Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 189425 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Cita Fitria Putri
"Partikel halus berukuran ≤ 2,5 µm (PM2,5) diketahui menimbulkan risiko kesehatan terbesar bagi manusia karena kemampuannya untuk masuk jauh ke dalam paru-paru dan bahkan aliran darah. Pekerja di industri pengasapan ikan terus terpapar oleh konsentrasi tinggi PM2,5 yang terkandung dalam asap hasil pembakaran. Asap diketahui mengandung berbagai zat radikal bebas yang dapat memicu stres oksidatif pada organ dan jaringan tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan konsentrasi PM2,5 di lingkungan kerja dengan kadar MDA yang merupakan salah satu biomarker stres oksidatif. Desain studi yang digunakan adalah Cross-sectional. Subyek penelitian adalah pekerja di pengasapan ikan Bandarharjo Semarang sejumlah 104 orang. Pengumpulan data dilakukan melalui pengukuran konsentrasi PM2,5 di udara, pengambilan sampel darah untuk uji kadar MDA, dan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kadar MDA dengan konsentrasi PM2,5 (p=0,007), konsumsi alkohol (p=0,022) dan masa kerja (p=0,019). Konsentrasi PM2,5 di rumah pengasapan skala kecil lebih tinggi dibanding rumah skala sedang dan besar. Sedangkan rata-rata kadar MDA pekerja adalah sebesar 0,996 µg/mL (95% CI 0,869-1,145). Adapun dari hasil Regresi Logistik Ganda diperoleh bahwa pekerja yang terpapar PM2,5 konsentrasi tinggi berisiko 4,433 kali untuk memiliki kadar MDA di atas rata-rata setelah dikontrol oleh variabel IMT, konsumsi alkohol, masa kerja, dan lama kerja. Temuan ini perlu ditindaklanjuti dengan meningkatkan pembinaan kepada pekerja, melakukan perbaikan sirkulasi udara di ruang pengasapan, dan pengaturan jam kerja pekerja, sehingga risiko kesehatan dapat diminimalisasi.

Fine particles with diameter ≤ 2.5 µm (PM2.5) are known to pose the greatest health risk to humans because of their ability to enter deeply into the lungs and even the bloodstream. Workers in the fish smoking industry continue to be exposed to high concentrations of PM2.5 contained in combustion fumes. Smoke is known to contain various free radical substances that can trigger oxidative stress in the organs and tissues of the body. This study aims to analyze the relationship of PM2.5 concentration in the work environment with MDA levels which is one of the biomarkers of oxidative stress. The study design used was Cross-sectional. The research subjects were 104 workers in Bandarharjo fish smoking industry in Semarang. Data collection was carried out through measurements of PM2.5 concentrations in the air, blood sampling for MDA levels, and questionnaires. The results showed a significant relationship between MDA levels and PM2.5 concentrations (p=0.007), alcohol consumption (p=0.022) and years of work (p=0.019). PM2.5 concentrations in small-scale smoke houses were higher than medium and large scale houses. While the average MDA level of workers is 0.996 µg/mL (95% CI 0.869-1.145). As for the results of the Multiple Logistic Regression, it was found that workers exposed to high concentrations of PM2.5 risk 4,433 times to have MDA levels above the average after being controlled by BMI variables, alcohol consumption, years of work, and duration of work. This finding needs to be followed up by increasing coaching to workers, improving air circulation in the smoking room, and regulating workers' working hours, so that health risks can be minimized."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiaraima Sisinta
"Partikulat merupakan partikel yang mengandung padatan mikroskopis atau tetesan cairan yang sangat kecil sehingga dapat terhirup. PM2,5 , partikel debu yang sangat ringan dan berdiameter ukuran < 2,5 µm dan mampu menembus hingga ke alveolus bahkan dapat melewati penghalang pernapasan dan memasuki sistem peredaran darah, sehingga dapat menyebar ke seluruh tubuh (Feng et al.2016). Malondialdehyde (MDA) merupakan biomarker dari oxidative stress yang dapat terjadi di tubuh. (Grotto et al, 2006). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kejadian oxidative stress melalui pengukuran MDA dalam urin akibat pajanan PM2,5.
