Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 51440 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hariman Satria
"ABSTRAK
Di Indonesia ada 2 putusan pengadilan terkait dengan pemidanaan korporasi dalam tindak pidana korupsi yakni Putusan PT GJW dan Putusan PT CND. Dalam kedua putusan itu, kesalahan (mens rea) korporasi dinyatakan terbukti sehingga dikenai pertanggungjawaban pidana. Kajian ini difokuskan pada cara pembuktian kesalahan korporasi dalam tindak pidana korupsi. Untuk mengurai permasalahan maka kajian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan dua pendekatan yakni pendekatan kasus dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: pertama, dalam menentukan kesalahan korporasi, menitikberatkan pada kesalahan yang dilakukan oleh pengurus korporasi, seperti direktur. Sehingga kesalahan direktur adalah juga sebagai kesalahan korporasi. Kedua, bila dikaitkan dengan teori pertanggungjawaban pidana korporasi maka majelis hakim pada dua perkara korupsi tersebut telah mengadopsi teori identifikasi. Ketiga, perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara dan dilakukan oleh direktur sebagai pengurus dianggap sama dengan yang dilakukan oleh korporasi. Keempat, mengenai sanksi pidana pokok, dalam dua putusan a quo adalah sama yakni pidana denda. Kelima, dalam putusan PT GJW selain pidana pokok, korporasi juga masih dikenai pidana tambahan berupa penutupan seluruh atau sebagian perusahaan. Sedangkan dalam putusan PT CND tidak ada sama sekali sanksi pidana tambahan yang dikenakan kepada terdakwa. Keenam, kedua putusan tersebut, tidak memuat pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti, padahal sebagaimana diketahui bahwa salah satu cara memulihkan kerugian keuangan negara adalah melalui pidana pembayaran uang pengganti."
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi, 2018
364 INTG 4:2 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Adami Chazawi
Bandung: Alumni, 2006
345.023 ADA h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Elwi Danil
"Di dalam Garis-garis Besar Haluan Negera (GBHN) di tegaskan antara lain, bahwa pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materil dan spiritual berdasarkan Pancasila. Namun pada kenyataannya untuk menuju dan meraih city-cita yang mulia tersebut pemerintah dan masyarakat Indonesia dihadapkan pada berbagai permasalahan. Salah sate masalah yang menjadi kendala di dalam konteks pembangunan nasional itu adalah masalah korupsi yang terus berkecamuk, sehingga dana-dana yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat banyak, telah berpindah ke kantong para koruptor."
Depok: Universitas Indonesia, 1991
T19180
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Politik hukum kebijakan legislasi terhadap delik korupsi dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ditujukan terhadap kesalahan pelaku maupun terhadap harta benda pelaku yang diduga berasal dari korupsi. Pemakaian jalur kepidanaan dan keperdataan secara bersama-sama terhadap kepemilikan harta kekayaan pelaku tindak pidana korupsi dengan melalui mekanisme pembalikan beban pembuktian pada hakikatnya diperkenankan dan telah ada justifikasi teorinya yaitu dalam Pasal 31 ayat (8) dan Pasal (35) huruf b Konvensi Anti Korupsi UNCAC 2003. Penggunaan mekanisme pengembalian beban pembuktian dalam kasus kepemilikan harta kekayaan seseorang yang diduga kuat berasal dari tindak pidana korupsi atau pencucian uang dimaksudkan untuk menempatkan seseorang dalam keadaan semula sebelum yang bersangkutan memiliki harta kekayaan dimaksud. Untuk itu yang bersangkutan harus dapat membuktikan asal usul harta kekayaan yang diperolehnya."
JLI 8:2 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
M. Akil Mochtar
Jakarta: Mahkamah Konstitusi, 2009
345.023 AKI p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Deasy Selpamorita
"Tindak pidana korupsi di Indonesia yang semakin marak terjadi, dengan berkembangnya modus tindak pidana korupsi kini tidak hanya menyangkut subjek hukum orang-perseorangan saja tetapi juga menyangkut korporasi sebagai subjek hukum yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidananya. Adapun pertanggungjawaban pidana korporasi dapat dimintai kepada pengurus korporasi, korporasi, atau pengurus dan korporasi. BUMN merupakan salah satu bentuk dari korporasi, sehingga apabila korporasi terlibat dalam tindak pidana korupsi sudah seharusnya dapat dimintai pertanggungjawaban pidananya. Namun yang menjadi permasalahan dalam hal ini adalah ketika berbicara mengenai keuangan atau kekayaan BUMN yang dianggap sebagai keuangan negara, seperti yang dinyatakan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 48/PUU-IX/2013 dikaitkan dengan adanya kerugian negara yang terjadi dalam tindak pidana korupsi. Permasalahan tersebut terletak pada bagaimana pemenuhan unsur kerugian keuangan negara dan pertanggungjawaban pidana dan mekanisme penerapan pidana denda dan pidana tambahan yang berupa pembayaran uang pengganti oleh BUMN itu sendiri. Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah Normatif dengan menggunakan pendekatan undang-undang dan konseptual. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa dengan adanya penyatuan keuangan BUMN sebagai keuangan negara maka BUMN selaku korporasi tidak dapat memenuhi unsur merugikan keuangan negara dalam tindak pidana korupsi dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana korupsi, ketika perbuatan korupsi tersebut menguntungkan BUMN. Selain itu dengan menyatukan keuangan BUMN sebagai keuangan negara maka untuk mendapatkan pertanggungjawaban pidana terhadap BUMN akan menjadi sulit terkait tindak pidana korupsi, mengingat pidana pokok yang dapat dibebankan terhadap korporasi hanya pidana denda.

