Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 92151 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Miswanto
"ABSTRAK
Tulisan ini membicarakan masyarakat suku Laut yang tinggal di laut dengan menggunakan kajang di Desa Air Sena Kepulauan Anambas. Mereka hidup berdampingan dan berinteraksi "intim" dengan masyarakat Desa Air Sena walaupun tidak semua masyarakat sekitar bisa memahami bahasa Mesuku, bahasa yang digunakan oleh sebagian besar masyarakat suku Laut. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana bentuk-bentuk interaksi sosial yang terjadi di antara sesama anggota (warga) kelompok suku Laut, serta di antara warga kelompok suku Laut dengan warga masyarakat lain di Desa Air Sena di tengah perbedaan bahasa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Sumber data primer diperoleh melalui teknik wawancara mendalam dan observasi secara langsung ke lokasi penelitian. Penelitian ini bermaksud untuk menunjukkan interaksi asosiatif berupa kerja sama, akomodasi dan asimilasi yang diwujudkan dalam bentuk gotong royong, serta proses disosiatif adanya persaingan, kontravensi, dan pertentangan. Wujud interaksi simbolik yang diobservasi berupa tanggapan seseorang terhadap orang lain melalui penggunaan simbol-simbol tubuh dan bahasa yang bermakna. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerja sama masyarakat suku Laut dengan masyarakat Desa Air Sena. Mereka hidup tolong-menolong meskipun sebagian masyarakat menunjukkan sikap apatis dan tidak berpartisipasi dalam organisasi kemasyarakatan. Sikap apatis tersebut secara disosiatif tidak menimbulkan pertentangan dan konflik antara masyarakat suku Laut dengan masyarakat Desa Air Sena."
Kalimantan: Balai Pelestarian Nilai Budaya Kalimantan Barat, 2018
900 HAN 2:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Linda Ernawati
"Malaria masih menjadi masalah yang mengancam nyawa. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasikan tingkat pengetahuan tentang malaria pada keluarga di wilayah kerja Puskesmas Siantan Timur Kabupaten Kepulauan Anambas Provinsi Kepulauan Riau. Penelitian ini menggunakan disain deskriptif dengan 100 sampel acak pada keluarga yang pernah menderita malaria baik rawat inap maupun maupun rawat jalan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan tentang malaria pada keluarga secara umum cukup, namun tingkat pengetahuan pada keluarga tergolong masih rendah secara pendidikan formal yaitu mayoritas berpendidikan dasar (SD).Upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan tingkat pengetahuan ini dapat dilakukan dengan memperbanyak pelaksananaan pendidikan kesehatan melalui promosi kesehatan.

Malaria is a life-threatening health problem. This research aims to identify families’level of knowledge about malaria in Siantan Timur Public Health Center. It applied descriptive design with 100 random sample of families who have suffered malaria both in patient and out patient care.
The results indicated that the family level of knowledge generally is good, but the family knowledge level are still relative low when viewed informal education that the majority of basic education (elementary). Efforts to increase the knowledge of families and communities can be done with emphasis on the implementation of health education through health promotion.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
S52903
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohan Bahtera Adam
"Tesis ini membahas mengenai faktor penyebab terjadinya kemiskinan nelayan pesisir di Desa Putik serta bentuk kemiskinan yang mereka alami. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan menggunakan data primer yang dikumpulkan melalui beberapa metode serta data sekunder yang relevan dengan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan, kemiskinan nelayan pesisir disebabkan: 1) Kondisi Alam; 2) Rendahnya kualitas sumber daya manusia; 3) Pola Hidup Nelayan Pesisir; 4) Keterbatasan modal dan akses ke sumber bantuan; 5) Pemasaran hasil tangkapan. Sedangkan bentuk kemiskinan yang terjadi pada nelayan pesisir di Desa Putik yakni kemiskinan natural, kemiskinan kultural, dan kemiskinan struktural.

