Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 94080 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Apriadi Bumbungan
"Jejak kesejarahan masyarakat etnis Toraja di Kota Makassar dan strategi pembentukan identitas diasporanya, salah satunya dapat dilacak melalui kehadiran ruang Kampung Rama. Nama ‘Rama’ acap dikaitkan dengan beberapa akronim yakni Toraja-Makassar, Rantepao-Makale yang merupakan nama dua ibukota Kabupaten Toraja, dan nama salah satu kota di Israel yang diambil dari narasi kitab suci umat Kristen, Alkitab. Penelitian ini menganalisa kontestasi pemaknaan pada narasi nama Kampung Rama dalam mengkonstruksi identitas dan ingatan kolektif masyarakat diaspora Toraja di Kota Makassar. Tujuan penelitian ini untuk melihat konstruksi ideologis dan relasi kuasa yang bermain dalam penamaan Kampung Rama melalui pendekatan toponimi kritis, identitas, dan memori kolektif dari aktor-aktor yang terlibat dalam prosesnya. Data penelitian didapatkan dari hasil wawancara dan obervasi partisipasi pada lingkungan Kampung Rama. Penelitian menunjukkan ketiga narasi penamaan menghadirkan kompleksitas pemaknaan bagi masyarakat, baik dari dalam maupun dari luar wilayah tersebut yang berkelindan dengan identitas migran Toraja pada lanskap Kota Makassar. Pemaknaan dan narasi nama tersebut dikonstruksi oleh aktor-aktor yang memiliki kepentingan politis, ekonomis, dan ideologis, seperti; Gereja Toraja Jemaat Rama, pemerintah, dan masyarakat Makassar yang berada di luar wilayah tersebut. Penelitian menemukan keragaman identitas, peliyanan, jaringan relasi kuasa yang hierarkis, serta strategi penyesuain diri dan unifikasi migran Toraja pada wilayah ini maupun terhadap masyarakat kota Makassar secara umum.

The migration history of the Toraja in Makassar, the their present mobility and the way the Toraja in Makassar construct their diasporic identities can be traced in the very name of a Torajan village in the heart of the city of Makassar, Kampung Rama. The word “Rama” designates different meanings for different segments of population, within the village and the city of Makassar. The word Rama stands for Toraja-Makassar, thus signifying the relations between the two ethnic groups. For some Torajans in the village and Makassar, the word Rama stands for Rantepao-Makale, the capitals of two main districts in Toraja. The third and most pervasive meaning amongst the Christian elites in the village, however, is biblical, a reference to a city in Israel. This article investigates the way different interpretations of the same name, Rama, reflects not only different strategies of positioning the Toraja diaspora within the city of Makassar, but also internal differences within the community in constructing their identity and their collective memory. Through ethnographic method, namely interviews and participation observation, the researchers map and categorizes the way different actors: Church elites, government officials, inhabitants of Kampung Rama and outsiders construct their narratives about Kampung Rama. Different interpretation of the name also reveals positionality within the history of migration (between old and new settlers), and also social structures (educated, Church elite and the lower classes), the ones originating from the two main districts in the homeland and those from less visible villages, and the role of government in promoting “Little Toraja” tourism. The findings reveal diversity within the migrant communities, and layers of othering, hierarchical structures with its power relations, as well as strategies in creating unity within and with the Makasarese."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], [Date of publication not identified]
GS 19-CP.1
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
Yustina Hastrini Nurwanti
"The toponym of the kampongs Daengan and Bugisan is closely related to the history and the role of Daeng and Bugis troops in the Keraton Yogyakarta. In Javanese language, adding the ending /-an/ can follow a noun. Daengan comes the noun “Daeng” followed by/-an/.The same is true with Bugisan which comes from the noun “Bugis” followed by /-an/.This paper discusses the history of the kampongs Daengan and Bugisan. It is expected that this paper may become a historical reference for the younger generation and the society in general."
Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya D.I. Yogyakarta, 2008
400 JANTRA 13:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Almira Sagitta
"Kota Makassar adalah pusat pemerintahan, pendidikan, dan perekonomian di Sulawesi Selatan. Hal ini menjadi daya tarik masyarakat untuk menetap di Kota Makassar. Kota Makassar didiami oleh berbagai macam etnis dan dapat dibuktikan dari adanya perkampungan etnis atau suku tertentu yang ada di Kota Makassar seperti Kampung Toraja dan Kampung Mandar. Hal tersebut mempengaruhi kondisi kebahasaan di Kota Makassar. Atas dasar tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan variasi bahasa apa saja yang terdapat di Kota Makassar dan menjelaskan letak batas bahasa dan dialek di Kota Makassar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini kualitatif dan kuantitatif. Berdasarkan penghitungan dialektometri, ditemukan dua bahasa yang terdapat di Kota Makassar, yakni bahasa Makassar dan bahasa Mandar.

Makassar City is the center of government, education, and economy in South Sulawesi. This becomes a public appeal for citizens to settle in Makassar City. Makassar inhabited by various ethnic and can be proven by the existence of ethnic villages in Makassar such as Toraja Village and Mandar Village. It affects the language situation in Makassar city. Based on that, this study was conducted to describe any language variation in Makassar and explain where the limits of language and dialect in Makassar. The method used in this study are qualitative and quantitative. Based on the dialectometry calculation, two languages are found in Makassar City, which is Makassar language and Mandar language.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
S66169
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Rasjid
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2000
959.84 ABD m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini berisi versi Serat Rama, merupakan alih aksara dari sebuah lontar yang tidak diidentifikasikan dengan jelas, walau disebutkan berasal dari Sawabe (?), Yogyakarta. Lihat FSUI/CP.56 yang berisi ringkasan Mandrasastra dari naskah yang sama. Dalam menurun naskah ini, penyalin menambahkan catatan-catatan perbandingan tentang dua naskah lain, ialah Serat Rama Pegon (milik Klaverweiden, mungkin FSUI/CP.66) dan Serat Kandha Rama (milik Scholte, FSUI/CP.60). Naskah ini pada setiap halamannya terbagi atas tiga kolom, sisanya kolom di sebelah kaijan digunakan untuk menulis teks, sedangkan di samping kiri dipakai sebagai catatan pembetulan teks yang ditulis (dengan pensil), karena teks yang ditulis dengan tinta hitam ini banyak sekali kesalahannya, terutama pemenggalan bait dan perubahan kata-katanya. Daftar pupuh: (1) dhandhanggula; (2) pangkur; (3) dhandhanggula; (4) sinom; (5) pangkur; (6) asmarandana; (7) dhandhanggula; (8) pangkur; (9) asmarandana; (10) dhandhanggula; (11) pangkur; (12) asmarandana; (13) kinanthi; (14) sinom; (15) dhandhanggula; (16) asmarandana; (17) pangkur; (18) dhandhanggula; (19) sinom; (20) kinanthi; (21) dhandhanggula."
