Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 186389 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muchamad Wahyu Trinugroho
"ABSTRAK
Curah hujan merupakan salah satu faktor penting dalam aliran limpasan. Jumlah dan sebaran stasiun curah berperan dalam analisis transformasi aliran limpasan dalam suatu model hidrologi, maka analisis data hujan perlu dilakukan secara teliti. Namun, dalam suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) memiliki jumlah dan sebaran stasiun yang bervariasi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis seberapa besar pengaruh jumlah dan sebaran stasiun terhadap hujan transfromasi dalam bentuk aliran limpasan menggunakan model hidrologi, HEC‐HMS. Lokasi kajian di DAS Mae Chaem Thailand Utara seluas 3.826 km2. Model HEC HMS digunakan untuk kalibrasi parameter model curah hujan limpasan dengan menggunakan keseluruhan stasiun hujan yang ada sejumlah 13 stasiun (kondisi 1), dengan menggunakan curah hujan wilayah metode polygon thiessen. Untuk penyederhanaan, parameter terkalibrasi sebagai input untuk simulasi 6 stasiun hujan dengan nomor stasiun 1, 2, 5, 8, 11, dan 13 (kondisi 2), dan 3 stasiun hujan dengan 3 posisi stasiun yang berbeda (kondisi 3, 4, dan 5). Hasil penelitian menunjukkan kalibrasi dari 13 stasiun mempunyai kriteria sangat baik dengan nilai Nash koefisien 0,826. Setelah dilakukan simulasi, kondisi 2 memberikan hasil yang paling baik mendekati nilai pengamatan, dengan R2 = 0,927, sedang nilai korelasi paling rendah kondisi 5 (nomor stasiun 1, 6, dan 11), R2 = 0,795. Sedangkan dari hasil debit hidrograf, kondisi 1 lebih tinggi daripada kondisi 2, baik pola maupun debit puncaknya. Hasil lain menunjukkan simulasi debit puncak kondisi 3 (nomor stasiun 2, 5, dan 13) memiliki overestimate terhadap debit observasi sedang kondisi 5 menunjukkan hasil underestimate terhadap debit observasi. Secara kesuluruhan hasil simulasi telah memenuhi persyaratan Nash, sedang hasil yang paling baik pada simulasi dengan 6 stasiun (kondisi 2). Dengan demikian jumlah dan posisi stasiun curah hujan memberikan pengaruh dalam pemodelan curah hujan limpasan di Sungai Ping, DAS Mae Caem."
Bandung: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2018
551 JSDA 14:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bernardinus Realino S
"Rice fields located in Citarum Hilir watershed of Karawang district are more and more affected by growth of residential and industrial areas. This resulted in the need to have supporting rice fields elsewhere including in the upstream region. ln Citarum Hulu watershed, 19,5% fiom the existing rice fields is non-irrigated with 32,l9% of population work in the agriculture sector. But productivity of' non-irrigated rice fields of Citanim Hulu watershed is still low, which is below 25 kwintal/ha. One of the efforts to increase its productivity is to look at the local climate model. The low productivity may also be caused by factors such as slope and altitude, which are used as variables in Wilayah Tanah Usaha (WTU). Sandy (1985) wrote that growth and death of any plant in Indonesia depend on water. Awarding to Chang (1968) every process in a plant is affected by water. Furthermore, FAO believed that the growth requirement of a rice plant is also depended on water availability. Mohr, Schimdt-Ferguson, and Oldeman made climate classifications based on rainfall in relation with plant needs of irrigation. Spatial climate model and planting time/season are important factors in management of non-irrigated rice fields in Citarum Hulu watershed. These rice fields are nou-unifonnly found in the center down to the south. Rice production varies from 22 to 4l kw/ha where the majority produces 30-40 kw/ha. Productivity model for the northem part is varied, and to the south is more stable with productivity of 30-40 kw/ha. The annual average rainfall in Citarum Hulu watershed is 1770-3458 mm/yr where the majority of the region has in the range of 2000-3000 mm/yr. Maximum monthly rainfall is 558 mm and a minimum of 6 mm on average. Rainfall is high in the months of November to April and dry period is fiom June to August. Mol-rr?s climate classification is around class III - Vb where the majority is in class III-IV. Schmidt-Ferguson?s climate classification for this area is type C to type A, where the majority is in the wet type (A). 