This thesis analysed causal factors of the poverty in Putik village and identified the poverty type as well. The methodology is qualitative as a descriptive research using primary data that has been collected through a few techniques and supported by relevant secondary data. The research concluded that there were a few factors causing poverty as follow: 1) Natural Condition; 2) Low quality human resources; 3) The lifestyle of the coastal fishermen; 4) Limited capital and its access to the resources; 5) Marketing of the commodities. The research identified that the types of poverty in Putik village were natural, cultural and structural poverty."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T38950
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lutfiana Nur Azizah
"ABSTRAK Permasalahan umum yang dihadapi nelayan pulau terluar Indonesia antara lain terbatasnya infrastruktur perikanan, terbatasnya sumber daya ikan akibat penangkapan lebih (over fishing), perubahan iklim dan ketidakstabilan harga penjualan ikan. Kondisi tersebut juga dialami oleh nelayan kecil Desa Batu Ampar dalam melakukan aktivitas, penangkapan ikan secara tradisional di laut lepas. Dalam menghadapi krisis melaut, nelayan kecil Desa Batu Ampar melakukan berbagai upaya untuk bertahan hidup. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan strategi bertahan hidup nelayan kecil Desa Batu Ampar dalam menghadapi krisis pada mata pencahariannya serta hambatan dalam strategi bertahan hidup. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis penelitian deskriptif. Melalui pemilihan informan secara purposive sampling, wawancara dilakukan dengan 10 informann. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nelayan kecil Desa Batu Ampar dapat melakukan upaya-upaya untuk bertahan hidup, diantaranya adalah bekerja keras dalam melaut, menggunakan alat bantu penangkapan, berkomunikasi dengan nelayan-nelayan lain, mendekati kawasan pengeboran migas, mengakses bantuan, meminjam uang, mengikuti sosialisasi dan pelatihan usaha, melakukan kerjasama dengan pengusaha ikan, berkebun dan melakukan budidaya ikan. Dalam strategi bertahan hidup,  nelayan kecil Desa Batu Ampar juga dihadapkan oleh beberapa hambatan. Diantaranya adalah tidak berupaya untuk beraktivitas di wilayah tangkap lain, kesulitan untuk bekerja di luar aktivitas melaut, adanya batasan di kawasan pengeboran migas, angin kencang dan badai, kekurangan sumber daya ikan, kesulitan dalam mengakses bantuan, ketidakstabilan dan keterbatasan penjualan ikan serta mengalami kerugian dari aktivitas nelayan luar daerah.
ABSTRACT
Common problems faced by fishermen, especially in the outer islands of Indonesia are limited fisheries infrastructure, limited fish resources due to over fishing, climate change and instability in the sale price of fish. This condition is also experienced by small fishermen in Batu Ampar Village who are the outermost island fishermen in carrying out traditional fishing activities on the high seas. In dealing with the crisis, the small fishermen of Batu Ampar village made various efforts to survive. The research aims to describe survival life strategies of small fishermen of Batu Ampar Village in facing the crisis of their livelihood and obstacles in survival strategies. This research was conducted using a qualitative approach and descriptive type of research. Through the selection of informants by purposive sampling, in-depth interviews were conducted with 10 informants. The results showed that small fishermen in Batu Ampar Village could make efforts to survive. They worked hard in the sea, using fishing aids, communicating with other fishermen, approaching oil and gas drilling areas, access assistance, borrow money, take part in business socialization and training, collaborate with fish entrepreneurs, gardening and conducting fish farming. In the survival life strategy, the small fishermen of Batu Ampar Village were also faced with several obstacles. They did not try to do activities at other fishing grounds, difficult to work outside of fishing activities, limitations in oil and gas drilling areas, strong winds and storms, shortages of fish resources, difficulties in accessing assistance, instability and limited fish sales and losses from activities of fishermen outside region.

 

 

"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
T52515
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Handayani
"ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja tanpa tambahan makanan atau minuman lain hingga bayi berusia 6 bulan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dan faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pemberian ASI eksklusif pada bayi di Kabupaten Kepulauan Anambas. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan rancangan cross sectional. Sampel penelitian adalah ibu yang mempunyai bayi 6-12 bulan dan berada di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Palmatak yang berjumlah 160 orang. Variabel dependen adalah perilaku pemberian ASI eksklusif, sedangkan variabel independen adalah faktor predisposisi (umur, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, sikap, serta nilai dan budaya), faktor pendorong (pemeriksa kehamilan, penolong persalinan, tempat persalinan) dan faktor penguat (dukungan keluarga, dukungan teman, dukungan petugas kesehatan). Analisis dilakukan secara univariat dan bivariat.
