Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 160832 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hasibuan, Aditya Halomoan
"ABSTRAK
Pada penyelenggaraan jasa fintech kerap ditemukan pelanggaran terkait perlindungan data pribadi, sehingga perlu adanya penerapan dari sertifikat keandalan dalam perlindungan data pribadi untuk melindungi hak dari pengguna jasa dan masyarakat secara umum. Penelitian ini membahas tentang pengaturan perlindungan data pribadi dalam UU ITE dan PP 82/2012, penerapan penggunaan sertifikasi keandalan untuk perlindungan data pribadi, serta penerapan penggunaan sertifikasi keandalan di Indonesia dalam penyelenggaraan jasa fintech.Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang menggunakan sumber data sekunder. Indonesia sampai saat ini belum memiliki lembaga atau otoritas yang berwenang untuk memastikan controller dan processor untuk patuh terhadap regulasi yang ada seperti Supervisory Authority di Eropa ataupun FTC di Amerika Serikat. Penggunaan sertifikat keandalan oleh pelaku usaha dapat memastikan praktik usaha yang dilakukannya terkait data pribadi tidak melanggar regulasi yang ada dengan bantuan pihak ketiga yang menerbitkan sertifikat tersebut. PP 82/2012 belum membahas terkait akreditasi Lembaga Sertifikasi Keandalan yang berfungsi melakukan sertifikasi terhadap penyelenggara jasa fintech termasuk terkait perlindungan data pribadi penggunanya. Dalam penyelenggaraan jasa fintech, perlindungan data pribadi juga diatur dalam peraturan khusus baik dari Otoritas Jasa Keuangan ataupun Bank Indonesia. Mekanisme sertifikasi keandalan ini akan berjalan secara efektif apabila regulasi yang ada dapat mengatur pelaksanaannya secara jelas dan komprehensif, sedangkan regulasi mengenai sertifikasi keandalan yang berlaku di Indonesia saat ini belum mengatur secara jelas sehingga sertifikasi keandalan di Indonesia belum diterapkan secara efektif. Oleh karena itu, Pemerintah perlu mengatur mengenai sertifikasi keandalan dengan lebih jelas, terutama mengenai prosedur pendirian dan akreditasi dari lembaga Sertifikasi Keandalan untuk melindungi hak privasi masyarakat.

ABSTRACT
In practice, fintech businesses often do activities that are against the protection of personal data. Therefore, implementation of sertifikat keandalan (certification) becomes necessary in protecting personal data, in order to protect the rights of users of fintech services as well as society in general. This research discusses about the regulation concerning the protection of personal data under the Electronic Information and Transaction Law (UU ITE) and Government Regulation (PP) 82/2012, the implementation of sertifikat keandalan (certification) to protect personal data, as well as the implementation of sertifikat keandalan (certification) in Indonesia in conducting fintech businesses. This research is normative juridical research utilizing secondary source of data. Indonesia to this day is yet to have an institution authorized to ensure both controller and processor are compliant to the prevailing regulation, such as Supervisory Authority in Europe or FTC in the US. Aside from that, UU ITE and PP 82/2012 stipulates that violation against laws concerning protection of personal data is punishable with administrative, civil, as well as penal sanctions. The use of sertifikat keandalan (certification) by business entities could make sure that they do not violate regulations regarding protection of personal data, with the help of a third party issuing such certificate. PP 82/2012 is yet to address the issue of accreditation of Lembaga Sertifikasi Keandalan (Certification Body) which functions to do certification towards fintech businesses, in matters including protection of its users' personal data. In conducting fintech services, protection of personal data is also regulated under special regulations such as regulations of Financial Service Authority (POJK) and regulation of Bank of Indonesia (BI). Mechanism of sertifikasi keandalan (certification) will run effectively with the existence of clear and comprehensive regulations. However, the existing regulations concerning sertifikat keandalan (certification) in Indonesia is yet to regulate as clearly, thus sertifikasi keandalan (certification) in Indonesia is yet to be implemented effectively. Therefore, the Government of Indonesia needs to regulate sertifikasi keandalan (certification) more clearly, especially regarding the procedures of establishment and accreditation of Lembaga Sertifikasi Keandalan (Certification Body) to protect privacy rights of the people."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Fahru Rozi
"ABSTRAK
