Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 169705 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Syaifullah
"Pemberian kredit perbankan membutuhkan jaminan sebagai pengaman bagi pihak bank. Hak Tanggungan merupakan jaminan bagi fasilitas kredit dari perbankan. Pemberian kredit memerlukan jaminan yang aman agar dana yang dikeluarkan oleh pihak bank dapat kembali sehingga diperlukan batasan bahwa pemberian kredit tersebut dapat dikatakan cukup aman. Berakhirnya jangka waktu HGB yang dijaminkan, menyebabkan hak atas tanahnya hapus dan Hak Tanggungan yang membebaninya juga ikut hapus. Masalah yang akan dijadikan fokus penelitian antara lain Bagaimana akibat hukumnya Terhadap Hak Guna Bangunan Yang Berakhir Jangka Waktunya berdasarkan putusan pengadilan, dan Bagaimana Perlindungan dan Upaya Hukum Kreditur Pemegang Hak Tanggungan Terhadap Hak Guna Bangunan Yang Berakhir Jangka Waktunya tersebut, dalam penulisan ini didasarkan atas adanya Putusan Nomor 47/Pdt.G/2017/PN Lbb. Metode Penelitian dilakukan yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder yang bersumber dari bahan hukum primer dan sekunder. Dari hasil penelitian ditemukan Kreditor pemegang Hak Tanggungan yang objeknya tanah dengan status Hak Guna Bangunan yang berakhir sebelum kreditnya jatuh tempo tidak mendapat perlindungan hukum berdasarkan UUHT. Berakhirnya jangka waktu Hak Guna Bangunan mengakibatkan Hak Tanggungan yang membebaninya ikut hapus. Oleh karena itu, agar tetap memperoleh perlindungan hukum, maka kreditor harus menerapkan unsur kehati-hatian dengan lebih cermat khususnya dalam meneliti obyek hak tanggungan.

Providing bank loans requires collateral as a security for the bank. Mortgage rights are collateral for credit facilities from banks. The provision of credit requires a secure guarantee that the funds issued by the bank can be returned so that a limit is needed that the credit can be said to be quite safe. The expiration of the guaranteed period of the HGB, the abolition of the rights to the land, and the Underwriting Rights which burdened him also were deleted. Problems that will be the focus of research include the legal consequences of building rights that expire on the basis of court decisions, and how the protection and remedies of creditors are liable to the right to use the building that ends with the term, based on the existence of a Verdict Number 47/Pdt.G/2017/PN Lbb. The method of research is normative juridical using secondary data sourced from primary and secondary legal materials. From the results of the study found Creditors of Underwriting Rights holders whose land objects with Building Use Rights status that expire before the credit is due do not receive legal protection under the UUHT. The expiration of the time period for the Right to Build the Building results in the Underwriting Rights which burden him. Therefore, in order to continue to obtain legal protection, creditors must apply the element of caution more carefully, especially in examining objects of mortgages."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52847
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Idham Muhammad Aulia
"Hak tanggungan merupakan salah satu jenis jaminan yang digunakan sebagai jaminan pada pemberian fasilitas kredit, yang ketentuannya dituangkan dalam perjanjian jaminan. Dalam hal ini, aset debitur yang digunakan sebagai jaminan adalah hak atas dan dapat berupa bangunan, tanaman, dan hasil karya yang sudah ada ataupun akan ada yang merupakan satu kesatuan pada tanah tersebut. Ketentuan mengenai bangunan, tanaman, dan hasil karya di atas tanah milik debitur harus dinyatakan dengan tegas dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan tersebut. Dalam penelitian ini, penulis bertujuan untuk meninjau lebih lanjut mengenai bagaimana bentuk perlindungan dan upaya hukum bagi debitur dalam permasalahan terkait lelang eksekusi yang dilakukan oleh kreditur sebagai penjual dengan penetapan nilai limit yang tidak wajar atau rendah, sebab dengan adanya ketentuan mengenai nilai limit dalam Peraturan Menteri Keuangan tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang Nomor 122 Tahun 2023 dan ketentuan eksekusi dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, bisa memberikan kedudukan yang seimbang dan adil dalam pelaksanaan lelang eksekusi.

