Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 55343 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bambang Indriyanto
"ABSTRAK
Tulisan ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan arah pengembangan profesionalisme anggota Polri dalam kerangka Kebhinnekaan sebagai ciri dari Indonesia sebagai suatu bangsa. Berdasarkan pada tujuan tersebut tiga perspektif akan dijadikan dasar dalam pembahasan yang terdiri dari perspektif Sosiolog, Antropologi, dan politik. Ketiganya ini merefleksikan dinamika yang terjadi dalam menjamin stabilitas dan progresifisme dari Kebhinnekaan untuk mewujudkan Negara Kesatuan Indonesia yang berdaulat dan maju. Organisasi Polri sebagai sebagai bagian dari organisasi publik mengukur kinerjanya berdasarkan prinsip kebijakan publik yakni merujuk pada kebijakan yang lebih tinggi dari Kapolri yaitu Presiden dan Menkopolhukam. Namun dalam implementasi kebijakan tersebut organisasi Polri perlu tampil sebagai organisasi berorientasi budaya yangtelah menjadi bagian dari tradisi seetiap kelompok etnis yang ada di Indonesia. Konsekeunsi dari karekter organisasi mencerminkan dua dimensi tersebut adalah bahwa setiap angota Polri dalam menampilkan profesionalisme di tengah masyarakat yang Bhineka mengedepankan sosok berbudaya yang memegang prinsip moralitas sebagai bagian dari kode etik profesional Polri. Kode etik profesionalisme merupakan penerapan prinsip-prinsip manajemen. Prinsip manajemen lainnya adalah sikap keterbukaan terhadap ide-ide invatif sebagai bagian untuk meningkatkan kinerja organisasi Polri. Fenomena kehidupan bernengara yang bhineka mencerminkan dimensi politik, sosial, dan budaya. Ketika dimensi menjadi pertimbangan dalam pengembangan profesionalisme, dimensi-dimensi ini tidak menampilkan wujudnya sebagai fenomenan terfragmentasi, tetapi menjadi satu kesatuan."
Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian-PTIK, 2017
350 JIK 88 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Beridiansyah
"ABSTRAK
Keanekaragaman yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia merupakan anugerah yang sangat luar biasa, namun ketika keanekaragaman tersebut disikapi sebagai bencana maka akan menjadikan kita orang yang introvert yang menutup kemungkinan adanya kebenaran dari pihak lain, serta selalu menjustice diri lebih benar daripada yang lain, tujuan penelitian ini untuk menggambarkan tentang fungsi dan peranan Polri dalam merawat kebhinnekaan adapun yang menjadi masalah penelitian yaitu bagaimana peran dan posisi Polri dalam merawat kebhinnekaan. Metode deskriptif analitis yang dipergunakan untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti. Diperlukan sinergitas antar instansi serta peran aktif masyarakat untuk mensosialisasikan arti pentingnya kebhinnekaan untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa."
Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian-PTIK, 2017
350 JIK 88 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Widodo Umar
"ABSTRAK
Sesuai dengan esensinya, polisi dibentuk untuk membangun kehidupan masyarakat yang aman, tertib, harmoni dan sejahtera melalui penegakan hukum dan mengelola kamtibmas. Dalam konteks pembangunan, peran dan posisi Polri diharapkan dapat ikut merawat Kebhinnekaan yang saat ini tidak lepas dari arus modern, pluralisme dan postmodern. Untuk itu garus dipahami bahwa implementasi Tri Brata yang tidak sekedar disebabkan masalah teknis. Hal itu disebabkan, sistem sentralisasi kepolisian Indonesia yang dibangun atas dasar logika masyarakat Barat Oksidental (Eropa Kontinental), dasar filosofi dan epistemotologinya jati diri kepolisian Indonesia Tri Brata belum dirumuskan secara formal dalam undang-undang kepolisian, dan perlu pula disadari bahwa sistem masyarakat Barat yang masih mewarnai sistem kelembagaan lainnya (sosial, politik, ekonomi). Kesimpulannya, pedoman kerja Tri Brata dalam masyarakat komunal memiliki hubungan sangat erat dengan budaya organisasi Polri, sehingga perlu membentuk perilaku khas kepolisian Indonesia dalam suatu kehidupan Kebhinnekaan yang sesuai dengan masyarakatnya. Kembali ke khittah polisi Tri Brata berarti seluruh "fungsi" kepolisian perlu dibenahi ulang, karena selama ini pemahaman aparat terhadap pedoman kerja Tri Brata tercemar oleh perubahan sosial budaya, politik, dan ekonomi yang terus berkembang."
Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian-PTIK, 2017
350 JIK 88 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Rumiati
"Secara universal tugas polisi adalah melayani dan melindungi masyarakan Semua permasalahan yang dihadapi masyarakal merupakan bagian dari pekerjaan polisi. Kompleksnya. tugas-tugas yang harus dilakukan polisi tentu saja memerlukan karakterislik kepribadian yang unik dan melalui sifat kepribadian ini
pula dapat dilihat profesionalisme seorang polisi (Trautman, 1990). Kepdbadian sendiri merupakan proses yang meliputi bagaimana individu berinteraksi dengan tuntutan lingkungannya dan bagaimana individu berhubungan dengan dirinya
sendiri (Millon & Everly, 1985); terbentuk melalui individu, perilaku dan situasi yang secara terus menerus saling mempengaruhi (Bandura dalam Hjelle & Ziegler, 1992). Berkaitan dengan terjadinya konflik di beberapa wilayah Indonesia., terutama Aceh, tentu saja makin menambah kompleksitas permasalahan yang harus dihadapi oleh anggota Polri. Untuk itu perlu pengkajian ciri-ciri profesionalisme polisi Indonesia, karena profesionalisme merupakan sifat
kepribadian yang ditampilkan individu dalam melakukan tugas-tugas kepolisian dan dalam menyesuaikan diri denan permasalahan yang dihadapinya
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ciri-ciri profesionalisme polisi Indonesia menurut anggota Polri. Hal ini penting karena anggota Polri dididik secara seragam sedangkan Indonesia sebagai negara kepulauan yang
terdiri 250 ragam budaya, tentunya memerlukan pendekatan tertentu dalam menyelesaikan permasalahan di lapangan. Untuk pemahaman lebih mendalam perlu diketahui apakah ciri-ciri profesionalisme ini juga muncul pada anggota
Polri yang bcrtugas di daemh kontiik Aceh, juga apakah eiri profesionalisme ini memungkinkan mereka lebih mampu menyesuaikan diri dibandingkan dengan anggota Polri yang gagal tugas di Aceh.
Penelitian dilakukan dengan metode kuantitatif dan metode kualitatif
Metode kuantitatif digunakan untuk mendeskiipsikan ciri-ciri profesionalisme polisi Indonesia dan metode kualitatif digunakan untuk mengkaji apakah Ciri-Ciri
profesionalisme ini muncul pada anggota Polri yang bertahan tugas di Aceh dengan pola penyesuaian dirinya. Responden pada penelitian kuantitatif dipilih secara insidental dan responden kualitatif diambil di Aceh, yaitu anggota Polri
yang tetap bertahan tugas di Aceh dibandingkan dengan angota yang gagal, baik melarikan diri dari tugas atau dalam perawatan dokter/psikiater.
