Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 180213 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aninda Kharistiyanti
"Bahasa dalam proses nation-building dan dekolonisasi sebuah bangsa merupakan aspek yang sangat penting, karena bahasa dapat mempengaruhi aspek-aspek lainnya, seperti ekonomi, politik, budaya, dan pendidikan. Tulisan ini fokus pada kajian mengenai pengaruh bahasa terhadap proses nation-building dalam kaitannya dengan dekolonisasi
Timor-Leste sebagai sebuah bangsa. Kompleksitas sejarah menyebabkan masyarakat Timor-Leste terbagi menjadi beberapa kelompok generasi dengan penguasaan bahasa yang berbeda. Berangkat dari praktik berbahasa sehari-hari yang dibedakan menjadi ranah formal dan nonformal, diketahui bahwa bahasa memiliki peranan penting dalam
pembentukan identitas bangsa. Tuntutan untuk menguasai setidaknya empat bahasa: Tetum, Portugis, Inggris, dan Indonesia memiliki konsekuensi dan membuat bahasa kemudian menjadi tantangan bagi proses nation-building dan dekolonisasi Timor-Leste. Pendidikan selalu menjadi salah satu cara yang digunakan pemerintah untuk mengonstruksi identitas masyarakatnya dan bahasa adalah alat yang mendukungnya. Namun, hal yang seringkali luput dari perhatian adalah bahwa praktik berbahasa pada ranah formal dan nonformal sama sekali berbeda. Artinya, kekuatan dan kontrol terhadap proses nation-building dan dekolonisasi juga berbeda.
Language is a crucial aspect in the process of nation-building and decolonization of a nation by means of its power to influence other aspects, such as economic, politic, culture, and education. This paper focuses on the influence of language towards the nation-building process in the decolonization of Timor-Leste as a nation. The consequences of historical complexity construct several generation groups of Timorese with distinct language proficiency. Drawing from language practice in everyday life which is distinguished to formal and nonformal sphere, known that language has a significant role in the formation of national identity. The demand to be proficient at the
very least in four language: Tetum, Portuguese, English, and Indonesian leads to the consequences and language subsequently becomes the challenge for nation-building and decolonization process of Timor-Leste. Education has always been used by the state to construct national identity and language is an instrument to promote the process.
However, the discrepancy between formal and nonformal sphere of practicing language usually unrecognize. By which it means, the power and control towards the process is also distinctive."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahar Mardjono
"

Neurologi dalam bentuk pengetahuan kedokteran dan keilmuan di Indonesia memang belum mendapat perhatian selajaknja, baik dari para dokter maupun dari masjarakat. Untuk dapat mengerti tugas neurologi dalam rangka "nation building", hendaknja dikenal dahulu potensi neurologi. Jang mengenal tugas neurologi tanpa mempunjai pengertian tentang ilmu tersebut ialah para penderita penjakit saraf Jang seharusnja mengerti tentang tugas neurologi, akan tetapi sering tidak mengetahuinja ialah para. dokter. Kegandjilan tersebut disebabkan oleh berbagai keadaan dimasa jang lampau.

Dizaman kolonial Belanda, meskipun para gurubesar dalam mata peladjaran neurologi ialah orang kenamaan jang meninggalkan hasil karia jang sangat berharga, neurologi tidak dapat berkembang sebagaimana mestinja, Bantuan materiil, dari pimpinan sangat kurang, sedangkan para dosen dalam mata peladjaran neurologi; baik pada , Geneeskundige Hogesehool" di Djakarta (Profesor VAN WULFFTEN PALTHE) maupun pada NederIands Indische Artsen School di Surabaja (DR. VAN DER SCHAAR) ialah seorang psikiater-neurolog jang lebih memperhatikan psikiatri daripada neurologi.

Gurubesar jang kemudian diberi tugas khusus dalam neurologi, jaitu Profesor VERHAART, ialah seorang jang memang menjerahkan djiwa dan raganja kepada neurologi, akan tetapi titik berat kegiatannja diletakkan pada bidang riset, terutama pada bidang neuroanatomi, sedangkan klinik neurologi kurang diperhatikan. Pendidikan dalam neurologi untuk para mahasiswa dan dokter oleh karena itu tidak dapat menambah semangat untuk lebih memperdalam pengertian tentang neurology.

Berkat kemerdekaan bangsa kita kini dalam memperkeimbangkan neurologi maka kita dapat menentukan keinginan dan keaktifan kita sendiri.

