Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 127137 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Nur Ramadhan
"ABSTRACT
Clientelism or clientelist practices is still a part of Indonesia's democracy, especially regarding electoral and local practices. Seeing clientelism as a corruptive behavior goes deep into its meaning, which is a two-way transaction, therefore in need of two-sided elucidation: supply and demand part. In this context, the demand that is continuously found in democratic practices is a logical consequence of the capacity lack of voters or citizen to control their representative and political figures. Especially to ensure that their welfare is a part of the political agenda. Specifically, there are two factors identified that make clientelism a logical consequence, which is unfulfilled rights as a citizen and the malfunctioning of political representation. Therefore, to respond to these corruptive and distortive phenomena, there are at least four strategies to implement. First, tighten and have more rigorous post-election programs implementation. Second, provide a local and socially-rooted mechanism and platform to control political figures. Third, reforming regulations on the patron-client relationship, especially in political/electoral momentum. Lastly, tighten the supervision of recess activities. "
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi, 2019
364 INTG 5:1 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fiki Ikrom Ibrahim
"Penelitian ini membahas pengaruh reformasi birokrasi dan remunerasi secara parsial maupun simultan terhadap perilaku koruptif di Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 170 responden yang disebar kepada pegawai negeri sipil (PNS) di Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis kuantitatif menggunakan uji validitas, uji reliabilitas, uji asumsi klasik, dan uji hipotesis melalui analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa secara parsial hanya reformasi birokrasi yang berpengaruh signifikan terhadap perilaku koruptif, namun secara simultan reformasi birokrasi dan remunerasi berpengaruh signifikan terhadap perilaku koruptif di Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat.

Focus of this study is to determine the influence of bureaucracy reforms and remuneration partially or simultaneously to corruptive behavior at The Coordinating Ministry for People's Welfare. Sample in this study amounted to 170 respondents were distributed to the employees of The Coordinating Ministry for People's Welfare. Data analysis methods used are quantitative analyzes using the validity and reliability test, the assumption of classical test, and a multiple linear regression analysis. Results of this study revealed that partially only bureaucracy reforms has a significant influence to corruptive behavior, but simultaneously bureaucracy reforms and remuneration has a significant influence to corruptive behavior at The Coordinating Ministry for People's Welfare."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T34690
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Bariq Rizqullah Soepadminto
"Melalui budaya partisipatif suporter dalam media sosial, proses reproduksi nasionalisme banal dalam sepakbola menjadi semakin menguat karena tiap suporter dapat berpartisipasi aktif secara dua arah dalam setiap interaksi sosial mengenai timnas Indonesia yang mengandung simbol-simbol banal. Nasionalisme banal yang berbasis pada simbol-simbol banal yang direproduksi sehari-hari justru dapat lebih menghasilkan nasionalisme yang lebih bersifat hot, dekat, c serta menguatkan sense of belonging pada suporter melalui media sosial. Penelitian ini menggunakan teori participatory culture oleh Jenkins (2009) dan nasionalisme banal oleh Billig (1995) yang melihat interaksi antara budaya partisipatif suporter timnas Indonesia di media sosial dalam proses reproduksi nasionalisme banal melalui simbol-simbol banal. Pemetaan terhadap berbagai studi sebelumnya telah memfokuskan bagaimana sepakbola berfungsi sebagai bentuk perlawanan terhadap penjajahan, representasi citra identitas nasional, wadah reproduksi nasionalisme, dan pengaplikasian nasionalisme banal dalam berbagai arena. Berbeda dengan studi terdahulu, studi ini berfokus untuk melihat bagaimana budaya partisipatif suporter melalui Instagram memperkuat proses reproduksi nasionalisme banal melalui simbol-simbol banal. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus yang datanya diperoleh dari wawancara mendalam dan observasi digital. Temuan membuktikan bahwa budaya partisipatif suporter sepakbola timnas Indonesia sebagai subjek yang melakukan proses reproduksi nasionalisme dangkal melalui elemen-elemen banal yakni atribut yang mereka gunakan, yel-yel yang mereka nyanyikan, slogan yang mereka gaungkan, wacana yang mereka bicarakan, serta desain poster yang digunakan melalui media sosial telah merubah sifat nasionalisme banal yang cold nationalism menjadi hot nationalism. Proses reproduksi nasionalisme banal tersebut dapat menciptakan 2 sifat nasionalisme banal yakni hot dan cold tergantung dari ada atau tidaknya pertandingan timnas Indonesia, ada atau tidaknya kegiatan kompetisi yang diikuti timnas Indonesia,  serta siapa lawan yang dihadapi saat pertandingan tersebut
hrough the participatory culture of supporters in social media, the process of reproducing banal nationalism in football is getting stronger because each supporter can actively participate in two directions in every social interaction regarding the Indonesian national team that contains banal symbols. Banal nationalism that are reproduced daily can produce a nationalism that is more hot, close, and strengthens the sense of belonging to supporters through social media. This study uses participatory culture theory by Jenkins (2009) and banal nationalism by Billig (1995) which looks at the interaction between the participatory culture of Indonesian national team supporters on social media in the process of reproducing banal nationalism through banal symbols. The mapping of various previous studies has focused on how football functions as a form of resistance to colonialism, representation of the image of national identity, a place for reproducing nationalism, and the application of banal nationalism in various arenas. In contrast to previous studies, this study focuses on seeing how the participatory culture of supporters through Instagram strengthens the process of reproducing banal nationalism through banal symbols. This research uses a qualitative approach with the case study type research whose data is obtained from in-depth interviews and digital observations. The findings prove that the participatory culture of Indonesian national football fans as a subject carries out the process of reproducing shallow nationalism through banal elements, namely the attributes they use, the slogans they sing, the slogans they echo, the discourses they talk about, and the poster designs used. through social media has changed the nature of banal nationalism from cold nationalism to hot nationalism. The process of reproducing banal nationalism can create 2 characteristics of banal nationalism, namely hot and cold depending on whether or not there is a match between the Indonesian national team, the presence or absence of competitive activities that are participated in by the Indonesian national team, and who the opponents are facing during the match."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: United Nations Development Programme, 2014
321.8 IND d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Rezim orde baru menurut para pengamat politik Indonesia memiliki karakteristik sistem pemerintahan ‘patrimonial cum military regime’, di mana patrimonalisme muncul dalam hubungan antara patron-klien dalam urusan negara. Dalam kaitan ini, negara orde baru yang paternalistic itu telah memfungsikan dirinay sebagai actor untuk para criminal. Selain itu korupsi rutin dilakukan untuk mendapatkan akses, proteksi dan loyalitas serta lisensi, para pemimpin negara juga telah memberi izin untuk mengeksploitasi sumder daya alam dengan cara yang serakah yang dikelola oleh kapitalistik…."