Hasil penelitian kuantitatif menujukkan tiga faktor profesionalisme Polri:pertama, faktor ketidaksetujuan terhadnp sikap-sikap negatif; kedua, faktor integritas, dan ketiga, faktor kompetensi. Dari basil penelitian kualitatif
menunjuklcan ciri-ciri profesionalisme baik yang dikemukakan dalam teori maupun dalam penelitian kuantitatif, hanya pada. faktor ketidaksetujuan terhadap sikap-sikap negatif pada kasus yang bertahan tugas di Aceh menunjukkasn sikap
kebalikan dan pada kasus yang tidak bertahan tugas di Aceh, ciri-ciri faktor ini muncul dalam perilaku mereka. Dari kedua kasus yang bertahan tugas di Aceh ditemukan memiliki model dalam pembentukan kepribadiannya, yaitu orang tuanya sesuai dengan pendapat Bandura (dalam Hjelle & Ziegler, 1992) bahwa
orang tua merupakan model identitikasi dan melalui tindakan merelca anak-anak membentuk perilaku mereka dalam kehidupannya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa manusia dengan kapasitasnya dalam
mengatur diri sendiri memungkinkannya untuk belajar melalui model. Untuk itu, di dalam pembentukan profesionalisme Polri diperlukan model terutama di dalam pendidikan pembentukan anggota Polri, berikut dengan penguatan dari lingkungannya.
Penelitian dengan skala yang lebih luas masih diperlukan terutama untuk memberikan masukkan apakah ciri-ciri kepribadian pada kedua kasus yang bertahan menghadapi situasi Aceh ini memungkinkan untuk dibentuknya menjadi
polisi yang profesional, terutama dalarn peningkatan sumberdaya manusia Polri dalam menghadapi perkembangan masyarakat yang semakin kompleks"
Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Boy Rafli Amar
"ABSTRAK
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang secara konstitusional dan secara politik telah diterima sebagai bentuk final sistem keanekaraman Indonesia. Namun demikian, dalam praksis kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia selalu djumpai fenomena sosiologik dan politik yang mencerminkan terjadinya paradoks antara semangat dan komitmen kolektif bernegara kesatuan Republik Indonesia dengan kasus-kasus etnosentrisme, fanatisme kelompok, kedaerahan seperti sukuisme, kolusi, nepotisme, dan putra daerahisme dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Implementasinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, merupakan hal yang sangat fundamental bagi terbentuknya jiwa dan nasionalisme bangsa guna tetap tegak-kokohnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tantangan utama dari program yang didesain untuk membantu individu mengelola konflik adalah bahwa referensi budaya dan identitas mereka secara sosiologis dan psikologis berbeda dengan pihak yang berkonflik dengan mereka. Dinamika tugas Polri sebagai institusi yang berkewajiban menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat menjadi semakin kompleks dengan adanya tantangan tersebut."
Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian-PTIK, 2017
350 JIK 88 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Djunaidi Maskat H
"Tesis ini berjudul PENINGKATAN EFEKTIVITAS ORGANISASI POLRI DALAM KERANGKA PROGRAM REINVENTION Dari judul tersebut, masalah yang dirumuskan adalah :
1. Sejauh mana efektivitas organisasi Polri saat ini ?
2. Faktor apa saja yang mempengaruhi terhadap efektivitas organisasi Polri saat ini, dan faktor mana yang dominan ?
3. Bagaimana cara meningkatkan efektivitas organisasi Polri ?
Dari permasalahan tersebut, dengan landasan teori tentang Reinventing Government dan efektivitas organisasi, peneliti berupaya mendekati dari nilai-nilai yang bersaingan (the competing value approach), yaitu Rational goal model, human relation model, open system model, and internal process model. Sedang faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap efektivitas Organisasi Polri saat ini, peneliti mendekati dari 7 S Mc Kinsey dan Lingkungan Strategi. 7 S tersebut meliputi Struktur Organisasi (Structure), Strategi (Strategy), sistem (System), Gaya kepemimpinan (Style), personal (Staff), ketrampilan (Skill), dan nilai-nilai yang dipedomani (Shared value).
Dengan pokok masalah dan pendekatan tersebut, peneliti memilih metode penelitian kualitatif, dengan peneliti secara langsung mengamati pada kesatuan-kesatuan yang diteliti, serta peneliti duduk dalam jabatan di Polri dan team Pokja (Role taking) peneliti dapat mengamati dan wawancara langsung atau tidak langsung. Disamping itu peneliti dibantu para Pasis Akpol yang sedang melaksanakan latihan kerja di Polres-Polres untuk meneliti dengan pedoman pengamatan, wawancara telah disiapkan terhadap Polres dimana mereka melakukan latihan kerja sebagai Pamapta dan Pa Ur Min Ops Puskodal Ops (Role taking) selama 40 hari.