Konfrontasi terhadap penderitaan rakjat disegala bidang telah membangkitkan semangat pada kita ,untuk ikut meringankan beban penderitaan tersebut dan menimbulkan hasrat untuk bekerdja menudju kekemakmuran bangsa Indonesia. Profesor SLAMET IMAM SANTOSO ialah gurubesar pertama dalam neurologi dan psikiatri di Indnnesia jang mempunjai pandangan luas untuk masa depan, sehingga dibawah pimpinannja neurologi dan psikiatri dipisahkan dan diserahkan kepada tenaga angkatan muda. Dibawah bimbingannja Bagian Neurolagi dapat berkembang dan mengikuti kemadjuan ilmiah dalam bidang neurologi internasional. Dibawah pimpinannja angkatan muda di Bagian Neurologi diberi kebebasan seluasnja untuk dapat mendjalankan pekerdjaan sebaik-baiknja. Berkat peladjaran dari Profesor SLAMET IMAN SANTOSO saja menjadari benar tugas neurologi dalam membentuk masjarakat Indonesia jang sehat dan makmur.

Meskipun neurologi dapat dianggap sebagai salah satu tjabang ilmu kedokteran jang termuda, namun sebenarnja telah lama neurologi dipraktekkan diberbagai tjabang ilmu kedokteran lainnja.

Djustru karena sifatnja jang universal dan berintegrasi maka neurologi lama sekali tidak dianggap sebagai tjabang ilmu kedokteran jang berdiri sendiri.

"
Jakarta: UI-Press, 1965
PGB Pdf
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Manneke Budiman
"Baik di Indonesia maupun di Inggris, perkembangan hubungan antar etnik akhir-akhir ini menunjukkan gejala yang mengkhawatirkan, yang ditandai oleh berbagai kerusuhan etnik di Indonesia dan bangkitnya nasionalisme yang berbaru rasis di Inggris. Kemajemukan jatidiri budaya pada kedua bangsa tersebut secara umum masih berperan sebagai kendala bagi kelangsungan proses pembentukan bangsa, padahal kekayaan budaya diharapkan mampu menjadi aset yang menunjang proses tersebut. Faktor-faktor utama apa saja yang menyebabkannya menjadi demikian dan bagaimana kebhinnekaan yang selama ini dipandang sebagai kendala itu dapat diubah menjadi aset adalah pokok permasalahan penelitian ini.
Dengan mengkaji sejumlah konsep dan pemikiran yang telah dituangkan oleh beberapa pakar dan otoritas di kedua negara serta mebandingkannya dengan alternative-alternatif konseptual yang baru, terutama yang berkaitan dengan pengertian bangsa, kebangsaan, etnisitas serta jatidiri nasional yang dikemukakan oleh beberapa pengamat budaya serta praktisi kajian budaya, penelitian ini mencoba menawarkan suatu cara pandang yang berbeda, yang menempatkan perbedaan dan kemajemukan pada posisi sentral dalam proses pembangunan jatidiri nasional dan menjadikannya sebagai kerangka acuan bagi proses nation-building yang masih sedang berlangsung di kedua negara dan yang barangkali tidak akan pernah berakhir atau mencapai suatu titik final itu."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1998
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
New York: Atherton Press, 1966
321.05 NAT
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Humaira Yasmin Darmawan
"Referendum kemerdekaan merupakan salah satu mekanisme yang digunakan sebuah komunitas bangsa dalam memperjuangkan pengakuan terhadap identitasnya. Dari berbagai referendum kemerdekaan yang terjadi pada abad ke-21, hampir seluruhnya memiliki tingkat partisipasi masyarakat yang tinggi yang ditunjukkan dari angka voter turnout di atas mayoritas, kecuali referendum kemerdekaan Catalunya pada tahun 2017. Sejak tahun 2000-an, dinamika dan ketegangan sosial, politik, dan ekonomi antara Catalunya dengan Spanyol memunculkan tuntutan otonomi yang lebih besar, bahkan kemerdekaan. Kampanye kemerdekaan yang diorganisasi di tingkat akar rumput maupun elite akhirnya berujung pada penyelenggaraan referendum pada 1 Oktober 2017 oleh Pemerintah Otonom Catalunya. Namun, referendum tersebut hanya dihadiri oleh 43% dari seluruh pemilih sah. Penelitian ini mendalami alasan rendahnya angka turnout dalam referendum tersebut dengan menggunakan tesis Máiz tentang faktor-faktor politik dalam mobilisasi nasional dan etnis. Penelitian ini menemukan bahwa prakondisi etnis dalam gagasan tentang bangsa Catalunya digunakan oleh massa dan dimanipulasi oleh para elit yang mencari dukungan elektoral dalam berbagai pemilu tingkat regional. Hubungan dua arah yang saling mempengaruhi di antara keduanya membantu melebarkan peluang politik gerakan pro-kemerdekaan. Namun, kampanye pro-kemerdekaan tersebut hanya populer di kalangan masyarakat yang memang mendukungnya. Sebagian masyarakat lain menjadi silent majority yang tidak melihat insentif material dengan kemerdekaan Catalunya sebagaimana dikampanyekan oleh massa dan para elite politik.

