Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4288 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Md Golam Hafiz
"ABSTRACT
This study aims to examine transnational belonging among Bangladeshi migrants in South Korea. The results showed that Bangladeshi migrants in South Korea have strong transnational belonging to their homeland. The highest degrees of transnational belonging were found to be a motherhoodlike relationship with their homeland, in the category of autographical belonging; talking in their native language and eating traditional food in the area of cultural originality belonging; watching Bangladeshi television in cultural entertainment belonging; taking care of families who stay in the homeland in economic livelihood belonging; saving money for future wellbeing in economic financial belonging; feeling proud of being a Bangladeshi citizen in legal psychological belonging; and feeling secure as a Bangladeshi citizen in legal safety and security belonging. Transnational belonging to the homeland varies more by present occupation, visa status, and reason for migration, while labor migrants who hold E9 visas and migrants who migrated for economic reasons showed stronger transnational economic livelihood belonging and economic finance belonging. This study suggests subsequent studies to compare transnational belonging of various migrant groups through sampling based on sociodemographic factors."
Seoul : OMNES, 2019
350 OMNES 9:2 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Gyuchan Kim
"ABSTRACT
South Korea has transformed itself into a dominantly migrant-receiving country over the last three decades. Korea makes an important case in studying-migration transition due to the high speed of migration growth and diversifying patterns of migration. This paper identifies the patterns of migration growth in Korea and analyzes various contributing factors from both migrant sending and receiving countries perspectives. It was found that labor migrants, un-skilled in particular, are the largest contributor to the growth and family migrants, notably female marriage migrants, have been increasingly important. On top of that, ethnic Korean migrants are significant in both the labor market and family migration routes. The factor analysis shows that labor market conditions, in terms of higher income and wider job opportunity, in the destination are the strongest driver, but the actual migration flows are not fully explained by economic disparities. Rather, migration flows to Korea, either economic migration or non-economic migration, are influenced by a complex interplay of push, pull, and network factors on the state, family and individual level. However, in all cases the state's policy considerations and settings have played, and will continue to play, a pivotal role in determining the scale and patterns of migration transition in Korea."
Seoul: Sookmyung Institute for Multicultural Studies, 2017
350 OMNES 8:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jin Suk Bae
"ABSTRACT
This article examines the migration and economic adjusment processes of Korean immigrants, concentrating on their involvement in the garment industry in Korea and Latin America countries. Koreans, who were originally sent as agricultural immigrants to Latin American countries in the 1960s, unexpectedly carved out a niche in the garment industry. This garment-related entrepreneurial opportunity became one of the precipitating factors for the later Korean influx into South America. Simultaneously, access to the U.S clothing market led Koreans engaged in the garment business in korea to Central American countries. This article focuses on Korean immigrants in Latin America who arrived already having clothing-related skills and experience in Korea. It examines how these Koreans' previous occupational experience in Korea influenced both initial immigration decisions and choice of destination and whether and how patterns of economic adjusment differed from those of Koreans who came to Latin America without relevant experience or skills. Korean immigrants with prior clothing-related skills and experience have contributed to the further development of Korean-owned garment businesses in Latin America countries. In terms of global Korean diasporic formations, the garment business has played a unique role in the growth and expansion of Korean immigrant communities across the Americas."
Korea, Seoul: Sookmyung Institute for Multicultural Studies, 2017
350 OMNES 8:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"The annual population growth of Yogyakarta is much lower than those of other provinces is Java. The region experienced a net loss of population through migration. This study aims at developing the knowledge on the nature and incidence of population mobility from the rural to the urban areas, and investigating the extent and nature of the links established and maintained between the area of origin and destination. The main reason for migrating out of villages is an economic one. Although greater part of returning migrants stated that their condition improved after moving out, the income they received is still low. The link between migrants and their relatives back home is very intensive. They maintain contact by visiting, sending letters, money and goods, and exchange views and ideas on developmental issues."
GEOUGM 18:55 (1988)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"This article examines the dynamics of Javanese labour immigration to British North Borneo (present-day Sabah) during the colonial period, under the tutelage of the british North Borneo Charterred Company. It seeks to expound the types of labour recruitment schemes available for Javanese emigrants, the variation in the labour contracts, the immigration and repatriation procedures and the issues inherent within the system. By utilising mostly raw primary documents derived from various archives, the article argues that the Javanese labourers were considered to be the backbone of British North Borneo labour force and a major contributing factor in the success of many capitalistic endeavours in the state. Javanese labour immigration took centre stage during the period of study with workers labouring under written civil contracts with penal sanction.
"
BUMA 1:1 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Gumilar Rusliwa Somantri
"ABSTRAK
Kota Jakarta merupakan salah satu kota metropolitan panting Asia Tenggara. Perkembangan kota ini, terutama dalam dua dekade terakhir, sangat pesat sekali. Jumlah penduduk kota Jakarta dewasa ini lebih dari 8 juta jiwa, padahal pada awal 1970-an jumlah ini hanya berkisar separuhnya. Perluasan wilayah kota ini terus berlangsung, sehingga mengarahkan kota ini menjadi salah satu kota raksasa di Asia. Struktur ekologis kota pun tampaknya semakin kompleks sejalan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem pemilikan dan penggunaan tanah/ruang perkotaan.