Dari hasil penelitian tersebut, dapat diperoleh hasil bahwa organisasi Polri masih belum optimal efektivitasnya, karena walaupun Polri telah dapat menyelesaikan perkara dengan hasil 58 %, namun masih ada "dark number" dan masih banyak keluhan dari masyarakat tentang pelayanan Polri masih kurang memuaskan masyarakat. Anggota yang bekerja secara optimal masih terbatas pada pekerjaan tertentu (Lalu-lintas dan Reserse), dan ada yang bekerja belum optimal (Bimmas, Sabhara).
Sedangkan hasil penelitian terhadap faktor-faktor " 7 S " dan lingkungan yang mempengaruhi efektivitas organisasi Polri diperoleh hasil bahwa Struktur organisasi (structure) baik di Mabes Polri, Polda, Polwil, dan Polres terdapat tumpang tindih tugas yang dapat mempengaruhi efektivitas organisasi; strategi (strategy) yang dibuat masih belum dilaksanakan baik dari proses penyusunan maupun aplikasinya, yang dapat mempengaruhi hasil yang dicapai; sistem (system) kepolisian belum disusun dengan baik, yang dewasa ini sedang disusun stratifikasi doktrin kepolisian, hal ini dapat berakibat terhadap mekanisme kerja yang kurang baik dan dapat mempengaruhi hasil akhir; gaya kepemimpinan (style) masih adanya yang hanya menitik beratkan pada pelaksanaan tugas, dengan mengabaikan keharmonisan kesatuan, hal ini dapat berakibat seringnya konflik dan hasil belum dicapai dengan optimal; personel (staff) Polri juga ada permasalahan baik pada waktu proses seleksi, pendidikan maupun penempatan, yang sangat mempengaruhi efektivitas organisasi Polri ; ketrampilan (skill) anggota Polri juga sebagian belum mendukung tugas, hal inipun dapat mempengaruhi pelaksanaan tugas dan hasil yang ingin dicapai ; nilai-nilai yang harus dipedomani dalam pelaksanaan tugas (Shared value) juga belum dilaksanakan secara konsisten, yang dapat mempengaruhi pelaksanaan tugas dan hasil yang ingin dicapai.
Adapun lingkungan strategik yang dikaji dari dokumen-dokumen yang ada di Sesko ABRI, maupun di Polri, setelah dianalisa dengan matrik dampak silang dapat terlihat kemungkinan peningkatan gangguan Kamtibmas yang perlu diwaspadai sejak dini, dan perlu diantisipasi melalui upaya peningkatan efektivitas Organisasi Polri yang meliputi faktor " 7 S " tersebut di atas.
Dalam peningkatan efektivitas organisasi Polri tersebut, peneliti mendekati dengan kerangka program Reinventing Government (REGO). Sedangkan program REGO peneliti bebas lebih mendalam adalah Empowering Employees To Get Result, yang selanjutnya dititik beratkan pada pembahasan Personal (staff) dan Kepemimpinan (style).
Konsepsi dibidang personel melalui penertiban seleksi dengan saksama untuk menghindari penyalah gunaan wewenang para anggota panitia penerimaan. Di pendidikan perlu diperbaiki dengan mengutamakan para Gadik dan staf kependidikan serta komponen pendidikan lainnya. Dan untuk penempatan personel yang sangat berkaitan dengan pembinaan karier diupayakan dengan penilaian obyektif yang dapat meningkatkan motivasi para anggota. Di bidang gaya kepemimpinan, penulis menyampaikan konsepsi adanya keseimbangan antara keteladanan, pelaksanaan tugas, menjaga kekompakan, dan mengembangkan kemampuan anggota.
