Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 155543 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Fariq Makarim
"Penggunaan domain luar angkasa sebagai domain atau medan perang dicoba seiring dengan adanya teknologi yang mampu menempatkan manusia di luar atmosfer bumi. Sistem teknologi ini juga memungkinkan kemajuan peradaban manusia dalam berbagai bidang, termasuk perdagangan, keuangan, komunikasi, transportasi, dan pertahanan. Adanya teknologi ini mendorong penyesuaian sistem
pertahanan untuk mengembangkan konsep, strategi, dan organisasi untuk membentuk kemampuan tempur luar angkasa sesuai dengan kepentingan nasional. Amerika Serikat sedang merencanakan penyesuaian kelembagaan dengan mengambil kekuatan tempur combat luar angkasa independen, yaitu Angkatan Luar Angkasa, untuk memanfaatkan peluang dan menghadapi kerentanan yang berasal dari domain luar angkasa. Rencana ini dimanifestasikan dalam laporan Komisi untuk Menilai Keamanan Nasional Amerika Serikat Penataan Ruang dan Organisasi pada tahun 2001. Namun, tindak lanjut berupa
Kebijakan Space Force tidak dapat ditemukan hingga 2018 setelah terjadi dua kali pergantian presiden. Penelitian ini akan mencoba menjelaskan keterlambatan tersebut Kebijakan Space Force dalam sistem pertahanan AS. Penjelasan keterlambatan ini this akan dijelaskan dengan menggunakan konsep Revolution in Military Affairs (RMA). Ruang angkasa Gaya dianggap sebagai salah satu unsur penyusun RMA yang kehadirannya dipengaruhi oleh unsur penyusun lainnya, yaitu strategi perang luar angkasa dan teknologi senjata. Tidak adanya unsur penyusun lain dan hambatan dalam struktur Pertahanan AS menyebabkan kebijakan Space Force tidak terwujud di Amerika Persatuan.

The use of the outer space domain as a domain or battlefield was tried along with the technology that was able to place humans outside the earth's atmosphere. This technological system also enables the advancement of human civilization in various fields, including trade, finance, communication, transportation, and defense. The existence of this technology encourages system adjustments defense to develop concepts, strategies and organizations to form space combat capabilities in accordance with national interests. The United States is planning institutional adjustments by taking on a combat force independent outer space, i.e. the Space Force, to take advantage of opportunities and deal with vulnerabilities emanating from the outer space domain. This plan was manifested in the report of the Commission to Assess the National Security of the United States Spatial Planning and Organization in 2001. However, follow-up took the form of Space Force policy could not be discovered until 2018 after two presidential changes. This study will try to explain the delay in the Space Force Policy in the US defense system. The explanation for this delay will be explained using the Revolution in Military Affairs (RMA) concept. Space Gaya is considered as one of the constituent elements of RMA whose presence is influenced by other constituent elements, namely space war strategy and weapons technology. The absence of other constituent elements and obstacles in the structure of US Defense caused the Space Force policy to not materialize in the United States."
Depok: 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Muhammad Teguh Ariffaiz
"Dalam Hubungan Internasional kekuatan militer memainkan peran penting dalam membentuk tatanan kekuatan global. Negara-negara, terutama kekuatan utama dunia, saling bersaing untuk mengembangkan kemampuan militer yang dapat meungguli kekuatan yang dimiliki oleh negara lawan. Persaingan ini menghasilkan konsep revolution in military affairs yaitu revolusi teknologi, doktrin dan organisasi militer yang dapat membawa perubahan besar terhadap cara bagaimana negara berperang. Cina sebagai kekuatan besar di dunia menjadi salah satu negara yang mengembangkan RMA bagi angkatan bersenjatanya, dengan menempuh jalan perkembangan RMA yang asimetris. Tulisan ini akan membahas kajian literatur mengenai perkembangan RMA Cina menggunakan metode taksonomi dengan membagi ke dalam tiga tema besar: ancaman eksternal, kekuatan ekonomi pertahanan dan penguasaan teknologi militer. Dari kajian literatur yang dilakukan, ditemukan bahwa Cina mengembangkan kemampuan RMA yang asimetris sebagai respon dari kehadiran ancaman eksternal, yaitu kekuatan militer Amerika Serikat. Kelemahan negara tersebut dalam segi ekonomi pertahanan dan penguasaan teknologi mengharuskan Cina untuk menempuh pengembangan kemampuan yang asimetris. Cina mengembangkan kemampuan peperangan informasi IW dan anti-access/area denial A2/AD sebagai antitesis dari kemampuan utama militer AS yaitu kemempuan network centric warfare, dan kemampuan proyeksi kekuatan. Kesimpulan yang didapat adalah RMA Cina yang asimetris berhasil mengancam kemampuan beroperasinya militer AS di kawasan Asia Timur dan Pasifik Barat, sehingga meningkatkan biaya bagi intervensi militer AS dalam konflik bersenjata yang melibatkan Cina. Dalam konteks peperangan lokal yang terbatas, kemampuan tersebut berpotensi efektif dalam menjamin keamanan Cina dari intervensi militer AS.