Keadaan di atas tampaknya secara makna dapat dikaitkan dengan semakin terjalinnya kota jakarta dalam jaringan kota-kota dunia (internasional). Perluasan pasar (market expansion) dari perekonomian dunia menyapu kota Jakarta sehingga pusat kota (loops) menjadi semakin terangsang untuk berkembang. Perkembangan pusat kota ini mengarah pada terbentuknya pusat-pusat kegiatan ekonomi modern seperti perdagangan (central Business district). Proses perkembangan ini secara teoritik mengisyaratkan kepada kita berlangsungnya proses ekologik kota seperti invasi (invasi) dan suksesi (sucession). Proses ini tidak lain adalah intervensi kawasan bisnis ke pemukiman miskin perkotaan. Sudah barang tentu akibat selanjutnya berkaitan erat dengan penggusuran pemukiman (demolition) dan terjadinya perpindahan penduduk dalam kota (infra-City migration) secara besar-besaran.
Selain perluasan pasar, tampaknya peran negara (state) juga cukup dominan dalam memacu perkembangan kota Jakarta. Proses dalam konstelasi politik dapat melahirkan kondisi-kondisi yang mendukung untuk berlangsungnya proses ekologi perkotaan. Misalnya keterlibatan hubungan-hubungan politik dalam proses penyusunan rencana pengembangan perkotaan pada gilirannya akan bermuara pada intervensi di bidang penggunaan tanah dan ruang perkotaan. Belum lagi peran negara yang berkaitan dengan pelaksanaan program, operasional seperti peremajaan kota (urban renewal). Program ini dapat memicu adanya perpindahan penduduk miskin dari kawasan yang dibangun dan diremajakan kembali ke lokasi lain di seluruh penjuru kota.
Penelitian ini, secara lebih lanjut, mencoba menelusuri pertanyaan penelitian yang berkaitan dengan gambaran umum, pola-pola, dan penjelasan sosiologis perpindahan penduduk dalam kota Jakarta. Penelitian dilakukan di 3 kelurahan di kota Jakarta dengan karakteristik yang berbeda. Kelurahan pertama adalah Duri Pulo yang mewakili pemukiman kumuh dalam kota (inner-city slums area). Sedangkan lokasi kedua adalah kelurahan Palmerah yang mewakili pemukiman dekat daerah transisi (transition zone) dan pusat perdagangan (central business district). Lokasi berikutnya dari penelitian ini adalah kelurahan Lubang Buaya yang merupakan daerah pemukiman pinggir kota (suburb) yang berbatasan langsung dengan Jawa Barat. Responden yang terpilih dalam proses penarikan contoh (sampel) terdiri dari pendatang anal kelurahan lain di DKI, yang telah tinggal di kelurahan bersangkutan, selama 4 tahun terakhir.Penarikan sampel dilakukan secara acak (random) dengan mempertimbangkan jumlah proporsi populasi imigran di ketiga kelurahan lokasi penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa memang terdapat dinamika yang tinggi dari penduduk Jakarta dalam kaitan dengan pola pemukiman dan perpindahan penduduk. secara umum perpindahan penduduk dalam kota Jakarta cenderung menuju bagian Jakarta Timur dan Barat. Akan tetapi perpindahan sentripetal ke arah Jakarta Pusat masih tampak, meskipun dalam jumlah relatif kecil. Pada umumnya responden penelitian mengungkapkan bahwa mereka rata-rata telah melakukan perpindahan (residential movement) 2-3 kali. Penyebab mereka melakukan perpindahan bermacam-macam, akan tetapi pada umumnya ada kaitannya dengan masalah pemukiman. Dalam jumlah yang lebih sedikit terdapat pula penduduk Jakarta yang melakukan perpindahan karena alasan pekerjaan dan "life-cycle".
Alasan-alasan perpindahan seperti dipaparkan di atas, mengarahkan penelitian pada ternuan model perpindahan penduduk dalam kota. Pola pertama adalah perpindahan penduduk secara paksa (unvoluntary movement), Jenis perpindahan semacam ini umumnya berkaitan langsung dengan proses perkembangan kota seperti kawasan bisnis dan perkantoran modern. Penduduk kota terpaksa berpindahan karena mereka digusur untuk keperluan pengosongan tanah pemukiman yang akan dipergunakan untuk keperluan ekonomi dan perdagangan modern. Penduduk ini memperoleh ganti rugi tanah yang dapat dipergunakan untuk membeli tanah baru di lokasi lain. Meskipun demikian, pada umumnya mereka merasa kesejahteraannya menjadi semakin buruk dari sebelumnya, walaupun secara fisik mereka dapat memiliki rumah yang lebih baik. Hal ini berkaitan dengan keterikatan penduduk tersebut dengan struktur pemukiman lama yang telah mapan. Di pemukiman lama tersebut mereka bisa mengembangkan kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya dalam konteks jaringan sosial yang telah mapan. Sedangkan di pemukiman baru mereka kehilangan konteks jaringan tersebut dan harus membentuknya kembali dari awal.
