Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3152 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Najib Advani
"Background: there is clearly growing population of young adults with potentially important coronary artery disease after Kawasaki disease (KD) during childhood, and cardiologist must be prepared to take care for them. As Kawasaki disease in adolescent and adult is rare and under-recognized, it is important to study data on patient presentations which may permit development of diagnostic criteria and treatment guidelines for this age group.This study aimed to compare the clinical profile of KD between adolescents (>10 years of age) and children ≤10 years.
Methods: This is a cross sectional study. A total of 1150 KD cases (age 1-192 months) during the period of January 2003-December 2016 were analyzed. The clinical profile of subjects aged >10 years (adolescents) and ≤10 years (children) at acute phase of KD were compared.
Results: we found 17 cases of KD in adolescents among 1150 total cases (1.5%). Incomplete KD was more often seen in adolescents compared to children ≤ 10 years of age (59% vs. 29%). Some clinical features were more frequently seen in children than in adolescents, e.g. conjunctivitis (85% in ≤ 10 years of age vs. 65% in > 10 years), mucosal changes (94% vs. 77%), rash (86% vs. 59%), and hand/foot changes (68% vs. 41%). While other clinical features were more often seen in adolescents, e.g., cervical lymphadenopathy (82% vs. 39%) and coronary dilatation (47% vs. 29%). Laboratory results (hemoglobin, leukocytes, erythrocyte sedimentation rate and C-reactive protein) did not differ much between the two groups.
Conclusion: Kawasaki disease in adolescents has some different clinical profile from that of younger age. Majority of adolescent patients have incomplete presentation. Some clinical features such as conjunctivitis, mucosal changes, rash, and hand/foot changes are more often seen in children ≤ 10 years compared to in adolescents, while cervical lymphadenopathy and coronary dilatation are more frequently seen in adolescents. The ratio of male to female is much higher in adolescents.

Latar belakang: terdapat peningkatan populasi dewasa muda dengan penyakit arteri koroner yang memiliki penyakit Kawasaki saat usia anak, dan dokter spesialis jantung/penyakit dalam harus siap untuk merawat mereka. Penyakit Kawasaki (PK) pada remaja dan dewasa masih jarang dan belum banyak dikenal, karena itu penting untuk mempelajari data pasien dengan mengetahui kriteria diagnostik dan pedoman pengobatan untuk kelompok usia ini. Penelitian ini bertujuan membandingkan profil klinis penyakit Kawasaki (PK) antara kelompok pasien berusia lebih dari 10 tahun (remaja) dan kurang dari 10 tahun (anak).
Metode: analisis dilakukan pada 1150 kasus PK selama periode Januari 2003-Desember 2016. Profil klinis saat fase akut dibandingkan antara kelompok pasien berusia lebih dari 10 tahun dengan kurang dari 10 tahun.
Hasil: dari 1150 kasus PK ditemukan 17 kasus PK remaja (1,5%),dengan presentasi klinis yang lebih sering dijumpai adalah PK inkomplit (59%), lebih tinggi dibandingkan pada kelompok kurang dari 10 tahun (29%). Beberapa tanda klinis lebih sering dijumpai pada anak dibandingkan remaja, seperti konjungtivitis (85% pada <10 tahun; 65% pada >10 tahun), perubahan mukosa (94% vs. 77%), ruam (86% vs. 59%), dan perubahan tangan dan kaki (68% vs 41%). Sedangkan tanda klinis lain lebih sering dijumpai pada remaja seperti limfadenopati servikal (82% vs 39%) maupun dilatasi koroner (47% vs 29%). Pada pemeriksaan laboratorium (hemoglobin, leukosit, laju endap darah, dan C reactive protein) tidak didapatkan perbedaan bermakna antara 2 kelompok.