0Ideman?s climate classification varies from D3 to Bl where the majority ofthe region is in climate group C-B (humid-wet). ln general, climate model for Citarum Hulu watershed is as follows: in the center (around the city of Bandung) is almost always drier than its surrounding areas, specifically in the northem and southem parts that are mountainous. The distribution of non-irrigated rice fields has a strong correlation with the annual rainfall model of Schimdt-Ferguson and Oldeman, because as an area has more precipitation there tend to be non-irrigated rice fields. But it is not true with Mohr climate. A strong correlation in productivity of non-irrigated rice fields with rainfall model, Mohr, Schmidt-Ferguson, and Oldeman climate models mean that as a region receives more precipitation then 'there is a tendency of higher rice productivity. But there is also a tendency that if an area is extremely wet, the productivity will decrease. Planting season in the Citarum Hulu watershed is from October and May with 4 planting time models: October/February, October/March, November/March, and December/April. In the November/March, planting time is dominant in almost all of the watershed area. Part of the non-irrigated rice fields in Citarum Hulu watershed are still according to the WTU conception, that is 65,87%, which the majority is in the center. As for the rest of this region, they should be converted into protected forest areas (especially in the south) and hard plant agriculture (in the cast). Keywords: DAS Citarum Hulu, non-irrigated rice fields, rainfall, climate model, Mohr, Schmidt-Ferguson, Oldeman, WTU conception, planting time."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2001
T6376
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dedet Hadjarati
"Jumlah curah hujan yang tinggi sering dikaitkan dengan terjadinya bencana banjir dan atau longsor. Dalam hal ini hujan dianggap sebagai salah satu faktor yang menyebabkan bencana tersebut selain faktor kondisi daerah terjadinya bencana itu sendiri. Berdasarkan hal tersebut, dalam penulisan ini ingin diketahui mengenai distribusi hujan dengan jumlah curah tinggi di daerah aliran Ci Manuk. Adapun yang menjadi permasalahan dalam lisan ini ialah: Pertama, bagaimanakah distribusi frekuensi hujan dengan jumlah curah tinggi yang terjadi di daerah aliran Ci Manuk. Kedua, bagaimanakah fluktuasinya dari bulan Januari sampai Desember. Ketiga, apakah ada perbedaan frekuensi hujan dengan jumlah curah tinggi pada tempat-tempat yang mempunai perbedaan ketinggian dan bentuk medan (arah lereng). Untuk menjawab permasalahan tersebut diajukan hipotesa; Pertama frekuensi turunnya hujan dengan jumlah curah tinggi yang tinggi pula terjadi pada tempat-tempat yang mendapatkan curah rata-rata tahunan yang tinggi. Kedua, hujan dengan jumlah curah tinggi terjadi pada bulan-bulan musim penghujan. Ketiga, perbedaan besarnya frekuensi turunnya hujan dengan jumlah curah tinggi dengan ketinggian, dimana semakin tinggi suatu tempat frekuensinya semakin tinggi. Yang dimaksud dengan hujan dengan jumlah curah tinggi adalah, jumlah curah hujan dalam satu hari yang lebih dari 30, 50, 80, 100, 150 dan 200 milimeter. Penetapan ini berdasarkan batasan yang dibuat oleh Byung Kon Lee terhadap keadaan di Korea dimana jika hujan dalam satu hari lebih dari 30 mm kemungkinan menyebabkan banjir, dan lebih dari 50 mm menimbulkan kerusakan akibat banjir. Adapun data hujan yang digunakan adalah periode data tahun 1912 sampai 1941 dan 1971 sampai 1985 dengan catatan hujannya yang ada sama atau lebih dari 5 tahun. Setelah data hujan per hari diklasifikasikan ke dalam kategori lebih dari 30 mm sampai lebih dari 200 mm dan dipetakan, kemudian dikorelasikan (baik dengan metode superiraposed peta maupun dengan korelasi statistik) dengan variabel curah hujan tahunan."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochammad Mahdi
"Curah hujan merupakan salah satu unsur iklim yang sangat bervariasi terhadap ketinggian dalam distribusi spasial dan temporalnya. Distribusi curah hujan spasial dan temporal didapatkan dari radar cuaca dan stasiun observasi. Melalui pemetaan spasial dan temporal penelitian ini akan mengungkapkan perbandingan distribusi curah hujan antara radar cuaca dengan stasiun observasi curah hujan terhadap ketinggian.
