Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 182638 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zefanius Fransisco
"Salah satu praktek dalam perbankan adalah adanya keberadaan jaminan/agunan di dalam melakukan perjanjian kredit. Dalam perkembangannya dalam melakukan pemberian kredit terdapat masalah saat ternyata agunan yang diberikan dalam proses perkreditan ternyata merupakan hasil dari tindak pidana yang menyebabkan terjadinya penyitaan untuk pengembalian kerugian negara. Penelitian ini mencoba menganalisis mengenai apakah penyitaan tersebut sesungguhnya dapat menghilangkan hak preferent maupun hak parate eksekusi yang dimiliki oleh bank sesaat setelah melakukan peletakan hak tanggungan terhadap asset yang dijadikan jaminan. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan teknik pengumpulan data sekunder atau bahan pustaka. Dari penilitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pada
konsep hukumnya sendiri hak preferent dan hak parate eksekusi tidak dapat dirampas oleh negara karena adanya asas droit de suite dan droit de preferent, akan tetapi apabila terjadi perampasan yang dilakukan oleh negara maka hilanglah kedua hak tersebut karena walau dapat dimintakan kembali agunan tersebut tapi harus melawati proses yang panjang yang menghilangkan hak parate eksekusi maupun hak preferent. Maka dari itu penulis menyarankan seharusnya undang-undang lebih diperbaharui sehingga dapat lebih menjelaskan lagi mengenai agunan yang terbukti merupakan hasil tindak pidana. Serta penegak hukum yang melakukan penyitaan harusnya melakukan pemeriksaan terhadap benda yang akan disitanya, apakah diatas benda tersebut terdapat hak pihak ketiga yang dilindungi oleh Undang-undang.

In bankin practice making credit agreements there are existence of collateral. In its development in giving credit there was a problem when it turned out that the collateral provided in the credit process turned out to be the result of a criminal act that caused seizure of the object to recover state losses. This study attempts to analyze whether the confiscation can actually eliminate preferential right and parate execution right held by the bank shortly after placing the mortgage right on the assets that are used as collateral. Approach method used in this research is normative juridical with technique of collecting of secondary date or library material, which then analyzed by using qualitative method. From the research conducted, it can be concluded than in the legal concept the preferential right and parate execution right cannot be confiscated by the state beause the legal concept the preferential rights and parate execution rights cannot be confiscated by the state because the principle of droit de suite and droit de preferent, but if there is a seizure carried out by the state it meants then the two rights are lost because even if the bank can collect the collateral again but bank had to go through a long process that eliminated the parate execution and preferential rights. Therefore the authors suggest that the law should be renewed so that it can further explain about collateral which is proven to be the result of a criminal act. As well as law enforcers who carry out seizures should conduct an inspection of the objects before confiscated it, whether there are rights to the third party which are protected by law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52709
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Napitupulu, Boyke B.S.