IKI 5:25 (2008)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Alfret Jacob Tilukay
"Penelitian ini mengkaji mengenai pengaruh Kode Etik dan Kode Perilaku Insan KPK yang mencakup 5 (lima) nilai dasar, yaitu: integritas, sinergi, keadilan, kepemimpinan, dan profesionalisme terhadap pencegahan perilaku koruptif pada pegawai KPK. Tujuan penelitian adalah untuk menguji dan menganalisis pengaruh masing-masing nilai dasar yaitu integritas, sinergi, keadilan dan kepemimpinan terhadap profesionalisme dan juga menguji serta menganalisis pengaruh profesionalisme terhadap pencegahan perilaku koruptif pada pegawai KPK serta pengaruh masing-masing nilai dasar yaitu integritas, sinergi, keadilan dan kepemimpinan terhadap pencegahan perilaku koruptif pada Pegawai KPK melalui profesionalisme. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian campuran dengan jenis seguential explanatory design yaitu pada tahap pertama menggunakan pendekatan kuantitatif melalui analisis SEM (Structural Equotion Model) dan dilanjutkan pada tahap kedua dengan pendekatan kualitatif melalui wawancara. Populasi penelitian adalah pegawai KPK dengan jumlah sampel sebanyak 321 orang yang dihitung berdasarkan rumus Slovin dan pengambilannya menggunakan teknik proportionate random sampling. Operasionalisasi variabel menggunakan indikator yang telah dirumuskan dalam Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai KPK sebagaimana tertuang dalam Perdewas KPK Nomor 2 Tahun 2021 dan dari berbagai teori. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada responden. Skala Likert dalam pengukuran kuesioner menggunakan skala 1-6. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa hipotesis penelitian terkait pengaruh variabel integritas, sinergi dan kepemimpinan terhadap profesionalisme dapat diterima sedangkan pengaruh variabel keadilan ditolak. Demikian juga hipotesis terkait pengaruh variabel profesionalisme terhadap pencegahan perilaku koruptif dan pengaruh variabel integritas, sinergi dan kepemimpinan terhadap pencegahan perilaku koruptif pada pegawai KPK melalui profesionalisme dapat diterima sedangkan pengaruh variabel keadilan terhadap pencegahan perilaku koruptif pada pegawai KPK melalui profesionalisme ditolak. Hal ini memiliki makna jika integritas, sinergi dan kepemimpinan ditingkatkan kualitasnya maka akan diikuti dengan peningkatan profesionalisme dan pencegahan perilaku koruptif. Unsur keadilan dirasakan sudah melandasi kegiatan di KPK sehingga tidak berpengaruh pada profesionalisme dan pencegahan perilkau koruptif akan tetapi perlu tetap dipertahankan.

This research examines the influence of the Code of Ethics and Code of Conduct for KPK Employees which includes 5 (five) basic values, namely: integrity, synergy, fairness, leadership, and professionalism on preventing corrupt behavior among KPK employees. The purpose of this research is to examine and analyze the influence of each basic value, namely integrity, synergy, fairness and leadership on professionalism and also examine and analyze the influence of professionalism on the prevention of corrupt behavior in KPK employees and the influence of each basic value, namely integrity, synergy, fairness. and leadership in preventing corrupt behavior among KPK employees through professionalism. The method of the research is mixed, with sequential explanatory design which is in the first stage using a quantitative approach through SEM (Structural Equation Model) analysis and continued in the second stage with a qualitative approach through interviews. The survey use 321 respondents of total population of KPK employees. The variable operationalization uses indicators that have been formulated in the Code of Ethics and Code of Conduct for KPK Employees as stated in Perdewas KPK Number 2 of 2021 and from various theories. Data collection techniques using questionnaires distributed to respondents. The Likert scale in measuring the questionnaire uses a scale of 1-6. The results of the study concluded that the research hypothesis related to the influence of integrity, synergy and leadership variables on professionalism can be accepted while the influence of justice variables is rejected. Likewise, the hypothesis related to the effect of professionalism on preventing corrupt behavior and the influence of integrity, synergy and leadership on preventing corrupt behavior in KPK employees through professionalism is acceptable, while the influence of justice variables on preventing corrupt behavior in KPK employees through professionalism is rejected. This means that if the quality of integrity, synergy and leadership is improved, it will be followed by increased professionalism and prevention of corrupt behavior. The element of fairness is felt to have underpinned activities at the KPK so that it does not affect professionalism and prevention of corrupt behavior among KPK employess but needs to be maintained."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Ketut Widiarta
"ABSTRAK
Model pemetaan TASP+T sebagai pengembangan dari model pemetaan TASP
digunakan dan diuji keberlakuannya untuk memetakan potensi perilaku koruptif
dalam pelayanan lalu lindas di kepolisian. Alih-alih menekankan pada proses
identifikasi suatu peristiwa tergolong sebagai korupsi, penelitian ini difokuskan untuk
menunjukkan faktor penyebab internal dan pola-pola dari suatu peristiwa yang
memenuhi unsur sebagai korupsi. Secara khusus, penelitian ini membuktikan asumsi
bahwa setiap peristiwa yang melibatkan perilaku koruptif dapat dipetakan kedalam
lima dimensi pemetaan TASP+T yaitu Type, Activitiy, Sector, Place, dan Time. Hasil
pemetaan perilaku koruptif dalam pelayanan lalu lintas di kepolisian menunjukkan
bahwa perilaku dan potensi perilaku koruptif tertinggi adalah Pungli melalui
pungutan melebihi ketentuan yang dilakukan secara rutin oleh unit pelayanan SIM
yang merupakan revenue earning units di lokasi pelayanan. Tingginya perilaku
koruptif oleh unit-unit yang memberikan pelayanan secara rutin menunjukkan bahwa
pelaku kejahatan cenderung melakukan kejahatan pada wilayah-wilayah yang mereka
kenal dan pahami melalui kegiatannya sehari-hari dan teridentifikasi memberikan
peluang untuk melakukan kejahatan, dan pilihan untuk melakukan perbuatan
menyimpang / kejahatan tidak hanya dipengaruhi oleh situasi yang bersifat seketika,
namun juga pengalaman dan perilaku sehari-hari.

