Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 113425 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Berdasarkan analisis neraca air dan ketercukupan air temporal DAS Ciliwung Hulu menunjukkan bahwa Sub DAS Ciseusupan termasuk ke dalam kategori kurang cukup air dalam penyediaan air baku. Dari delapan desa yang ada di Sub DAS tersebut, Desa Bendungan merupakan salah satu desa yang ketercukupan airnya termasuk dalam kategori tidak cukup, sebab dalam penyediaan airnya masih mengandalkan alam, seperti sungai, air tanah melalui sumur, mata air, dan lain lain. Penelitian ini menjelaskan solusi ketidakcukupan di tingkat desa, dimana salah satunya adalah dengan analisis peran antar kelembagaan melalui paradigma kepedulian air. Metode yang digunakan adalam ISM (Interpretative Structural Model), yang menekankan pada empat elemen yang berhubungan dengan penyediaan air baku, yaitu (1) kebutuhan program, (2) kendala utama, (3) tujuan program, dan (4) lembaga yang terkait dengan program. Oleh karena itu, diperlukan ahli penyediaan air mandiri, yang melibatkan berbagai pihak."
Tangerang: Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Terbuka, 2018
600 JMSTUT 19:2 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"The big challenge in developing of community based water sypply is the issue of 'sustainability. The failures and success of community based management are determined by some factors, they are technical, social, financial, community institution and environment. In this paper the case study is in Cibodas Village as a best practice community based water supply which has been conducting since 1984 until now. The objective is to obtain the lesson learned for implementation of policy of community based water supply. Methodology of data collection is by field observation, questionnare, interview, and the analysis by descriptive analysis. The succes factors of water supply management are because of potencial water resourcese, the trust of the consummer to the community Water Body, community rules and commitment of the consumers, good administrative water management. Is is recommended the community is as the subject in commnity based management."
KOM 3:2 (2007)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Spenyel, Womsiwor
"Air Bersih merupakan Kebutuhan dasar (Basic Need) yang sangat perlu bagi manusia. Sebagian besar tubuh manusia memperoleh sumbangan paling besar dari air untuk kehidupannya. Terpenuhinya kebutuhan air bersih dapat memberikan kesehatan dasar pada manusia, baik untuk minum, memasak makanan dan keperluan sehari-harinya. Kesehatan manusia ini dapat menunjang kegiatan manusia sebagai pelaku pembangunan.
Kabupaten Daerah Tingkat II Grobogan Jawa Tengah, memang dijuluki sebagai daerah gersang, yang tidak tanpa alasan. Kualitas dan kuantitas air yang belum memadai menyebabkan banyaknya penyakit yang berhubungan dengan hal itu berjangkit. Upaya penanggulangan sering dilak.ukan, namun masih sukar untuk menurunk.an jumlah penderita, bahkan dalam lima tahun terakhir ini, prioritas perhatian terhadap penyakit masyarakat masih cenderung didominasi oleh penyakit yang mempunyai hubungan dengan air yang kurang memadai. Hasil upaya mengurangi berjangkitnya penyakit-penyakit tersebut merupakan upaya memperbaiki komponen penting yang ikut menentukan derajat kesehatan masyarakat.
Salah satu cara yang dapat diperaunakan untuk: menanggulangi berjangkit secara luasnya penyakit tersebut yaitu dengan meningkatkan kuantitas penggunaan air, walaupun segi kualitasnya masih belum memenuhi standar. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian Saunders dan Was-ford pada tahun 1976 dengan hasil yang menunjukkan kemajuan pesat di bidang ini. Oleh karena itu, kualitas air yang nampaknya masih sukar diperbaiki dapat segera ditanggulangi dengan upaya mencapai target kuantitas.
Penelitian ini dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa pencapaian target penyediaan air bersih yang dilaporkan oleh Bupati Kepala Daerah Tingkat II Grobogan tidak sesuai dengan kenyataan lapangan dan bahwa aspek kelembagaan implementasi merupakan pokok penting yang hasus diperbaiki, sehingga dapat menunjang program air bersih mencapai target riil. Pencapaian target tersebut mendorong perbaikan derajat kesehatan dengan menurunnya penyakit-penyakit yang berhubungan dengan kuantitas dan kualitas air yang tidak memadai. Segi kelembagaan merupakan kelemahan dalam implementasi program pembangunan yang dimotori oleh pernerintah dalam upaya mensukseskan program air bersih. Kelemahan penelitian ini ada pada penggunaan teori implementasi yang lebih cenderung bagi model penelitian kasus. Selain itu, kendala paling berat adalah model penelitian survey dengan waktu dan tenaga yang tidak memadai sehingga banyak hal yang nampak, diselesaikan tergesa-gesa.