Indonesia memiliki potensi sebagai pasar digital terbesar di Asia. Hal tersebut didukung dengan meningkatnya jumlah pengguna internet dalam dekade belakangan ini. Survey
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menyebutkan bahwa pengguna internet di Indonesia berada pada jumlah lebih kurang 140 juta jiwa. Namun, semakin
berkembangnya ekonomi digital dalam bentuk platform digital diiringi dengan makin banyaknya kasus pelanggaran, terutama terkait dengan perlindungan data. Penelitian ini akan membahas tentang bagaimana penyedia platform fintech melindungi data pribadi penggunanya. Penelitian ini bersifat kualitatif yang dilakukan dengan melakukan observasi dokumen dan wawancara terhadap perwakilan dari PT ABC, sebagai tempat studi kasus, untuk mengetahui langkah-langkah yang sudah dilakukan untuk melindungi data pribadi pengguna. Hasil observasi dan wawancara tersebut nantinya dijadikan bahan untuk evaluasi dengan mengacu kepada prinsip perlindungan data pribadi lembaga internasional dan regulasi tentang perlindungan data pribadi di Indonesia. Hasilnya
adalah PT ABC memiliki kepatuhan terhadap prinsip perlindungan data pribadi dari dua
lembaga internasional. Namun, belum semua kriteria perlindungan data pribadi yang
terdapat pada regulasi di Indonesia mereka patuhi. Hal tersebut menunjukkan bahwa
startup fintech lebih mematuhi aturan dari sektor pengawas terkait daripada aturan dari
pemerintah. Salah satu hal adalah kurangnya informasi tentang aturan pemerintah terkait
perlindungan data pribadi yang diterima oleh pelaku startup fintech.

ABSTRACT
Indonesia has the potential as the largest digital market in Asia. This is supported by the increasing number of internet users in the past decade. The survey of the Indonesian. Internet Service Providers Association (APJII) states that internet users in Indonesia are
around 140 million people. However, the growing digital economy in the form of platforms was accompanied by the increasing number of violation cases, mainly related
to data protection. This research will discuss how fintech platform providers protect their personal data. This research is qualitative in nature by conducting document observations and interviews with representatives from PT ABC, as a case study, to find out the steps
that have been taken to protect the user's personal data. The results of the observations and interviews will be used as material for evaluation by referring to the principle of protecting the personal data of international institutions and regulations regarding the
protection of personal data in Indonesia. The result is PT ABC has compliance with the principle of protecting personal data from two international institutions. However, not all criteria for protecting personal data contained in regulations in Indonesia are compliant.
This shows that fintech startups are more compliant with the rules of the relevant supervisory sector than the government rules. One thing is the lack of information about government regulations regarding the protection of personal data received by fintech startups."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Samosir, Michael Bonardo Josua
"Data pribadi adalah konsep yang berasal dari kata ‘privasi’ dan kata ‘data’. Data pribadi berasal dari konsep tersebut karena adanya kemungkinan untuk mengidentifikasi seorang individu atau beberapa individu dengan beberapa data yang sudah didapatkan atau melalui riset mengenai orang tertentu yang dapat diidentifikasi nanti dengan hasil riset tersebut. Walaupun semua orang mempunyai definisi mereka sendiri tentang bagaimana konsep ‘privasi’ berlaku, kemampuan identifikasi dari data pribadi tersebut adalah alasan mengapa hukum Perlindungan Data Pribadi direncanakan dan disahkan. Namun, radius hukum Perlindungan Data Pribadi terbatas karena hukum tersebut mempunyai prinsip “Cross Border Data Transfer”, sebuah pantulan dari prinsip hukum “ekstrateritorial” yang berlaku kepada data juga. Keterbatasan hukum tersebut dapat juga dilihat dari bagaimana hukum tersebut mengenal subjek hukum yang mengerucut kepada subjek yang mengenal nilai data pribadi. Yaitu individu yang mampu secara hukum, badan publik yang berada di Indonesia, dan organisasi international yang beroperasi menggunakan data subjek hukum Indonesia. Bagaimanapun juga, ada situs web yang tidak dibangun oleh warga Indonesia, bukan bagian dari suatu badan publik di Indonesia, ataupun bagian dari organisasi internasional. Situs web itu adalah “haveibeenpwned”. Situs web ini adalah domain online “terbuka” dimana siapapun terlepas dari apakah mereka adalah pemilik data pribadi yang sah atau tidak, dapat menyelidiki status keamanan data pribadi mereka.