Metode penelitian ini mengunakan desain cross sectional. Pemilihan sampel menggunakan stratified random sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII sekolah menengah pertama yaitu 68 responden. Pengukuran PM2,5 menggunakan alat HAZ-DUST Epam 5000 dan pemeriksaan kadar MDA dalam urin menggunakan TBARs. Selain itu, dilakukan pemeriksaan kreatinin urin sebagai pembanding kadar MDA.Variabel lain yang diteliti dalam penelitian ini adalah jenis kelamin, status merokok, aktivitas fisik, dan konsumsi suplemen diukur melalui kuesioner sebagai faktor konfounding (perancu).
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata kadar MDA dalam urin pada siswa kelas VIII adalah 32,26 µmol/g kreatinin dan konsentrasi PM2,5 di seluruh area kelas sebesar 29,31 µg/m3. Dalam penelitian ini yang dianalisis lebih lanjut adalah nilai rata-rata lingkungan kelas (gerbang, lapangan, koridor dan kelas) yang telah di ubah dengan Log 10. Berdasarkan uji statistik, PM2,5 tidak menunjukkan adanya hubungan yang signifikan terhadap peningkatan kadar MDA urin setelah dikontrol dengan jenis kelamin, status merokok, aktivitas fisik, dan konsumsi suplemen (p.value=0,573). Disarankan untuk mengukur biomarker oxidative stress lainnya yang mungkin berperan penting dalam pajanan PM2,5.

Particulates Matters 2.5 (PM2.5) are particles contain microscopic solids or liquid droplets which able to be inhaled. PM2.5 is very light dust particle with diameter <2.5 ?m and able to penetrate to the alveolus and even pass through the respiratory barrier, and enter the circulatory system, which can spread throughout the body (Feng et al.2006). Malondialdehyde (MDA) is one of biomarker of oxidative stress in human. MDA is one of the lipid peroxide products which toxic to cells and can be influenced by any agents from environment. The aim of the study is to analyze the concentration of urinary MDA in junior high school students related to PM2.5 exposure.
Research has been doned by cross sectional design with systematic random sampling method. The respondents are 68 students of VIII grade junior high school. PM2.5 is measured by using HAZ-DUST Epam 5000 and urinary MDA levels using TBARs (Spectrophotometry) from some area in the school and MDA is measured by TBARs method from student's urine and controlled by examine the urine creatinine. Other variables like age, sex, smoking status, physical activity, and consumption of supplements have been asking by questionnaires as the confounding factors.
The results showed that average of MDA levels in urine were 32.26 ?mol/g creatinine and the average concentration of PM2.5 in all classroom areas were 29.31 ?g/m3. We also analyzed the average levels of PM2.5 in gate, sport field, corridor and classrooms, which has been transformed with Log 10. Based on statistical test, PM2.5 did not show any significant association between concentration of urinary MDA levels after being controlled by sex, smoking status, physical activity, and supplements (p.value=0.573). For further research, it may be interesting to explore other oxidative stress biomarker that may be play important role in the exposure of PM2.5.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T47991
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luthfia Andayani
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang hubungan konsentrasi PM 2,5 di lingkungan kerja Pengasapan Ikan Bandarharjo, Kota Semarang. Sampel pada penelitian ini adalah pekerja pengasapan ikan Bandarharjo, pengumpulan data terkait fungsi paru dilakukan pengukuran terhadap kapasitas fungsi paru, dan karakteristik pekerja dilakukan dengan wawancara. Sementara pemeriksaan konsentrasi PM 2,5 di lingkungan kerja pengasapan ikan dilakukan pengukuran sampel udara. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional. Hasil penelitian menyebutkan bahwa secara statistik tidak ada hubungan yang signifikan antara konsentrasi PM 2,5 dengan gangguan fungsi paru pekerja pengasapan ikan Bandarharjo, namun secara substantsi disebutkan bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin, status gizi, riwayat penyakit dan status merokok.