An independence referendum has become one of the mechanisms employed by a national, historic minority to achieve recognition of their identity. Since the 21st century, generally all independence referendums saw a high number of voter turnout except the peculiar case of the Catalan independence referendum in 2017. Catalonia has seen social, political, and economic tensions with the Spanish government which have escalated a greater demand for autonomy and independence since the 2000s. Independence campaigns were organized and sustained for years at the grassroot and elite level and culminated in the October 1st independence referendum by the Catalan Autonomous Government. The referendum, however, only saw the participation of 43% of the total eligible voters. Utilizing Máiz’s thesis on political factors in explaining the ethnic and national mobilization, this research seeks to explain the low turnout number of the Catalan referendum. This research found that the ethnic preconditions of the Catalan nation is used by the masses and manipulated by elites who pursued electoral support in regional elections. The two-way relationship between pro-independence masses and the political elites influenced each other and helped broaden the movement’s political opportunity. However, the pro-secession campaign was only popular among the population who support it, while the rest of the Catalan people became a silent majority who did not see the material incentive of declaring an independence as promoted by the other group and politicians."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Djakarta : Kompartimen Perhubungan dengan Rakyat, 1964
320.5 PEM (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Leo Suryadinata
Jakarta: LP3ES, 1999
305.895 1 LEO e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kim, Chong Nam
New York: Esatbridge, 2007
KOR 951.95 Cho k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rosalini Gomes
"Penelitian ini bertujuan untuk memperoieh pemahaman' yang. komprehensif mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kekerasan terhadap istri dari perspektif suami maupun istri dalam konteks sosial budaya. Data dikumpulkan melalui wawancara terfokus, dilakukan terhadap suami sebagai pelaku kekerasan dan suami yang diidentifikasi tidak melakukan kekerasan serta pihak terkait yang melakukan usaha untuk mencegah kekerasan terhadap istri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Janis kekerasan yang dilakukan suami adaiah mencakup kekerasan fisik, verbal dan ekonomi. Dari perspektif pelaku, kekerasan dianggap sebagai hal yang lumrah. Pelaku bersikap menutup-nutupi fakta atau mengambil rasionaiisasi mengenai apa yang sesungguhnya terjadi daiam keluarga dan menganggap apa yang telah dilakukannya adalah hak pribadinya sehinga orang Iuar tidak periu campur. Hal berbeda terjadi pada istri. Bila istri menyadari bahwa apa yang terjadi merupakan suatu perlakuan yang meianggar haknya yang tidak seharusnya terjadi akan lebih mudah mengungkapkan kejadian sesungguhnya. Tetapi bagi istri yang masih bimbang akan merasa malu bila masalah keluarga diketahui orang lain. Hal lain yang terungkap daiam peneiitian ini adaiah bahwa tradisi barfaque tidak berkontribusi langsung pada kekerasan terhadap istri. Namun yang menjadi akar permasalahan kekerasan terletak pada peran dan status subordinasi perempuan di dalam sistem sosial yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. Selanjutnya penelitian pada suami,non kekerasan terungkap bahwa faktor komunikasi yang terbuka dapat mencegah konflik dalam keluarga. Rekomendasi yang diberikan adalah diperlukan suatu pendekatan yang terintegrasi, baik( dari segi pendidikan terhadap keluarga,masyarakat, profesional dan menciptakan suatu sistem hukum yang melindungi istri sebagai korban kekerasan domestik.

This study intends to gain a comprehensive insights on matters related to wife-abuse from the perspectives of husbands as perpetrators and wives as the victims in socio-cultural context. Data gathered through focused interviews to abusive and non-abusive husbands as well as competent authorities concerned with wife-abuse. Results of study reveal that types of abuse perpetrated by the husbands fall into three categories: physical assault, verbal abuse and economic violence. From the perpetrators' perspectives, violence is prevalent. They tend to conceal facts or rationalize what had happened at home. They also believe that it is their rights to do whatever they want to do with their wives and no outsider shall intervene his rights and privacy. From the victims' perspectives, in the case that the victim have already perceived that the act is a violation against their rights, they would find it easy to disclose the factual case to the public. On the other hand, if the wives still believe that violence against wives is a private matter, exposing the violence to the outsiders will bring a disgrace to them. Other finding shows that the tradition of barlaque does not directly account for the wife abuse. The root of problem is more to the subordinate roles and status of women within the prevailing social system than the barlaque alone. Study also finds that non-violent husbands believe that communication plays a key role to avoid domestic conflicts."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T16722
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ichimura, Shin`ichi, 1925-
New Jersey: World Scientific, 2015
338.95 ICH j
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>