Personal data is a concept that was derived from the word ‘privacy’ and the data. Personal data is called as such because of the capacity to either identify a person or persons with the sets of data at hand or through thorough research on the person-of-interest to be identified later with the research result. Although everyone has their own interpretation on how the concept ‘privacy’ applies to their person, the identifying power personal data has on a person is the motivator as to why the Personal Data Protection Act was drafted and legalized. However, the scope of Personal Data Protection Act is limited since the regulation has a “Cross Border Data Transfer” principle, a reflection to the “Extraterritorial Principle” data has, as well. Its limits can be seen from how few legal subjects can be recognized by the Personal Data Protection Act. Legally capable persons, public bodies in Indonesia, and international organizations that works with Indonesian-bound data can be recognized by the Act. However, there is an online platform that is not developed by an Indonesian, a part of an Indonesian public body, nor is it sponsored by an international company, that has the technical capacity to process several types of personal data. That online platform is “haveibeenpwned”. This website is an “open” online domain where anyone, regardless of whether or not they are the legitimate owners of personal data, can investigate the security status of their personal data.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Narisha Anindita
"Perkembangan teknologi yang pesat memberikan kemudahan akses ke informasi untuk semua orang dan mengaktifkan pengumpulan data secara pribadi oleh perusahaan dan pemerintah dalam database yang memiliki cakupan yang luas dan mendalam. Hal ini dapat menyebabkan masalah yang berkaitan dengan hak individu untuk menjaga kerahasiaan beberapa informasi, salah satu-satunya data pribadi individu dan menciptakan ancaman terhadap privasi individu dengan memberikan peluang besar bagi mereka yang memiliki akses ke informasi pribadi untuk menyalahgunakan data pribadi orang lain untuk kepentingan pribadinya. Indonesia belum memiliki undang-undang khusus yang mengatur perlindungan data pribadi dan peraturan yang melindungi data dan sanksi yang berlaku terhadap pelanggaran masih bersifat sektoral dan tersebar di lebih dari 30 undang-undang dan peraturan. Ancaman sanksi belum cukup kuat untuk pencegahan dan penindakan pelanggaran violations perlindungan data pribadi, masih ada beberapa celah yang dapat dimanfaatkan pihak yang ingin menyalahgunakan data pribadi untuk keuntungan mereka yang mengakibatkan pelanggaran terhadap perlindungan data pribadi masih beredar besar. Untuk mengatasinya, RUU Perlindungan Data Pribadi sedang disusun oleh pemerintah yang didalamnya terdapat berbagai jenis sanksi atas pelanggaran tentang perlindungan data pribadi, termasuk sanksi pidana. Penting untuk tagihan Perlindungan Data Pribadi harus diprioritaskan dalam merancang dan pengesahannya sebagai solusi dalam menjawab kebutuhan akan perlindungan data swasta di Indonesia.
