Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 53357 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abd. Rahman Hamid
"Artikel ini menjelaskan tentang pelayaran lintas Selat Makassar dengan fokus perkembangan jaringan pelaut Mandar dalam era revolusi (1946-1950). Sumber-sumber yang digunakan berupa arsip, surat kabar, dan majalah. Hasil penelitian menemukan orientasi pelayaran pelaut Mandar awal revolusi bersifat politik untuk mendukung perjuangan mempertahankan kemerdekaan pada Jalur Selatan (Selat Makassar, Laut Jawa, dan Selat Madura). Pemerintah kolonial semakin kuat menjalankan monopoli pelayaran pantai dan perdagangan dengan mengoperasikan kapal MKSS untuk membatasi pelaut Mandar mengunjungi pelabuhan-pelabuhan di Nusantara. Menyikapi kebijakan kolonial, pelaut Mandar mengubah kegiatan perdagangan mereka ke Jalur Utara (Selat Makassar dan Laut Sulawesi) terutama ke Tawao dan Kepulauan Sulu. Jalur yang terakhir mengantar pelaut Mandar terkoneksi dengan jaringan ekonomi global Asia Tenggara."
Jakarta: Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2018
790 ABAD 2:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abd. Rahman Hamid
"Disertasi ini membahas tentang jaringan maritim Mandar dari pelabuhan "kembar" Pambauwang dan Majene di Selat Makassar. Terdapat tiga pertanyaan penelitian. Pertama, pola jaringan seperti apa yang terbentuk dari pelabuhan kembar pada periode 1900-1940; kedua, bagaimana fungsi pelabuhan kembar di tengah perubahan politik 1941-1951; ketiga, mengapa terjadi kemerosotan jaringan maritim Mandar 1952-1980. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, studi ini menggunakan kategori pelabuhan dari Leong Sau Heng (1990) dan Susanto Zuhdi (1999). Berbagai sumber yang digunakan berupa sumber lokal (lontara Mandar), arsip, surat kabar, dan sejarah lisan. Ini adalah penelitian sejarah dengan pendekatan struktural dari Fernand Braudel (1972) yang dikembangkan Adrian B. Lapian (1986) dan R.Z. Leirissa (1990).
Hasilnya adalah empat karakteristik jaringan maritim: pertama, keberadaan pelabuhan kembar yang saling mengisi dan bersaing; kedua, jangkauan pelayaran meliputi hampir seluruh perairan Nusantara, bahkan sampai Singapura, Malaysia, dan Filipina; ketiga, pola pelayaran yang terbentuk berupa pelayaran pantai, pelayaran selat, pelayaran lintas selat, dan pelayaran lintas laut; dan keempat, pola usaha yang dikembangkan terdiri atas pelayaran-perdagangan dan pelayaran. Karakteristik tersebut dijumpai dalam tiga fase sejarah: masa kejayaan (1900-1940), masa bertahan (1941-1951), dan masa kemerosotan (1952-1980). Eksistensi dan karakter jaringan maritim Mandar ditentukan oleh keberfungsian pelabuhan kembar di Selat Makassar.
Dengan mengkaji jaringan masyarakat bahari, sejarah Indonesia tidak lagi dilihat dari geladak kapal VOC (J.C. van Leur) atau Neerlandocentric, tetapi dari perahu dan sudut pandang pelaut kita (Indonesia sentris). Peran pelaut Mandar, dalam mewujudkan negara maritim, sejauh ini terabaikan dalam sejarah. Karena itu, tujuan studi ini selain menerapkan perspektif Indonesia sentris, juga ruang bagi pelaut Mandar dalam penulisan sejarah maritim Indonesia.

This dissertation discusses the Mandarese maritime network of so-called "dual harbors" of Pambuawang and Majene in the Makassar Strait. Three research questions to be answered. First, network pattern had been developed since the first time the harbors made (1900-1940). Second, the functions of the harbors amidst of national political change (1941-1951). Third, why there was a decline in Mandar maritime network in 1952-1980?. In order to answer the questions, this study utilizes harbor categories developed by Leong Sau Heng (1990) and Susanto Zuhdi (1999). There are various resources to be employed, local manuscripts (lontara Mandar), official archives (both colonial and national), newspaper and oral history among others. This is historical research and using structural approach made by Fernand Braudel (1972) and further developed by Adrian B. Lapian (1986) and R. Z. Leirissa (1990).
The results are four main characteristics of their networks. First, their complementing and competing functions. Second, reaching almost all parts of Indonesia and even Singapore, Malaysia and Phillippines. Third, their sea voyage patterns which include several types such as coastal, straits, straits crossing and seaborne crossing. Fourth, the developing pattern of ways in doing their business which comprises seaborne trade. It could be divide into three periods: rise (1900-1940), endure (1941-1951) and decline (1952-1980). The main function of the harbors led to the sustainability of the Mandarese maritime networks.