Mortgage is one type of collateral used as security for the provision of credit facilities, the provisions of which are set out in a security agreement. In this case, the debtor's assets used as collateral are rights to and can be in the form of existing or future buildings, plants, and works that form an integral part of the land. The provisions regarding buildings, plants, and works on the debtor's land must be expressly stated in the Deed of Granting Mortgage. In this study, the author aims to further review how the form of protection and legal remedies for debtors in problems related to execution auctions conducted by creditors as sellers with the determination of unreasonable or low limit values, because with the provisions regarding the limit value in the Minister of Finance Regulation concerning Auction Implementation Guidelines Number 122 of 2023 and the provisions of execution in Law Number 4 of 1996 concerning Mortgage Rights, can provide a balanced and fair position in the implementation of execution auctions."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stephanie Amanda Bintoro
"Pemberian Hak Pengelolaan pada hakekatnya memberikan kewenangan kepada pemegang hak nya untuk dapat mengusahakan tanah tersebut sesuai dengan kebutuhannya. Namun tujuan sebenarnya diberikannya Hak Pengelolaan tersebut sebenarnya merupakan sebuah usaha untuk menyediakan tanah-tanah tersebut untuk pihak-pihak yang membutuhkan. Oleh karena itu diatas tanah Hak Pengelolaan dapat diterbitkan hak-hak atas tanah yang lain yang sesuai dengan yang diatur oleh peraturan perundang undangan. Hak pengelolaan merupakan gempilan dari Hak Menguasai Negara yang termasuk ke dalam bidang hukum publik, namun pada prakteknya sifat dan hakekat dari Hak Pengelolaan mulai mengalami pergeseran dan masuk ke area hukum privat. Dalam kasus perpanjangan HGB No.26/Gelora dan HGB No.27/Gelora sebagaimana diputus dalam Putusan Peninjauan Kembali Nomor 276 PK/Pdt/2011, muncul Hak Pengelolaan diatas tanah yang telah dihaki oleh HGB tersebut terlebih dahulu yang menimbulkan permasalahan ketika HGB tersebut akan diperpanjang dan tidak diletakkan diatas HPL No.1/Gelora tersebut. Munculnya HPL bersyarat tidak pernah diatur dalam peraturan perundang undangan dan menimbulkan permasalahan hukum yaitu tidak adanya kepastian dan perlindungan hukum atas pemegang Hak Atas Tanah lainnya. Melalui penulisan hukum ini, Penulis berharap dapat memberikan sumbangsih dan solusi mengenai Hak Pengelolaan yang dalam praktek masih sering menimbulkan permasalahan yang tidak jarang berujung pada pengadilan.