Kesimpulan: penyakit Kawasaki pada remaja memiliki profil klinis yang berbeda dengan anak-anak. Mayoritas pasien remaja menunjukkan PK inkomplit. Beberapa gejala klinis seperti konjungtivitis, kelainan mukosa, ruam, dan perubahan tangan/kaki lebih sering dijumpai pada PK kurang dari 10 tahun, sedangkan limfadenopati servikal dan dilatasi koroner lebih sering ditemukan pada PK remaja. Rasio lelaki : perempuan jauh lebih tinggi pada PK remaja
"
Jakarta: University of Indonesia. Faculty of Medicine, 2019
610 UI-IJIM 51:1 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Neli Mariani
"Salah satu tindakan diagnostic dan intervensi pada pasien dengan penyakit jantung koroner adalah coronary angiography. Tindakan tersebut dapat dilakukan secara urgent ataupun elektif yang dapat menimbulkan respon psikososial berupa kecemasan. Kecemasan pada pasein yang akan dilakukan tindakan coronary angiography yang tidak teratasi dapat berdampak terhadap status kesehatan pasien timbulnya berbagai komplikasi, antara lain dapat berupa gangguan hemodinamik, rasa ingin pingsan, nyeri dada, gangguan pencernaan, kejadian iskemik berulang dan disritmia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kecemasan dan faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pada pasien yang akan dilakukan tindakan elektif coronary angiography. Desain penelitian ini dengan menggunakan analytic descriptive observation dengan pendekatan cross sectional pada 110 responden. Hasil uji statistik menunjukan bahawa adanya kecemasan yang berat pada 75 responden (68,2%) dan cemas sedang pada 35 responden (31,8%). Dari hasil uji bivariat menunjukan adanya hubungan antara usia p-value 0,000, penghasilan p-value 0,003, pendidikan p-value 0,000, riwayat pernah dilakukan tindakan coronary angiography p-value 0,000, pengetahuan penyakit jantung koroner p-value 0,000 dan pengetahuan tentang tindakan coronary angiography p- value 0,000 dengan kecemasan pada pasien yang akan dilakukan tindakan coronary angiography, dengan keseluruhan nilai p-value < 0,05. Sedangkan jenis kelamin tidak menunjukan adanya hubungan yang signifikan dengan kecemasan p-value 0,669 > 0,05. Hasil analisis multivariat didapatkan bahwa faktor yang paling dominan menyebabkan kecemasan pada pasien yang akan menjalani tindakan coronary angiography adalah pengetahuan penyakit jantung koroner dengan nilai odds rasio terbesar 4,617

One of the diagnostic and intervention measures in patients with coronary heart disease is coronary angiography. These actions can be carried out urgently or electively which can cause a psychosocial response in the form of anxiety. Anxiety in patients undergoing coronary angiography that is not resolved can have impact on the patient’s health status and the emergence of various complications, including hemodynamic disturbances, feeling like fainting, chest pain, indigestion, recurrent ischemic events and dysrhythmias. The purpose of this study was to determine the level of anxiety and the factors that influence anxiety in patients undergoing elective coronary angiography. The design of this study used analytic descriptive observation with a cross sectional approach to 110 respondents. The results of statistical tests showed that there was severe anxiety in 75 respondents (68,2%) and moderate anxiety in 35 respondents (31,8%). The results of the bivariate test showed that there was relationship between age (p-value 0,000), income (p-value 0,003), education (p-value 0,000), history of coronary angiography (p-value 0,000), knowledge of coronary heart disease (p-value 0,000), and knowledge about coronary angiography (p-value 0,000) with anxiety in patients who will undergo coronary angiography, with an overall p-value <0,05. But there is not relation between gender and anxiety with p-value 0,669 > 0,05. From the results of multivariate analysis, it was found that the most dominant factors causing anxiety in patients who will undergo coronary angiography is knowledge of coronary heart disease with Odds ratio 4,617"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Darliana
"ABSTRAK
Pasien yang menjalani prosedur invasif coronary angiography umumnya akan mengalami stres baik secara psikologis (kecemasan) maupun secara fisiologis berupa peningkatan tekanan darah dan frekuensi nadi. Hal ini sangat berbahaya karena tingginya tekanan darah dan frekuensi nadi akan meningkatkan kebutuhan oksigen dan kerja jantung sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya komplikasi jantung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi musik terhadap kecemasan pasien, tekanan darah dan frekuensi nadi pasien yang menjalani prosedur coronary angiography.
Design penelitian ini adalah Quasi eksperimen dengan non equivalent pretest-posttest with control group. Penelitian ini dilakukan dengan random sampling, 60 orang sampel yaitu 30 kelompok kontrol dan 30 kelompok intervensi. Pengumpulan data kecemasan menggunakan kuesioner sedangkan (Mean Arterial Pressure) MAP dan frekuensi nadi menggunakan sphygmomanometer dan external cardiac monitor.