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], [Date of publication not identified]
CP.55-A 2.03
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Lontar ini berisi teks Rama Parasu, diawali dengan kisah asmara antara Anggaraparna dengan Remuka. Perjumpaan rahasia ini terjadi di Nandanawana, sebuah taman sari berdekatan dengan kraton Indra. Dewa Indra mengutus sejumlah apsara untuk menangkap keduanya. Anggaraparna dapat meloloskan diri, sedangkan Remuka tertangkap dan ditahan di kraton Indra. Anggaraparna mengembara ke hutan dan akhirnya minta perlindungan raja Arjuna Sasrabahu, bersama-sama para raja sekutu, seperti raja Metila, Anggapati, Kamboja, Susena, dan lain-lain. Teks dilanjutkan dengan upacara pesta korban yang diprakarsai Dewa Indra. Upacara dilakukan untuk menangkal bahaya yang mengancam dari pibak Arjuna Sasrabahu beserta para sekutunya. Dalam pesta itu, Dewa Indra mengundang Jamadagni dan berhasil membujuknya untuk mengawini Remuka. Pada sebuah pertapaan di tepi sungai Serayu, Remuka melahirkan seorang putra bernama Rama Bhargawa (Rama Parasu), yang gagah perkasa dan sangat pandai dalam hal memanah. Berita ini terdengar oleh Arjuna Sasrabahu. Akhirnya dengan para raja sekutunya, sang raja bersiap-siap untuk menyerang Indra. Sementara itu, Anggaraparna secara diam-diam pergi ke sungai Serayu dengan maksud untuk bunuh diri. Di sungai ini mereka berjumpa dan melepaskan segala rasa rindu, namun mereka dipergoki sehingga dikejar-kejar musuh. Kejadian ini didengar oleh raja Arjuna Sasrabahu, dan bersama para sekutunya berusaha menolong kedua insan tersebut. Meletuslah perang besar antara pihak Arjuna Sasrabahu dengan pihak Dewa Indra. Dalam peperangan tersebut, Arjuna Sasrabahu dapat dibunuh oleh Rama Bhargawa, yang menampakkan diri sebagai Dewa Wisnu. Untuk teks-teks lain dengan judul Rama Parasu, dapat dilihat pada katalog Girardet, no. 10550, 10640, 30930, 30985, 60680, 60830; Pigeaud 1970: 359; Kirtya no. 586; Juynboll II: 6, 413, 501 (Arjuna Sasrabahu); MSB/W.28. Informasi penulisan teks maupun penyalinan naskah ini tidak disebutkan secara jelas. Pada halaman 88b menyebutkan bahwa naskah ini milik I Gusti Putu Jlantik, di Singaraja tahun 1909. Pada h.la terdapat catatan tambahan dengan tulisan Latin (t.t) dan Bali, menyebutkan rama parasoe, rama prasu wijaya, jlantik, 1895, magang bestir residen. Berdasarkan data tersebut, kiranya naskah disalin atau diprakarsai (?) oleh I Gusti putu Jlantik di Singaraja Bali atau teks disalin pada tahun 1895 dan sejak tahun 1909 naskah ini menjadi milik beliau (Jlantik)."
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], [Date of publication not identified]
CP.73-LT 221
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Buku ?Serat Rama? ini menceritakan tentang Sri Rama berperang melawan Prabu Dasamuka di Alengka, sampai dengan kembalinya Sri Rama ke Ayodya."
Semarang/Surabaya: G.C.T. van Dorp, 1911
BKL.1094-CW 39
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
294.592 2 SER
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Catatan tentang tiga naskah milik Bupati Sragen, masing-masing berisikan teks Serat Rama Kawi, Serat Rama Kawi Miring, dan empat cerita wayang. Tentang teks pertama Serat Rama Kawi, diperoleh keterangan bahwa naskah berasal dari Regent Sragen, setebal 292 halaman (folio) dan terdiri dari 2 bagian. Kecuali itu disebutkan juga tentang teks Ramayana Kakawin (sarga VI h. 161-162, sebanyak 100 bait, sarga VIII h.29-168 dan sarga XXIII bait ke-64). Disebutkan juga saat penyalinan pada tahun 1722 J (1796 M), namun kesalahan data kronometris, sehingga tak dapat dirunut secara betul. Nama pemilik naskah juga tertera, ialah Sata Amijaya. Teks kedua adalah Serat Rama Kawi Miring (h.3), diterangkan bahwa naskah setebal 389 halaman folio. Kecuali itu diterangkan juga mengenai akhir penulisan, menyebutkan Ahad Paing, 16 Rejep, Alip 1731(21 Oktober 1804). Teks ketiga adalah kumpulan lakon wayang, diterangkan bahwa naskah diperoleh dari Regent Sragen setebal 648 halaman. Berisi empat lakon wayang, yaitu: Parta Krama (lihat Pratelan I: 366); Srikandi Maguru Manah (Pratelan I: 350); Sembadra Larung, dan Cekel Endralaya (Pratelan I: 131)."
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], [Date of publication not identified]
CP.72-L 10.01
Naskah  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>