Sedangkan konsepsi dibidang struktur organisasi, penulis menyampaikan yang berkaitan dengan penstrukturan pada bagian-bagian yang tumpang tindih, baik di Mabes, Polda, Polwil, maupun Polres. Di bidang strategi penulis menyampaikan proses penyusunan strategi sampai pelaksanaan di lapangan dilaksanakan secara konsisten. Di bidang sistem perlu penyusunan sistem kepolisian secara riel, seperti yang sedang dilaksanakan.
Untuk meningkatkan ketrampilan, perlu diupayakan latihan-latihan ditiap kesatuan yang materi diarahkan pada kemungkinan gangguan Kamtibmas yang akan muncul. Dan nilai-nilai yang dipedomani, perlu disusun etika profesi kepolisian untuk mengontrol pelaksanaan tugas sehari-hari."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zuliansyah
"Penelitian ini berfokus pada pemenuhan hak memilih anggota TNI dan Polri dalam pemilihan umum. Anggota TNI dan POLRI dilarang memilih dalam pemilihan umum, sementara UUD 45 menjamin hak untuk memilih dalam pemilihan umum bagi semua warga negara Indonesia (yang sudah berusia 18 tahun atau lebih) dan dalam prinsip hak asasi manusia, hak memilih merupakan hak setiap individu sebagai warga negara. Berdasarkan hal tersebut, timbul pertanyaan sebagai berikut: (a) Mengapa terjadi pelarangan hak untuk memilih dan dipilih bagi anggota TNI dan Polri? (b) Bagaimana persepsi masyarakat terhadap hak memilih anggota TNI dan Polri dalam pemilihan umum?, (c) Bagaimana persepsi anggota TNI dan Polri dalam menyikapi hak memilih mereka? (d) Bagaimana Hak memilih anggota TNI dan Polri dalam perspektif hak asasi manusia?, dan (e) Apa yang sepatutnya dilakukan oleh DPR dan pemerintah dalam pemenuhan hak memilih bagi anggota TNI dan Polri pada pemilihan umum?
Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan historis dan deskriptif,, dilakukukan dengan penelitian pustaka dan penelitian lapangan. Informan berasal dari anggota TNI, Polri dan masyarakat sipil, sedangkan narasumber dipilih dari dari kalangan TNI dan Polri, peneliti, akademisi, anggota DPR, dan praktisi hak asasi manusia. Janis data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder. Dengan menggunakan purposive sampling dan wawancara terfokus.
Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa: a) Pembatasan hak memilih bagi anggota TNI dan Polri dalam pemilihan terjadi mulai pemilu ke-2, yaitu pemilu tahun 1971, pemilu 1977, pemilu 1982, pemilu 1987, pemilu 1992, pemilu 1997 dan pemilu 1999, sebagai konsekuensi atas diangkatnya perwakilan TNI dan Polri dalam legislatif; b) Persepsi masyarakat dan persepsi anggota TNI dan Polri terhadap hak memilih anggota TNI dan Pohi beragam, ada yang setuju dan ada yang tidak setuju dengan berbagai argumen; c) Dalam perspektif hak asasi manusia bahwa hak memilih anggota TNI dan Polri adalah hak asasi individu TNI dan Polri sebagai warga negara yang harus diberikan. Pembatasan hak memilih bagi anggota TNI dan Polri bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia dan UUD 45. Hasil penelitian menyarankan bahwa: a) Perlu merevisi undang-undang yang membatasi hak memilih bagi anggota TNI dan Polri dan menyiapkan mekanismelperaturan pelaksananya; b) Perlu mempercepat proses reformasi TNI dan Polri; c) Perlu regulasi tegas untuk mencegah pemanfaatan hierarki komando yang mengarahkan orientasi politik anggota TNI.; dan d) perlu diberikan pendidikan politik, demokrasi, hukum dan hak asasi menusia yang balk kepada anggota TNI dan Polri.