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara umur, jenis kelamin, pengalaman menjalani coronary angiography sebelumnya terhadap kecemasan pasien. Tidak ada hubungan umur dan jenis kelamin pasien terhadap frekuensi nadi pasien dan tidak juga ada hubungan umur dan jenis kelamin pasien terhadap Mean Arterial Pressure (MAP) pasien. Ada hubungan stres (state anxiety) terhadap MAP dan ada hubungan stres (state anxiety) terhadap frekuensi nadi. Ada pengaruh jenis prosedur yang dilakukan dengan kecemasan pasien. Ada pengaruh terapi musik terhadap kecemasan pasien secara signifikan, namun tidak ada pengaruh terapi musik terhadap MAP dan frekuensi nadi pasien yang menjalani coronary angiography. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka terapi musik dapat digunakan untuk mengurangi stres psikologis (kecemasan) pasien yang menjalani prosedur invasif, sehingga terapi musik diharapkan dapat diaplikasikan di pelayanan kesehatan.

ABSTRACT
Patients having invasive coronary angiography are commonly having psychological stress (state anxiety) and physiological stress (elevated blood pressure and heart rate). These are highly dangerous because elevated blood pressure and heart rate will increase oxygent demand and heart work, thus will increase heart complication. This research was aim to examine effects of music theraphy on patient state anxiety, blood pressure and heart rate of patient having coronary angiography procedure.
Research design was quasi experimental using non equivalent pretest-postest with control group. 60 patients were selected by random sampling, devided into two groups, 30 patients for control group and intervention group respectively. State anxiety data were collected using questioner, Mean Arterial Pressure (MAP) and heart rate were measure by sphygmomanometre and external cardiac monitor.
This result revealed that there was a relationship between procedur and patient state anxiety. There were a relationship between state anxiety and MAP and heart rate. There was a significant effect of music theraphy on patient state anxiety but there was no effect of music theraphy on MAP and heart rate. It is conclude that music theraphy can be used to reduce patient psychological stress (state anxiety) in having invasive coronary angiography procedure. It is recommended to employ music theraphy in health care facilities."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Panggabean, Hendri Apul
"Ambulasi dini merupakan suatu prosedur untuk mempercepat kemampuan pasien berjalan atau bergerak secara normal. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai pengaruh ambulasi dini 2 jam dan 8 jam terhadap kejadian perdarahan pada pasien pascaangiografi koroner diagnostik di bangsal kardiologi, ruangan RB3 dan VIP RSUP Haji Adam Malik, Medan. Penelitian ini menggunakan desain penelitian Quasi experimental dengan consecutive sampling, terdiri dari 18 responden diberikan ambulasi dini 2 jam sebagai kelompok intervensi dan 17 responden diberikan ambulasi 8 jam sebagai kelompok kontrol. Data dianalisis secara univariat dan analisis bivariat menggunakan uji Wilcoxon dan Kolmogorov- Smirnov.
Hasil penelitian ini menunjukkan semua responden tidak mengalami perdarahan pada kedua kelompok baik sebelum maupun sesudah ambulasi (p=1; 𝛂=0,05). Kesimpulan tidak ada perbedaan ambulasi dini 2 jam dan 8 jam terhadap kejadian perdarahan pada pasien pascaangiografi koroner diagnostic. Hasil penelitian ini dapat dilaksanakan sebagai intervensi keperawatan pada pasien pascaangiografi koroner diagnostic untuk mengurangi rasa tidak nyaman seperti sakit punggung, masalah eliminas.

Early ambulation is a procedure to expedite the patient's ability to walk or move normally. The purpose of this study was to assess the effect of early ambulation 2 hours and 8 hours on the incidence of bleeding in patients with coronary pascaangiografi diagnostics in cardiology ward, and a VIP room, RB3 room In general hospital center Medan Haji Adam Malik. This study uses Quasiexperimental research design with a consecutive sampling, consisted of 18 respondents provided an early ambulation two hours as the intervention group and 17 respondents provided ambulate 8 hours as a control group. Data were analyzed by univariate and bivariate analysis using Wilcoxon test and Kolmogorov-Smirnov.