Hasil penelitian menggambarkan bahwa sebagian besar responden tidak memberikan ASI eksklusif pada bayinya (90,6%). Faktor predisposisi umur, pekerjaan dan sikap tidak menunjukkan hubungan yang bermakna dengan perilaku pemberian ASI eksklusif, akan tetapi dari pendidikan, pengetahuan serta nilai dan budaya responden menunjukkan ada hubungan bermakna dengan perilaku pemberian ASI eksklusif dimana untuk pendidikan di peroleh p value : 0.001, pengetahuan dengan p value: 0.036 dan nilai budaya ibu dengan p value: 0.004. Faktor pendorong pemeriksa kehamilan dan penolong persalinan menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna dengan perilaku pemberian ASI eksklusif karena walaupun sebagian besar responden memeriksakan kehamilan dan bersalin di tenaga kesehatan ternyata tidak meningkatkan perilaku pemberian ASI eksklusif. Sebaliknya dari tempat persalinan ada hubungan bermakna dengan perilaku pemberian ASI eksklusif dan di peroleh p value : 0.011. Faktor penguat yang berupa dukungan keluarga, teman dan petugas kesehatan tidak menunjukkan ada hubungan yang bermakna dengan perilaku pemberian ASI eksklusif.

Exclusive breastfeeding is an activity to give infants mother?s milk without adding other foods and beverages before the infants is 6 months old. The research aims at figuring out the habits and other factors related to breast feeding for infants di Kepulauan Anambas Regency. This is a descriptive research apllying cross sectional design. There were 160 samples of mothers caring 6 to 12 year-old infants within the working territory of Palmatak?s District Community Health Center. The dependent variable was the habits of conducting exclusive breastfeeding, the independent variable was predisposition factors (age, education, occupation, knowledge, attitude, value, and culture), while the reinforcement factors were (pregnancy supervisor, birth attendance, place of give birth), and the supporting factors were (family, colleagues, and medics support). The analysis was conducted by using univariat and bivariat technique.
The result shows that most of the respondents who did not practice exclusive breastfeeding to their infants, which was 90.6%. The predisposition factors of age, occupation, and attitude did not have a meaningful relationship towards the habits of conducting breastfeeding. However, the factors of education, knowledge, value, and culture did show a meaningful relationship towards the practice of conducting breastfeeding. The education factor holds p value of 0.0001, knowledge has 0.036, and cultural value has 0.004 p value. The reinforcement factors of ANC given and birth attendance did not have meaningful relationship with the practice breastfeeding. On the contrary, the factor of givingbirth place had meaningful relationship with the habits of conducting breastfeeding with 0.011 p value. Finally, the supporting factors of family, colleagues, and medics supports did not show meaningful relationship with it.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yanin Kholison
"Penelitian yang dilakukan untuk penulisan tesis ini bertujuan untuk menggambarkan potret perjuangan nelayan di kepulauan Anambas dalam mengatasi keberadaan kapal asing di wilayah tradisional mereka beserta faktor¬faktor yang melatarbelakangi perjuangan tersebut.
Wilayah kepulauan Anambas memiliki potensi dan hasil ikan yang cukup besar. Selain itu wilayah ini memiliki posisi yang sangat strategis karena berbatasan dengan Laut Cina Setatan, Vietnam, Kamboja, dan Malaysia Barat. Oleh karena itu, dengan potensi dan letak wilayah Kepulauan Anambas yang demikian, maka wilayah ini sangatlah rentan terhadap aksi eksploitasi sumber daya laut secara Regal, terutama dad pihak asing
Secara teoretis, laut dengan segala isinya sesungguhnya merupakan suatu sumber daya (resource) yang tergolong ke dalam public property resource. dimana laut sebagal sumber daya merupakan milik urnurn, di mana setiap orang dapat mengakses sumber daya tersebut. Oleh karena itu, orang cenderung berlomba-lomba melakukan eksploitasi sumber daya laut yang kemudian menyebabkan sumber daya laut menjadi semakin berkurang dan terbatas. Akan tetapi, masalah adalah ketika eksploitasi tersebut sudah mulai masuk ke wilayah tangkapan (fishing ground) nelayan lokal yang merupakan hak komuniti, apalagi dengan menggunakan peralatan yang justru merusak biota laut. Akibatnya, konflik menjadi sesuatu yang tak terhindarkan, terlebih-Iebih jika aparat turut bermain tentu akan menambah permasalahan semakin kompleks.