In International Relations, military power plays an important role in shaping the international order. States, especially the great powers of the world, continuously compete to develop military capability that can challenge those of their adversaries. This competition resulted in the concept of revolution in military affairs (RMA), a military technological, doctrinal and organizational revolution that brings about a major change in the way the states wage war. China as a world major power is one of the countries that are currently developing RMA for its armed forces, by taking an asymmetric development path for its RMA. This paper will discuss literature review on the development of Chinese RMA using taxonomic methods by dividing into three major themes: external threats, defense economy capability and the mastery of military technology. From the literature review conducted, it was found that China developed an asymmetric RMA capability in response to the presence of external threats, namely the presence US military power in East Asia and Western Pacific region. The country's weakness in terms of defense economy capability and technological mastery requires China to pursue the development of asymmetric capabilities. China developed information warfare (IW) and anti-access / denial areas (A2 / AD) capabilities as the antithesis to US military's main capabilities which are network centric warfare, and long distance power projection. This paper concludes that China's asymmetric RMA capability successfully threaten US military's operational capabilities in East Asia and Western Pacific region, by raising the costs for US military intervention in armed conflict involving China. In the context of a limited local war, these capabilities are potentially effective in ensuring China's security from US military intervention."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
R. Mokhamad Luthfi
"Tesis ini membahas mengenai revolution in military affairs (RMA) dalam kebijakan pertahanan Indonesia, yaitu pembangunan postur pertahanan berbasis minimum essential force (MEF/kekuatan pokok minimum) tahun 2010-2014. Tesis ini ingin melihat sejauhmana wacana RMA diadopsi dalam pembangunan kekuatan pokok minimum tersebut dengan melihat kepada perubahan tiga dimensi: teknologi, doktrin, dan organisasi militer Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan didukung data kuantitatif sebagai bahan analisis. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa Indonesia tidak secara resmi mengadopsi RMA, namun wacana RMA telah menjadi salah satu penyebab perubahan dan inspirasi bagi akuisisi teknologi peralatan dan sistem senjata, doktrin, dan organisasi di tubuh TNI. Meskipun demikian, dari berbagai dokumen perencanaan dalam pembangunan MEF terdapat isyarat bahwa Indonesia menuju RMA.

This study addresses the revolution in military affairs (RMA) in Indonesia's defense policy, which directed to a defense posture based on the minimum essential force (MEF) 2010-2014. This study would like to see how far the discourse of the RMA was adopted in the minimum essential force by observing the changes in three dimensions of the Indonesian military: technology, doctrine, and organization. This research is a qualitative research which supported by quantitative data for analysis of materials. The results show that Indonesia has not officially adopted the RMA, but the RMA discourse had been one of the causes of change and inspiration for the acquisition of high technology equipment and weapons systems, doctrine, and organizations in the TNI. Nevertheless, from various government planning documents in the development of MEF there is a sign that there Indonesia is towards the RMA."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T30505
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Faris De Indonesia
"Dalam dunia arsitektur, ruang memiliki berbagai definisi. Di antaranya, ada ruang absolut yang memiliki sifat statis dan ruang relatif yang bersifat lebih dinamis. Ruang apa pun itu, terdapat interioritas di dalamnya yang bekerja sebagai sebuah sistem ruang. Sebagai sistem ruang, interioritas memiliki berbagai konten yang membantunya bekerja. Konten ini sendiri terdiri dari banyak elemen dan variabel yang, pada akhirnya, berpengaruh terhadap pembentukan evolusi, revolusi, dan oposisi ruang itu sendiri. Sebaliknya, evolusi, revolusi, dan oposisi juga dapat digunakan sebagai metode untuk mengendalikan interioritas. Keterkaitan keduanya menjadi keunikan tersendiri sebagai cara untuk memahami dan mengendalikan interioritas, ruang, bahkan waktu.