The results of this study showed all of the respondents did not experience bleeding in both groups both before and after ambulation (p = 1; α = 0.05). The conclusion there was no difference in early ambulation 2 hours and 8 hours on the incidence of bleeding in patients with coronary diagnostic pascaangiografi. The results of this study can be implemented as a nursing intervention in patients with coronary diagnostic pascaangiografi to reduce discomfort such as back pain, the problem of elimination.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Irma Wahyuni
"acute coronary syndrome (ACS) with complex coronary lesion and the increasing needs of coronary artery bypass grafting (CABG) procedures, there is an increasing need for a tool to perform early stratification in high-risk patients, which can be used in daily clinical practice, even at first-line health care facilities setting in Indonesia. It is expected that early stratification of high-risk patients can reduce morbidity and mortality rate in patients with ACS. This study aimed to identify diagnostic accuracy of platelet/lymphocyte ratio (PLR) and the optimum cut-off point of PLR as a screening tool for identifying a complex coronary lesion in patients ?45 and >45 years old. Methods: this was a retrospective cross-sectional study, conducted at the ICCU of Cipto Mangunkusumo Hospital. Data was obtained from medical records of adult patients with ACS who underwent coronary angiography between January 2012 - July 2015. The inclusion criteria were adult ACS patients (aged ?18 years old), diagnosed with ACS and underwent coronary angiography during hospitalization. Diagnostic accuracy was determined by calculating sensitivity, specificity, positive likelihood ratio (LR+), and negative likelihood ratio (LR-). The cut-off point was determined using ROC curve. Results: the proportion of ACS patients with complex coronary lesion in our study was 47.2%. The optimum cut-off point in patients aged ?45 years was 111.06 with sensitivity, specificity, LR+ and LR of 91.3%, 91.9%, 11.27 and 0.09, respectively. The optimum cut-off points in patients aged >45 years was 104.78 with sensitivity, specificity, LR+ and LR of 91.7%, 58.6%, 2.21 and 0.14, respectively. Conclusion: the optimum cut-off point for PLR in patients aged ? 45 years is 111.06 and for patients with age >45 years is 104.78 with diagnostic accuracy, represented by AUC of 93.9% (p<0.001) and 77.3% (p<0.001), respectively for both age groups.

Latar belakang: dengan meningkatnya angka kejadian Sindroma Koroner Akut (SKA) dengan lesi koroner kompleks dan meningkatnya kebutuhan Coronary Artery Bypass Grafting (CABG), maka diperlukan metode stratifikasi dini pasien risiko tinggi yang dapat digunakan pada praktis klinis sehari-hari, termasuk fasilitas kesehatan lini pertama sekalipun di Indonesia. Dengan melakukan stratifikasi pasien risiko tinggi, diharapkan dapat menurunkan angka morbiditas dan kematian pada kasus SKA. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui akurasi diagnostik dan nilai titik potong platelet/lymphocyte ratio (PLR) sebagai penapis lesi koroner kompleks pada pasien kelompok usia ≤45 dan >45 tahun. Metode: sebuah studi potong lintang retrospektif dilakukan di Intensive Cardiac Care Unit (ICCU) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Data diambil dari rekam medis pasien SKA dewasa dan menjalani angiografi koroner dari Januari 2012 – Juli 2015. Kriteria inklusi adalah pasien dewasa (usia ≥18 tahun) dengan diagnosis SKA dan menjalani angiografi koroner pada saat perawatan. Akurasi diagnositik dinilai dengan menghitung sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif dan nilai duga negatif. Nilai titik potong ditentukan menggunakan kurva receiver operating characteristic (ROC). Hasil: proporsi pasien SKA dengan lesi koroner kompleks adalah 47,2%. Nilai titik potong optimal pada pasien usia ≤45 tahun adalah 111,06 dengan sensivitas 91,3%, spesifisitas 91,9%, nilai duga positif 11,27 dan nilai duga negatif 0,09. Pada kelompok usia >45 tahun, nilai titik potong optimal berada pada angka 104,78 dengan nilai sensivitas 91,7%, spesifisitas 58,6%, nilai duga positif 2,21 dan nilai duga negatif 0,14. Kesimpulan: nilai titik potong PLR optimal pada kelompok usia ≤45 adalah 111,06 dan pada kelompok usia >45 tahun adalah 104,78 dengan akurasi diagnositik masing–masing Area Under the Curve (AUC) 93,9% (p <0,001) dan AUC 77,3% (p <0,001)"