Granting Rights Management is essentially gave his authority to the holder of the right to cultivate the land in accordance with their needs . But the real goal is actually rendered Rights Management is an attempt to provide the land for those who need . Therefore, the above ground can be issued for the Management of the rights of other land in accordance with the laws and regulations governed by . Rights management is a part of State Mastering of Rights which belong to the field of public law , but in practice the nature and essence of the Management started to experience a shift and get into the area of private law . In case of extension of the Building Right No.26/Gelora and No.27/Gelora as can be seen in the Judicial Review Decision No. 276 PK/Pdt/2011, appeared on the Management of land that has been occupied by Building Right advance that cause problems when these rights will extended and not placed on the HPL No.1/Gelora. The emergence of HPL conditional is never set in the laws and regulations and cause problems is the lack of legal certainty and legal protection of shareholders other Land Rights . Through this thesis, the author hopes to contribute and give some solutions regarding to the Rights Management which in practice still often creates problems and frequently lead to court cases."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T38924
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nevi Putri Vilanti Nasir
"ABSTRAK
Tesis ini membahas Perlindungan Hukum Bank sebagai kreditur terhadap Obyek Hak Tanggungan yang diperoleh dari hasil Tindak Pidana Korupsi. Adapun permasalahannya meliputi bagaimana perlindungan hukum Bank sebagai kreditur dan bagaimana kekuatan hukum Sertifikat Hak Tanggungan yang diperoleh dari hasil Tindak Pidana Korupsi. Penelitian ini tergolong dalam penelitian yuridis normatif dengan tipologi penelitian bersifat deskriptif analitis. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder, yakni studi kepustakaan yang menggunakan sumber hukum berupa bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen mengenai hal ini, peneliti kesimpulan sebagai pendukung studi kasus yaitu untuk menghasilkan metode deduktif. Hasil penelitian menyatakan bahwa Perlindungan Hukum Bank sebagai kreditur terhadap Obyek Hak Tanggungan yang diperoleh dari hasil Tindak Pidana Korupsi adalah diberikan perlindungan sebagai kreditur separatis yang memiliki hak separatis untuk melakukan eksekusi jaminan harta kekayaan debitur yang dibebani Hak Tanggungan. Kekuatan Hukum Sertifikat Hak Tanggungan terhadap Obyek Hak Tanggungan yang diperoleh dari hasil Tindak Pidana Korupsi adalah kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.Hasil penelitian menyarankan agar senantiasa Bank menyalurkan kredit sesuai peraturan dan apabila Obyek Hak Tanggungan diperoleh dari Tindak Pidana Korupsi maka hendaknya kejaksaan melakukan pidana pengganti.

ABSTRACT
This thesis discusses the Legal Protection of the Bank as a creditor against the Object of Underwriting Rights obtained from the results of Corruption Crimes. The problems include how the Bank's legal protection as a creditor and how the legal strength of the Underwriting Rights Certificate obtained from the results of Corruption Crimes. This research is classified as normative juridical research with descriptive analytical typology. The type of data used is secondary data, namely literature studies that use legal sources in the form of primary, secondary, and tertiary legal materials. The data collection tool used in this study is the study of documents regarding this matter, concluding researchers as supporting case studies, namely to produce deductive methods. The results of the study stated that the Bank's Legal Protection as a creditor against the Object of Underwriting Rights obtained from the results of Corruption Crime was given protection as a separatist creditor who had the separatist right to execute collateral for debtor assets burdened with Mortgage Rights. The Legal Strength of the Underwriting Rights Certificate on the Object of Underwriting Rights obtained from the results of Corruption Crime is the executive force that is the same as the court decision that has permanent legal force. Corruption, then the prosecutor's office should do a criminal substitute."
2019
T54485
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vania Aqilla Cahyaningrum
"Hak Tanggungan yang dibuat sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah (“UUHT”) seharusnya memberikan perlindungan hukum terhadap pemegang Hak Tanggungan. Objek Hak Tanggungan yang diperoleh berdasarkan Akta Jual Beli (“AJB”) yang dibuat atas dasar Perjanjian Pengikatan Jual Beli (“PPJB”) dengan kausa pinjam meminjam sehingga dikatakan bahwa objek Hak Tanggungan tersebut cacat hukum, menyebabkan Akta Pemberian Hak Tanggungan (“APHT”) dibatalkan melalui Putusan Pengadilan. Hal ini menyebabkan pemegang Hak Tanggungan menjadi dirugikan. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan perlindungan hukum yang seharusnya diberikan terhadap bank sebagai pemegang Hak Tanggungan atas pembatalan APHT yang objeknya diperoleh berdasarkan AJB yang cacat hukum dan tanggung jawab PPAT atas pembatalan APHT yang objeknya diperoleh berdasarkan AJB yang cacat hukum. Penelitian hukum ini menggunakan metode penelitian hukum doktrinal dengan melakukan studi kepustakaan guna mengumpulkan data sekunder yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif dan dipaparkan secara eksplanatoris analitis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bank sebagai pemegang Hak Tanggungan yang beriktikad baik mendapatkan perlindungan hukum sebagaimana ketentuan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No. 7 Tahun 2012. Perlindungan hukum tersebut diberikan dengan beberapa cara yaitu mengajukan gugatan untuk menjual objek Hak Tanggungan, mengajukan pembatalan perjanjian kredit jika terjadi wanprestasi, atau menjual melalui lelang benda kepunyaan debitur jika terjadi wanprestasi. Adapun berkenaan dengan tanggung jawab PPAT atas pembatalan APHT yang objek Hak Tanggungannya diperoleh berdasarkan AJB yang cacat hukum adalah secara perdata, administratif, dan kode etik. Bank sebaiknya mengonfirmasi dan memverifikasi secara langsung ke tempat objek Hak Tanggungan untuk memastikan bahwa pemberi Hak Tanggungan adalah pihak yang menguasai secara fisik objek Hak Tanggungan tersebut. PPAT sebaiknya menjalankan tugasnya secara cermat dan hati- hati, dengan memeriksa semua dokumen yang relevan dengan perbuatan hukum yang hendak dituangkan ke dalam akta autentik yang dibuatnya.