ABSTRACT
The TASP + T mapping model as a development of the TASP mapping model was
used and tested in this study to analyze corruptive events in the INP traffic police
service. Instead of emphasizing to the identification process of an event to be
classified as corruption, this study is focused on indicating the underlying factors and
patterns of an event that meets the elements of corruption. This research finds that
every corruptive events in the INP traffic police service can be mapped into five
dimensions, which are Type, Activity, Sector, Place, and Time. In particular, TASP+T
mapping models shows that the highest possibility of corruptive behavior in the INP
traffic police service is illegal levies over the base fare that occurred routinely by the
driving license service unit within the service location. Higher corruptive events
occurred within the regular based service unit shows that the corrupt officers tend to
committed corrupt conduct within familiar and well understand area and activities,
with any incidental factors or daily experiences as the supporting element."
2017
T49019
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rizky Noviyanto
"Reformasi birokrasi adalah suatu keniscayaan dalam proses reformasi yang telah bergulir saat Penelitian ditngukan untuk menjawab permasalahan. Apakah gaya kepemimpinan yang mendorong teljadinya perilaku koruptif setelah program refonnasi birokrasi dilalmanakan. Mengingat program telah dirancang sedemikian rupa dengan tunjangan bagi pegawai yang dibuat sedemikian rupa tingginya. Dalam kesempatan ini penulis mengambil kasus pada Kantor Pelayanan Utama Tipe A Bea dan Cukai Tanjlmg Priok.
Penelitian ini menggunakau dua teori sebagai pisau analisis. Pertama, teori korupsi untuk menganalisis perilaku koruptif di kalangan pegawai Kantor Pelayanan Utama Tipe A Bea dan Cukai Tanjung Priok. Dan kedua, teori kepemimpinan dan teori motivasi untuk menganalisis jenis kepemimpinan yang dipraktikkan di Kantor Pelayanan Utama Tipe A Bea dan Cukai Tanjung Priok.
Peneliti menyimpulkan dua hal pada penelitian ini. Pertama, upaya telah dilakukan untuk mencegah perilaku koruptif pada Kantor Pelayanan Utama Tipe A Bea dan Cukai Tanjung Priok. Dau kedua, masih adanya perilaku koruptif di lingkungan Kanter Pelayanan Utama Tipe A Bea dan Cukai Tanjung Priok, dari faktor kepemimpinan disebabkan karena adanya praktik kepemimpinan yang kurang sesuai diterapkan pada lingkungan Kantor Pelayanan Utama Tipe A Bea dan Cukai Tanjung Priok, yakni kepemimpinan yang permisif terhadap perilaku koruptif kecil yang dijakukan, sehingga menyebabkan perilaku koruptif yang lébih besar.

Bureaucracy reformation is a possibility in the process of reformation today. This research is purposed to answer the problem whether the leadership that leads a corruptive behavior after the implementation of the bureaucracy reformation. Since the program, has been designed comprehensively by giving a high compensation for the employee. For this reason, the researcher makes a case study in the Type A Main Service Office of the Cost and Tax in Tanjung Priok.
