dengan peningkatan pada sumber daya perikanan dan pengurangan praktik IUU Fishing.

Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing IUU Fishing as a form of contemporary threat is the result of the development of international security studies that is no longer focused on military, but also other aspects such as social, politics, economy, and environment. The rise of IUU Fishing gives a significant negative impact towards the victim countries, such as Indonesia and Australia. Answering this problem, both countries define extraordinary measure which is implemented through policy products with different approaches. While Indonesia is using the law enforcement approaches, Australia, in the other hand, prefers to approach diplomacy and legislation. Barry Buzan's theory of securitization and political comparison methods is used in this research as a foundation of analysis and aims to present security studies through comparative politics. The analysis of this research emphasizes the role of actors of securitization in both countries'policy. The result of this research shows that both countries are able to implement their policy product effectively which is proved by the increasing of fisheries resources and the decreasing of IUU Fishing. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silaban, Lidia Yopita
"Peningkatan peran dan partisipasi perempuan secara signifikan dalam kelompok teroris serta aksi terorisme beberapa tahun belakangan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas, telah menjadi fenomena yang menarik perhatian dan cukup mengejutkan dunia internasional. Meskipun perempuan masih memegang proporsi teroris yang jauh lebih kecil apabila dibandingkan dengan laki-laki, namun para sarjana dalam beberapa tahun terakhir mulai memusatkan perhatian mereka pada meningkatnya jumlah dan pentingnya perempuan dalam peran-peran ini. Tulisan ini merupakan tinjauan literatur mengenai keterlibatan perempuan dalam terorisme sebagai fenomena hubungan internasional dengan menggunakan metode taksonomi yang bertujuan untuk mengklasifikasi 36 literatur berdasarkan kesamaan tema. Tulisan ini menekankan penemuan terhadap tiga tema umum dari literatur yang ada mengenai perempuan dalam terorisme yaitu: (1) motivasi perempuan berpartisipasi dalam kelompok teroris dan aksi teror; (2) peran perempuan dalam kelompok teroris dan aksi teror; dan (3) faktor pendukung keterlibatan perempuan dalam terorisme. Tinjauan literatur ini berupaya untuk menunjukkan konsensus, perdebatan serta kesenjangan dalam topik ini. Tulisan ini mengidentifikasi bahwa kesalahpahaman terhadap motivasi, peran, dan faktor pendukung keterlibatan perempuan dalam terorisme dapat menyebabkan semakin langgengnya fenomena ini. Lebih lanjut, tulisan ini berargumen bahwa memahami motivasi, peran, dan faktor pendukung perempuan terlibat dalam terorisme merupakan bagian penting untuk dapat mengatasi fenomena ini.