The Right of Dependency made in accordance with the provisions of Law No. 4 of 1996 concerning the Right of Dependency on Land and Land-Related Objects ("UUHT") should provide legal protection for the holder of the Right of Dependency. The object of the Right of Dependency obtained based on the Deed of Sale and Purchase ("AJB") made on the basis of the Sale and Purchase Agreement ("PPJB") with the cause of borrowing so that it is said that the object of the Right of Dependency is legally defective, causing the Deed of Grant of Right of Dependency ("APHT") to be canceled through a Court Decision. This causes the holder of the Right of Dependency to be disadvantaged. The problems raised in this study are related to the legal protection that should be given to the bank as the holder of the Right of Dependency for the cancellation of APHT whose object is obtained based on a legally defective AJB and PPAT's responsibility for the cancellation of APHT whose object is obtained based on a legally defective AJB. This legal research uses a doctrinal legal research method by conducting a literature study to collect secondary data which is then analyzed qualitatively and presented in an analytical explanatory manner. The results of this study show that banks as holders of Dependent Rights in good faith get legal protection as stipulated in the Supreme Court Circular Letter No. 7 of 2012. The legal protection is provided in several ways, namely filing a lawsuit to sell the object of the Dependent Rights, filing for cancellation of the credit agreement in the event of a default, or selling through auction the object belonging to the debtor in the event of a default. As for PPAT's responsibility for the cancellation of APHT whose object of Dependent Rights was obtained based on AJB which is legally defective, civil, administrative, and code of ethics. The Bank should confirm and verify directly to the place of the object of the Right of Dependency to ensure that the giver of the Right of Dependency is the party who physically controls the object of the Right of Dependency. PPAT should carry out its duties carefully and carefully, by examining all documents relevant to the legal act that it wants to pour into the authentic deed it makes."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabila
"HGB yang sudah kedaluwarsa seharusnya tidak dapat dijadikan sebagai objek
warisan. Namun dalam putusan MA No. 1771 K/PDT/2019, tanah sengketa yang
bersertipikat HGB kedaluwarsa dapat diwariskan kepada para ahli warisnya. Adapun
permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai akibat hukum
berakhirnya jangka waktu HGB bagi ahli waris berdasarkan UUPA; serta akibat
hukumnya bagi ahli waris terkait kasus putusan MA No. 1771 K/Pdt/2019. Untuk
menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan
pendekatan kualitatif. Tipologi penelitiannya merupakan penelitian problemidentification.
Hasil penelitian yang didapat adalah habisnya jangka waktu HGB bagi ahli
waris mengakibatkan HGB menjadi hapus sehingga status tanahnya kembali pada status
asal dari tanah tersebut. Apabila berasal dari tanah Negara, maka kembali menjadi tanah
yang dikuasai langsung oleh Negara. Apabila dari tanah Hak Pengelolaan, maka tanah
kembali dikuasai oleh pemegang Hak Pengelolaan. Apabila dari tanah Hak Milik, maka
tanah kembali dikuasai pemegang Hak Milik. Terkait tanah dalam kasus putusan MA No.