This research uses two theories as the tools of analyses. First, the corruption theory to analyses the corruptive behavior among the employee in the Type A li/Iain Service Office of the Cost and Tax of Tanjung Priok. Second, the leadership and motivation theory for analyzing the leadership style practiced in the organization.
The researcher concludes two things from this research. First, there is an eHort to avoid the corruptive behavior in the Type A Main Service Office of the Cost and Tax of Tanjung Priok environment Second, there is still a corruptive behavior in the office caused by the inappropriateness of leadership practice in the institution, which is the permissiveness of the leader toward a small scale corruption that leads to a bigger scale of coruptive behavior.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T32858
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yanuar Prihatin
"Salah satu tokoh publik yang memiliki perhatian terhadap ide demokrasi adalah Abdurrahman Wahid. SeIain itu ia juga dikenal sebagai pemimpin organisasi. Tentu menjadi pertanyaan, sebagai pemimpin, apakah dia menunjukkan konsistensi antara pemikiran demokrasi yang dianutnya dengan perilaku politik individual yang dilakukannya? Pertanyaan lain, apakah dia tergolong pemimpin demokratis, atau justru sebaliknya pemimpin yang otoriter? Inilah pertanyaan kunci yang menjadi fokus pembahasan dalam tesis ini.
Untuk menjawab pertanyaan ini dibuatlah kerangka berpikir tertentu. Pertama, yang dimaksud perilaku politik Abdurrahman Wahid sebagai pemimpin organisasi dibatasi pads tindakan politik berupa pengambilan keputusan tentang masalah-masalah penting dan strategis. Disebut penting dan strategis karena keputusan tersebut dapat mempengaruhi upaya-upaya pencapaian visi dan misi organisasi, platform dan program organisasi, juga mempengaruhi kinerja organisasi.
Pada sisi lain keputusan tersebut mempunyai dampak politis yang cukup besar, baik bagi posisi Abdurrahman Wahid sendiri maupun bagi organisasi yang dipimpinnya. Kedua, untuk menilai kepemimpinan Wahid tersebut dipilih beberapa kasus yang relevan selama dia menjadi pemimpin, baik di NU, PKB maupun pemerintahan. Ada tujuh kasus yang menjadi bahan analisis. Kasus tersebut adalah penetapan khittah NU tahun 1984, pengisian lowongan jabatan di PBNU tahun 1992, perseteruan dengan Abu Hasan tahun 1994, pengangkatan Matori Abdul Djalil sebagai ketua umum DPP PKB tahun 1998, bongkar pasang kabinet di era pemerintahan Abdurrahman Wahid, pemberhentian Surojo Bimantoro sebagai kapolri tahun 2001 serta keluarnya Dekrit Presiden 22 Juli 2001. Ketiga, untuk menilai perilaku politik Wahid dalam konteks pengambilan keputusan tersebut digunakan sudut pandang nilai-nilai demokrasi. Karena itu, elaborasi kerangka konseptual dan teoritis diambil dari teori-teori dasar tentang demokrasi. Untuk menetapkan parameter perilaku, maka dilakukan elaborasi terhadap pendekatan perilaku politik yang biasa digunakan dalam ilmu politik.
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Penelitian jenis ini bertujuan menyingkap informasi yang terperinci tentang gejala politik tertentu. Dalam penelitian ini gejala politik dimaksud adalah pengambilan keputusan tentang masalah-masalah penting dan strategis yang dilakukan oleh tokoh yang diteliti. Unit analisanya adalah individu, yakni Abdurrahman Wahid. Sifat penelitian ini adalah deskriptif-analitis. Walau unsur subyektivitas peneliti tak mungkin dihilangkan sepenuhnya, sebuah deskripsi adalah representasi obyektif dari fenomena yang diteliti. Analisa dan interpretasi data menjadi unsur penting dalam penelitian ini. Data dikumpulkan melalui tiga cara, yakni pengamatan tak langsung, wawancara dan studi kepustakaan.
