Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 116961 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rustam
"ABSTRAK
Pada periode 2011-2014 di Indonesia diduga terjadi suatu paradoks konsumsi kalori dimana konsumsi kalori perkapita menurun dengan meningkatnya pengeluaran perkapita dan ukuran rumah tangga. Penelitian ini akan menganalisis paradoks konsumsi kalori tersebut dengan menerapkan beberapa metode analisis, termasuk metode LOWESS, metode repeated cross section menggunakan variabel instrumen, dan metode regresi kuantil. Data penelitian ini berskala nasional dengan memanfaatkan data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2011-2014. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa paradoks hubungan konsumsi kalori terhadap pendapatan dan ukuran rumah tangga cenderung terjadi di Indonesia pada periode 2011-2014. Selain itu, kebutuhan kalori dan program Raskin berkorelasi positif dengan konsumsi kalori. Dari temuan tersebut, saran dari penelitian ini adalah pemerintah perlu menjaga kesinambungan program bantuan pangan rumah tangga, menjamin kestabilan harga makanan pokok masyarakat, dan penerapan skala ekonomi dalam penghitungan garis kemiskinan.

ABSTRACT
During 2011-2014, anecdotal evidence suggested that there was a paradox in Indonesia concerning calorie intake that had fallen, despite increased per capita expenditure and household size. This study will analyze rigorously the issue of calorie intake by applying several analytical methods, including LOWESS method, repeated cross section method using instrumental variable, and quantile regression method. The study uses national scale data from the results of the National Socio-Economic Survey (Susenas) in March 2011-2014. This study find that there is a meaningful relationship between calorie intake and per capita expenditure and household size in Indonesia in the 2011-2014 period. In addition, calorie need and the Subsidized Rice for the Poor (the Raskin) program are positively correlated with calorie intake. The research also suggests that the government needs to maintain the sustainability of household food assistance programs, ensure the stability of staple food prices, introducing education on the importance of fulfilling proper and balanced calorie consumption, and applying economies of scale in calculating poverty line."
2019
D2704
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Annisa Praditia
"Household cannot avoid unpredictable things like illness happened, which needs high health expenditure for health treatment. This expenditure may leads to indirect cost like decreasing of non health consumption Gertler Gruber, 2002. The large out of pocket expenditure can make a household become impoverish since they need to spend more. That is why health insurance appeared as the prevention of big spending in health expenditure, especially curative one. Health insurance works by pooling arrangements of their user. This arrangement of health insurance is also used by government to make sure everyone in the country has the same opportunity to get healthcare services. Liu, 2016 and Kolukuluri, 2017 have found in their studies that public insurance is useful for decreasing the effect caused by illness. By using data from Susenas 2013 and 2016, this research compares household with insurance to know whether they got better off compare with non user. It is found in this research that Jaminan Kesehatan Nasional can save households health expenditure when they need inpatient treatment and also significantly better off in terms of food consumption whether the household need inpatient or outpatient treatment. In terms of inpatient, JKN user is also better off on housing and utilities consumption. While for outpatient household, JKN user is better off on transportation expenditure. Although it is only two years after the launching of JKN, it has already showed positive result in health financing. It can still be improvised a lot, especially in terms of outpatient health treatment expenditure.