1771 K/Pdt/2019, dikarenakan faktanya keluarga Pewaris telah menempati objek tersebut
sejak lama sampai sekarang maka terhadap mereka melekat hak prioritas untuk
mendapatkan hak warisnya dari tanah tersebut. Meskipun tidak ada aturan yang tegas,
namun eksistensi hak prioritas dalam hukum tanah nasional tetap diakui. Hal ini
dibuktikan dengan banyaknya putusan dan penetapan pengadilan terkait hak prioritas.
Untuk prosedurnya, oleh karena jangka waktu HGB telah habis, maka yang harus
dilakukan bukanlah perpanjangan hak, melainkan ‘permohonan hak atas tanah’. Saran
yang diberikan, Pemerintah diharapkan dapat membuat aturan secara eksplisit mengenai
hak prioritas supaya dapat timbul kepastian hukum bagi masyarakat.

An expired Building Rights Title shouldn’t be an inherited object. However, in the
Supreme Court decision number 1771 K/PDT/2019, it can be inherited to its heirs. The
issues in this research are the legal consequences of the expiration of building rights
period for heirs based on the Agrarian Law; as well as the legal consequences for the
heirs regarding the Supreme Court decision number 1771 K/Pdt/2019. This is a
normative juridical research with a qualitative approach. The typology of the research is
problem-identification. The result is that the legal consequence of the expiration of the
Building Rights period for the heirs is that the Building Rights is deleted so that the land
status returned to their original status. Regarding land in the case of the Supreme Court
decision number 1771 K/Pdt/2019, due to the fact that the family of the heir has occupied
the object for a long time until now, they are attached with priority rights to obtain their
rights from the inheritance. Although there are no clear rules, the existence of priority
rights in the national land law is still recognized. This is evidenced by the number of court
decisions regarding priority rights. As for the procedure, because the Building Rights has
expired, what must be done is not an extension of the right, but an "application for land
rights". The suggestion given is that the government is expected to make rules related to
priority rights so that it can provide legal certainty for everyone.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahrul Fauzi
"Para pemegang sertipikat hak guna bangunan atas hak pengelolaan milik PT. KBN (Persero) mengajukan gugatan ke pengadilan tata usaha negara. Objek sengketa berupa surat keputusan direksi tentang tarif perpanjangan hak dan sikap diam terhadap permohonan rekomendasi perpanjangan hak yang telah diajukan. Putusan No. 171 PK/TUN/2016 yang berkekuatan hukum tetap memenangkan pihak KBN tetapi perlindungan hukum tetap harus diberikan para pemegang hak guna bangunan atas hak pengelolaan. Pokok permasalahan yang dibahas adalah mengenai implementasi pemberian dan perpanjangan hak guna bangunan serta perlindungan hukum bagi pemegang sertipikat hak guna bangunan dalam Putusan No. 171 PK/TUN/2016. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan memanfaatkan data sekunder untuk membahas pokok permasalahan dari sudut pandang hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi pemberian hak guna bangunan yang dilakukan KBN pada tahun 1988 hingga 1990 telah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977. Sedangkan, implementasi perpanjangan hak guna bangunan yang sebagian besar berakhir pada 2013 hingga 2014 menghadapi problematika yang berujung penyelesaian di pengadilan. Pengenaan tarif pemanfaatan tanah oleh KBN merupakan salah satu kewenangan yang dimiliki oleh pemegang hak pengelolaan. Oleh karena itu, pemegang sertipikat hak guna bangunan tetap harus membayar tarif yang disyaratkan untuk dapat memperpanjang haknya. Namun perlindungan hukum terhadap pemegang hak guna bangunan tetap harus diberikan berupa perlindungan terhadap hak prioritas perpanjangan hak dan perlindungan hukum terhadap operasional bisnis, bangunan, serta benda milik pemegang hak guna bangunan. Beberapa perjanjian penggunaan tanah industri terdahulu telah menjanjikan hak prioritas perpanjangan hak guna bangunan sehingga KBN terikat untuk memenuhi hak itu apabila pemegang hak guna bangunan yang telah memenuhi persyaratan. Tidak diperpanjangnya hak guna bangunan juga dapat berimbas pada terhambatnya operasional bisnis, resiko kehilangan bangunan, dan bertambahnya pengeluaran bagi pemegang hak guna bangunan. Sehingga diperlukan perlindungan hukum dan mekanisme penyelesaian yang dapat meringankan beban kerugian pemegang hak guna bangunan. Selain itu, kekosongan hukum yang terjadi pasca dicabutnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 juga kurang memberikan jaminan kepastian hukum bagi pemegang hak guna bangunan di atas tanah hak pengelolaan.