Faktor-faktor penting yang perlu diperhatikan seperti: Komunikasi, Sumberdaya, Sikap/Watak dan Struktur Dirokrasi dalam kelembagaan implementasi program dapat memberikan sumbangan besar untuk perbaikan program, terutama pencapaian target kuantitas secara riil. Kelemahan kelembagaan pada faktor-faktor tersebut merupakan salah satu kunci pokok upaya mencapai target kuantitas air bersih yang dapat mendorong perbaikan kualitas harus benar terwujud dalam implementasi program air bersih. Dengan wujud nyata kelembagaan impiementasi yang baik dalam program-program pembangunan, maka sekaligus proses Administrasi Negara dapat menyentuh bidang kesehatan sebagai bagian pelayanan masyarakat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harry Priyulanda Rukka
"Sistem dan fasilitas Penyediaan Air Bersih merupakan salah satu bentuk/kategori infrastruktur milik publik/umum yang diperlukan sebagai kebutuhan dasar sosial dan ekonomi manusia. Oleh karenanya salah satu kebijakan pemerintah daerah di dalam meningkatkan mutu pelayanan kebutuhan air bersih adalah dengan menambah pembangunan infrastruktur air bersih baru, yaitu dengan melibatkan peran pihak swasta, melalui pola kerjasama. Kendala lain yang dihadapi, yaitu biaya investasi (cost) yang dikeluarkan masih belum dapat berimbang dengan revenue hasil pendapatan air bersih, karena mengingat fungsi pemerintah dalam jasa pelayanan terhadap masyarakat yaitu pelayanan untuk sosial dan pelayanan untuk jasa komersial.
Untuk itu diperlukan adanya pengkajian tentang kelayakan suatu proyek investasi pengembangan penyediaan air bersih guna mendapatkan pola kelembagaan kerjasama yang optimum. Dimana Pola Kerjasama Build Operate Transfer (BOT) adalah salah satu alternatifnya. Oleh karenanya, tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan model pola kelembagaan Build Operate Transfer (BOT) yang dapat meningkatkan kelayakan suatu investasi pengembangan penyediaan air bersih.
Dalam penelitian ini, untuk mendapatkan alternatif model pola kelembagaan BOT yang optimum maka digunakan 3 (tiga) macam metode analisis yaitu anal isis AI-IP (untuk melihat faktor yang paling berpengaruh pada pola kelembagaan), analisis deskriptif (untuk mencari tingkat pengaruh variabel kelembagaan terhadap peningkatan kualitas pelayanan), dan terakhir adalah analisis sensitivitas (dengan mensimulasi NPV I Net Present Value dengan simulasi Monte Carlo yang bertujuan untuk mencari NPV paling tinggi).
Setelah ketiga metode tersebut dilakukan, maka hasil penelitian yang diperoleh adalah terpilihnya model pola JV-BOT sebagai model pola kelembagaan kerjasama BOT yang optimum dengan masa konsesi 20 tahun (dilihat dari adanya peningkatan nilai NPV sebesar 113.46 % terhadap pola kelembagaan eksisting dengan lama konsesi yang sama). Sedangkan pihak yang terlibat adalah Pihak pemegang konsesi (operator), Supplier selaku investor equity dan PDAM 1 Pemkot."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
T14990
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Setyo Rekso Samudro
"ABSTRAK
Salah satu alternatif dalam penyediaan air bersih untuk memenuhi ketersediaan air bersih kampus UI Depok pada waktu yang akan datang sesuai dengan master plan UI tahun 2010, adalah dengan memanfaatkan air waduk UI Depok yang sudah ada sebagai air baku untuk diolah menjadi air bersih.
Waduk yang ditinjau adalah waduk buatan dari perluasan clan pendalaman sungai kecil yang berada disekitar kampus UI Depok yang mempunyai hulu di dekat jalan masuk menuju politeknik UI dan berhilir dekat asrama kampus.