In architecture world, space has many definitions. Among them, there're absolute space which has static nature and relative space which has more dynamic nature. Whichever it is, it has its own interiority that works as a system of space. As a system of space, interiority has various contents that help it works. These contents itself consist of many elements and variables that, eventually, have an impact to the evolution, revolution, and opposition of space itself. Conversely, evolution, revolution, and opposition could also be used as a method to control interiority. The interrelation of both has its own uniqueness as a method for understanding and controlling interiority, space, even time."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alif Nurfakhri Muhammad
"Ruang Angkasa, sebagai suatu wilayah yang digolongkan sebagai common heritage of mankind dijamin kebebasan penggunaannya oleh Outer Space Treaty 1967. Namun, perjanjian internasional tersebut belumlah cukup dalam mengatur aktivitas militer di Ruang Angkasa. Hal ini dibuktikan dengan penggunaan Ruang Angkasa oleh Amerika Serikat dan Republik Rakyat Cina untuk pengujian-pengujian senjata. Kedua negara tersebut berpendapat secara konsisten dalam praktiknya bahwa Ruang Angkasa dapat digunakan untuk aktivitas-aktivitas militer yang tidak agresif terhadap negara lain. Oleh karena itu, perlu dikaji kembali peraturan-peraturan dalam perjanjian-perjanjian internasional, baik yang berkaitan langsung dengan aktivitas Ruang Angkasa, maupun pemahaman-pemahaman para ahli dalam menginterpretasikan perjanjian-perjanjian internasional yang dapat diaplikasikan kedalam masalah aktivitas-aktivitas tersebut. Skripsi ini akan berusaha menjelaskan mengenai hukum-hukum internasional secara umum mengenai aktivitas militer dan secara khusus mengenai aktivitas-aktivitas militer yang agresif di Ruang Angkasa. Lebih spesifik lagi, skripsi ini juga akan berusaha secara hukum dan kebijakan, mengeksplorasi mengenai aktivitas agresif Amerika Serikat dan Republik Rakyat Cina di Ruang Angkasa. Aktivitas ini akan dianalisis dengan membaginya kedalam tiga kategori pengaturan, dari aktivitasnya menurut Outer Space Treaty, dari sifat pelaksanaannya, serta dari dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan di Ruang Angkasa. Berdasarkan hal-hal tersebut, maka akan disarankan bahwa perlu pembahasan lebih lanjut terkait perjanjian-perjanjian internasional yang lebih spesifik bagi aktivitas militer di Ruang Angkasa, yang mana dapat diawali dengan usaha-usaha pendekatan soft law dengan membuat manuals yang terfokus pada hal tersebut.

Outer Space, as a common-heritage-of-mankind territory was guaranteed the freedom of use by the Outer Space Treaty of 1967. However, this treaty alone did not cover the whole aspects of military activity in Space. Such “incompletion” was why the United States and China conducted “military testing” of antisatellite weapons. Both Nations have, consistently showed that their practice in Outer Space was “non-aggressive”, as to their understanding of the peaceful purposes stipulation under the treaty. Hence, it is within this thesis to revisit all relevant international law sources, as a way to comprehensively understand the alternative legal basis to military activities in Outer Space. This thesis will also analyze experts’ opinion on military activity in Outer Space and their understanding of the relevant international law sources. Based on this analysis it can also be advised that there is an emerging need to revisit the law to Outer Space internationally, especially on the matter of military activities.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aria Rahadyan
"Pelaksanaan Operation Iraqi Freedom di Irak tahun 2003 disebut-sebut sebagai momentum tercapainya suatu revolution in military affairs oleh militer Amerika Serikat. Penjatuhkan rezim Saddam Hussein dari kepemimpinannya di Irak berhasil dilakukan dengan tempo yang singkat dan korban jiwa serta biaya yang minim. Tujuh tahun sebelumnya, Departemen Pertahanan Amerika Serikat mempublikasikan dokumen Joint Vision 2010, yang berisi konsep-konsep operasional yang dirancang Amerika Serikat untuk dapat mencapai suatu bentuk dominasi menyeluruh dalam setiap pertempuran yang melibatkan militer Amerika Serikat. Konsep-konsep tersebut terbukti berhasil diimplementasikan secara efektif dalam pelaksanaan Operation Iraqi Freedom. Penelitian ini kemudian menganalisis faktor-faktor penyebab berhasilnya implementasi konsep-konsep tersebut dengan menggunakan metode penelitian kuantitaif-eksplanatif. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa, keberhasilan implementasi konsep-konsep operasional tersebut disebabkan oleh faktor kapabilitas speed, precision, situational awareness dan jointness yang dimiliki oleh militer Amerika Serikat dalam pelaksanaan Operation Iraqi Freedom.