By focusing on maritime network, Indonesian historiography is no longer being viewed from the deck of the Dutch ship (J. C. van Leur) or "neerlandocentric", but rather from prahu and Indonesian sailors' point of view or Indonesian perspective. The roles of Mandarese sailors in the making of maritime state, are somehow neglected. Therefore this study aiming to put it on Indonesian perspective and giving space for Mandarese sailors in Indonesian maritime historiography."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
D2542
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Romi Gozali Rukmawijaya
"Nowadays, Indonesia has not been considered as a Maritime State yet this country has a huge potential of maritime resources as an Archipelago State. Bearing the predicate of Maritime State could only be achieved if the government is able to explore the maritime resources using its own capability and not depends on other country. In fact, Indonesia has not fully maximized its effort to develop the potential of maritime resources. In this modern era, Indonesia has no longer maritime culture and maritime character as Majapahit and Sriwijaya Kingdom is truly identical with both of it. On traditional shipping (Pelayaran Rakyat), practically, Pelayaran Rakyat has not been developed well. Even, it almost dies since there is no support from the government by creating regulation that will possibly encourage the role of Pelayaran Rakyat as one of maritime strength. Facing this challenges, UU Pelayaran is supposed tobe put forward in order to strengthen national shipping. Taking a look at the definition of Pelayaran Rakyat, it is said that Pelayaran Rakyat is a small business made by people traditionally. Based on that definition, ?traditional? term refers to ship that should be made by wood and use wind power. Consequently, it becomes a boundary to develop small business that is related to Pelayaran Rakyat. At the end, Pelayaran Rakyat cannot compete with other shipping and is left by the customers because they need speed, safety and reliable transportation for their business."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
340 UI-JURIS 6:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rayindra Asmara
"Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki 17.504 pulau dengan wilayah lautnya 6,4 juta km2 atau 2/3 wilayah Indonesia merupakan laut. Rute pelayaran utama dunia melalui Perairan Indonesia. Dengan kondisi demikian, maka kepentingan nasional Indonesia sejatinya bertumpu pada bidang maritim. Posisi Indonesia juga merupakan titik persilangan antara benua Asia dan Australia, samudera Pasifik dan samudera Hindia, bahkan di kawasan Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) dua per tiga wilayahnya merupakan wilayah Indonesia merupakan Perairan Indonesia. Dengan posisi demikian, maka kepentingan barat dan timur akan menggunakan Perairan Indonesia. Konfigurasi wilayah laut Indonesia yang unik membutuhkan kontrol yang ketat untuk bisa memantau semua jenis pelayaran baik di atas permukaan maupun di bawah permukaan dan di udara pada semua choke point ALKI. Berdasarkan Undang-undang RI Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, Pertahanan Negara Indonesia diselenggarakan dalam suatu system pertahanan semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah serta sumber daya nasional yang disiapkan oleh pemerintah melalui usaha membangun kekuatan dan kemampuan pertahanan yang kuat serta dipersiapkan secara dini yang artinya dibangun secara terus-menerus sejak masa damai hingga masa perang. Dihadapkan dengan kondisi geografis Indonesia seperti yang telah diuraikan di atas, Indonesia perlu memiliki strategi pengendalian laut khususnya di empat choke point strategis yang meliputi Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok dan Selat Makassar. Dengan metode kualitatif eksploratif penulis memperoleh data melalui wawancara langsung kepada narasumber terkait bahwa sumber daya pertahanan maritim Indonesia dalam pengendalian laut di empat choke point strategis Indonesia adalah kerjasama dan sinergitas antar pemangku kepentingan yang didukung peran Kemhan dalam mendukung dan membuat regulasi dalam memanfaatkan dan mengoptimalkan sumber daya yang ada untuk mendukung pertahanan semesta di laut."
Jakarta: Seskoal Press, 2020
023.1 JMI 8:2 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nyoman S. Prabata
Depok: Universitas Indonesia, 1984
S25567
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dotulung, Andre Mantiri
"Radar pengamatan Integrated Maritime Surveillance System (IMSS) di Selat Sunda berfungsi untuk mempermudah pengawasan keamanan dan keselamatan maritim terhadap kapal-kapal yang melintas di ALKI I, baik pelayaran domestik maupun internasional. Selat Sunda merupakan pintu masuk dan keluar ALKI I dan menjadi salah satu selat strategis dilewati oleh ribuan kapal setiap tahunnya. Selat Sunda juga memiliki Traffic Separation Scheme (TSS) serta merupakan salah satu choke point di perairan Indonesia. Beberapa kecelakaan kapal terjadi di Selat Sunda menjadi masalah yang membutuhkan peralatan monitoring memanfaatkan fungsi radar surveillance IMSS untuk memantau kapal-kapal yang melewati ALKI I guna mengurangi atau menghindari terjadinya kecelakaan laut di Selat Sunda. Metode penelitian menggunakan penelitian kualitatif dengan sumber data berupa observasi, wawancara, dan studi literatur dengan penekanan pada pentingnya keberadaan radar surveillance IMSS untuk melaksanakan pengawasan terhadap ALKI I di Selat Sunda guna menjamin keamanan dan keselamatan, menjaga kedaulatan dan kekayaan maritim, sebagai bentuk tanggung jawab dalam menjaga keamanan dan keselamatan maritim serta mendukung terhadap kebijakan dari Pemerintah Indonesia."