Fenomena di atas terjadi di Kepulauan Anambas di mana nelayan Iokal melakukan perlawanan terhadap terhadap aksi illegal fishing nelayan Thailand
dan terhadap aparat keamanan (Angkatan Laut) dianggap turut andil dalam memelihara keberadaan nelayan-nelayan Thailand. Untuk mengkaji masalah perjuangan perlawanan nelayan Anambas ini, digunakan pendekatan kualitatif, dengan jenis penelitian yang bersifat deskriptif-ekplanatif. Untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif dan holistik dari permasalahan ini, digunakan dua jenis data, yakni data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara mendalam dengan berbagal pihak, baik kepada saksi maupun para aktor perjuangan nelayan dan melakukan observasi langsung di lokasi. Sedangkan data sekunder diperoleh dengan melakukan kajian literatur terhadap berbagal dokumen dan bahan kepustakaan yang terkait. Sebagai satuan unit analisa, wilayah penelitian berada di Kecamatan Siantan, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perjuangan perlawanan yang dilakukan oleh nelayan Anambas terhadap kapal asing Thailand dilatarbelakangi oleh multi dampak negatif yang dirasakan masyarakat dan keluarga nelayan; dampak ekonomi, lingkungan, social dan dampak moral/budaya. Atas dasar dampak itu maka nelayan di wilayah kepulauan Anambas melakukan berbagal sikap dan tindakan sebagai wujud bentuk perlawanan anti kapal asing Thailand. sejumlah. Dalam melakukan perjuangan, nelayan Anambas menggunakan beberapa bentuk dan strategi yang berbeda-beda seperti: bentuk-bentuk penentangan dengan Cara menyampaikan protes kepada pihak pemerintah (desa dan kecamatan) serta kepada aparat Angkatan Laut; melakukan perlawanan secara terbuka dengan kekerasan; demonstrasi dan mengajukan tuntutan,serta senantiasa melakukan berbagai bentuk dukungan dari berbagai pihak, pemerintah kepada ketua-ketua nelayan, pengurus RT, pemerintah desa, kecamatan, kabupaten, provinsi hingga pemerintah pusat.
Dari perjuangan tersebut kemudian menghasilkan beberapa implikasi seperti semakin berkurangnya aktivitas nelayan Thailand di wilayah perairan Anambas; Mulai diterapkan kembali penerapan norma/aturan oleh penegak hukum di laut; terbentuknya wadah organisasi nelayan dalam Ikatan Kerukunan Keluarga Nelayan Siantan (IKKNS) sebagai media perjuangan nelayan yang memerankan terbukanya akses struktural ke jalur-jalur politik (kekuasaan), baik pemda Kabupaten Natuna, DPRD Kab. Natuna, pemerintah provinsi, hingga pemerintah pusat sehingga perjuangan nelayan lokal dalam upaya mengamankan zona tradisional dan juga teritori Indonesia dari praktik ilegal fishing mulai mendapatkan perhatian."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21476
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Radianto Anwar Setia Putra
"Studi ini bertujuan menjelaskan pembangunan manusia yang dilihat dari capaian nilai indeks pembangunan manusia (IPM) Kabupaten Kepulauan Anambas. Sejak awal pembentukannya selalu menempati posisi rengking akhir IPM tingkat Provinsi Kepulauan Riau. Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan data yang didapat melalui wawancara dan focus group discussion. Prioritas program/kegiatan pembangunan manusia dengan menyasar capaian target IPM ditingkat nasional memerlukan singkronisasi dan partisipasi dari seluruh pemangku kepentingan pada perencanaan pembanguanan daerah."
Kementerian Dalam Negeri Ri,
351 JBP 7:2 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Riau: Proyek Peningkatan dan Pembinaan Nilai-2 Budaya Riau, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995
307.72 DAM (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhil Shonhadji
"Desa Durian, Kecamatan Sungai Ambawang, Kabupaten Pontianak, merupakan tipe desa berpenduduk multi suku bangsa yang banyak di antaranya hidup campur. Tidak sebagaimana yang terjadi di banyak tempat di Kalimantan Barat yang hubungan antar warga beragam suku bangsa sering menimbulkan pertikaian, bahkan kerusuhan antar suku bangsa, hubungan yang sama di desa ini menunjukkan kenyataan berbeda. Meski terdapat potensi pertikaian, namun dengan prinsip-prinsip sosial budaya yang berkembang selama ini, warga-warga suku bangsa yang 11 jenis itu telah mampu mempertahankan stabilitas hubungan dan suasana keakraban di antara mereka.