Rapid technological developments provide easy access to information for everyone and enable data collection privately by companies and governments in a broad and in-depth database. This can cause problems related to the right of individuals to maintain the confidentiality of some information, one of which is the individual's personal data and create threats to individual privacy. by providing a great opportunity for those who have access to personal information to misuse other people's personal data for their personal interests. Indonesia does not yet have a specific law that regulates the protection of personal data and regulations that protect data and the sanctions that apply to violations are still sectoral in nature and spread across more than 30 laws and regulations. The threat of sanctions is not strong enough to prevent and take action against violations of personal data protection. To overcome this, the Personal Data Protection Bill is being drafted by the government which includes various types of sanctions for violations of personal data protection, including criminal sanctions. It is important for the Personal Data Protection bill to be prioritized in designing and ratifying it as a solution in responding to the need for private data protection in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fasya Arva Alfonso
"Pada bulan September tahun 2022, Indonesia akhirnya menyambut UU No. 27 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). Ketentuan dalam UU PDP Indonesia mengenalkan kita pada subjek- subjek yang terlibat dalam perlindungan data pribadi, langkah-langkah untuk mendapatkan persetujuan, cara mengontrol dan memproses data pribadi, pemrosesan otomatis, transferabilitas, sanksi, dan pihak berwenang yang terlibat. Salah satu aspek yang disebutkan dalam undang-undang ini adalah pemrofilan. Pemrofilan sendiri merupakan suatu metode untuk mempelajari suatu sifat tertentu yang dimiliki oleh seorang individu. Pemrofilan telah banyak digunakan oleh perusahaan untuk mencapai pemasaran yang lebih personal dengan konsumennya. Penting untuk mempelajari sifat pribadi sifat konsumen dengan tujuan untuk mendapatkan perspektif yang lebih dalam terhadap konsumen yang dituju. Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana Indonesia menyediakan kerangka hukum untuk profil konsumen setelah berlakunya UU PDP karena perusahaan sangat mengandalkan data pribadi untuk tujuan pemasaran mereka. Untuk mendapatkan perspektif yang lebih luas, Uni Eropa (EU) akan dipelajari secara komparatif karena mereka telah memberlakukan GDPR yang populer secara global. Dengan studi banding ini, makalah ini juga bertujuan untuk mempelajari bagaimana Indonesia dan EU membentuk kerangka hukum perlindungan data pribadi mereka khususnya terkait dengan profil konsumen untuk melindungi privasi data pribadi konsumen.

In September 2022, Indonesia finally welcomed the long-awaited Law no. 27 of 2022 concerning Personal Data Protection (PDP Law). The provisions within the Indonesian PDP Law introduce us to the subjects involved in personal data protection, the steps to acquire consent, how to control and process personal data, automated-processing, transferability, sanctions, and the authorities involved. One of the mentioned aspects in this law is profiling. Profiling itself is a method of studying a certain trait that an individual has. Profiling has been widely used by companies in order to achieve a more personal marketing with their consumers. It is essential to study personal traits of a consumer in order to gain a deeper perspective towards the designated consumer. This thesis aims to analyze how Indonesia provides a legal framework for consumer profiling subsequent to the enactment of the PDP Law as companies are strongly relying upon personal data for their marketing purpose. To gather a broader perspective, the European Union (EU) will be studied comparatively as they have enacted the globally popular GDPR. With this comparative study, this paper also aims to study how Indonesian and the EU set up their personal data protection legal framework particularly in regards with consumer profiling in order to protect the privacy of personal data of the consumer."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bunga Asoka Iswandari