ABSTRACT
This thesis discusses the relationship of PM 2.5 concentration at work environment of Bandarharjo Fish Smoked, Kota Semarang. The sample in this study is Bandarharjo fish smoking workers, data collection related to pulmonary function was measured on lung function capacity, and worker characteristics were carried out by interview, and concentration of PM 2.5 in the working environment of fish smoked was measured by air samples. This research is quantitative research with cross sectional design. The results based on statistically there was no significant relationship between PM 2.5 concentration and the pulmonary function of Bandarharjo fish smoked workers, but based on substantially it was stated that there was a relationship between sex, nutritional status, disease history and smoking status."
2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syafran Arrazy
"Benzene dapat secara enzimatik meningkatkan pembentukan Reactive Oxygen Species (ROS) yang mempengaruhi sel-sel dan berakibat kerusakan oksidatif. Malondialdehyde (MDA) merupakan produk akhir peroksidasi lemak dan menjadi salah satu indikator stres oksidatif akibat radikal bebas. S-phenylmercapturic acid (SPMA) menjadi parameter pajanan benzene pada manusia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis asosiasi SPMA terhadap MDA pada pekerja sepatu.
Metode penelitian menggunakan desain studi analitik cross-sectional. Pemilihan sampel mengunakan cluster satu tingkat terhadap industri informal. Jumlah sampel dalam penelitian ini 64 pekerja. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata konsentrasi SPMA adalah 24.63 μg/g kreatinin atau 20 responden (31.2%) memiliki konsentrasi SPMA urin di atas nilai biological exposure index (BEI) (>25 μg/g kreatinin), dan rerata kadar MDA serum pekerja adalah 10.186 μmol/L.
Berdasarkan uji statistik, diketahui ada hubungan signifikan pada konsentrasi SPMA terhadap peningkatan MDA setelah dikontrol dengan faktor umur, lama kerja, status merokok, kebiasaan alkohol, kebiasaan olahraga dan kebiasaan makan sayur dan buah (R2 : 0.133, p-value : 0.039). Studi ini menunjukkan bahwa paparan benzene memberikan efek merugikan pada stres oksidatif pekerja selain oleh umur pekerja.

Benzene can be enzymatically increasing the formation of Reactive Oxygen Species (ROS) that affect the cells and cause oxidative damage. Malondialdehyde (MDA) is the end product of lipid peroxidation and is one indicator of oxidative stress caused by free radicals. S-phenylmercapturic acid (SPMA) be the parameter of benzene exposure in humans. This study aimed to analyze the association SPMA against MDA in shoe workers.
The research method uses design analytic cross-sectional study. Selection of the sample using one level cluster to informal industry. The samples in this study are 64 workers. The results showed that median levels concentration of SPMA is 10.24 mg/g creatinine or 20 respondents (31.2%) had a concentration of SPMA urine above the value of biological exposure index (BEI) (> 25 mg / g creatinine), and median levels of serum MDA workers are 6.38 μmol/L.
Based on statistical test, we know that have a significant association for concentration of SPMA to increase MDA after controlling by age, length of employment, smoking status, alcohol habits, exercise habits and habit of eating vegetables and fruits (R2: 0133, p-value: 0.039). This study shows that exposure to benzene giving adverse effects on oxidative stress in addition to workers by age workers
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T46534
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Zaini Kadhafi
"Atlet melakukan aktivitas fisik secara terus menerus dengan intensitas tinggi. Keadaan ini diduga dapat mencetuskan terjadinya stres oksidatif yang diketahui berperan dalam mekanisme terjadinya beberapa penyakit. MDA diketahui sebagai salah satu marker terjadinya stres oksidatif. Sedangkan aktivitas SOD eritrosit dapat menggambarkan adaptasi sistem antioksidan terhadap latihan.