Rumah tangga tidak dapat menghindar dari kejadian tidak terduga seperti terserang penyakit yang dapat menyebabkan tingginya pengeluaran kesehatan untuk penyembuhan. Pengeluaran ini dapat menyebabkan biaya langsung dan tidak langsung seperti turunnya konsumsi non-kesehatan Gertler Gruber, 2002 . Pengeluaran out-of-pocket yang tinggi dapat menyebabkan rumah tangga jatuh ke kemiskinan sebagai akibat dari pengeluaran besar di waktu singkat. Itulah mengapa asuransi kesehatan hadir sebagai pencegahan dalam pengeluaran besar di kesehatan, terutama pengeluaran kuratif. Sistem dari asuransi kesehatan adalah pooling arrangement dari penggunanya, namun pengguna bisa mendapatkan manfaat langsung berupa rendahnya pengeluaran out-of-pocket. Sistem ini juga digunakan pemerintah untuk asuransi kesehatan nasional agar seluruh warga dapat merasakan kesempatan yang sama dalam memperoleh hak kesehatannya. Liu, 2016 dan Kolukuluri, 2017 telah menemukan dalam studinya bahwa kebijakan asuransi kesehatan nasional dapat mengurangi dampak dari penyakit terutama di biaya tidak langsung. Dengan menggunakan data dari Susenas 2013 dan 2016, penelitian ini akan membandingkan konsumsi rumah tangga dengan asuransi kesehatan untuk mengetahui apakah mereka dapat konsumsi lebih baik dibandingan rumah tangga yang tidak memiliki asuransi kesehatan. Ternyata dapat ditemukan dalam penelitian ini bahwa Jaminan Kesehatan Nasional mampu mengurangi pengeluaran kesehatan rumah tangga ketika mereka membutuhkan pelayanan rawat inap. Tidak hanya itu, JKN juga mempengaruhi konsumsi makanan baik di perawatan rawat jalan maupun rawat inap. Dalam perawatan rawat inap, pengguna JKN dapat mengonsumsi pengeluaran perumahan dan fasilitas rumah tangga lebih baik. Sementara dalam perawatan rawat jalan, pengguna JKN dapat mengonsumsi pengeluaran transportasi lebih baik. Walaupun peresmian JKN baru dilakukan selama dua tahun, namun kebijakan ini sudah menunjukkan dampak positif dalam hal health financing. Namun JKN masih bisa dikembangkan lebih banyak lagi, terutama dalam hal pengeluaran kesehatan untuk perawatan rawat jalan.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Ariyanda
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat pendapatan rumah tangga sebelum dibangunnya ruas jalan tol  Bakauheni-Terbanggi Besar pada tahun 2014 dan setelah dibangunnya jalan tol tersebut pada tahun 2017. Pembangunan jalan tol diindikasikan dapat berasosiasi dengan tingkat pendapatan masyarakat, dimana daerah yang berada lebih dekat dengan jalan tol cenderung memiliki tingkat pendapatan yang lebih tinggi. Lebih jauh lagi, pembangunan jalan tol berimplikasi pada munculnya peluang sosial-ekonomi dan aksesibilitas yang lebih baik bagi masyarakat. Metode penelitian yang digunakan adalah metode regresi OLS (Ordinary Least Square) dengan mengembangkan perubahan-perubahan transformasional pada rumah tangga dengan menggunakan income effect model. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan perilaku didalam dan antara rumah tangga, sehingga terjadi pergeseran pekerjaan, tingkat pendapatan, kesehatan, maupun pendidikan. Penelitian ini juga menemukan bahwa  tingkat pendapatan rumah tangga yang berada dekat dengan jalan tol cenderung lebih tinggi dibanding dengan rumah tangga yang jauh dari jalan tol.