The significant increase in the role and participation of women in terrorist groups and acts of terrorism in recent years, both in terms of quantity and quality, has become a phenomenon that has attracted attention and surprised the international community. Although women still hold a much smaller proportion of terrorists when compared to men, scholars in recent years have begun to focus their attention on the increasing number and importance of women in these roles. This paper is a literature review on the involvement of women in terrorism as a phenomenon of international relations using a taxonomic method that aims to classify 36 literatures based on similar themes. This paper emphasizes the findings of three general themes from the existing literature on women in terrorism, namely: (1) women's motivation to participate in terrorist groups and acts of terror; (2) the role of women in terrorist groups and acts of terror; and (3) supporting factors for women's involvement in terrorism. This literature review seeks to highlight the consensus, debate and gaps in this topic. This paper identifies that a misunderstanding of the motivations, roles, and supporting factors of women's involvement in terrorism can cause this phenomenon to last longer. Furthermore, this paper argues that understanding the motivations, roles, and supporting factors of women being involved in terrorism is an important part of being able to overcome this phenomenon.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ronal Balderima
"ABSTRAK
Pembentukan dan Muatan materi peraturan perundang-undangan di bidang terorisme telah coba diatur dalam bentuk Perpu maupun dalam Undang-Undang. Pembentukan Perpu dilakukan karena hal ihwal kegentingan yang memaksa dimana belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur terkait terorisme kemudian Perpu harus ditetapkan menjadi Undang-Undang melalui proses pengesahan di DPR. Pembentukan Perpu terorisme telah melanggar prinsip negara hukum, melanggar hierarki norma hukum, tata urutan peraturan perundang-undangan sehingga mengabaikan pertimbangan hak atas rasa aman dalam pembentukannya. Pembentukan Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 telah memenuhi prinsip negara hukum, hierarki norma hukum, tata urutan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat itu meski tidak semua prosedur dapat terpenuhi dengan baik. Pembentukan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2018 telah memenuhi prinsip negara hukum, serta telah memenuhi semua prosedur pembentukan Undang-Undang sebagaimana pengaturan yang berlaku. Materi muatan peraturan Perpu dan Undang-Undang pemberantasan terorisme belum memenuhi syarat-syarat muatan undang-undang yang baik dengan tidak terpenuhinya pengaturan hak atas rasa aman dalam hal yang menjadi sorotan adalah terkait defenisi dari terorisme yang multi tafsir, jangka waktu penahanan yang tidak memenuhi konvensi internasional terkait hak-hak sipil dan politik serta menyimpangi aturan KUHAP Indonesia, serta pelibatan kembali TNI dalam penindakan terorisme adalah tanda nyata bahwa pemenuhan hak atas rasa aman sebagaimana yang diatur dalam Pasal 28G ayat 1 akan dapat terwujud. Politik hukum peraturan perundang-undangan di bidang pemberantasan terorisme di Indonesia yang dilaksanakan dari tahun 1998-2018 dalam hal pembentukannya dan materi muatan
telah mengabaiakan prinsip negara hukum, tidak tertib tata aturan perundang-undangan, serta dengan tidak mengindahkan hak atas rasa aman. Politik hukum peraturan perundang-undangan pemberantasan tindak pidana di bidang terorisme menunjukkan ketidaksuaian dengan Pasal 28G ayat 1 UUD Tahun 1945.

ABSTRACT
The formation and content of legislative material in the field of terrorism has been tried in the form of a Government Regulation in Lieu of Law or Law. The Government Regulation in Lieu of Law was formed because of a matter of urgency where there were no laws and regulations governing terrorism, then the Government Regulation in Lieu of Law had to be stipulated into a Law through the ratification process in the DPR. The establishment of Government Regulation in Lieu of Law on terrorism has violated the principles of the rule of law, violated the hierarchy of legal norms, the ordering of laws and regulations, thus ignoring the consideration of the right to a sense of security in its formation. The formation of Law No. 13 of 2003 has fulfilled the rule of law, the hierarchy of legal norms, the order of the laws and regulations that were in force at the time although not all procedures were fulfilled properly. Formation of Law Number 5 Year 2018 has met the principles of the rule of law, and has fulfilled all procedures for the formation of the Law as applicable regulations. The contents of Government Regulation in Lieu of Law and the Law on eradication terrorism have not fulfilled the requirements for a good law content with the non-fulfillment of the regulation of the right to security in the matter of concern is related to the definition of terrorism which has multiple interpretations, the period of detention that does not meet the convention international relations with civil and political rights and deviating from the Indonesian Criminal Procedure Code, and the reengagement of the TNI in the fight against terrorism is a clear sign that the fulfillment of the right to security as regulated in Article 28G paragraph 1 will not be realized. The legal policy of legislation in the field of eradication terrorism in Indonesia carried out from 1998-2018 in terms of its formation and material content has ignored the rule of law, disorganized rules and regulations, and with no regard
for the right to security. The legal policy of the laws and regulations eradicating criminal acts in the field of terrorism shows dissonance with Article 28G paragraph 1 of the 1945 Constitution."
Jakara: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>