Tujuan: Mengetahui gambaran kadar MDA plasma dan aktivitas SOD eritrosit saat istirahat pada kelompok atlet sepakbola profesional Indonesia dan pengunjung pusat kebugaran sebagai kontrol.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang dengan subyek kelompok atlet dan kelompok kontrol. Subyek kelompok atlet adalah pesepakbola dari salah satu klub peserta kompetisi sepakbola tertinggi di Indonesia, sedangkan kelompok kontrol dipilih secara acak dari pengunjung salah satu pusat kebugaran di Jakarta. Dari kedua kelompok akan dikumpulkan data karakteristik fisik, kebiasaan olahraga dan tingkat aktivitas fisik, diikuti dengan pengambilan darah untuk mengetahui kadar MDA dan aktivitas SOD, setelah subyek berpuasa 12 jam dan tidak melakukan aktivitas fisik berat (olahraga) sejak 24 jam.
Hasil: Karakteristik fisik kedua kelompok secara statistik tidak berbeda kecuali pada rerata nadi istirahat (P < 0,01). Hasil GPAQ menunjukkan kelompok atlet 100% tergolong tingkat aktivitas fisik tinggi, sedangkan kelompok kontrol hanya 57%. Kadar MDA kelompok atlet lebih tinggi daripada kontrol (P < 0,01), dan aktivitas SOD eritrosit kelompok atlet lebih rendah daripada kontrol (P < 0,05).
Kesimpulan: Kadar MDA plasma lebih tinggi dan aktivitas SOD eritrosit lebih rendah saat istirahat pada kelompok atlet dibandingkan kontrol. Hal ini mungkin disebabkan oleh perbedaan intensitas dan jenis aktivitas fisik yang biasa dilakukan.

Athletes perform continuous physical activity in high intensity. This situation expected to trigger oxidative stress, which is known to play a role in the mechanism of many diseases. MDA is known as one of oxidative stress markers and the activity of erythrocyte SOD illustrates the adaptation of antioxidant system to exercise.
Objective: To determine the plasma MDA level and erythrocyte SOD activity at rest on a group of Indonesian professional football athletes and fitness center visitors as control.
Methods: This is a cross sectional study with athlete and control group. The subject in athlete group were taken from one club participating in highest league of football competition in Indonesia, while the control group was randomly selected from visitors of one fitness center in Jakarta. Data of physical characteristics, exercise habits and physical activity levels, followed by blood sampling after 12-hours fasting and 24-hours refrain from high intensity physical activity (exercise) for 24 hours were collected from both group.
Results: The physical characteristics of both groups were not statistically different, except the resting heart rate of athlete group lower than controls (P < 0.01). The GPAQ analysis showed that the athletes physical activity level are all high, compare to 57% of control group . Mean plasma MDA in athlete group is higher than controls (P < 0.01), and erythrocyte SOD activity in athlete group is lower than controls (P < 0.05).
Conclusion: Plasma MDA were higher and erythrocyte SOD activity were lower in athletes compare to controls, during rest condition. This might be caused by the differences in the intensity and type of their usual physical activity.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Abraham Yakub
"Penelitian ini membahas tingkat karbonil sebagai penanda dari stress oksidatif di ginjal akibat terpapar oleh hipoksia hipobarik akut interminten. Hipoksia hipobarik rentan terjadi kepada penerbang (pilot) yang sering terpapar oleh kondisi ini. Sebagai salah satu organ penting, ginjal rentan terpapar oleh stress oksidatif akibat hipoksia hipobarik. Penelitian ini menggunakan desain eksperimental. Sampel jaringan yang dipakai adalah jaringan ginjal tikus jantan galur wistar. Sampel ini lalu dikelompokkan ke dalam empat perlakuan dengan perbedaan frekuensi paparan hipoksia hipobarik dari hypoxia chamber dan satu kelompok kontrol. Metode Cayman?s Protein Carbonyl Assay yang telah dimodifikasi oleh departemen biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia digunakan dalam percobaan ini. Hasil penelitian menunjukkan adanya tingkat perbedaan karbonil yang bermakna antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol (p<0.05). Bedasarkan hasil pada penilitian ini, dapat disimpulkan terdapat peningkatan stres oksidatif secara signifikan pada keadaan hipoksia hipobarik akut intermiten di jaringan ginjal tikus.