The holders of the certificate of right to build on the right of management belonging to PT KBN (Persero) filed a lawsuit to the state administrative court. There are two objects of dispute, namely director letters concerning the cost of extending the right and silence/rejection on the application for a recommendation for the extension of the right that has been submitted. Supreme Court Decision No. 171 PK/TUN/2016, which has been inkracht won KBN, must still give legal protection to the holders of the right to build on the right of management. The main issues discussed are the implementation of the granting and extension of the right to build and the legal protection for the holders of the certificate of the right to build in the Supreme Court Decision No. 171 PK/TUN/2016. The research method used is normative legal research by utilizing secondary data to discuss the subject matter from the applicable laws and regulations. This study indicates that the implementation of the granting of the right to build carried out by KBN from 1988 to 1990 was following the applicable legislation, namely the Minister of Home Affairs Regulation No. 1 of 1977. Meanwhile, the implementation of the extension of right to build, which mostly ended in 2013 to 2014, faced problems that led to a settlement in court. The imposition of fees for land use by KBN is one of the powers possessed by the holder of the right of management. Therefore, the holders of the certificate of right to build still has to pay the required fee to extend their right. However, it must still give legal protection for the holders of the right to build in the form of protection of the priority right of the extension of the right and legal protection of business operations, buildings, and objects belonging to the holders of the right to build. Several previous industrial land use agreements have promised priority rights to extend the right to build so that KBN is bound to fulfill these rights if the holders of the right to build have fulfilled the requirements. The non-extension of the right to build can also impact the delay of business operations, the risk of losing the building, and increasing expenses for the holders of the right to build. So that legal protection and settlement mechanisms are needed can ease the burden of losses for the holders of the right to build. In addition, the legal vacuum that occurred after the revocation of the Minister of Home Affairs Regulation Number 1 of 1977 also did not guarantee legal certainty for holders of the right to build on the right of management."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vanessa Maurizkha
"Bank selaku kreditur seringkali mengalihkan piutang melalui cessie terhadap kredit. Persoalan yang timbul setelah piutang dialihkan identik dengan keterkaitan keabsahan cessie terhadap peralihan jaminan hak tanggungan yang diikatkan pada perjanjian pokok. Timbul perbedaan implementasi hukum pada tiap-tiap perbedaan kondisi. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yaitu mekanisme pengalihan piutang melalui cessie pada bank konvensional menurut hukum Indonesia, perkembangan pengaturan pendaftaran peralihan hak tanggungan karena cessie, dan akibat hukum pengalihan piutang (cessie) terhadap objek jaminan hak tanggungan berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Nomor 79/Pdt.G/2019/PN Tab dan Putusan Peninjauan Kembali Nomor 754 PK/Pdt/2011. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif yang menitikberatkan pada penggunaan data sekunder berupa peraturan perundang-undangan, penelurusan penelusuran literatur, serta wawancara narasumber dari pihak Bank Konvensional dan Badan Pertanahan Nasional dengan pendekatan kualitatif, dan tipologi penelitian deskriptif. Berdasarkan hasil analisis dapat ditarik kesimpulan bahwa Mekanisme pengalihan piutang melalui cessie pada Bank Tabungan Negara (BTN) menurut Pasal 613 KUHPerdata dan Perjanjian Kredit antara BTN dengan debitur dilakukan dilakukan sebagai salah satu cara penyelamatan kredit macet. Cessie telah mengalami perubahan metode dari yang sebelumnya dilakukan secara konvensional dengan beban tanggung jawab pengecekan berkas berada di Kantor Pertanahan saja menjadi secara elektronik yang telah membagi tanggung jawab pengecekan berkas kepada Kantor Pertanahan, Kreditur, dan PPAT. Walaupun hak tanggungan yang terikat pada perjanjian pokok ikut beralih ke kreditur baru secara hukum, tetapi tetap perlu dilakukan serangkaian prosedur administrasi dengan mendaftarkan peralihan hak tanggungan dalam rangka memenuhi syarat publisitas di Kantor Pertanahan tempat jaminan berada.