"Birokrasi di Indonesia masih melekat dengan citranya yang terkesan rumit, membutuhkan waktu lama dan tidak praktis yang menyebabkan reformasi birokrasi berjalan lambat. Saat ini reformasi birokrasi seharusnya sudah memasuki tahap akhir dari grand design reformasi birokrasi yang bertujuan mewujudkan pemerintahan kelas dunia. Guna mewujudkan pemerintahan kelas dunia, perlu dilakukan modernisasi dengan transformasi digital pada proses birokrasi salah satunya adalah penerapan e-government sebagai layanan publik dengan memanfaatkan kemajuan teknologi, informasi, dan komunikasi. Akan tetapi penggunaan teknologi, informasi, dan komunikasi berpotensi besar atas keamanan sistemnya, terlebih lagi pada pelayanan publik tidak dapat terlepas dari pemanfaatan data pribadi warga negara penggunanya yang sudah pasti e-government akan menghimpun data pribadi warga negara pada sistemnya. Permasalahan yang dikaji antara lain hubungan reformasi birokrasi dengan e-government, bagaimana reformasi birokrasi dapat berjalan dengan adanya perlindungan data pribadi pada e-government, dan bagaimana seharusnya pengaturan terkait e-government agar dapat melindungi data pribadi. Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan penelitian pendekatan perundang-undang, pendekatan konseptual, pendekatan kasus, pendekatan perbandingan, dan pendekatan historis. Tulisan ini membahas pentingnya keberadaan kepastian hukum yang menjamin perlindungan keamanan data pribadi warga negara yang terhimpun dalam sistem e-government dimana negara mempunyai kewajiban melindungi setiap hak warga negaranya dan melindungi sistem sebagai penyelenggaranya guna mendukung jalannya reformasi birokrasi di Indonesia. Seharusnya agar e-government berjalan optimal terdapat peraturan terkait perlindungan data pribadi yang diselenggarakan oleh pemerintah dan e-government memiliki standar yang pasti sebagai pedoman dalam setiap mekanisme kerjanya terutama standar yang terkait untuk melindungi data dan informasi yang terhimpun didalamnya.

The bureaucracy in Indonesia is still attached to its complex image, takes a long time and is impractical, which causes bureaucratic reform to run slowly. Currently, bureaucratic reform should have entered the final stage of the grand design of bureaucratic reform aimed at realizing world-class government. In order to realize world-class government, modernization with digital transformation in the bureaucratic process is necessary, one of which is the application of e-government as a public service by utilizing technological advances and communications. However, the large-scale use of technology, information, and communication on the system, first the public service cannot see from the use of the personal data of the citizens of its users, which is certain that e-government will collect the personal data of citizens in its system. The problems studied include the relationship between bureaucratic reform and e-government, how bureaucratic reform can work with the protection of personal data in e-government, and how e-government-related arrangements can protect personal data. The type of research used in this law is normative legal research with statutory research approach, conceptual approach, case approach, comparative approach, and historical approach. This paper discusses the importance of the existence of legal certainty that guarantees the protection of the security of personal data of citizens collected in the e-government system where the state has the obligation to protect every right of its citizens and protect the system as the organizer in order to support the course of bureaucratic reform in Indonesia. In order for e-government to run optimally, there should be regulations related to personal data protection implemented by the government and e-government has definite standards as new in every work, especially standards related to protecting data and information collected therein."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggita Azzahra
"Pelindungan data pribadi (PDP) merupakan salah satu bentuk dari pemenuhan hak atas privasi. Maka dari itu, PDP harus dipastikan pemenuhannya dalam seluruh sektor di Indonesia, termasuk sektor pasar modal. Sektor pasar modal memainkan peran penting dalam kemajuan perekonomian Indonesia. Maka dari itu, segala kegiatan yang mendukung penyelenggaraan pasar modal, termasuk kegiatan CDD dan EDD, harus dipastikan efektivitasnya. Pada akhir tahun 2023, OJK meresmikan LAPMN melalui penerbitan POJK No. 15 Tahun 2023 sebagai infrastruktur pengadministrasian data CDD dan EDD secara tersentralisasi. Sentralisasi data melalui LAPMN memang dapat meningkatkan keefektivitasan pemanfaatan ruang siber dan menyederhanakan proses CDD dan EDD. Akan tetapi, kegiatan ini juga semakin memperbesar potensi terjadinya pelanggaraan PDP. Oleh karena itu, penyelenggaraan LAPMN harus berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip PDP. Penelitian ini bermaksud untuk mengkaji penerapan PDP dalam penyelenggaraan LAPMN di pasar modal Indonesia. Rumusan masalah yang diangkat penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan hasil penelitian menyarankan diperlukannya pengesahan peraturan pelaksana pelindungan data pribadi yang memuat beberapa ketentuan tambahan tertentu, serta rekomendasi penambahan ketentuan terkait PDP dalam penyelenggaraan LAPMN di Indonesia.