Model kedua adalah perpindahan yang sukarela (voluntary movement), penduduk kota yang mengalami perpindahan semacam ini pada umumnya relatif mempunyai keterbukaan pilihan untuk melakukan perhitungan rasional dalam bermukim. Mereka umumnya telah mengalami perubahan sosial-ekonomi yang membaik, sehingga ada dorongan kebutuhan untuk mencari tempat bermukim yang lebih menguntungkan dari segi pertimbangan sosial maupun ekonomi. Termasuk di dalam cakupan pola perpindahan ini adalah penduduk yang berpindah dalam kaitan dengan perubahan-perubahan penting terjadi dalam siklus hidupnya. Misalnya seseorang yang menikah dituntut dengan sendirinya untuk menyediakan ruang terpisah dan layak bagi keluarganya, sehingga ia harus pindah dari rumah orang tuanya. Selain kasus seperti ini dapat pula dimasukan ke dalam model ini penduduk kota yang mengantisipasi keuntungan dari perkembangan ruang kota sebagai komoditi ekonomi. Misalnya seseorang yang menjual rumahnya untuk mencari tanah yang lebih murah dan luas, dan mereka masih memperoleh sisi finansial dari pembangunan rumah baru yang lebih murah meskipun lebih baik dari pada rumah asal di pusat kota."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1993
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Saepudin
"Tujuan penelitian pada tesis ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mendorong terjadinya migrasi risen tenaga kerja masuk ke wilayah Bodetabek, termasuk menganalisis hubungan antar variabel serta pola dan kecenderungannya. Penelitian ini menggunakan model Regresi Multinomial Logistik (Polytomus Logit Regression), dengan variabel terikat daerah asal migran yang bermigrasi ke Bodetabek yaitu yang berasal dari: internal Bodetabek; DKI Jakarta; Jabanten (Jawa Barat dan Banten); Pulau Jawa (DIY, Jateng dan Jatim) serta Luar Pulau Jawa (seluruh daerah - Jawa). Sedangkan variabel indevenden yang digunakan adalah variabel individu (yaitu: umur, Janis kelamin, stutus kawin, tingkat pendidikan dan status kerja), dan variabel kontekstual (yaitu: pertumbuhan ekonomi, peran sektor industri, upah dan tingkat pengangguran) dari daerah asal dan daerah tujuan migrant. Data yang digunakan adalah data Supas (Survei Antar Sensus) dan Sakrenas (Survei Angkatan Kerja Nasional) Tahun 2005, serta data publikasi lainnya dari Biro Pusat Statistik (BPS).
Dari hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa jumlah migran risen tenaga kerja yang masuk ke Bodetabek terbesar adalah berasal dari DKI Jakarta yaitu sebesar 420.899 orang (42%) dari total migran yang masuk ke Bodetabek yaitu sejumlah 1.009.565 orang (Data supas 2005, BPS, diolah). Urutan kedua adalah migran asal Jawa 191.290 orang (19%) dan yang terendah adalah migran asal Luar Jawa hanya (11%).
Berdasarkan variabel individu, ditemukan bahwa migran risen tenaga kerja dari berbagai daerah, jumlah terbesar yang masuk ke Bodetabek memiliki karakteristik sebagai berikut: migran berumur muda (20-34 tahun) sebesar (59%); berjenis kelamin laki-laki (51%); berpendidikan SMU (46%); berstatus kawin (65%) dan bekerja di sektor informal (57%). Secara umum karakteristik migran tersebut mempunyai pola yang sama baik berdasarkan daerah asal maupun daerah tujuan.
Analisis inferensial menunjukkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi dan peran sektor industri mempunyai hubungan yang negatif. Artinya variabel pertumbuhan ekonomi atau peran sektor indutri yang tinggi di daerah asal migran menjadi faktor penghambat terjadinya migran pindah ke Bodetabek. Sedangkan variabel upah dan variabel tingkat pengangguran tidak sesuai dengan hipotesis (teori), artinya peningkatan tingkat upah di daerah asal migran (dari berbagai daerah) tidak menjadi pengahambat terjadinya migran untuk pindah ke Bodetabek. Demikian juga variabel tingkat pengangguran mempunyai nilai koefisien parameter negatif untuk semua daerah asal migran. Artinya bahwa walaupun terjadi peningkatan rasio tingkat pengangguran daerah asal relatif terhadap Bodetabek, namun kecenderungannya migran untuk pindah ke Bodetabek masih lebih besar."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T 20731
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"In the last fifty years,the Malays have been major actors in the industralization proces and urbanization of Malaysia. This has resulted in the Malaysian malay community undergoing changes in living style,from the early traditional kampong way of living to contemporary urban living....."
2008
720 JAP 3:1 (2008)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Migrasi adalah sebuah perpindahan sebagai upaya manusia menuju ke jalan yang lebih baik. Perjalanan ke arah yang lebih baik itulah yang tampaknya tengah dilakukan oleh combine Resource Institution (CRI) ...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>