Jakarta: University of Indonesia. Faculty of Medicine, 2018
610 UI-IJIM 50:3 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Heni Asnah Nurjannah
"Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit adalah salah satu bagian penting dalam sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang berfokus pada pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai serta pelayanan farmasi klinik. Rumah Sakit Universitas Indonesia (RS UI) menyediakan berbagai fasilitas dan pelayanan kesehatan, salah satunya yaitu Unit Central Operation Theater (COT) yang berfokus pada penyediaan layanan prosedur tindakan operasi atau pembedahan, salah satunya yaitu tindakan CAG/PCI. Tindakan CAG/PCI adalah rangkaian tindakan terhadap jantung. Depo Instalasi Farmasi OK (Operatio Kamer) berperan dalam mendukung kegiatan unit COT dengan menyediakan berbagai paket kebutuhan tindakan operasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan standar paket tindakan CAG/PCI yang telah disiapkan untuk mengoptimalkan efisiensi dan efektivitas pelayanan dan pengelolaan sediaan farmasi di unit farmasi OK RS UI. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif menggunakan data periode Juni – Agustus 2023. Data kemudian diolah menggunakan Microsoft Excel dan dinilai kesesuaiannya per pasien, per item, dan per bulan. Hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaan item tindakan CAG/PCI pada 77 tindakan pasien tidak sesuai dengan paket standar. Penggunaan 14% item paket standar telah sesuai dengan jumlah pada paket standar, sedangkan 51% item melebihi paket standar dan 35% lainnya di bawah paket standar. Selama bulan Juni – Agustus 2023, penggunaan item untuk tindakan CAG/PCI melebihi dari paket standar.

Pharmaceutical services in hospitals are an important part of the hospital health service system which focuses on the management of pharmaceutical supplies, medical devices and consumable medical materials as well as clinical pharmacy services. The University of Indonesia Hospital (Rumah Sakit Universitas Indonesia) provides various health facilities and services, one of which is the Central Operation Theater (COT) Unit which focuses on providing surgical procedures or surgical procedures, one of which is CAG/PCI procedures. The OK (Operatio Kamer) Pharmacy Unit plays a role in supporting the activities of the COT unit by providing various packages of operational needs. This study aims to evaluate the use of the standard CAG/PCI action package that has been prepared to optimize the efficiency and effectiveness of service and management of pharmaceutical preparations in the OK UI Hospital pharmacy unit. Data collection was carried out retrospectively using data for the period June – August 2023. The data was then processed using Microsoft Excel and assessed for suitability per patient, per item and per month. The results of the analysis showed that the use of CAG/PCI action items in 77 patient procedures was not in accordance with the standard package. The use of 14% of standard package items is in accordance with the amount in the standard package, while 51% of items exceed the standard package and the other 35% are below the standard package. During June – August 2023, item usage for CAG/PCI actions exceeds that of the standard package.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Andi Yassiin
"ABSTRAK
Latar Belakang. Media kontras dapat memberikan efek toksik pada sel tubulus ginjal, menyebabkan suatu kondisi dinamakan contrast induced nephropathy (CIN), yang berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas, dan memiliki efek yang sama pada pasien dengan gagal ginjal kronik maupun pasien risiko rendah (Laju Filtrasi Glomerolus (LFG) ≥ 60, skor Mehran sebelum tindakan ≤ 5). Dari beberapa penelitian mengenai rasio volume kontras dengan laju filtrasi glomerulus (V/LFG) untuk memprediksi CIN belum ada yang dikhususkan untuk pasien risiko rendah.
Metodologi. Penelitian ini merupakan studi potong lintang yang dilakukan di Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FKUI/Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (RSJPDHK) dengan mengambil data dari rekam medis dan ruang kateterisasi. Durasi data yang diambil adalah Agustus 2015 - April 2016. Hasil penelitian dianalisis dengan prosedur Receiver Operating Characteristic (ROC) dari rasio V/LFG. Akan dianalisis nilai Area Under Curve dan mencari titik potong yang direkomendasikan sebagai nilai prediktor optimal dengan sensitivitas dan spesifisitas yang terukur.