Personal data protection (PDP) is one form of fulfillment of the right to privacy. Therefore, PDP must be ensured in all sectors in Indonesia, including the capital market sector. The capital market sector plays an important role in the acceleration of the Indonesian economy. Therefore, all activities that support the implementation of the capital market, including CDD and EDD activities, must be ensured for their effectiveness. At the end of 2023, OJK inaugurated LAPMN through the issuance of POJK No. 15 of 2023 as an infrastructure for centralized administration of CDD and EDD data. Centralizing data through LAPMN can indeed increase the effectiveness of cyberspace utilization and simplify the CDD and EDD process. However, it also increases the potential for PDP violations. Therefore, the implementation of LAPMN must be in accordance with PDP principles. This study aims to examine the application of PDP in the implementation of LAPMN in the Indonesian capital market. The research is conducted qualitatively, and the results of the research suggest the need for the ratification of implementing regulations for the protection of personal data which contain certain additional provisions, as well as recommendations for the addition of provisions related to PDP in the implementation of LAPMN in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risya Dameris
"Tesis ini membahas bagaimana ketentuan hukum yang mengatur perlindungan data pribadi secara global dan regional khususnya dalam penerapannya pada suatu transaksi elektronik di Indonesia khususnya OECD dan APEC ketentuan hukum yang mengatur perlindungan data pribadi secara global dan regional khususnya dalam penerapannya pada suatu transaksi elektronik khususnya OECD Guidelines 1980 dan APEC Privacy Frame Work 2004. Prinsip best practices berkembang dari prinsip Fair Information Principle menjadi OECD Guidelines, kemudia berkembang menjadi APEC Privacy Framework, dan kemudian menjadi EU-US Safe Harbor Principle yang merupakan alternatif penyelesaian terhadap persoalan pertukaran data lintas negara (cross border data flow) Untuk melakukan pertukaran data dalam rangka perdagangan internasional, Indonesia perlu menerapkan perlindungan data pribadi sesuai dengan prinsip best practices yang diakui di dunia internasional. Dalam rangka perdagangan internasional, perbedaan standar perlindungan data pribadi di suatu negara dapat menjadi suatu hambatan dalam transaksi elektronik. Oleh karena itu, perlu diupayakan adanya suatu standar perlindungan data pribadi yang dapat menjamin perlindungan terhadap data pribadi sehingga menimbulkan kepercayaan dari negara - negara khususnya memandang pengaturan perlindungan privasi dengan cara government rule yang dianut oleh Uni Eropa. Kebijakan Pemerintah dalam membuat call center pengaduan dan implementasi dari ketentuan-ketentuan yang berlaku di Indonesia terkait perlindungan data pribadi dalam persoalan Spamming SMS Broadcast masih belum cukup memadai dan penerapannya tidak dapat menghentikan penyelenggaraan SMS Broadcast yang melanggar hak privasi masyarakat. Hal tersebut dikarenakan peraturan yang ada yaitu Permenkominfo No. 01/PER/M.KOMINFO/01/2009 tentang Penyelenggaraan Jasa Pesan Premium dan Pengiriman Jasa Pesan Singkat (SMS) ke Banyak Tujuan (Broadcast) tidak memenuhi prinsip-prinsip best practices, yaitu : Preventing Harm dan Accountability.