Untuk menjamin kemampuan serta layak tidaknya air waduk tersebut digunakan sebagai air diperlukan analisa kuantitatif dan kualitatif pada waduk tersebut.
Analisa kuantitatif dilakukan untuk .nendapatkan jumlah air waduk yang dapat diambil sebagai air baku dengan tidak merusak fungsi waduk sebelumnya dan nilai estetika waduk itu sendiri serta kekontinyuitasnya.
Analisa kualitatif dilakukan untuk mendapatkan parameter-parameter nilai sifat fisika, kimia serta bakteri yang ada pada air waduk tersebut, sehingga dapat ditentukan layak atau tidaknya air waduk tersebut dijadikan air baku sesuai dengan standar air baku mute yang ada.
Dari hasil analisa kuantitatif terlihat bahwa air waduk UI Depok tidak dapat diambil secara kontinyu terutama pada musim kering, sehingga perlu adanya supiesi dari air irigasi yang dapat memberikan sumbangan dalam penyediaan air bersih pads musim kering.
Dari hasil analisa kualitatif terlihat kualitas air waduk yang akan dijadikan air Baku terdapat beberapa parameter yang melebihi standar air baku mutu yaitu; Parameter fisika berupa warna untuk musim kemarau dan penghujan. Parameter kimia berupa mangan, nitrit pada seat musim kemarau dan KMn04, besi, nitrit, magnesium, ammonium, kalsium pada saat musim penghujan, Parameter mikrcbiologi berupa angka kuman pada saat musim kemarau dan penghujan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan waduk sebagai air bake untuk penyediaan air bersih kampus tersebut tidak layak.

"
2001
S35676
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Natsar Desi
"Menurunnya ketersediaan air permukaan salah satu disebabkan menurunnya mutu daerah tangkapan air (Catchment area) akibat pembukaan hutan untuk perkebunan dan pemukiman. Hutan yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air setiap tahun mengalami kerusakan mencapai 1,5 juta ha per tahun, yang berakibat terjadi kehilangan air akibat run off yang tinggi maupun evaporasi. Terjadi kesidakseimbangan jumlah air pada musim kemarau dan hujan, Permintaan air bersih pada tahun 2015 untuk kebutuhan domestik diperkirakan mencapai 81 juta m3, dan jika dilihat dari tahun 2000 terjadi peningkatan tahunan sebesar 6,7%. Angka itu belum termasuk kebutuhan air bersih dan sektor pertanian yang mencapai 98% konsumsi air Indonesia dan meningkat 6,67% per tahun sampai 2015 (KLH, 2004).
Tanggal 26 Maret 2004, telah terjadi bencana berupa runtuhnya dinding Kaldera Gunung Bawakaraeng yang merupakan hulu Sungai Jeneberang di Sulawesi Selatan. Dinding kaldera yang runtuh diidentifikasi sebagai tebing yang sermasuk Gunung Sarongan (elevasi 2.514 m dpl). Volume massa yang runtuh diperkirakah atitara 2{70 -- 300 juta m3, sepanjang daerah aliran Sungai Jeneberang. Sungai Jeneberang merupakan salah satu sungai besar dan penting di Sulawesi Selatan mengingas alurnya yang melalui Kabupaten Gowa, Kabupaten Takalar dan Kota Makassar. Sumber air baku PDAM Kota Makassar menggunakan air permukaan yaitu : (a) Sungai Maros dari Kabupaten Maros dengan kapasitas 1300 lld pada kondisi normal, (b) Sungai Jeneberang dari Kabupaten Gowa dengan kapasitas 3500 lld dan yang terpakai 1500 11d (Musagani, 2005).Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey dengan mengunakan teknik pengumpulan data berupa observasi laboratorium dan dokumentasi. Observasi laboratorium digunakan untuk memperoleh data tentang kualitas air pada Sungai Jeneberang sesuai dengan parameter yang diamati. Metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh berbagai macam data sekunder dalam menunjang data primer. Melalui metode dokumentasi dilakukan pencatatan informasi dari berbagai sumber tentang kualitas air Sungai Jeneberang. Pemilihan sampel dengan metode persimbangan (Purposive) untuk menentukan waktu dan ternpat pcngambilan sampel dilakukan secara Acak (random).