This study objects to determine the difference of household income level before the construction of Bakaheuni-Terbanggi Besar toll road in 2014 and after the toll road development in 2017. Toll road development is indicated to have association with household income level, where household located close to the toll road tend to have higher level of income. Furthermore, toll road development implies to the emergence of socio-economics and accessibility opportunities. The research methodology is OLS (Ordinary Least Square) regression by developing transformational changes of household through income effect model. Main result of this research shows that there is changes in behavioural relation within and between household that further shifts in occupation, income level, health, and education level. This research also found that household that is located near to the toll road has higher household income level. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T52568
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Fitriana Arthati
"Berpartisipasi dalam pekerjaan nonpertanian sebagai strategi diversifikasi meningkatkan probabilitas rumah tangga petani menjadi kurang rentan terhadap guncangan pendapatan dan meningkatkan kesejahteraan rumah tangga pedesaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengisi kesenjangan penelitian tentang dampak partisipasi nonpertanian terhadap investasi pendidikan rumah tangga pedesaan dengan menggunakan data Indonesia. Karakteristik topografi di setiap kabupaten digunakan sebagai variabel instrumental (IV). Studi ini mengungkapkan bahwa berpartisipasi dalam pekerjaan nonpertanian secara signifikan memberikan kontribusi untuk meningkatkan pengeluaran pendidikan rumah tangga pada rumah tangga petani di perdesaan. Estimasi dasar kami menunjukkan bahwa rumah tangga yang mendiversifikasi pendapatan mereka ke sektor nonpertanian mengalami peningkatan 0,11 poin persentase terhadap pengeluaran pendidikan. Estimasi variabel instrumental kami jauh lebih tinggi, yaitu sebesar 3,39 poin persentase. Hal ini menunjukkan adanya bias negatif dalam penggunaan OLS. Terdapat heterogenitas yang relatif besar dalam dampak partisipasi nonpertanian di seluruh subsampel. Peran nonpertanian relatif lebih tinggi pada rumah tangga yang dikepalai laki-laki dan pada rumah tangga yang menjalankan usaha taninya sendiri dibantu oleh pekerja tidak tetap atau tidak dibayar. Pekerjaan nonpertanian memainkan peran penting dan lebih menonjol di Indonesia bagian timur. Diversifikasi pendapatan ke sektor nonpertanian berpotensi meningkatkan investasi pendidikan, khususnya di daerah yang relatif tertinggal, sehingga dapat mengurangi ketimpangan pendidikan di pedesaan.

Participating in nonfarm employment as a diversification strategy increases the probability of farm households becoming less vulnerable to income shocks and improves rural household welfare. This study aims to fill the research gap about the impact of nonfarm participation on rural household educational investment using nationally representative data for Indonesia. Using topographical characteristics in each district as the instrumental variable (IV), this study reveals that participating in nonfarm employment significantly contributes to enhancing household educational expenditure in rural farming households. Our baseline estimate suggests that households that diversify their income to nonfarm sectors have 0.11 percentage points increase in educational spending. Our instrumental variable estimates are considerably higher, 3.39 percentage points, suggesting that there is a negative bias in using OLS. There is considerable heterogeneity in the impacts of nonfarm participation across subsamples. The role of nonfarming is relatively higher in male-headed households and in households that run their own farm business assisted by temporary or unpaid workers. Nonfarm employment plays an essential role and is more prominent in eastern Indonesia. Income diversification to nonfarm sectors can potentially increase educational investment, particularly in relatively lagging regions, thereby reducing inequality in rural education."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widi Astuti Ari Setiyaningsih
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan pengeluaran konsumsi rumah tangga dan kinerja penerimaan PPN pada tingkat provinsi di Indonesia selama tahun 2011-2019. Konsumsi rumah tangga terbagi menjadi pengeluaran pangan dan non-pangan. Indikator kinerja PPN ditunjukkan dengan VAT C-efficiency ratio yang dihitung dari penerimaan PPN tiap provinsi dibagi dengan tarif PPN dikali PDRB Konsumsi. Hasil regresi dengan menggunakan model estimasi panel data fixed-effect menunjukkan adanya hubungan positif dan signifikan antara konsumsi rumah tangga dan kinerja penerimaan PPN pada suatu provinsi. Artinya, kenaikan konsumsi rumah tangga secara agregat, baik konsumsi pangan dan non-pangan akan menaikkan VAT C-efficiency ratio. Hasil penelitian juga menunjukkan kenaikan indeks harga konsumen yang tidak diimbangi dengan kenaikan pendapatan akan melemahkan kinerja PPN. Lebih lanjut, kenaikan share sektor tersier sebagai arah transformasi struktural akan melemahkan kinerja penerimaan PPN. Hal ini dimungkinkan karena sektor tersier masih didominasi sektor jasa yang tidak dikenakan PPN serta sektor perdagangan yang didalamnya terdapat informalitas tinggi.