Dua hipotesis kerja dikemukakan dalam penelitian ini: (1) berlakunya pranata-pranata sosial umum lokal dalam mengatur interaksi sosial antar warga beragam suku bangsa merupakan penentu terhadap terselenggaranya stabilitas hubungan antar warga tersebut, betapapun terdapat kenyataan bahwa masing-masing kelompok warga suku bangsa itu memiliki pranata-pranatanya sendiri, dan di sisi lain terdapat ketidakseimbangan dalam pembagian sumber daya berharga dan langka di antara mereka; (2) berlakunya pranata-pranata sosial dalam mengatur interaksi sosial antar warga beragam suku bangsa dalam suasana-suasana yang dikemukakan tadi, merupakan akumulasi dari proses perjalanan sejarah dan yang ditopang oleh faktor kepemimpinan lokal.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya proses hubungan sosial antar warga beragam suku bangsa yang naik turun sejalan dengan perkembangan waktu. Sejak mula kedatangan secara bergelombang warga-warga beragam suku bangsa ke desa ini, di pertukaran abad lalu hingga sekurang-kurangnya dekade 1964-an, terdapat warna hubungan patron-klien amat kuat di antara warga-warga suku bangsa tertentu dan warga-warga suku bangsa yang lain. Warga-warga Bugis, Arab, Tionghoa, dan bahkan India dan Jepang, untuk rentang waktu tertentu, dikenal sebagai patron, pemilik kebun karet dan industri pengolahan karet amat potensial; sedang sebagai anak buah yang menjadi kuli dan karyawan terdiri dari warga-warga Madura, Jawa, Dayak, Banjar dan Sunda. Hubungan yang terjalin di antara kedua belah pihak selama itu, meski terdapat riak-riak ketidaknyamanan, khususnya di pihak klien, sehingga menimbulkan ungkapan-ungkapan stereotip tertentu, namun suasana keakraban yang mentradisi di antara mereka tampak telah menjadi realitas yang menyejarah. Muara dari saling hubungan tadi adalah terpolanya kedekatan hubungan dan bahkan saling ketergantungan antar kelompok-kelompok warga suku bangsa tertentu. Misalnya antara warga-warga Tionghoa-Dayak, Jawa dan Madura, Bugis-Madura, Dayak dan Jawa serta Arab-Madura dan Dayak. Pasangan-pasangan hubungan tadi bahkan telah mencapai kondisi sedemikian rupa, bahwa yang satu tidak bisa beraktivitas tanpa bantuan yang lain.
Memasuki dekade 1970-an, suasana hubungan antar warga beragam suku bangsa mulai mengalami perubahan. Pada tahun-tahun itu, terdapat gelombang kedatangan warga Madura dari daerah-daerah kerusuhan di pedalaman Kalimantan Barat, terutama dari daerah Sambas ke desa Sejak itu, apalagi industri karet sudah tidak lagi menjanjikan seperti tahun-tahun sebelunmya, bersamaan dengan "gangguan" yang dilakukan oknum-oknum Madura dalam soal tanah, maka terjadilah perubahan yang cukup signifikan dalam peta kepemilikan atas tanah di desa ini. Secara perlahan kampung-kampung yang dulunya merupakan pemukiman Bugis telah berubah menjadi pemukiman Madura, atau mayoritas Madura. Warga Bugis, begitu juga warga Tionghoa, mengalihkan perhatian untuk tinggal dan bermatapencaharian di Pontianak. Meski tidak sedikit di antara mereka masih mempertahankan kepemilikan kebun-kebun mereka di desa. Perubahan pun terlihat pads tumbuhnya bermacam usaha industri kecil dan menengah, seperti penggergajian kayu, keranjang, pengolahan saga, peternakan babi, angkutan sungai dan penanaman sayur. Hubungan yang dulu terakumulasi ke patron-klien, sejak tahun-tahun itu berkembang ke pola-pola hubungan pertemanan dan pertetanggaan. Kerja sama yang timbul dari hubungan tadi mulai merambah ke usaha pengolahan kebun, yakni dalam bentuk bagi hasil, numpang dan majek atau kontrak. Dalam pola kerja sama terakhir ini pun terlihat jelas adanya pola ketergantungan antara pasangan-pasangan suku bangsa yang telah disebutkan. Bedanya, warga Jawa tidak lagi masuk dalam kelompok-kelompok pasangan seperti telah disebutkan. Dalam pola hubungan itu tampak jelas bahwa warga Madura dikenal sebagai pemburu, atau pihak yang membutuhkan, tanah amat agresif. Kepada suku bangsa apa pun mereka berupaya menjalin hubungan demi kebutuhan atas tanah tadi, tidak terkecuali dengan warga Dayak.