This thesis discusses how the legal provisions governing the protection of personal data globally and regionally especially in its application to an electronic transaction in Indonesia. This thesis describes some best practices that developed in international business practices, such as the OECD Guidelines Governing the Protection of Privacy and transborder Flows of Personal Data 1980; Convention for the Protection of Individuals with Regard to Automatic Processing of Personal Data 1985; United Nations Guidelines concerning Computerized Personal Data Files 1990; European Community Directive on the Processing of Personal Data and on The Free Movement of Such Data 1995; APEC Privacy Framework 2004. Nevertheless, the focus in the discussion of this thesis is the OECD Privacy Guidelines and APEC 1980 Frame Work 2004. To exchange data in international trade, Indonesia needs to implement the protection of personal data in accordance with the principles of best practices is recognized internationally. In order of international trade, the differences in standards of personal data protection in a country can become a barrier in electronic transactions. Therefore, it is necessary the existence of a personal data protection standards which can guarantee the protection of personal data, build trust of countries in particular minded privacy protection settings in a way government rule adopted by the European Union. Associated with the implementation of privacy protection, the number of SMS Broadcast circulating in the community to make the Government created a call center complaint and attempt to apply the provisions in force in Indonesia. Protection of personal data in Broadcast SMS Spamming issue is still not sufficient and the application is not able to stop the implementation of SMS Broadcast that violates the privacy rights of the public. That is because existing regulations are Permenkominfo No.01/PER/M.KOMINFO/01/2009 on Implementation and Delivery Services Premium Messaging Short Message Service (SMS) to Many Destinations (Broadcast) does not meet the principles of best practices, namely: Preventing Harm and Accountability."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T38678
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Veronica Novinna
"Dalam layanan E-commerce menimbulkan dampak negatif yaitu terjadi pencurian dan penjualan Data Pribadi konsumen pengguna layanan oleh pihak tidak bertanggungjawab. E-commerce dan Perlindungan Konsumen saling berkaitan, penting dalam praktik kegiatan e-commerce untuk menjaga kepercayaan konsumen selaku pengguna layanan, maka pelindungan data pribadi mendapat perhatian negara-negara di lingkup Kawasan Asia Tenggara. Penelitian ini membahas terkait pengaturan Pelindungan Hak atas Data Pribadi sebagai bagian dari hak konsumen dalam penyelenggaraan E-commerce di Indonesia, pengaturan hak untuk memperbaiki data, hak atas penghapusan Data Pribadi, hak portabilitas data dalam konsep Pelindungan Data Pribadi di negara Indonesia, Malaysia, dan Singapura, dan implementasi hak konsumen atas Pelindungan Data Pribadi di negara Indonesia, Malaysia, dan Singapura dalam konteks E-commerce. Metode penelitian ini adalah hukum normatif dengan pendekatan Peraturan Perundang-undangan dan komparatif. Adapun kesimpulannya yaitu  pengguna selaku konsumen berhak untuk mengetahui informasi yang jelas akan akuntabilitas, transparansi, proses pencegahan, dan penegakan hukum dalam kasus kebocoran Data Pribadi yang dialami dalam penyelenggara e-commerce. Masalah Pelindungan Data Pribadi menjadi isu di Negara Singapura dan Malaysia, dan pengaturan mengenai Tiga Hak diatas berbeda-beda. Dalam implementasi penegakan Pelindungan Data Pribadi, Singapura dan Malaysia memiliki organisasi khusus yang berwenang dalam penegakan hukumnya, sedangkan Indonesia berupaya membentuk Lembaga khusus untuk memastikan implementasi Pelindungan Data Pribadi

E-commerce services have a negative impact, namely the theft and sale of Personal Data of service users by irresponsible parties. E-commerce and Consumer Protection are interrelated, important in the practice of e-commerce activities to maintain consumer confidence as service users, then the protection of personal data gets the attention of countries in the scope of Southeast Asia Region. This research discusses the regulation of the Protection of the Right to Personal Data as part of consumer rights in the implementation of E-commerce in Indonesia, the regulation of the right to correct data, the right to erasure of Personal Data, the right to data portability in the concept of Personal Data Protection in Indonesia, Malaysia, and Singapore, and the implementation of consumer rights to Personal Data Protection in Indonesia, Malaysia, and