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pemanfaatan lahan yang memberikan kontribusi besar pada besarnya laju erosi tanah dan menurunkan kualisas air baku Sungai Jeneberang adalah ladang/tegalan sebesar 479,81 ton/km2/tahun. Parameter kualitas air baku yang diteliti dan melampaui baku (PP No. 82 Tahun 2001) akibas longsor adalah TSS maksimal sebesar 26560 mgll, BOD maksimal sebesar 4,17 mg/l dan COD maksimal sebesar 11,38 mgll, sedangkan parameter kualitas air minum yang melampaui baku mutu (SK. MENKES No. 907 Tahun 2002) adalah kekeruhan maksimal sebesar 6,3 mg/I clan pH maksimal sebesar 8,66. Pemanfaatan lahan dan longsor pada hulu DAS Jeneberang, berimplikasi pada jenis bangunan pengolahan air minum yaitu jika pH basa maka terjadi kerak pada jenis bangunan pengolahan air, perlakuan proses pengolahan pada tingkat kekeruhan di atas 6000 NTU beralih dari kapur dan tawas ke PAC (Poll aluminium clorite) dan Polymer. Biaya pemakaian bahan kimia PAC (Poll aluminium clorite) dan polymer meningkat rata-rata tiap tahun sebesar Rp 0,25/liter.
Untuk mengatasi permasalahan kualitas air baku yang disebabkan pemanfaatan lahan dan Iongsor, disarankan membuat perasuran mengenai perunsukan kawasan hulu Sungai Jeneberang sebagai kawasan penyangga, memperbanyak cekdam agar material longsoran Gunung Bawakaraeng yang setiap turun hujan akan Iangsung jatuh ke Sungai dapat diperlambat. Disarankan meningkatkan kapasitas instalasi pengolahan air minum dan memproduksi air minum pada tingkat kekeruhan yang rendah, kemudian menyimpan air minum dalam jumlah besar untuk didistribusikan ke pelanggan. Dan perlu kajian lebih lanjut tentang perubahan teknologi pengolahan air minum PDAM Kota Makassar yang masih menggunakan sistem konvensional ke sistem pengolahan air minum yang lebih moderen. Perlu penelitian lebih terpadu dengan melihat berbagai aspek kepentingan Iingkungan hidup, sosial dan ekonomi dari hulu sampai hilir dalam pengelolaan DAS Jeneberang.

Indonesia's currents and future needs for water are increasing despite relatively steady supplies spread across the country. To ensure sustainable development in Indonesia, the basic principle regarding water resources would be so sufficiently satisfy the needs for water of all people of Indonesia and all the development sectors, taking into account the aspects of water resource carrying capacity and conservation.
Declining supplies of surface water is partly a result of shrinking water catchments areas as forests are opened up for settlements. Every year, 1.5 million hectares of forests that function as water catchment areas are cleared, and the resulting water loss due to high run-off and evaporation leads to imbalance water supplies during dry and rainy seasons. The estimated domestic demand for clean water in 2015 is 81 million cubic meters with an annual increase of 6.7% compared with the 2000 statistics. This does not include the clean water demand of the agriculture sector which makes up 98% of Indonesia's water consumption which is increasing annually by 6.67% up to 2015 (Ministry of Environmental Affairs, 2004).
On March 26, 2004, a disaster occurred: the collapse of the crater of Mount Bawakaraeng where Jeneberang River in South Sulawesi has its upper reaches. The collapsed section was identified as the crater rim which was part of Mount Sarongan (elevation: 2,514 m above sea level). The estimated volume of the mass covering the Jeneberang watershed area was 200-300 million cubic meters. The river Jeneberang is one of the largest and most important rivers in South Sulawesi because it flows across the regencies of Gowa and Takalar and the city of Makassar.Data show that following the disaster, Makassar's regional water company is facing a very serious problem, threatening the supply of water particularly to Makassar. The water company uses surface water from: (a) Maros river flowing from Maros regency with a capacity of 1,300 liter per second on normal condition, and (b) Jeneberang river flowing from Gowa regency with a capacity of 3,500 liters per second, of which only 1,500 liters arc used (Musagani, 2005).