Penelitian ini, dalam konteks kini, menemukan indikasi adanya persoalan kelangkaan dalam pembagian sumber daya lahan pekarangan dan kebun, kekuasaan di lembaga-lembaga kepemimpinan desa, kesempatan belajar dan bekerja yang dialami kelompok Madura. Jika kalangan warga suku-suku bangsa lain dalam pembagian tadi mengikuti pola plus minus dan saling melengkapi, namun tidak demikian yang dihadapi warga Madura yang akses mereka ke jenis-jenis sumber daya yang ada tampak jauh tertinggal. Kondisi demikian dimungkinkan menjadi faktor pendorong terhadap timbulnya tindak pencurian dan perampokan yang dilakukan, langsung atau tidak langsung, oleh banyak oknum Madura desa ini, sebagaimana hal itu dikeluhkan, kalau bukan dituduhkan, oleh warga-warga bukan Madura. Angka pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi dan tidak terimbangi oleh kualitas sumber daya manusia yang memadai, di samping pola hidup yang cenderung membatasi ke kelompok sendiri telah memberi pengaruh tersendiri terhadap persoalan yang dihadapi warga Madura.
Upaya bagi penanggulangan atas tindak kriminal tadi bukan tidak dilakukan, namun karena upaya tadi lebih bersifat prefentif dan tidak terkoordinasi, apalagi tidak mendapat dukungan dari pihak aparat keamanan, maka hingga kini upaya tersebut tidak atau belum menampakkan hasil. Akibat dari tindak kriminal tadi, maka stereotip dan prasangka buruk disertai cemooh terhadap oknum-oknum Madura dan kemudian ke keseluruhan suku Madura menjadi tak terelakkan.
Pengamatan seksama atas desa ini memperlihatkan, meski terdapat ketegangan, namun kekentalan hubungan kerja sama dan kebersamaan antar warga beragam suku bangsa merupakan fenomena tersendiri. Hubungan yang bersifat simbiosis dan bahkan amalgamasi merupakan kenyataan lazim yang sudah mentradisi. Kedekatan hubungan dan jalinan pergaulan antar warga beragam suku bangsa yang sudah berlangsung lebih dan seabad tampak telah menjadi tonggak tersendiri dalam menciptakan akar budaya kerja sama antar warga tersebut. Pranata-pranata sosial yang melandasi hubungan antar warga yang berkembang di desa ini pada kenyataannya telah mampu meredam ketegangan yang ada, sehingga tidak menimbulkan akibat yang tidak diinginkan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T7078
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khidir Marsanto
"This article discusses the cultural history sketch of Orang Suku Laut (the Sea Tribe) and its implications for social relations patterns with the Malays in Riau Islands, Indonesia. Problems arise now in nomadic ethnic tribe when they interacting with the Malays. Many Malays people perceive Orang Suku Laut as a backward or primitive people. This point of view emerged from a long history of Orang Suku Laut in Riau Islands, and at present, the discourse is supported by the government which resettled them from the sea to the land as part of the modernization of disadvantaged areas in the New Order era. This government label to them was later influenced the Malays perception. Moreover, negative assumption also appears along with the cultural identity differences between both of the tribes, of which the Malays condense with Islamic tradition, while Orang Suku Laut doesn?t. At this situation, thus the identity of Orang Suku Laut is staked within socio-cultural dispute or contestation (the attraction process) among themselves in practicing their everyday lives."
Depok: Jurnal Antropologi Indonesia, 2010
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>