This study examines the relationship between household consumption expenditures and the performance of VAT revenue at the provincial level in Indonesia during 2011-2019. Household consumption is divided into food and non-food contests. The PPN performance indicator is shown by the PPN C-efficiency ratio which is calculated from the VAT revenue for each province divided by the VAT rate multiplied by the Consumption GRDP. The results of the regression using the fixed-effect panel data estimation model show a positive and significant relationship between household consumption and the VAT revenue in the province. This means that increasing aggregate household consumption, both food and non-food consumption, will increase the VAT-C efficiency ratio. The results also show that an increase in the consumer price index that that is not followed by an increase in income will decrease VAT performance. Furthermore, the increase in the share of the tertiary sector as a direction of structural transformation will weaken the performance of VAT receipts. This is possible because the tertiary sector is still dominated by the service sector which is not subject to VAT and the trade sector in which there is a high level of informality."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Krismawan Satya Aji Laksana
"Dengan adanya penetapan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), maka disposable income dari rumah tangga tertentu akan meningkat. Peningkatan disposable income akan menaikkan konsumsi rumah tangga. Kenaika tersebut belum diketahui apakah akan meningkatkan konsumsi merit goods atau justru non-merit goods. Dengan menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Tahun 2018, dan metodologi Seemingly Unrelated Regression (SUR), diperoleh informais bahwa peningkatan disposable income menurunkan presentase belanja bahan makanan, dan meningkatkan presentase belanja barang/jasa lainnya. Sedangkan belanja non-merit good cenderung memiliki persentase yang tetap. Namun dampak positif lebih banyak dibandingkan dampak negatif sehingga Pemerintah tidak perlu mengkawathirkan dampak negatif dari kenaikan PTKP

With the determination of Non-Taxable Income (NTI), the disposable income of certain households will increase. An increase in disposable income will increase household consumption. It is not yet known whether the increase will increase the consumption of merit goods or non-merit goods. Using data from the 2018 National Socioeconomic Survey (Susenas), and the Seemingly Unrelated Regression (SUR) methodology, information is obtained that an increase in disposable income reduces the percentage of spending on food, and increases the percentage of spending on other goods/services. Meanwhile, non-merit good spending tends to have a fixed proportion. However, the positive impacts outweigh the negative impacts, so the Government does not need to worry about the negative impacts of the increase in NTI."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmad Yani
"ABSTRAK
Pembangunan nasional yang dilaksanakan Indonesia selama PJPT I telah banyak membawa kemajuan dan perubahan dalam kehidupan sosial masyarakat. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat juga ditunjukkan dengan mening katnya pendapatan perkapita penduduk. Dalam 15-20 tahun yang lalu, pendapatan perkapita penduduk Indonesia baru mencapai US$ 210, namun pada tahun 1994 telah meningkat menjadi US 720. Pembangunan yang selama ini dilaksanakan, telah pula mengubah struktur ekonomi Indonesia yang menggeser peran sektor pertanian dalam produksi nasional. Dalam tahun 1989 peran sektor pertanian dalam produksi nasional sebesar 23,2 % telah turun menjadi 21,8 % pada tahun 1994. Sementara pada periode yang sama, peran sektor Industri meningkat dari 14,4 % menjadi 16,9 %.
Sejalan dengan terjadinya perubahan dalam struktur ekonomi, telah terjadi pula perubahan dalam struktur ketenagakerjaan, yang ditandai dengan terjadinya perubahan dalam distribusi jenis pekerjaan. Perubahan distribusi pekerjaan yang cukup tajam terutama terhadap tenaga kerja kepemimpinan dan ketatalaksanaan yang mencapai 177 %. Perubahan tersebut memberikan isyarat adanya peningkatan skill (ketrampilan) masyarakat, yang juga menunjukkan nilai-nilai kerja dengan mengutamakan profesionalisme cenderung semakin dihargai. Perubahan bentuk distribusi jenis pekerjaan yang berlangsung dalam arus perubahan dari masyarakat tradisional pertanian menuju masyarakat industri modern sebagai salah satu akibat keberhasilan pembangunan ekonomi yang selama ini dilaksanakan, telah melahirkan lapisan sosial ekonomibaru yang sering disebut sebagai kelas menengah.