Corruption in Indonesia are increasingly prevalent, with the development of the mode of corruption now not only concerning individual as legal subjects but also concerning corporations as legal subjects who can be asked for criminal liability. The corporate criminal liability can be asked to administrators of corporations, corporations, or administrators and corporations. SOEs is a form of corporation, so if a corporation was involved in a crime of corruption it should be able to be asked for criminal liability. However, the problem in this case is when talking about budgets or SOEs assets that are considered as state budgets, as stated in the Constitutional Court Decision Number 48/PUU-IX/2013 associated with state losses that occur in criminal acts of corruption. The problem repose in how to fulfill the element of state budgets losses and criminal liability and the mechanism of the application of criminal penalties and additional crimes in the form of payment of substitute money by the SOE itself. In this study, the type of research used is normative using a legal and conceptual approach. The results of the study concluded that with the union of state-owned budgets as state budget, SOEs as corporations cannot fulfill the detrimental state finances element in criminal acts of corruption in Article 2 and Article 3 of the Corruption Act, when such corruption benefits SOEs. In addition, by integrating state-owned budget as state budgets, obtaining criminal liability against SOEs will be difficult in relation to corruption, given that the principal crimes that can be imposed on corporations are only forfeit."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53741
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suoth, Nophy Tennophero
"ABSTRAK
Dewasa ini peranan dan aktivitas korporasi sangat strategis. Tidak jarang dalam
praktiknya korporasi dapat menjadi sarana untuk melakukan kejahatan dan
memperoleh keuntungan dari hasil kejahatan. Tesis ini membahas mengenai latar
belakang penetapan korporasi sebagai subyek tindak pidana dalam UU No. 31
Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, proses penuntutan
pidana terhadap korporasi, kendala-kendala dalam penegakan hukum pidana
terhadap korporasi dalam perkara tindak pidana korupsi dan upaya mengatasi
kendala-kendala tersebut serta evaluasi terhadap jenis pidana denda terhadap
korporasi dalam UU tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif
yang didukung penelitian empiris. Sedangkan analisis hasil penelitian dilakukan
dengan menggunakan data sekunder sebagai data utama dan data primer sebagai
data pendukung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tuntutan dan penjatuhan
pidana hanya terhadap pengurus korporasi dalam perkara tindak pidana korupsi
dianggap tidak adil sementara terhadap korporasinya tidak dilakukan penuntutan
pidana. Secara umum, proses penuntutan pidana bagi subyek tindak pidana
korporasi berlaku sama seperti halnya pada proses penanganan perkara terhadap
subyek tindak pidana perorangan. Namun terdapat hal-hal yang berbeda
khususnya dalam hal mengenai perwakilan korporasi, pencantuman identitas
tersangka/terdakwa, penyusunan konstruksi surat dakwaan dan mengenai
pelaksanaan putusan pidana denda terhadap korporasi. Dalam praktiknya, terdapat
kendala-kendala dalam upaya penegakan hukum pidana terhadap korporasi dalam
perkara tindak pidana korupsi yaitu meliputi faktor hukum dan faktor penegak
hukum. Penelitian ini menyarankan perlu adanya perubahan pola pikir dan pola
tindak dari aparat penegak hukum untuk melakukan penuntutan pidana terhadap
korporasi dalam perkara tindak pidana korupsi dan pentingnya upaya
pembaharuan undang-undang tindak pidana korupsi yang meliputi materi
termasuk jenis pidana terhadap korporasi maupun hukum formilnya.

ABSTRACT
Today, the role and the activity of the corporation are very strategic, not rare in
practice the corporation could become means of carrying out the crime and
obtaining the profit from results of the crime. This thesis throughly overview it
backgrounds of appointment of corporation as a subject of criminal law in UU No.
31/1999 and revised with UU No. 20/2001, criminal prosecution of corporation,
obstacles and obvious hindrances in prosecuting corporation in infringement of
corruption crimes with any effort to overcome such prosecute obstacles as well as
evaluation of corporate criminal fine applied within the acts. This research
represents normative juridical research using secondary data as primary data and
primary data as supporting data. Research conclusion has indicated that
prosecutions and criminal penalties to corporate managements considered as
unfair without placing related corporation as a mutual subject of prosecution. In
general, prosecute process for corporate crime subject is identical with prosecute
process of personal crime. However, there are some dissimilarity, particularly
with regards to corporation representation, identity exposure of defendant,
configuration of allegation letter and concerning implementation of fine against
corporation. In practical matters, there are apparent obstacles within the law
enforcement process in corruption criminal cases by corporation namely the legal
factor and the law enforcer factor. This research recommended need the existence
of the change in the pattern thought and the pattern of the act from the upholder's
apparatus of the law to carry out the criminal demanding against the corporation
in the case of the criminal act of corruption and the importance of criminal efforts
of corruption that cover material including the criminal kind against the
corporation and his formal law of reform of act regulations."
2009
T37288
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Universitas Indonesia, 2000
S21988
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>