Data-data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan metode berpikir induktif, yaitu suatu proses penalaran dari khusus ke umum. Tujuannya untuk memperoleh kesimpulan dari beberapa kasus yang diteliti. Generalisasi dilakukan dengan berpedoman pada nilai-nilai demokrasi sebagai instrumen pengukurnya.
Dengan sudut pandang nilai-nilai demokrasi, basil penelitian menunjukkan bahwa Abdurrahman Wahid sebagai pemimpin organisasi cenderung bertindak otoriter dalam mengambil keputusan. Kecenderungan otoriter ini nampak lebih jelas lagi bila berkaitan dengan pemberhentian, penggantian dan pengangkatan orang dalam suatu jabatan tertentu.
Pada awalnya, dia itu demokratis sebagaimana terlihat dalam kasus penetapan khittah NU tahun 1984 dan ,kasus pengisian lowongan jabatan di PBNU tahun 1992. Namun dalam perkembangan berikutnya, seiring dengan menguatnya posisi dan peran dia, kecenderungan otoriter mulai nampak.
Ini berarti Wahid tidak menunjukkan konsistensi antara pemikiran demokrasi yang dianutnya dengan tindakan politik individual yang dilakukannya. Namun demikian, penelitian ini memperlihatkan pula visi lain, bahwa dalam hal kebebasan, Wahid masih konsisten untuk menjaganya. Betapapun dia cenderung otoriter dalam lima kasus yang diteliti, Namun dia tak pernah mengurangi kadar kebebasan pihak lain. Dia tak pernah melarang apalagi membungkam pikiran dan pendapat orang, sekalipun itu berbeda dengan pikirannya.
Begitulah, kesimpulan ini hanya berlaku untuk kasus-kasus pengambilan keputusan yang dimaksud dalam penelitian ini. Namun demikian, satu hal bisa diambil generalisasi, sejauh keputusan itu menyangkut pemberhentian, penggantian dan pengangkatan orang dalam suatu jabatan tertentu, maka kesimpulan penelitian ini kemungkinan besar tak akan bertentangan bila diterapkan pada kasus lain di luar kasus-kasus yang diteliti di sini."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12144
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mia Maulana Sarif
"ABSTRAK
Youtube merupakan salah satu platform sosial media yang sering digunakan oleh anak muda dalam mengekspresikan kreatifitasnya. Video blog salah satunya merupakan jenis konten video dalam youtube yang kerap membawa agensi tertentu. Salah satunya kanal youtube Agung Hapsah yang mengangkat isu-isu mengenai penggunaan bahasa indonesia, teknologi, pendidikan, multikulturalisme dan permasalahan sosial anak muda. Melalui isu-isu yang diangkatnya tersebut dan dengan menggunakan metode netnografi serta analisis tekstual, penelitian ini menunjukkan bahwa adanya agensi yang dilakukan Agung Hapsah dalam merepresentasikan nasionalisme di media daring atau dikenal dengan cybernationalism,. Selain itu dalam penelitian ini ditemukan bahwa nasionalisme yang diusung oleh Agung Hapsah bukanlah hot natonalism melainkan nasionalisme yang banal, karena representasi nasionalisme yang Agung usung menunjukkan sesuatu yang di ulang-ulang dan bersifat keseharian serta tidak memiliki agensi yang politis.

ABSTRACT
Youtube is a social media platform that is often used by young people in expressing their creativity. One video blog is a type of video content on YouTube that often carries certain agencies. One of them is the Agung Hapsah youtube channel that raises issues regarding the use of Indonesian, technology, education, multiculturalism and social problems of young people. Through the issues he raised and by using the method of netnography and textual analysis, this study shows that the agency carried out by Agung Hapsah in representing nationalism in online media or known as cybernationalism. In addition, in this study, it was found that the nationalism promoted by Agung Hapsah was not hot nationalism but banal nationalism, because the representation of Agung 39 s nationalism showed something that was repetitive and every day and did not have a political agency."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
T49978
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>