In 2003, United States conduct a military operation in Iraq to topple the Saddam Hussein's Ba'athist regime and replace it with a stable democracy government. The major combat operations in the so-called "Operation Iraqi Freedom" which occurred from March 20, 2003 to April 9, 2003, is described to represent the achievement of a revolution in military affairs by the United States military. Seven years prior to the operation, the United States Department of Defense published "Joint Vision 2010", a conceptual template for how United States' Armed Forces will channel the capabilites to achieve a revolution in military affairs. The operational concepts which included in the document proofed to be implemented successfully seven years later in Operation Iraqi Freedom. This research try to analyze the major contributing factors to the implementations of Joint Vision 2010 in Operation Iraqi Freedom, which come to the conclusion that the implementation has been achieved succesfully because of four capabilites that United States' Armed Force possessed: speed, precision, situational awareness and jointness.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Udsi Siska Widirianti
"Setelah kekalahan Jepang Perang Dunia II, pembangunan Jepang dibidang militer dihentikan dan dipaksa oleh Amerika Serikat untuk fokus hanya pada pertahanan diri. Namun awal abad ke-21, perubahan situasi keamanan dan politik di wilayah seperti China dan Korea Utara telah mendorong Jepang untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan armada militernya. Dalam meningkatkan kapabilitas militer, Jepang melihat Indonesia sebagai negara militer terbesar di Asia Tenggara kemudian mengadakan kerjasama dalam bidang militer. Di bidang pertahanan, Jepang telah menjadi salah satu mitra Indonesia dalam pembangunan kapabilitas pertahanan dan peningkatan profesionalitas prajurit TNI. Indonesia dan Jepang juga mengembangkan kerjasama pendidikan, antara lain pertukaran perwira untuk mengikuti pendidikan pengembangan, pendidikan dan latihan (diklat), pertukaran kunjungan pejabat tinggi pertahanan dan militer Jepang dan Indonesia. Penelitian ini membahas mengenai hubungan Jepang dan Indonesia dalam bidang militer. Jepang dalam ekspansi militernya melihat perkembangan Cina dan Korea Utara khususnya ketegangan di wilayah Laut Cina Selatan. Jepang juga melihat potensi yang dimiliki oleh negara-negara Asia Tenggara khususnya Indonesia yang diyakini oleh pihak Jepang sebagai salah satu negara yang akan berperan besar menjaga keamanan wilayah Asia Tenggara yang juga penting bagi banyak negara maju dari seluruh dunia.