Hasil pengolahan data menunjukan distribusi curah hujan terbanyak pada ketinggian 500-1.000 mdpl dimana semakin tinggi ketinggian tempat maka distribusi curah hujannya semakin menurun baik dari hasil radar cauca maupun stasiun observasi. Analisis temporal memberikan hasil kesamaan waktu kejadian curah hujan tertinggi dari radar cuaca dan stasiun observasi pada pukul 12:00 sampai 18:00.

Rainfall is one of the climate element that highly variable from elevation in spatial and temporal distribution. The spatial and temporal rainfall distribution obtained from weather radar and observation stations. This research will reveal rainfall distribution comparison between weather radar with rainfall observation station of elevation. Through spatial and temporal mapping of.
The results of data processing shows rainfall distribution at an altitude 500-1.000 meters above sea level where the higher altitude of the distribution of rainfall decreases both from the weather radar and observation stations. Temporal analysis provides results in common occurrence time of the highest rainfall weather radar and weather observation station at 12:00 to 18:00.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kuswantoro
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
S34015
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochammad Mahdi
"Curah hujan merupakan salah satu unsur iklim yang sangat bervariasi terhadap ketinggian dalam distribusi spasial dan temporalnya. Distribusi curah hujan spasial dan temporal didapatkan dari radar cuaca dan stasiun observasi. Melalui pemetaan spasial dan temporal penelitian ini akan mengungkapkan perbandingan distribusi curah hujan antara radar cuaca dengan stasiun observasi curah hujan terhadap ketinggian.
Hasil pengolahan data menunjukan distribusi curah hujan terbanyak pada ketinggian 500-1.000 mdpl dimana semakin tinggi ketinggian tempat maka distribusi curah hujannya semakin menurun baik dari hasil radar cauca maupun stasiun observasi. Analisis temporal memberikan hasil kesamaan waktu kejadian curah hujan tertinggi dari radar cuaca dan stasiun observasi pada pukul 12:00 sampai 18:00.

Rainfall is one of the climate element that highly variable from elevation in spatial and temporal distribution. The spatial and temporal rainfall distribution obtained from weather radar and observation stations. This research will reveal rainfall distribution comparison between weather radar with rainfall observation station of elevation. Through spatial and temporal mapping of.
The results of data processing shows rainfall distribution at an altitude 500-1.000 meters above sea level where the higher altitude of the distribution of rainfall decreases both from the weather radar and observation stations. Temporal analysis provides results in common occurrence time of the highest rainfall weather radar and weather observation station at 12:00 to 18:00.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S62163
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1994
S33487
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Winarni
"Curah hujan merupakan unsur iklim yang sangat variabel, balk
dalam sekala ruang dan waktu. Selain berdasarkan ruang dan
waktu, curah hujan juga bervariasi dengan nilai rata-ratanya.
Seiisih antara jumiah curah hujan atau frekuensi hari hujan
dengan niiai rata-ratanya disebut variabilita.
Maksud dari penulisan mi ada].ah untuk mengungkapkan gainbaran
variabilita curah hujan dan frekuensi hari hujan dan kaitarinya
dengan nilai rata-rata, serta untuk mengetahui perbandingan
antara kedua variabilita mi di Daerah Aliran Kali
Serayu, Jawa Tengah.
Permasalahan dalani penelitian mi adalah:
1. Bagaitnana distribusi juinlah curah hujan dan frekuensi
hari hujan berdasarkan periode bulanan dan tahunan ?
2. Bagaimana kaitan antara variabilita curah huj
frekuensi hari hujan dengan nhlal rata-rata pada
bulanan dan tahunan ?
3. Bagaimana perbandingan antara variabilita curah
dengan variabiiita frekuensi hari hujan di Daerah
Kali Serayu ?
Metode analisis yang digunakan adaiah anaiisa korelasi peta
dibantu dengan graf 1k, yaitu korelasi peta-peta curah hujan
dan frekuensi hari hujan dengan ketinggian dan variabiiitanya.