Jakarta: Seskoal Press, 2020
023.1 JMI 8:1 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ariella Nikita Layono
"Skripsi ini membahas tentang kemungkinan penerapan skema pajak karbon di industri pelayaran maritim. Perubahan iklim saat ini merupakan salah satu masalah terbesar yang dihadapi bumi, dengan emisi gas rumah kaca menjadi salah satu penyebab utama pemanasan global. Perjanjian Paris adalah salah satu perjanjian terpenting yang mencakup perubahan iklim, tetapi belum secara eksplisit memasukkan industri perkapalan maritim, meskipun itu adalah sumber sekitar 3% dari emisi gas rumah kaca dunia. Sebagai badan organisasi internasional utama mengenai operasi maritim, International Maritime Organization (IMO) telah menempatkan fokus pada pengurangan emisi karbon dari industri perkapalan melalui serangkaian langkah dan target, di antaranya adalah skema market-based- measures. Melalui analisis artikel, studi, dan perbandingan, skripsi ini akan menunjukkan bagaimana pajak karbon dapat menjadi opsi yang memungkinkan untuk market-based-measures IMO. Pajak karbon akan menginternalisasi biaya eksternal untuk emisi yang disebabkan oleh industri dan pendapatan yang dikumpulkan darinya dapat digunakan untuk dana yang dapat membantu pendanaan mitigasi perubahan iklim dalam sektor pelayaran, penelitian dan pengembangan bahan bakar nol-karbon, dan membiayai pembangunan jangka panjang dan jangka pendek.

This thesis discusses about the possibility of implementing a carbon tax scheme in the maritime shipping industry. Climate change is currently one of the biggest problems that the earth is facing, with greenhouse gas emissions being one of the most prominent causes of global warming. The Paris Agreement is one of the most important treaties that covers climate change, but it has yet to explicitly include the maritime shipping industry, even though it’s the source of approximately 3% of the world’s greenhouse gas emissions. As the primary international organizational body regarding maritime operations, the International Maritime Organization (IMO) has placed a focus on reducing carbon emissions from the shipping industry through a series of measures and targets, amongst which is the market-based- mechanism scheme. Through the incorporation of articles, studies, and comparisons, this thesis will demonstrate how a carbon tax could be a possible option for IMO’s market-based-measure. A carbon tax would internalise external costs for the emissions caused by the industry and the revenue collected from it could be used towards a fund that could aid in funding of in-sector climate change mitigation, research and development of zero-carbon fuels, and short- and long- term development."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"This paper studies the condition of domestic shipping transport in Indonesia. From the view point of participating in maritime transportation policy, the different systems, functions, and targets of cabotage act have been analyzed. The innumerable factors affecting the Indonesian cabotage act which has had great impact on the regional economic growth has been studies and current methods and policies are being examined. Finally, the research paper evaluates the Indonesian Cabotage Act which is part of the transport policy and it's on economic growth are summarized"
JEP 18:1 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Titik Rahayu Susasmiyati
"Skripsi dengan topik Metafora dalam Pidato Kenegaraan Soekarno Era Revolusi Kemerdekaan ini berada di bawah bimbingan Ibu Dr. Lucy Ruth Montolalu. Dalam skripsi ini yang dibahas adalah konsep metafora dalam pidato Soekarno, klasifkasi metafora dalam pidatonya, dan alat-alat apa saja yang digunakan oleh Soekarno dalam metaforanya untuk mengungkapkan maksudnya. Dalam skripsi ini yang dianalisis adalah metafora yang ditemukan dalam pidato kenegaraan Soekarno era revolusi kemerdekaan, yaitu pidato pada tahun 1945-1950. Dalam menganalisis metafora yang ditemukan dalam pidato kenegaraan Soekarno era revolusi kemerdekaan, penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh George Lakoff dan Mark Johnson dalam bukunya Metaphors We Live By. Menurut Lakoff dan Johnson, terdapat tiga macam metafora, yaitu metafora struktural, orientasional, dan ontologis. Setelah dianalisis, ketiga metafora tersebut dapat ditemukan dalam pidato kenegaraan Soekarno era revolusi kemerdekaan. Disimpulkan bahwa secara semantis, terlihat bahwa ada kategori medan makna yang dilambangkan dalam metafora tersebut. Medan makna tersebut terlihat ketika Soekarno memanfaatkan pengetahuan fisik dan budaya dalam metaforanya yang digunakan untuk mengungkapkan maksudnya. Medan makna itu merupakan alat-alat yang digunakan oleh Soekarno dalam metaforanya. Pengungkapan metafora juga memberikan gambaran pandangan hidup Soekarno baik secara individu maupun sebagai seorang kepala negara."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S11073
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>