This study discussed about carbonyl concentration level as marker of stress oxidative in kidney due to acute intermittent hypobaric hypoxia exposure. Hypobaric hypoxia is prone to occur in aviators (pilots) who usually expose to this condition. As one of important organs, kidney is prone to be exposed by stress oxidative due to hypobaric hypoxia. This study uses experimental design. The sample used in this study was kidney tissue from male rats wistar. This sample then grouped into four different exposed groups which is differed in frequency of hypobaric hypoxia given in hypoxic chamber and a control group. The method used to measure carbonyl concentration was the method from Cayman's Protein Carbonyl Assay Procedure which then modified by biochemistry department Universitas Indonesia. The result from this experiment revealed that there was a significant difference of carbonyl concentration between exposed and control group (p<0.05). This study concluded that there was a significant increase of stress oxidative in acute intermittent hypobaric hypoxia condition in kidney tissue.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Fatimah
"Indonesia merupakan pemain besar dalam industri sepatu di dunia, yaitu terbesar kelima setelah Cina, India, Vietnam dan Brasil. Perakitan sepatu menggunakan perekat atau lem yang mengandung senyawa organik volatil (diantaranya benzena, toluen, dan xylen)dengan kandungan benzena di dalam lem diketahui mencapai 2%. Benzena dapat masuk secara tidak sempurna dengan cepat ke tubuh manusia dan hewan melalui pajanan. pernafasanpajanan benzena pada manusia terbukti berhubungan dengan berbagai penyakit akut dan parah termasuk kanker dan anemia aplastik. Selain itu benzena dan metabolitnya juga terbukti dalam peningkatan stres oksidatif yang terlihat dari peningkatan malondialdehid (MDA) dan penurunan antioksidan dalam tubuh.
Penelitian ini bertujuan untuk mengindentifikasi konsentrasi benzena di udara tempat kerja dan hubungan antara benzena di dalam tubuh melalui pengukuran biomarker SPhenylmercapturic Acid (S-PMA) terhadap stres oksidatif melalui pengukuran kadar plasma MDA pekerja bengkel sandal/sepatu.
Penelitian ini menggunakan studi crosssectional pada sepuluh bengkel sandal/sepatu di Desa Sukajaya, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor pada Maret-Mei 2018. Jumlah sampel sebanyak 64 pekerja diambil dengan metode total sampling.
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata konsentrasi benzena di udara empat kerja masih dibawah NAB yang ditentukan oleh Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 13 Tahun 2011 yaitu 0,002066 ppm dan tidak ada hubungan yang signifikan antara konsentrasi S-PMA dalam urin terhadap kadar MDA plasma darah. Sementara itu ada hubungan yang signifikan antara variabel kebiasaan olahraga terhadap kadar MDA plasma darah namun tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel konsentrasi status merokok, konsumsi kopi, dan IMT pekerja dengan kadar MDA plasma darah pekerja. Konsentrasi benzena masih dalam batas aman namun tetap harus diminimalisasi karena benzena merupakan zat karsinogenik yang dapat terakumulasi dalam tubuh sehingga diperlukan pencegahan seperti perbaikan ventilasi,pengaturan jam kerja, dan pelarangan merokok saat bekerja.

Indonesia is the fifth largest country with shoe industri in the world, the biggest after China, India, Vietnam and Brazil. Shoe assembly using adhesives or glue that contain volatile organic compounds (such as benzene, toluene and xylen) with benzene content in the glue is known to reach 2%. Benzene can enter imperfectly rapidly into the human body and animals through inhalation exposure, human benzene exposure is shown to be associated with various acute and severe diseases including cancer and aplastic anemia. In addition, benzene and its metabolites are also proven in increased oxidative stress seen from increased malondialdehyde (MDA) and decreased antioxidants in the body.