The research on the Impact of Watershed Quality on Drinking Water was conducted using the descriptive-analytical method. Purposive method was used for sample selection, while random method was used for times and places of sample collection.
Results showed that the declining water quality of Jeneberang river resulted from the large 479,81 ton/km2/ year. Studied parameters of undistilled water quality and of above-standard water quality due to collapsed crater rim (Government Regulation No. 82 of 2001) were maximum TTS of 26560 mgll, maximum GODS of 4.17 mgll and maximum COD of 11.38 me; while parameters of the quality of water which was exceeding the prescribed standard (Decision of the Minister of Health No. 907 of 2002) were maximum turbidity of 6.3 mgtl and maximum pH of 8.66. Land use and landslides occurred at she watershed areas upstream of Jeneberang affected the water processing facility, i.e. non-neutral pH would result in corroded components and produce slags/crusts. For turbidity of more than 6000 NTU, PAC (poll aluminum chlorite) and Polymer should be used instead of limessone and alum in she water processing. The cost for using PAC and polymer is increasing annually by Rp 0.25 per liter.
In order so deal with the problem of degrading quality of undistilled and clean water due so improper land use and occurring landslides, the government should make a policy on the use/allotment of Jeneberang river areas and also find a solution to stop materials on Mount Bawakaraeng from falling down to Jeneberang. Another alternative to deal with the problem of drinking water processing is to increase the capacity of the water processing plant to enable it to produce water with turbidity of less than 6000 NTU and to store a large amounts of water to be dissributed to customers. Further studies are required on the replacement of the undistilled water processing system at Makassar Water Company. More integrated researches would also be necessary to identify various environmental, social and economic aspects of the management of upstream to downstream watershed areas of Jeneberang.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T16833
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Kesehatan, 1990
613.0424 IND p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Siadari, Mutiara F.
"Akhir-akhir ini ikan dari perairan darat Indonesia sudah jarang ditemukan di pasaran, kalaupun ada harganya akan sangat mahal. Selain produksinya yang menunan terus, ukurannya pun jarang yang besar. Keadaan ini menjadi suatu tanda bahwa ikan air tawar yang hidup sekarang ini di perairan darat Indonesia tidak lagi memiliki kesempatan untuk tumbuh dan berkembang.
Keadaan ini menyadarkan manusia untuk dapat memenuhi kembali kebutuhannya serta menyediakan kembali ketersediaan sumberdaya ikan dengan mengusa fakan budidayanya. Odum (1971) mengemukakan bahwa bila populasi alam dimanfaatkan sampai batasnya, dan berkurang karena pengambilan ikan yang melampaui batas, maka tentu saja perhatian akan beralih kepada pemeliharaan ikan, atau budidaya air, terutama karena budidaya semacam itu dapat merupakan cara yang efisien untuk memproduksi pangan protein.
Budidaya diharapkan dapat menghasilkan produksi yang selalu meningkat sehingga selain dapat menyediakan kebutuhan protein ikan sehari-hari juga dapat menjaga kelestarian dari keanekaragaman hayati ikan air tawar.
Khususnya di Ibun, salah satu kecamatan di Kabupaten Bandung, masyarakat telah sejak dulu ikut berperanserta dalam pembudidayaan ikan air tawar. Namun, peranserta yang selama ini ada hanya terkait dengan kegiatan pemanfaatan dan berorientasi pada ekonomi tanpa memperhatikan kelestarian ikan air tawar. Maka, diperlukan peranserta yang aktif dari masyarakat pembudidaya ikan air tawar dalam hal perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan secara lestari terhadap kualitas dan kuantitas ikan air tawar.
Berdasarkan uraian di etas, maka yang pertu ditetiti adalah budidaya ikan yang dapat meningkatkan produksi ikan air tawar dan pengaruh peranserta masyarakat dalam budidaya ikan air tawar terhadap kelestarian keanekaragaman hayati.
Penelitian ini menggunakan metode survei dan bersifat deskriptif analisis. Pemilihan responden sebagai sampel penelitian dilakukan dengan metode penarikan sampel secara acak sederhana. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan SPSS (Statistical Product and Service Solutions) yang mencakup perhitungan frekuensi, ANDVA, korelasi, dan chi-square.