"Parate Eksekusi dalam Eksekusi Hak Tanggungan adalah salah satu cara eksekusi obyek Hak Tanggungan yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah ("UUHT"). Namun sangat disayangkan UUHT yang telah berumur 19 (sembilan belas) tahun hingga saat ini masih belum mengatur sendiri tata cara eksekusi obyek Hak Tanggungan apabila terjadi cedera janji dan masih menggunakan tata cara eksekusi lembaga jaminan hipotik yang mengacu kepada tata cara eksekusi dalam Hukum Acara Perdata (HIR/RBg). Kenyataan tersebut menimbulkan masalah ketika diperlukan eksekusi riil melakukan pengosongan obyek Hak Tanggungan dalam hal pemenang lelang obyek Hak Tanggungan yang penjualannya dilakukan atas kekuasaan sendiri tidak dapat segera menikmati obyek Hak Tanggungan karena obyek Hak Tanggungan masih dalam penguasaan Pemberi Hak Tanggungan atau pihak lain. Upaya hukum apakah dan bagaimana sebaiknya tata cara eksekusi Hak Tanggungan diatur agar selain kreditur dan debitur, pemenang lelang juga memperoleh perlindungan dan kepastian hukum menjadi pertanyaan yang hendak dicari jawabnya dalam penelitian ini. Penelitian yang dilakukan ini adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan metode penelusuran kepustakaan dalam mengumpulkan datanya serta melakukan wawancara dengan narasumber dan informan. Kekosongan hukum ditambah pertentangan antar ketentuan dalam UUHT sendirilah ternyata yang menjadi penyebab ketidakjelasan upaya hukum dalam hal dibutuhkan eksekusi riil setelah dilakukan parate eksekusi terhadap obyek Hak Tanggungan. Pada tahun 2012 terbit Surat Edaran Mahkamah Agung ("SEMA") yang meskipun tujuannya adalah mengisi kekosongan hukum dan memberi kepastian hukum justru tidak mengutamakan rasa keadilan khususnya bagi pemenang lelang yang beritikad baik. Syukurlah aturan yang tidak mengutamakan rasa keadilan tersebut segera disadari dan dikoreksi oleh SEMA yang terbit tahun 2014. Perlunya perbaikan UUHT dan peraturan perundangundangan terkait terutama Hukum Acara Perdata yang masih menggunakan undangundang peninggalan kolonial serta kehati-hatian ekstra peserta lelang tentunya dapat menghindari masalah di kemudian hari meskipun apabila suatu saat dasar hukum yang lebih kuat selain SEMA yang bersifat internal telah lahir.

Parate Excecution is one of the ways to execute mortgage based on Law No.4 Year 1996 Regarding The Mortgage Of Land And Objects Related Attached To It ("UUHT"). But after 19 (nineteen) years the process of executing a mortgage is still not regulated in UUHT and instead still referring to other laws. This fact caused problem when a real execution to empty the land by district court is needed and asked to the chief judge at a district court by the auction winner because the old owner or other parties is not willingly give up the land that already sold in an auction to the highest bidder who by law become the new owner. What is the legal solution and what should be done to the regulation of mortgage execution in UUHT so beside creditors and debtors, the auction winner also have legal protection and legal certainty is the question asked and looked for answers in this research. This research is a normative juridical study by collecting data from written source and interviews. Lack of regulation and clash between regulation in UUHT actually was the cause of the uncertainty of legal solution in case a real execution is needed after a mortgage parate execution. At 2012 Supreme Court issued Letter ("SEMA") that although the objection was to fill the lack of regulation and by that give legal certainty but the 2012 SEMA was thought by many as not providing the sense of justice especially for the good intended auction winner. It?s a good thing that finally it was corrected by the 2014 SEMA that gave more sense of justice. The need for UUHT amandment and other related laws especially the hundreds years old procedural civil law and carefulness in buying land in an auction is needed to avoid a latter problem."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44476
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diego Ismail Sutomo
"[ABSTRAK
Praktik pengikatan kredit dengan jaminan Hak Tanggungan dalam kegiatan perbankan hendaknya dilaksanakan sesuai ketentuan yang telah diatur dalam Undang-Undang Hukum Tanggungan (UUHT). Dalam UUHT dijelaskan bahwa perlindungan kepada para pihak diberikan melalui suatu lembaga hak jaminan, yang dapat memberi kepastian hukum bagi para pihak terkait. Penyaluran pinjaman atau kredit kepada masyarakat yang dilakukan oleh bank sebagai lembaga perantara (intermediary) keuangan, selalu dituangkan dalam suatu perjanjian sebagai landasan hubungan hukum diantara para pihak, yaitu pemberi kredit (kreditur) dan penerima pinjaman (debitur). Dengan demikian, kreditur dapat mendapatkan pembayaran atas hutang debitur melalui pelelangan umum berdasarkan hak tanggungan jika suatu waktu