This study aims to identify benzene concentrations in the air of the workplace and the relationship between benzene in the body through measurement of S-Phenylmercapturic Acid (S-PMA) biomarkers against oxidative stress through measurement of MDA plasma level of sandal / shoe workers.
This study used cross-sectional study on ten shoe workshops in Desa Sukajaya , Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor from March to May 2018. The number of samples as much as 64 workers taken by total sampling method.
The results showed an average concentration of benzene in the air of the workplace is still under the treshold value which determined by Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 13 Year 2011 (0.002066 ppm) and there are no significant relationship between concentrations of S-PMA in urine against the levels of MDA blood plasma. Meanwhile, there is a significant relationship between exercise habit variables against blood plasma MDA level but no significant relationship between variable length of work, smoking status, coffee consumption, and BMI of workers againist blood plasma MDA levels of workers.The concentration of benzene is still below the treshold limit but should be minimized because benzene is a carcinogenic substance that can accumulate in the body so that the preventive action such as improvement of ventilation, regulation of working hours, and a prohibition on smoking at work should be applied.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50056
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Haekal Prastomo
"Introduction
The emerging of chronic kidney disease (CKD) as one of the dominant causes for death and suffering over the past two decades has been concerning. Additionally, increase oxidative stress in urban area and its association with other chronic diseases raising a notion of increase in chronic disease in area with low socio-economic status, namely, urban kampung. Due to that, this research was carried out to find the association between plasma MDA and factors related to decrease renal function in adult urban kampung population.
Method
This is cross-sectional research that used secondary data from participant with age ranging from 30-60 years and living in four area in Jakarta-Tangerang. Participants’ MDA level was measured as an indicator for oxidative stress. Kidney markers including eGFR, urea, and creatinine were also measured.
Results
From 153 participants, high level of oxidative stress was not found and all within normal capacity (0.1−2.9 µmol/L). Overall kidney function using eGFR showed 58.8% normal condition and function and 41.2% with decreased kidney function. Only 1.3% had increased creatinine levels (>1.3 mg/dL), while 51% of participants had increased urea level (>20 mg/dL).
Conclusion
No association between high plasma MDA and decreased kidney marker was found in adult participant of urban kampung area in Jakarta-Tangerang.

Latar Belakang
Meningkatnya angka penyakit ginjal kronik sebagai salah satu penyebab kematian dan penderitaan pasien sangat menghawatirkan. Peningkatan stress oksidatif di wilayah urban dan hubungannya dengan banyak penyakit kronis menyebabkan dugaan peningkatan penyakit kronik di wilayah dengan sosio-ekonomik yang rendah seperti di kampung urban. Oleh karena itu penelitian ini dilaksanakan untuk mencari tahu adanya hubungan asosiatif antara hasil plasma MDA sebagai indikator stress oksidatif dengan penurunan fungsi ginjal.
Metode
Metode penelitian merupakan penelitian potong lintang (cross-sectional) dengan data sekunder yang berasal dari partisipan berumur 30-60 tahun di 4 wilayah kampung kota Jakarta-Tangerang. Partisipan dinilai menggunakan Plasma MDA sebagai indikator stress oksidatif dan penanda fungsi ginjal yaitu eGFR, urea, dan creatinin.
Hasil
Dari 153 partisipan, tidak ditemukan tingkat oksidatif tinggi dan semua berada pada batas normal (0.1−2.5 µmol/L). Hasil kondisi ginjal partisipan menggunakan eGFR terdiri dari 58.8% kondisi ginjal normal dan 41.2% mengalami penurunan funsi ginjal. Hanya 1.3% mengalami kenaikan nilai creatinine (>1.3 mg/dL) dan lebih dari 51% partisipan mengalami kenaikan nilai ureum (>20 mg/dL).