Fenomena munculnya lapisan kelas menengah telah mengundang perhatian banyak kalangan ahli. Salah satu fenomena yang menarik adalah bahwa perilaku sosial ekonomi kelas menengah menampilkan refleksi yang berbeda dibandingkan dengan kelas sosial ekonomi lainnya.
Adanya suatu kecenderungan bahwa kelas menengah mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap masalah-masalah sosial yang muncul. Terhadap isu-isu lingkungan, kelas menengah memberikan kepedulian yang tinggi terutama dalam hal perlindungan lingkungan. Misalkan kebutuhan terhadap air dan udara bersih menurut kelas menengah adalah merupakan kebutuhan umum (publik) dan merupakan kebutuhan sosial. Dalam kaitan ini, penelitian ini mencoba untuk menelaah perilaku konsumsi rumah tangga terhadap kebutuhan lingkungan yang bersih dan sehat, dengan mengambil kasus kelas menengah.
Penelitian mengenai Perilaku Konsumsi Rumah Tangga Dalam Memenuhi Kebutuhan Lingkungan yang bersih dan sehat (kasus kelas menengah), merupakan studi kasus yang lokasinya di Kompleks Perumahan Pondok Timur Indah I, Desa Mustika Jaya, Kecamatan Bantar Gebang, Kabupaten Bekasi.
Jumlah populasi dalam penelitian ini sebanyak 1.123 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan Simple Random Sampling, dengan teknik penentuan Jumlah sampel menggunakan Teknik Estimasi Proporsi. Dari 1.123 populasi yang termasuk dalam kelompok kelas menengah adalah sebanyak 141 orang. Sedang yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah kepala rumah tangga kelas menengah.
Tujuan dari penelitian ini adalah pertama, untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran terhadap kebutuhan lingkungan yang bersih dan sehat. Kedua, mencari bentuk fungsi permintaan (melalui pendekatan pengeluaran) terhadap lingkungan yang bersih dan sehat. Ketiga, mengukur besarnya elastisitas pengeluaran terhadap kebutuhan lingkungan yang bersih dan sehat. Dalam penelitian ini lingkungan yang bersih dan sehat menyangkut dua aspek, pertama; kebutuhan akan kesehatan, kedua; kebutuhan akan rekreasi.
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa terdapat hubungan yang cukup kuat antara beberapa variabel independen yaitu pendapatan, pendidikan, jumlah anggota rumah tangga, jenis pekerjaan, umur responder dan Crowding Index, dengan besarnya pengeluaran untuk kesehatan. Hal ini dibuktikan oleh angka koefisien korelasi (r) sebesar 0.84. Di samping itu koefisien determinasi memperlihatkan angka sebesar (r2) sebesar 0.85. mni berarti bahwa variasi besar kecilnya pengeluaran kesehatan 85 % disebabkan oleh beberapa variabel independen tersebut, sedangkan 15 % disebabkan oleh faktor lain.
Namun di antara beberapa variabel indpenden, ternyata variabel pendapatan, jumlah anggota rumah tangga dan umur responden mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan pengeluaran kesehatan. Hal ini ditunjukkan oleh hasil perhitungan koefisien korelasi Pearson yang menghasilkan masing-masing r = 0,92, 0,75 dan 0,43.