General elections as a tool for community to provide their political rights to vote and elected which conducted in a direct, general, free, and secret manner. As arranged in article 22E paragraph (1) of National Constitution 1945, article 43 paragraphs (1), (2) and (3) of Human Rights Law 1999, article 25 of International Covenant Civil and Political Rights (ICCPR). The right to vote and elected as a rights for Indonesia citizens without any discrimination, according to regulation in article 27 paragraph (1) and article 281 paragraph (2) of National Constitution 1945. Although, in Indonesia has law which limitate the right to vote for military and police officials as follows: article 145 of Law No. 12 Year 2003 on General Elections for House of Representative and Regional People's Representative Council, article 102 of Law No. 23 Year 2003 on Regional Government, article 28 paragraph 2 of Law No. 2 Year 2002 of Indonesia Police, article 39 paragraph 4 Law No. 34 Year 2004 on Indonesia Military. Based on that, hoisted questions as follows: (a) why it has restrictions on the right to vote for military and police officials? (b) how the community perceptions on the right to vote for military and police officials? (c) how the military and police officials perceptions in order to response their right to vote? (d) how the right to vote for military and police officials in human rights perspective? (e) what should House of Representative perform as legislative agency and government as executive agency in regulate of the right to vote for military and police officials in general elections?
This research has using qualitative descriptive type which conducted by library and field research. The informants are from military officials, police officials and civil community, subsequently the resources elected from military, police, researchers, academicians, house of representative members, and human rights practitioners. The type of data which used is composed from secondary and primary data which obtained by using sampling purposive and focus interview.
According to this research could be summarized that: a) Limitations of the right vote for military and police officials in general election started from second general elections in 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997 and 2004. That limitations as consequence on elected as House of Representative members from military and police officials; b) a variety of community perception on the right to vote for military and police officials, there are some agree and disagree with many reasons; c) diverse military and police view on the right to vote, there are some agree and disagree with many reasons; d) in human rights perspective that the right to vote for military and police officials as individual rights also a citizens that have to given. The limitations of the right to vote for military and police officials aligned with article 22E paragraph (2), article 27 paragraph (1), article 28 paragraph (1) and article 281 paragraph (1) of National Constitution 1945, article 43 paragraph (1), (2) and (3) of Human Rights Law No. 39 Year 1999, and article 25 of 1CCPR. Therefore, it needed efforts to response the right to vote for military and police officials are: a) the right to vote for military and police officials should arranged immediately in a policy which prepared by government; b) to process shortly of military and police reforms and to prepare clear and legal regulations; c) to put attention on welfare from military and police officials; d) should have stern regulations to prevent using of commando hierarchy which deliver to the political orientation for military and police officials; e) to give a good political, democracy, legal and human rights education for military and police officials.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20698
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jakarta : Dharmapena Multimedia , 2001
363.22 ANT
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Drajat Wibawa
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara empiric factor-faktor yang mempengaruhi perilaku pengelompokan anggota POLRI dengan mengadakan penelitian lapangan untuk menemukan kebenaran obyektif dari fakta yang hendak diteliti. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Bachtiar (1988) bahwa upaya perbaikan kepolisian dapat dilakukan atas dasar pengetahuan ilmiah tentang kenyataan-kenyataan yang bersangkutan dan tidak hanya atas dasar pengalaman pribadi yang tidak selalu sesuai dengan kenyataan yang bersangkutan. Perubahan dalam dimensi kultural secara langsung berkaitan dengan program pembangunan sumber daya manusia Polri yang diarahkan pada peningkatan profesionalisme dan kemandirian Polri. Kondisi tersebut menuntut dilakukannya pengkajian, analisis dan penelitian yang lebih mendalam guna mengarahkan perubahan sesuai yang diharapkan yaitu tampilnya polisi yang professional. Dalam kaitan tersebut, maka penelitian mengenai pengelompokan dalam Polri memiliki relevansi yang cukuo kuat khususnya dalam rangka menemukan bukti empirus dan obyektif atas fakta mengenai kecenderungan pengelompokan serta konsekuensinya bagi pengembangan organisasi Polri."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
T-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>