After Japan's defeat of World War II, the Japanese development of military field stopped and forced by the United States to focus solely on selfdefense. But the early 21st century, conversion of the security and political situation in China and North Korea have been encouraging Japan to improve its military and fleet capacity and capability. By enhancing military capability, Japan saw Indonesia as the largest army in Southeast Asia and entered into military cooperation of Japan-Indonesia later. Japan Self-Defense forces (JSDF) has been developing a global partnership for development of Indonesian defense capabilities and professionalization of Indonesian national armed forces, furthermore, conducting other field cooperations such as military personnel exchange, education and training, military-to-military cooperation and exercises, disaster response, and exchange of visits between high-ranking military officers. This research discusses the military relationship of Japan and Indonesia in the military field. Japan's military expansion saw the development of China and North Korea especially the tension in South China Sea Region. Japan also saw the potential possessed by Southeast Asian countries particularly Indonesia, which is believed by the Japanese as one of the Southeast Asian countries that played a major role that was able to maintaining Southeast Asia security.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raditya Dzaki Saputra
"Pertumbuhan transaksi digital di Indonesia semakin tinggi tiap tahunnya. Peluang tersebut dilirik oleh perusahaan bank di Indonesia untuk menyediakan layanan perbankan digital yang bertujuan untuk mengakselerasi pertumbuhan transaksi digital dari waktu ke waktu. Pertumbuhan itu membuat intensitas kompetisi di dalam industri bank digital semakin tinggi sehingga dynamic capabilities dibutuhkan untuk merespons tingginya tingkat kompetisi yang ada. Penelitian kualitatif ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempermudah (enabling factors) munculnya dynamic capabilities serta praktik dynamic capabilities pada perusahaan bank digital di Indonesia. SeaBank sebagai perusahaan bank digital yang telah berhasil menduduki posisi tertinggi di dalam industri bank digital pada 2022 dipilih oleh peneliti sebagai sampel dalam penelitian ini. Data yang didapatkan setelah mewawancarai lima informan yang memiliki jabatan tinggi kemudian dianalisis menggunakan tabel coding. Hasil yang ditemukan adalah external enabling factors memicu munculnya dynamic capabilities melalui berbagai aktivitas linear yang terhubung dengan dimensi sensing, seizing, dan reconfiguring. Aktivitas linear yang dilakukan oleh SeaBank juga terbantu oleh faktor yang berasal dari dalam perusahaan. Secara utuh, semua proses yang berlangsung membantu SeaBank untuk menduduki posisi tertinggi di dalam industri bank digital 2022 yang tercermin dari performa keuangan yang sehat.

The growth of digital transactions in Indonesia is increasing every year. The opportunity is then seized by Indonesia’s digital banks to serve digital banking services that accelerate the growth of digital transactions. That rapid growth has created high competitive intensity in the industry. In that condition, dynamic capabilities in digital banks are needed to cope with the industry’s competition. This qualitative research is intended to analyze the enabling factors of dynamic capabilities and also the practice of it in digital banks. As a digital bank that has led the Indonesia’s bank digital industry in 2022, SeaBank is chosen by the researcher as a sample. The data that was obtained after interviewing five executives was analyzed using the coding table. The results show that external enabling factors triggers the practice of dynamic capabilities in SeaBank through sensing, seizing, and reconfiguring activities. Those activities were also supported by the internal enabling factors that came from the company. As a whole, the dynamic capabilities process has helped SeaBank to become the market leader of Indonesia’s digital banks in 2022 and it’s reflected from SeaBank’s healthy financial report.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alifa Istiqomanita
"ABSTRAK
Dalam adaptasinya terhadap konteks yang selalu berubah seiring berjalannya waktu, ruang temporal selalu mengalami keadaan tarik-menarik antara 2 elemen yang saling kontradiktif. Keadaan tarik menarik ini disebut dengan tensi, yang mana terbentuk dari kontradiksi elemen eksternal yang disebut force dan elemen internal yaitu counterforce yang memiliki alat perlawanan yang disebut resistensi.
Menanggapi hal tersebut, skripsi ini akan membahas lebih lanjut tentang bagaimana cara resistensi merespon kondisi tensi yang ada. Sehingga, respon tersebut dapat digunakan sebagai proses adaptasi berupa mekanisme pembentukan atau pengaturan ruang yang adai dalam keadaannya yang sementara. Untuk mencapai pemahaman yang mendalam akan resistensi tersebut dilakukan studi literatur dan observasi terhadap ruang temporal yang telah hadir. Skripsi ini kemudian memberikan pemahaman akan adanya respon yang berbeda dari resistensi pada setiap perubahan force dan counterforce dalam setiap masa dalam periode tensi dalam ruang yang temporal. Adapun respon resistensi yang dibahas dalam skripsi ini berupa aturan dan antisipasi terhadap relasi force-counterforce.

ABSTRACT
In the adaptation to context that always change over time, temporal space experiences a state of attraction between two contradictory elements. This state of attraction is called tension, which is formed from the contradiction of external elements called force and internal elements called counterforce which have a resistence as a form of defense mechanism.
In response, this thesis will discuss more about how resistance responds to the existing tension. Thus, the response can be used as a mechanism for spatial formation that is able to adapt to its temporary conditions. To achieve a deep understanding of this resistance, a literature study and observation of the temporal space that are present are carried out. This thesis then provides an understanding of the different responses of resistance to changes in force and counterforce at any time in the tension period of temporal space. The resistance response discussed in this thesis is in the form of rules and anticipation of force-counterforce relations."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brinton, Crane, 1898-1968
New York: Prentice-Hall, 1952
901 BRI a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>