Terhadap pengeluaran untuk rekreasi, terdapat hubungan yang cukup kuat antara beberapa variabel independen yaitu pendapatan, pendidikan, jumlah anggota keluarga dan jenis pekerjaan dan umur responden dengan besarnya pengeluaran untuk rekreasi. Hal ini diperlihatkan oleh koefisien korelasi (r) sebesar 0.91. Sedang koefisien determinasi (r2) menunjukkan angka sebesar 0.92. ini berarti bahwa variasi besar kecilnya pengeluaran untuk rekreasi, 92 % disebabkan oleh variabel independen tersebut, sedangkan 8 % dipengaruhi oleh faktor lain.
Di antara variabel tersebut, variabel pendapatan, jumlah anggota rumah tangga dan umur responden mentpunyai hubungan yang sangat kuat dengan pengeluaran untuk rekreasi, yaitu dengan koefisien korelasi Pearson masing-masing sebesar 0,96, 0,71 dan 0,45.
Di samping itu, hasil perhitungan elastisitas pengeluaran kesehatan mendapatkan angka sebesar 1.64 (elastis). Angka ini berarti bahwa jika pengeluaran berubah sebesar 10 persen, maka menyebabkan terjadinya perubahan pengeluaran kesehatan sebesar 16.4 persen. Hal yang sama terlihat pula, angka elastisitas pengeluaran rekreasi sebesar 1.60. Hal ini berarti apabila pendapatan berubah 10 persen, maka terjadi perubahan pengeluaran rekreasi sebesar 16 persen.
Aspek lain yang ditemui dalam penelitian ini, terlihat rumah tangga kelas menengah mempunyai keinginan mengalokasikan pengeluaran untuk kesehatan ketika pendapatan sudah mecapai Rp 335.000,-. Sedang keinginan mengalokasikan pengeluaran untuk rekreasi, pada saat pendapatan mencapai Rp 275.000,-. Dapat disimpulkan bahwa rumah tangga kelas menengah cenderung lebih memperhatikan kegiatan rekreasi dibandingkan dengan upaya-upaya memperhatikan kesehatan.

ABSTRACT
The national development conducted by Indonesia as long as the first stage of development long term (PJPT T) has took change and progress society, i.e. increasing of a society welfare. For fifteen or twenty years ago, the income per capita of Indonesia has reached around US$ 210, but in 1994 has increased around US$ 720.
The development has also changed the contribution of agriculture and industries sector in GDP. The contribution of agriculture sector decline from around 23,3 % in 1989 to around 21,8 % in 1994. In the meantime the contribution of industries sector has increased from around 14,1 % to around 16,9 0.
In the line with changing in economic structure has took change in labor structure. It has been indicated by increasing distribution of type of job, i.e. leadership and management around 177 %. The chaning in distribution of type of job has resulted in a new social structure, i.e. the middle class.'
The middle class has pay more attention to environmental protection. In this context, the research tries to study on Household Consumption Behaviour Toward The Need for Healthy and Clean Environment. Case study of this research search is the middle class.
The research on Household Consumption Behavior In Fulfilling the need Toward a Clean and Healthy Environment (case study the middle class) was conducted at Pondok Timur Indah I Housing, Mustika Jaya Village, Bantar Gebang Sub-District, Bekasi District, West Java.
141 samples used in this research were taken out from 1123 population, using Simple Random Sample i.e Proportional Estimation Technique. Out of 1.123 population, 141 were of middle class. The respondent in this re-search were heads of middle class families.
The purposes of this research are: firstly to recognize the factors affecting the expenses to meet a clean and healthy environment. Secondly, to seek the form of request function (through expense approach) toward a clean and healthy environment. Thirdly, to measure the expense elasticity toward the need of a clean and healthy environment, in this research, the clean and healthy environment were connected to two aspect, i.e the need of health and recreation. Result of this re-search show a strong relationship between some independent variables i.e income, education, number of family members, type of job, age of respondent and crowding index, compared to health expense. This was proven by coefficient correlation figure of 0.84. Beside that the determination coefficient (r2} shows a rate of 0.85. This means the variation of big/small health expense was 85 percent resulted from said independent variables, while the remaining 15 percent was resulted from other factors.