Kesimpulan
Hubungan Asosiatif antara tinggi plasma MDA dan penanda penurunan fungsi ginjal tidak ditemukan pada partisipan dewasa yang tinggal di daerah kampung urban
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Ira Putri Lan
"Merkuri merupakan polutan global yang banyak ditemukan baik alam maupun hasil kegiatan manusia. Salah satu sumber pencemaran terbesar merkuri berasal dari pertambangan emas skala kecil (PESK) yang dilakukan oleh masyarakat. Mekanisme yang tepat dari efek toksik Hg masih belum jelas, namun malondialdehide (MDA) merupakan salah satu biomarker utama yang digunakan untuk mengetahui kejadian stres oksidatif akibat pajanan merkuri.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kejadian stres oksidatif melalui pengukuran MDA plasma darah pada masyarakat yang terpajan merkuri. Metode penelitian ini menggunakan desain cross sectional, pemilihan sampel menggunakan sistem random sampling. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 69 responden yang terdiri dari 18 laki-laki dan 51 perempuan. Pengukuran kadar total merkuri darah menggunakan alat ICP-MS dan pemeriksaan kadar Malondialdehide dengan menggunakan TBARS. Usia, jenis kelamin, pekerjaan, status merokok dan aktivitas fisik diukur menggunakan kuesioner.
Hasil penelitian menunjukkan ratarata kadar merkuri dalam darah masyarakat adalah 11,09 μg/L dan kadar MDA adalah 0,419±0,130 nmol/ml. Berdasarkan uji statistik, kadar merkuri dalam darah manunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan terhadap peningkatan kadar MDA setelah dikontrol dengan usia, jenis kelamin, pekerjaan, status merokok dan aktivitas fisik. Namun, orang dengan kadar merkuri dalam darah >5,8 μg/L memiliki risiko 1,27 kali lebih tinggi untuk mengalami stres oksidatif (dengan kadar MDA >0,419 nmol/ml) dibanding orang dengan kadar merkuri darah < 5,8 μg/L. Untuk penelitian berikutnya disarankan dengan mengukur biomarker stres oksidatif lainnya seperti Superoxyde dismutase (SOD) dan 8-hydroxy-2-deoxyguanosine (8-OHDG).

Mercury is a global pollutant that found in nature or as the result of human activity. One of the largest sources of mercury pollution comes from community related to small-scale gold mining. The proper mechanism of the toxic effects of Hg remains unclear, however, malondialdehyde (MDA) is one of the main exposure which is used to determine the incidence of oxidative stress.
This research aims to analyze the oxidative stress status by measuring the MDA plasma in communities exposed to mercury. This research method using cross sectional design, sample selection used a system random sampling. The number of samples as many as 69 respondents consisting of 18 men and 51 women. Measurement of blood mercury levels used an ICP-MS and checking the levels of malondialdehyde used the TBARS. Age, sex, occupation, smoking status and physical activity was measured using a questionnaire.
The results showed the average of mercury levels in community?s blood was 11,09 μg/L and levels of MDA was 0,419±0,130 nmol/ml. Based on statistical test, the mercury levels in blood showed not significant relationship to the increase of MDA levels after controlled age, gender, occupation, smoking status and physical activity. However, people with blood mercury levels >5,8 μg/L had 1,27 times higher risk to suffer from oxidative stress (with MDA >0,419 nmol/ml) than those with blood mercury levels <5,8 μg/L, For their next study is advisable to measure the biomarkers of oxidative stress such as Superoxyde dismutase (SOD) and 8-hydroxy-2- deoxyguanosine (8-OHDG).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T46557
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Endriana Svieta
"Latar Belakang : Departemen Tenaga Kerja RI menyatakan 90% penyakit kulit akibat kerja di Indonesia adalah Dermatitis Kontak Iritan dan Dermatitis Kontak Alergi. Dermatitis Kontak Iritan menempati urutan teratas, yaitu 80%. Penelitian di Iran, tahun 2006 menyatakan bahwa 22 % dari 150 pekerja semen terkena dermatitis kontak. Juga penelitian di Jakarta, tahun 2008 bahwa proporsi kepositifan uji tempel terhadap kromium heksavalen pada pekerja pabrik semen sebesar 17,14%.