Hasil. Dari 223 data yang terkumpul lengkap dan sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi didapatkan jumlah pasien yang mengalami CIN adalah sebesar 11 pasien (4,9%). Didapatkan perbedaan bermakna pada kedua jenis kelompok yaitu pada variabel jenis tindakan (P = 0,04), volume kontras (P = 0,02), dan rasio V/LFG (P = 0,032). Dari kurva ROC didapatkan bahwa rasio V/LFG mempunyai nilai AUC 0,69 (IK 95% 0,53 - 0,86). Dari kurva ROC ditentukan nilai potong yang bermakna dari rasio V/LFG ≥ 1,0 (Sensitifitas 55%, Spesifisitas 78%, Akurasi 77%, Nilai Prediksi Positif 12%, Nilai Prediksi Negatif 97%, P = 0,022). Dengan menggunakan rasio V/LFG ≥ 1 didapatkan insidensi CIN adalah 12% dibandingkan 3% pada pasien dengan V/LFG < 1 (OR 4,33; IK 95% 1,27 - 14, 83); P = 0,022).
Kesimpulan. Rasio V/LFG ≥ 1,0 dapat memprediksi kejadian CIN pada pasien risiko rendah yang menjalani tindakan angiografi atau intervensi koroner perkutan elektif

ABSTRACT
Background: Contrast media could give toxic effect to renal tubulus, creatining a condition named contrast induced nephropathy (CIN) and is associated with increased morbidity and mortality, and has the same effect in patient with chronic kidney disease or in low risk patients (estimated Glomerolus Filtration Rate (eGFR) ≥ 60, Mehran Score before procedure ≤ 5). From several studies concerning ratio of contrast volume to creatinine clearance (V/CrCl) to predict CIN, there were not any study yet focusing in low risk patients.
Methods: This is a cross-sectional study conducted in Cardiology and Vascular Medicine Faculty of Medicine Universitas Indonesia/National Cardiovascular Center Harapan Kita (NCCHK). The data were retrieved from medical records and catheterization room, since August 2015 -- April 2016. Receiver Operating Characteristic (ROC) is used to analyze the data, and by using Area Under Curve will gives the optimal cut-off for contrast volume to creatinine clearance ratio with measured sensitivity and specificity.
Results: From 223 patients the incidence of CIN is 11 patients (4,9%). There is a significant difference from both groups in types of procedure (P = 0,04), contrast volume (P = 0,02), and V/CrCl ratio (P = 0,032). From ROC curve we found that V/CrCl ratio have an AUC 0,69 (CI 95% 0,53 - 0,86). From ROC curve the significant cut-off ratio of V/CrCl is ≥ 1,0 (Sensitifity 55%, Specificity 78%, Accuracy 77%, Positive Predictive Value 12%, Negative Predictive Value 97%, P = 0,022). Using V/CrCl ratio ≥ 1,0 the incidence of CIN is 12%, compared to 3% in patients with V/LFG < 1,0 (odds ratio 4,33; CI 95% 1,27 - 14, 83); P = 0,022).
Conclusions: V/CrCl ratio ≥ 1,0 could predict CIN in low risk patients undergoing angiography or percutaneous coronary intervention.