Singapore in the context of E-commerce. This research method is normative law with Legislation and comparative approach. The conclusion is that users as consumers have the right to know clear information on accountability, transparency, prevention process, and law enforcement in the case of Personal Data leakage experienced in e-commerce providers. The issue of Personal Data Protection is an issue in Singapore and Malaysia, and the regulation of the Three Rights above is different. In the implementation of Personal Data Protection enforcement, Singapore and Malaysia have special organizations authorized to enforce the law, while Indonesia seeks to establish a special institution to ensure the implementation of Personal Data Protection."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indira Nurul Anjani
"Data pribadi merupakan rangkaian informasi mengenai suatu individu dan akan terus melekat terhadapnya. Pelindungan data pribadi merupakan salah satu instrumen dalam menegakkan hak privasi suatu individu yang telah dijamin oleh Pasal 28G UUD 1945. Meskipun telah terdapat kewajiban hukum untuk melindungi, penggunaan data pribadi tidak lekang dari adanya risiko kegagalan pelindungan atau penyalahgunaan dan mengakibatkan pelanggaran hak privasi. Risiko ini pun tidak berhenti saat subjek data pribadi telah meninggal. Sebab, suatu data pribadi yang telah tersimpan tidak secara otomatis dapat terhapuskan melainkan terdapat syarat dan prosedur yang diberlakukan sebagaimana kebijakan privasi sistem elektronik dan ketentuan hukum yang berlaku. Terlebih, dampak dari pelanggaran atau kegagalan pelindungan data pribadi tersebut dapat membawa pengaruh ke pihak keluarga yang masih hidup. Namun, upaya pelindungan terhadap subjek data pribadi yang telah meninggal tidak merupakan ketentuan pokok dalam hukum pelindungan data pribadi seperti dalam GDPR atau UU PDP. Di sisi lain, PDP Prancis dan PDPA Singapura telah mengakui adanya kedudukan subjek data pribadi yang telah meninggal dan memberlakukan pelindungan terhadap subjek data pribadi yang meninggal dengan tujuan terhadap subjek data pribadi yang telah meninggal atau pihak keluarga. Oleh sebab itu, melalui metode penelitian yuridis normatif dengan metode analisis data studi komparatif Penulis melakukan analisis perbandingan negara yang telah memiliki regulasi mengenai pelindungan data pribadi atas subjek data pribadi yang telah meninggal serta terkait konsekuensi hukum yang terjadi. Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa sejatinya Indonesia telah mengakui adanya ketentuan pelindungan tersebut melalui Pasal 439 KUHP dan Pasal 32 ayat (1) PM Kesehatan 24/2022. Akibatnya, diperlukan pengaturan pemberlakuan pemenuhan hak privasi dan pelindungan data pribadi terhadap subjek data pribadi yang telah meninggal secara komprehensif.

Personal data is a series of information about an individual and will remain associated with the individual. Personal data protection is one of the instruments in upholding the right to privacy of an individual that has been guaranteed by Article 28G of the 1945 Constitution. Regardless of the legal obligation to protect, the use of personal data is inevitable from the risk of failure or misuse of personal data and resulting in a violation of privacy rights. This risk does not stop even when the personal data subject is deceased. Since, personal data that has been stored in cyberspace cannot be automatically erased, there are terms and procedures that are applied as the privacy policy of the electronic system and applicable law. Moreover, the impact of a violation or failure to protect personal data can affect the family. However, the protection of deceased personal data subjects is not a fundamental provision in personal data protection, as in the GDPR or the PDP Law. On the other hand, the French PDP and Singapore PDPA have recognized the position of deceased personal data subjects and enacted the protection of deceased personal data subjects for the purpose of deceased personal data subjects or the family. Thus, through normative juridical research method with comparative study data analysis method the author conducts a comparative analysis of countries that have regulated the protection of personal data on deceased personal data subjects and related legal consequences. The outcome shows that Indonesia Regulations has recognized the existence of such protection provisions through Article 439 of the Criminal Code and Article 32 paragraph (1) MOH Regulation 24/2022. Therefore, it is necessary to comprehensively regulate the implementation of the fulfilment of the right to privacy and personal data protection for deceased personal data subjects."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>