Banks act as creditors for selling receivables through a cessie to credit. Problems that arise after the transfer of receivables are identical to the relevance of the validity of the cessie to the mortgage guarantee transfer stipulated in the main agreement. There are differences in the legal conscequences in each conditions. The problems discussed in this research are the mechanism through a cessie in conventional banks according to Indonesian law, the development of the regulation on registration of transfer of mortgage, and the legal consequences of the act (cessie) on objects of mortgage guarantee based on the District Court Decision Number 79/Pdt. G/2019/PN Tab and Judicial Review Decision Number 754 PK/Pdt/2011. This research used normative juridical research method which focuses on the use of secondary data in the form of legislation, literatures, as well as interviewing sources from the Conventional Bank and Badan Pertanahan Nasional with a qualitative approach, and descriptive research typology. Based on the analysis, it can be concluded that the mechanism through the cessie at the Bank Tabungan Negara (BTN) according to Article 613 of the Civil Code and the Credit Agreement between BTN and the debtor is carried out as one way of non-performing loan. Cessie has experienced a change from what was previously done conventionally with the responsibility of checking files being handled by the Land Office transformed into using electronic method that divides the responsibility of checking files to the Land Office, Creditors, and PPAT. Even though the mortgage applicable in the main agreement is legally transferred to the new creditor, it still needs to be carried out through registration of transfer of mortgage in order to fulfill the publicity requirements at Badan Pertanahan Nasional where the collateral land is located."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yola Yuswulandari
"Untuk menjamin pengembalian pinjaman yang diberikannya, kreditur khususnya perbankan mensyaratkan adanya agunan. Dana perkreditan sangat penting dalam kegiatan perekonomian, maka sudah semestinya jika pemberi dan penerima kredit serta pihak lain yang terkait mendapat perlindungan melalui suatu lembaga hak jaminan yang kuat dan yang dapat memberikan kepastian hukum bagi pihak yang berkepentingan. Berakhirnya jangka waktu HGB yang dijaminkan, menyababkan hak atas tanahnya hapus dan Hak Tanggungan yang membebaninya juga ikut hapus.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap kreditur pemegang Hak Tanggungan dengan obyek Hak Guna Bangunan yang berakhir sebelum Hak Tanggungannya berakhir. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan secara yuridis empiris yang menggunakan data sekunder dan data primer yang kemudian dianalisis.
Berdasarkan hasil penelitian, berakhirnya jangka waktu HGB mengakibatkan hapusnya Hak Tanggungan yang membebaninya, sehingga dapat dihindari melalui perpanjangan jangka waktu HGB sebelum berakhir. Dalam menerima jaminan yang berstatus Hak Guna Bangunan, bank perlu berhati-hati, terutama yang jangka waktunya akan berakhir. Oleh karena itu bank hendaknya selalu memonitor agar permohonan perpanjangan haknya dilakukan paling tidak dua tahun sebelum hak tersebut berakhir.