"
2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Marwazi
"Computed Tomography (CT) merupakan modalitas sinar-X untuk membuat citra organ dalam tiga dimensi. Akuisisi citra dilakukan dengan perputaran tabung sinar-X yang disertai gerakan meja, sehingga tabung mengelilingi pasien dalam bentuk spiral. Gerakan meja pasien persatu rotasi gantry dibagi lebar kolimator pada isocenter dikenal dengan pitch, yang berpengaruh pada kualitas citra maupun dosis radiasi pada pasien. Telah diobservasi profil ditribusi dosis sepanjang sumbu-Z fantom simulasi toraks in house berbentuk silinder elips dengan ukuran 28 cm × 21 cm dan panjang 22 cm. Fantom terbuat dari bahan PMMA dengan Hounsfield Unit (123,10 ± 3,96 HU) dilengkapi dengan objek simulasi paru dari gabus patah (-790,60 ± 15,55 HU), dan tulang belakang dari material teflon dengan (918,60 ± 7,35) balok dan silinder untuk tempat film gafchromic ukuran 1 cm x 25 cm. Posisi film ditandai dengan 1-9 dengan koordinat berturut turut (0, 0), (5, 0), (10, 0), (-5, 0), (-10, 0), (0, 4), (0, 8), (0,-4), (0,-8). Citra fantom diakuisisi dengan kondisi eksposi 120 kV,100 mAs dan pitch 0,8, 1,0, dan 1,5. Dosis minimum terjadi pada awal dan akhir scan untuk seluruh profil dan nilai pitch, dosis rata-rata material paru (2, 3, 4, dan 5) dalam rentang (2,49-2,90) mGy untuk pitch 0,8 dan (2,36-2,88) mGy untuk pitch 1,0, serta (2,33-2,74) mGy untuk pitch 1,5, relatif lebih rendah disbanding dengan pada jaringan lunak dan tulang. Dosis maksimum selalu terjadi di pertengahan sumbu-Z. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan pitch 0,8 dan 1,0 tidak memberikan perbedaan dosis yang signifikan dan menurunkan dosis rata-rata pada pitch 1,5. Selain itu dosis maksimum tidak selalu terjadi di pertengahan sumb-z dikarenakan oleh material isotropis.

Computed Tomography (CT) is an X-ray modality for scanning organ in three dimensional images. Image acquisition is performed by rotating X-ray tube that match with table movements, there by the tube can cover patient body in a spiral scan. Patient table movements by gantry rotation divided by the width of the collimator on the isocenter is known as a pitch, which affects the image quality and radiation dose in the patient. A dose distribution profile has been observed along the z-axis of the in-house thorax phantom simulation in an elliptical cylinder form with the size of 28 cm x 21 cm and 22 cm length. Phantom is made from PMMA with Hounsfield Unit (123.10 ± 3.96 HU) was equipped with a lungs simulation object using a cork (-790.60 ± 15.55 HU), a spine using Teflon material (918.6 ± 7.35 HU), and 9 bar and a cylinder to place 1 cm x 25 cm gafchromic films. The position of the film was marked with point position 1-9 for the series of coordinates (0,0), (5, 0), (10, 0), (-5, 0), (-10, 0), (0, 4), (0, 8), (0,-4), (0, -8) cm. The phantom images was performed with an exposure condition by 120 kV, 100 mAs and pitch variations (0.8, 1.0 and 1.5). The minimum dose occured at the beginning and end of the scan for all profiles and pitch values. The average dose of lung material (2, 3, 4, and 5) in the range (2.49-2.90) mGy for pitch 0.8, (2.36-2.88) mGy for pitch 1.0 and (2.33-2.74) mGy for pitch 1.5. The dose in lung was relatively lower compared to the dose in soft tissue and bone. The maximum dose always occur in the middle of the z-axis. It can be concluded that the use of pitch 0.8 and 1.0 did not provide a significant dose difference and reduced the average dose on pitch 1.5. Moreover, the maximum dose does not always occur in the middle of the z-axis due to an isotropic material.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
T55322
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reisa Cahaya Putri Wibowo
"ABSTRAK
Penelitian ini menggunakan Pesawat Angiografi Siemens Artis Zee untuk mengukur prosentase dosis kedalaman (Percentage Depth Dose, PDD) untuk mempelajari dosis di bawah kulit. Pengukuran PDD dilakukan dengan menggunakan film Gafchromic XR-RV3 yang diletakkan di antara fantom akrilik dengan 6 variasi filter pesawat, 5 variasi tegangan tabung, dan 3 variasi fokus berkas. Hasil penelitian menunjukkan karakteristik dosimetri yang didapatkan bersesuaian dengan teori, dimana titik kedalaman maksimum dan titik persentase dosis <10% semakin dalam dengan meningkatnya tegangan tabung dan filter tambahan, sementara ukuran fokus tidak memberikan pengaruh. Penelitian ini juga menunjukan bahwa dosis telah diserap sebesar lebih dari 69% oleh tubuh pada kedalaman 150 mm. Disimpulkan juga bahwa film Gafchromic XR-RV3 tidak dapat digunakan dalam pengukuran PDD angiografi dengan posisi permukaan tegak lurus berkas karena faktor buildup. Karenanya, diperlukan studi tambahan untuk menginvestigasi kedalaman buildup pada film Gafchromic XR-RV3 untuk keperluan pengukuran PDD.