Pembuatan graf 1k untuk melihat perbandingan antara
variabilita curah hujan dengan vaniabilita frekuensi han
hujan.
Berdasarkan hasil analisa dapat diketahui bahwa
Wiiayah curah hujan tertinggi dan frekuensi hari hujan tertinggi
terdapat pada ketinggian di atas 100 meter dpi.
Wiiayah curah hujan terendah terdapat pada ketinggian kurang
dari 1000 meter dpi dan pada ketinggian lebih dari 2000
meter dpi di lereng Gunung Prahu-Gunung Sundoro. Sedangkan
wilayah frekuensi hari hujan terendah terdapat pada ketinggian
kurang dari 100 meter dpi. Jumiah curah hujan dan frekuensi hari hujan tertinggi umunrnya jatuh pada bulan
Desember, sebagian pada bulan Januari. Sedangkan jumlah
terendah uinumnya pada bulan Agustus.
Kaitan variabilita curah hujan dan frekuensi hari hujan
dengan nilai rata-rata umumnya berbanding terbalik. Tetapi
ada juga yang berbandthg lurus, seperti di wilayah Titnur DAS
untuk curah hujan tahunan. Dan di wilayah Barat Laut DAS
untuk frekuensi hari hujan bulan Agustus, dan di wilayah
tengah DAS untuk frekuerisi hari hujan tahunan.
Variabilita frekuensi hari hujan umuxnnya lebih rendah dibandingkan
dengart variabilita curáh hujan."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1996
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sabar
"
ABSTRAK
Curah hujan merupakan unsur iklim yang sangat bervariasi,baik dalam sekala ruang maupun waktu. selain berdasarkan ruang dan waktu, curah hujan juga bervariasi dengan nilal rata-ratanya. Perbedaan antara jumish curah hujan atau frekuensi dengan nilai rata-ratnya disebut variabilita. Kajian variabilita hujan dalam ruang lingkup DAS akan lebih bermanfaat bagi manusia, terutama untuk mengetahui hubungan antara klimatologi, hidrologi dan keadaan lokal. Selain itu dari segi praktisnya, informasi mengenal variabilita dinilai penting bagi segi pertanian terutama di wilayah-wilayah yang suplai airnya marjinal, sehingga deviasi hujan yang sedikit saja akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.
Jawa dan terletak di dua propinsi, yaitu Jawa tengah dan Jawa timur. Dilihat dari jumlahnya, Daerah aliran Bengawan Solo menerima curah hujan yang relatif cukup besar dan dapat dikatakan mencukupi, tetapi curah hüjan yang diterimanya tidak merata dalam arti bervariasi menurut ruang dan waktu.
Adapun permasalahan yang dibahas dalarn tulisan ini adalah : 1. Bagaimana distribusi curah hujan dan frekuensi hari hujan berdasarkan periode bulanan ? 2. Bagaimana variabilita curah hujan dan frekuensi hari hujan pada periode bulanan serta kaitannya dengan nilai rata-ratanya ? (untuk menjawab permasalahan tersebut, dipergunakan kumpulan data hujan dari Regenwaarnemingen th.1916-1940, ketinggian, lereng dan arah angin permukaan. Analisa dilakukan dengan superimpose peta berdasarkan permasalahan yang akan dibahas.
Dari hasil analisa diperoleh hasil sebagai berikut Jumlah curah hujan dan frekuensi hari hujan pada umumnya bertambah besar dengan naiknya ketinggian dan tingkat lereng serta tempat-tempat yang menghadap arah datangnya angin pembawa hujan (eksposure). Jumlah curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari-Februari di ketinggian >500 m dan lereng > 15 %. Sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus-September di ketinggian <500 m dan lereng 0-8%. Hal yang sama juga terjadi pada frekuensi hari hujan.
Kaitan antara variabilita curah hujan dan frekuensi dengan nhlai rata-ratanya pada umumnya benbanding terbalik, yaitu jumlah curah hujan dan frekuensi hari hujan rendah cenderung mempunyai nilai variabilita tinggi dan sebaliknya. Nilal variabilita curah hujan dan frekuensi hari hujan tertinggi tenjadi pada bulan Agustus-September dan terendah pada bulan Januari-Februari.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>