In fact, among some independent variables, the income, number of family members and age of respondent variables have very strong relationship. This was shown by the result of Pearson Correlation Coefficient Calculation of those variables respectively are r= 0.92, 0.76 and 0.43.
On recreation expense, there was a relatively strong relationship between some independent variables, i.e income, education, number of family members, type of job and age of respondent with recreation expense. This was shown by correlation coefficient of 0.91. The determination coefficient (r2} showed an index of 0.92. This means that the variation of big/small recreation expense was 92 % resulted from said independent variables, while remaining 8 % was resulted from other factors.
Between the above mentioned variables, the income, number of family members and age of respondent variables have a very strong relationship with recreation expense, namely with Pearson correlation coefficient respectively are r 0.96, 0.71 and 0.45
Beside that, the result of health expense elasticity was 1.64 (elastic). This means that if expense change by 10 % the health expense will change by 16.4 %. The same case was also seen on recreation expense which have an elasticity rate of 1.60. This means that if the income change by 10 %, the recreation expense will respectively change by 16 %.
Another aspect found in this research was the middle class families willing to allocate health expense when their income reach Rp 335.000,- while willingness to allocate recreation arise at the time their income reach Rp 275.000,-. It can be concluded that the middle class families tend to pay more attention to recreation activities compared to efforts for health aspect.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riannie Indrawati
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan struktur pengeluaran konsumsi rumah tangga akibat penggunaan internet dan hubungan yang dibentuk oleh jasa telekomunikasi dengan barang dan jasa lainnya yang dikonsumsi oleh rumah tangga menggunakan data Susenas tahun 2013, 2016 dan 2019. Struktur pengeluaran rumah tangga dianalisis menggunakan model AIDS dan estimasi SUR. Hasil estimasi menunjukkan jasa telekomunikasi merupakan barang mewah yang elastis terhadap perubahan pendapatan. Nilai absolut dari elastisitas harga sendiri untuk jasa telekomunikasi semakin meningkat selama periode analisis. Elastisitas harga silang menunjukkan jasa telekomunikasi membentuk hubungan komplementer dengan semua kelompok komoditas kecuali sayur-sayuran. Secara umum, kenaikan harga jasa telekomunikasi yang selama ini terjadi telah menurunkan hampir semua permintaan terhadap kebutuhan pokok rumah tangga seperti bahan makanan dan jasa kesehatan. Dengan demikian, jasa telekomunikasi sebagai barang mewah bertolak belakang dengan sifatnya sebagai kebutuhan primer. Tugas Pemerintah untuk memastikan penyediaan akses TIK bisa dijangkau oleh rumah tangga tanpa mendistorsi pengeluaran untuk kebutuhan pokoknya.

This paper investigates the changes in the structure of the household expenditure due to internet usage and the relationship of telecommunication service with other goods and services consumed by household using 2013, 2016 and 2019 Susenas data. The household expenditure structure is analyzed using the AIDS model and SUR estimation. The estimation results suggest that telecommunication service is a luxury item an income elastic. The absolute value of the own-price elasticity is price inelastic and increasing over the whole analysis period. The cross-price elasticity suggests the relationship between telecommunication service with all other goods and services is a complementary except for vegetables. In general, the increase in the telecommunication expenditure has reduced almost all demand for basic household needs such as food and health services. Thus, telecommunication service as a luxury item is contrary to its nature as a primary need. This is the Government’s task to ensure that the provision of ICT access can be reached by household without distorting spending on basic needs."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"UKBM covered Posyandu , Poskesdes and POD/WOD. Posyandu, Poskesdes POD/WOD are organized in village/or rural area with the goal to prepare health services. warung Obat Desa (WOD) based on SK Menkes No. 983/Menkes/VIII/2004 about WOD implementation guide. The objective of the study is assessment about of the influence factors of Using and the Effort of Health community based services "UKBM" at Household in Indonesia."
BUPESIK
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>