ABSTRACT
This study used Siemens Artist Zees Angiography to measure the percentage of depth dose (PDD) to investigate dose behaviour under the skin in angiography. The PDD measurements were carried out using the Gafchromic XR-RV3 film positioned between acrylic phantoms with 6 variations of added filtrations, 5 variations in tube voltage, and 3 variations in beam focal spot sizes. The results showed that the dosimetry characteristics obtained were in accordance with the theory, where the maximum depth point and point of <10% dose went deeper with the increase of tube voltage and additional filters, and with the focal spot size having no effect. Results also shown that dose were absorbed by more than 69% by the body at 150 mm depth. It was also concluded that the Gafchromic XR-RV3 film may not be ideal in measuring PDD for angiography with the position of the film perpendicular to the beam, i.e due to horizontal buildup factor. Therefore, additional studies are required to investigate the buildup depth in Gafchromic XR-RV3 film for PDD measurement purposes."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Effendi Rustan
"ABSTRAK
Tujuan:
Untuk mengetahui hubungan antara kadar kromium serum dengan kadar insulin, gula darah, HbAlc, profit lipid dan tingkat oklusi koroner pada penderita baru penyakit jantung koroner.
Tempat : Bagian Cath-Lab RS Jantung Harapan Kita.
Bahan dan Cara:
Penelitian dilakukan pada laki-laki di atas usia 35 tahun yang memenuhi kriteria dikumpulkan data mengenai sosio-ekonomi, keadaan kesehatan, gaya-hidup, aktivitas, IMT, asupan makanan, proporsi zat dan pemeriksaan tekanan darah, kadar kromium serum, insulin, gula darah, HbAlc, profil lipid dan tingkat oklusi koroner.
Karakteristik subyek disajikan secara deskriptif, sedangkan analisis dilakukan dengan uji statistik chi kuadrat, t, Mann Whitney, dan uji korelasi Spearman.
Hasil:
Dari 65 subyek penelitian yang diteliti, umur rata-rata 51.17 + 7.44 tahun, terbanyak (60 %) antara 40 - 55 tahun, 73.9% golongan ekonomi menengah atas, prevalensi DM 13.8%, Hipertensi 16.9%, Merokok 69.2%, olahraga 28%, Obese dan gemuk 52.3%, aktivitas ringan 100%. Asupan nutrisi secara kualitatif sesuai dengan anjuran diit Konsensus Nasional Pengelolaan Dislipidemia di Indonesia, secara kuantitatif subyek dengan tingkat oklusi > 50%, mempunyai asupan protein hewani dan kolesterol yang lebih besar secara bermakna (p<0,05) dibandingkan dengan subyek dengan tingkat oklusi < 50%, dan telah jauh di atas AKG. Nilai rata-rata kromium serum 8.08 ug/L. Nilai ini 431 lebih rendah dari nilai normal. Nilai insulin, gula darah puasa dan trigliserida masih berada dalam batas normal. Nilai HbAlc, LDL, HDL dan Total kolesterol berada dalam batas yang diwaspadai. Berdasarkan Triad Lipid 98.5% menderita Dislipidemia.
Berdasarkan tingkat oklusi koroner, didapatkan 44 orang subyek dengan tingkat oklusi >50%, dan 21 orang dengan tingkat oklusi <50% . Subyek dengan tingkat oklusi >50% mempunyai kadar LDL dan total kolesterol yang lebih besar secara bermakna. Kadar kroaium, insulin, gula puasa, HbAlc, trigliserida dan HDL kolesterol tidak berbeda secara bermakna. Pada tingkat oklusi koroner <50%, tidak ada korelasi yang bermakna antara kromium serum dengan faktor-faktor resiko. Pada tingkat oklusi koroner >50% ada korelasi yang bermakna kromium serum dengan gula puasa, trigliserida dan HDL kolesterol.
Kesimpulan:
Tidak ada hubungan antara kromium serum dengan kadar gula puasa, profil lipid dan tingkat oklusi koroner. Pada tingkat oklusi > 50% ada korelasi yang bermakna antara kroaium serum dengan gula puasa, trigliserida dan HDL kolesterol."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>