To guarantee the given payment of loan, the creditor reuires the existence of collateral. Credit fund is very important in the economic activities, therefore, it is in proper that the provider and receiver of credit and other parties related to it receive protection through a strong Security Right institution that is able to provide legal surety for the concerning parties. When the Building Utility Rights is ended, it will cause the loss of its land right and there by Rights Responsibility will also loss but the debt will still remain.
The goal of this research is to figure it out of the ending period of Building Utility Rights and using land with Building Utility Rights as the object where its period will be ended before the redit come to its due time, while Building Utility Rights is over. In this research, the approach ia using empirical jurisdiction and is using the secondary data and primary data and then it will be analyzed.
Based on research, at the end of Building Utility Rights will caused the loss of guarantee rights, to avoid this the land owner must extend the rights before it will ended. In accepting the security with the status of Concession Right, the bank need to be careful, especially if the term of the security will be overdue. Therefore, the bank should monitor this so that the request of the renewal of right is conducted at least two years prior to the end of right, so that, the conducted credit agreement is still covered with the security given by the debtor.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T36753
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dicky Hertanto
"ABSTRAK
Tesis ini membahas perlindungan hukum terhadap kreditur atas pelaksanaan piutang secara cessie dan akibatnya terhadap jaminan hak tanggungan berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi Jawa Barat Nomor 126/PDT/2018/PT BDG tentang perkara pengalihan piutang secara cessie. Permasalahan dari penelitian adalah mengenai bentuk pertanggungjawaban notaris dalam jabatannya dan akibat hukum pengalihan piutang secara cessie terhadap jaminan hak tanggungan berdasarkan putusan tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan melakukan penelusuran data sekunder melalui studi kepustakaan, sedangkan pendekatan analisis dilakukan secara kualitatif dengan tipe deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk pertanggungjawaban dari notaris dapat dilakukan dengan menerapkan asas-asas formil dalam pelaksanaan jabatannya, dan atas pengalihan piutang secara cessie ternyata tidak mengakibatkan berakhirnya suatu hak tanggungan sebagai bagian dari jaminan dalam suatu perjanjian kredit. Notaris dalam menjalankan tugasnya wajib berpedoman pada Undang-Undang Jabatan Notaris, Kode Etik Profesi dan Peraturan perundang-undangan lainnya. Hal ini bertujuan agar akta yang dibuatnya dapat dipertanggungjawabkan dan mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna ketika terjadi suatu permasalahan hukum. Begitupun yang berlaku dalam hal pengalihan piutang secara cessie dimana notaris dalam jabatannya harus bertanggungjawab memberikan perlindungan hukum bagi para pihak dalam hal ini adalah kreditur. Selain hal itu, atas pengalihan piutang secara cessie tentunya berakibat juga terhadap jaminan hak tanggungan, dimana hal tersebut telah diatur dalam ketentuan Undang-Undang Hak Tanggungan.

ABSTRACT
This thesis discusses the legal protection of creditors for the implementation of the transfer of receivables in a cessie manner and the effect on guarantee of mortgage rights based on Decision of the West Java high court number 126/PDT/2018/PT BDG concerning the case of transfer of receivables by cessie. The problem of the research is the form of notary liability in his position and the legal consequences of the transfer of receivables in a cessie to the guarantee of mortgage rights based on the decision. The research method used is normative juridical by searching secondary data through literature study, while the analytical approach is done qualitatively with descriptive analytical type. The result showed that the form of liability of a notary can be carried out by applying formal principles in the implementation of his position, and the transfer of accounts receivable by cessie did not inflict in the termination of a mortgage as part of collateral in a credit agreement. Notaries in carrying out their duties must be guided by the law of notary office, professional code of ethics and other laws and regulations. It is intended that the deed he makes can be justified for and has the strength of proof which is perfect when a legal problem occurs. The same applies in the case of transfer of receivables by cessie, where the notary in his position must be responsible for providing legal protection for the parties, in this case is the creditor. In addition to that, the transfer of receivables by cessie also affects the guarantee of mortgage rights, where it has been regulated in the provisions of mortgage law."
2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>