Hasil penelitan yang dapat dipaparkan adalah:
Produksi ikan tertinggi dihasilkan oleh masyarakat yang memiliki sistem budidaya kolam air tenang, setelah itu masyarakat yang memiliki sistem budidaya minapadi, potikultur/tumpangsari, kolam air deras, keramba, dan yang paling sedikit produksinya adalah masyarakat dengan sistem budidaya jaring apung. Jenis ikan yang paling banyak dibudidayakan adalah jenis ikan mas, lale Jumbo, nila, dan ikan nitem.
Berdasarkan jawaban dari 120 responden yang diberi kuesioner, sekitar 0,83% memiliki tingkat persepsi sangat baik, 60,83% baik, dan 38,34% memiliki tingkat persepsi cukup. Tingkat peranserta masyarakat masih sangat rendah dengan nilai 85,83%. Tingkat peranserta masyarakat kategori rendah sebanyak 5,87%, cukup 3,33%, dan kategori tinggi hanya sebanyak 4,17%.
Setelah melakukan penelitian dan pembahasan terhadap data yang didapatkan, maka ditemukan kesimpulan sebagai berikut:
1. Budidaya ikan yang diiakukan masyarakat Desa Lampegan bervariasi dalam sistem budidaya dan jenis ikan. Budidaya yang dilaksanakan terdiri dari pembenihan dan pembesaran ikan. Kesemuanya ini menghasilkan produksi ikan yang meningkat dari waktu ke waktu, bagi pemenuhan konsumsi gizi dan peningkatan pendapatan keluarga.
2. Persepsi masyarakat terhadap budidaya ikan sudah cukup tinggi, namun peranserta masyarakat masih sangat rendah. Oleh karena itu belum terlihat ada pengaruh peranserta masyarakat terhadap budidaya yang mereka lakukan selama ini.

People Participation in Sustainable Freshwater Fish Cultivation (Study Case in Lampegan Village, Ibun Subdistrict, Bandung District, West Java)Recently, fish in the Indonesia's fresh water is rarely found in the market. Because of that, it is very expensive to buy. The production keeps going down and about the size never have a big one. This situation became a sign that freshwater fish in Indonesia's water never have a chance to grow and develop.
This situation realized people to get back to fulfill human needs and to provide fish resources by develop the cultivation. In Odum (1971) explained that if natural population (in this case is fish) is used and reach the limits, people will take many ways to get back to maintain fish or fish cultivation. It is an efficient way to produce protein food.
The cultivation is expected success in production, daily fish protein needs, and conservation. In Ibun, one of the sub Districts of Bandung District, people always participate in freshwater fish cultivation. People participation only connect with economy activity without consider the freshwater fish conservation. Because of that, people in this village should participate actively in freshwater fish by conservation, protection, and sustainable cultivate to get good quality and large quantity of freshwater fish.
The problems of this research are as follows: What kinds of fish cultivation can increase the production of freshwater fish and how the impact of people participation in fish cultivation that can conserve the biodiversity?
The research is using a survey method and type of this research is descriptive analysis. Respondent election as a research sample is using a simple random sample method. Data analysis is using a SPSS (Statistical Product and Service Solutions) which includes frequency, ANOVA, correlation, and chi-square calculation.
The results of this research are as follows:
The highest fish production is produced by people who have a quiet pond cultivation system, after that people who has minapadi cultivation system, polyculture / intercropping, fast pond, keramba, and the lower production is produced by people who has a float nit cultivation system. The fish type, which is the most, cultivated, is gold fish, fete freshwater catfish, nila, and nilem.
The questioner is given to 120 respondents. About 0,83% from 120 respondents have a very good perception level, 60,83% has a good perception level, and 38,34% has an enough perception level. The lower people participation level is about 85,83%, low people participation level is about 6,67%, enough people participation level is about 3,33% and the highest participation level is about 4,17%.
The conclusions of this research are as follows:
1. The fish cultivation in Lampegan village is several of cultivation system and fish type. The implementation of cultivation consists of seeding and growing fish. This implementation can produce fish that increases progress. It can increase family income and nutrient needs.
2. The people perception in fish cultivation is high enough, but the people participation is very low. So there is no impact of people participation to fish cultivation in this study area.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T11061
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>