Tujuan : Menentukan apakah khromat dalam kandungan semen merupakan penyebab tersering terjadinya dermatitis kontak pada pekerja bangunan terpajan semen.
Metode : Penelusuran literatur dilakukan melalui PubMed dan Google Scholar. Seleksi pertama dilakukan dengan menelusuri artikel sesuai kata kunci. Dari Pubmed didapatkan 22 artikel dan melalui Google Scholar didapatkan 26 artikel. Berikutnya dilakukan skrining berdasarkan judul dan abstrak, kriteria inklusi dan eksklusi, kemudian dilakukan dengan melihat teks penuh dan didapatkan 3 artikel yang relevan dan paling sesuai mendekati PICO dan menjawab pertanyaan klinis, yaitu penelitian Bour-Jr , et al; Wong SS, et al dan Uter, et al.
Hasil : Setelah dilakukan penelusuran dari tiga artikel, yang paling relevan dan cukup valid diperoleh hanya dua artikel. Berdasarkan penelitian Wong SS, et al di Singapura didapatkan OR 1,87 dan p < 0.0001, dan penelitian Uter, et al.di Jerman didapatkan OR 39,1, 95% CI 21,1-79,6. Dari segi validitas, studi ini cukup valid. Studi berupa cross sectional. Pada studi ini tidak ada follow up, tetapi data complete dan long enough. Number needed to harm (NNH) pada penelitian Wong SS, et al 13.7 dan Uter, et al adalah 6.17
Kesimpulan : Pada pasien ini, khromat dalam kandungan semen dapat menimbulkan terjadinya dermatitis kontak alergika, namun masih kurang bukti untuk menjawab pertanyaan klinis karena hanya dua studi yang dianggap relevan dan cukup valid. Desain cross-sectional bukan desain terbaik untuk membuktikan suatu hubungan sebab akibat. Untuk penelitian etiologic yang terbaik adalah case control atau cohort.

Background: The Ministry of Manpower Indonesia said that 90% of occupational skin disease in Indonesia is Contact Dermatitis Irritant and Allergic Contact Dermatitis. Irritant Contact Dermatitis tops, namely 80%. Research in Iran, in 2006 stated that 22% of 150 workers exposed to cement contact dermatitis. Also research in Jakarta, in 2008 that the proportion of patch test positivity to hexavalent chromium in cement factory workers was 17.14%
Objective: To determine whether chromate in cement content is the most common cause of contact dermatitis in construction workers exposed to semen.
Methods : The literature search conducted through PubMed and Google Scholar. The first selection is done by tracing the corresponding article keywords. Pubmed obtained from 22 articles through Google Scholar obtained 26 articles. Next screened based on titles and abstracts, inclusion and exclusion criteria, then done by looking at the full text and relevant articles obtained 3 and the most appropriate approach and answer the PICO clinical question, the research Bour-Jr, et al; Wong SS, et al and uter, et al.
Results: After a search of three articles, the most relevant and valid enough obtained only two articles. Based on the research of SS Wong, et al in Singapore earned OR 1.87 and p <0.0001, and research Uter, et al.in Germany obtained OR 39.1, 95% CI 21.1 to 79.6. In terms of validity, this study is quite valid. These design studies are cross sectional studies. In this study there was no follow-up, but the data complete and long enough. Number needed to harm (NNH) to study SS Wong, et al is 13.7 and Uter, et al is 6.17.
Conclusions: In this patient, chromate in cement content can cause allergic contact dermatitis, but still lack the evidence to answer the clinical question because only two studies were considered relevant and reasonably valid. Cross-sectional design is not the best design to prove a causal relationship. For etiologic research the best design is case control or cohort.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>