debitur wanprestasi dalam melaksanakan prestasinya. Hal tersebut diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan. Cara untuk melakukan pelelangan tersebut diatur juga dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, yang menjelaskan bahwa lelang dapat dilakukan melalui penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, namun lelang tersebut harus dimulai dengan suatu pengumuman agar masyarakat luas dapat ikut serta dalam proses lelang tersebut. Pada prakteknya, masih terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh kreditur dengan cara melakukan proses pelelangan secara sepihak dan penjualan dengan harga di bawah pasar. Hal tersebut dapat dilihat dari putusan perkara Nomor 1962/K/Pdt/2011 Tanggal 15 Maret 2011. Dalam putusan tersebut, Bank Panin selaku kreditur serta Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Makassar (KPKNL Kota Makasar) telah melakukan pelanggaran dengan cara melakukan proses pelelangan secara sepihak sehingga tidak memberikan rasa keadilan bagi debitur karena nilai pelelangan di bawah harga pasar. Terdapat kesalahan dari pihak KPKNL Kota Makassar karena tidak melakukan pemeriksaan harga apresial objek hak tanggungan sehingga merugikan PT. Anugrah Cemerlang Indonesia (ACI) selaku debitur. Berdasarkan hal tersebut debitur mengajukan gugatan terhadap kreditur. Gugatan tersebut pada akhirnya ditolak dengan alasan salah alamat (error in persona) dan tidak jelas (obscuur libel). Namun upaya hukum dapat dilakukan melalui pembatalan putusan pengadilan agar dapat tercipta keadilan bagi debitur dan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang dirugikan.

ABSTRACT
The practice of credit activities with Mortgage as guarantee should be carried out in accordance with the provisions set out in the Law of Mortgage (LMA). In LMA explained that the protection of the parties are given through a collateral rights institutions, which can provide legal certainty for stakeholders. Lending or credit to the community made by the bank as an intermediary financial, always stated and entered in an agreement as the basis for the legal relationship between the parties, such as lender (creditor) and the borrower (debtor). Thus, creditors may obtain payment of the debt through a public auction based on the mortgage if a debtor defaults. It is regulated in Article 6 of Law No. 4 of 1996 on Mortgage. The way to do auctions are arranged also in the Ministry of Finance Regulation No. 93/PMK.06/2010 on Guidelines for the Implementation of the Auction, which explains that the auction can be done through the sale of goods which is open to the public at a price quote in writing and/or oral increasing or decreased to achieve the highest price, but the auction shall begin with an announcement that the public can participate in the auction process. In practice, there are still violations committed by creditors by way of auction process unilaterally and selling at a price below the market. This can be seen from the decision of Case Number 1962/K/Pdt/2011 Date of March 15, 2011. In the decision, Panin Bank as creditor and the State Property Office and Auction of Makassar (Makassar City KPKNL) has committed an offense by carrying out the auction process unilaterally with the result not to give a sense of justice for debtors because the value of the auction was below market prices. There was an error commited by Makassar City KPKNL for not checking the apreisal price of mortgage object to the detriment of PT. Anugrah Cemerlang Indonesia (ACI) as the debtor. Based on the event, debtor filed a lawsuit against the creditor. The lawsuit was eventually dismissed by the court due to wrong address/subject (error in persona) and unclear (obscure libel). However, legal action can be done through the cancellation of the court decision in order to create justice for debtors and legal certainty for the parties aggrieved., The practice of credit activities with Mortgage as guarantee should be carried out
in accordance with the provisions set out in the Law of Mortgage (LMA). In LMA
explained that the protection of the parties are given through a collateral rights
institutions, which can provide legal certainty for stakeholders. Lending or credit
to the community made by the bank as an intermediary financial, always stated
and entered in an agreement as the basis for the legal relationship between the
parties, such as lender (creditor) and the borrower (debtor). Thus, creditors may
obtain payment of the debt through a public auction based on the mortgage if a
debtor defaults. It is regulated in Article 6 of Law No. 4 of 1996 on Mortgage.
The way to do auctions are arranged also in the Ministry of Finance Regulation
No. 93/PMK.06/2010 on Guidelines for the Implementation of the Auction, which
explains that the auction can be done through the sale of goods which is open to
the public at a price quote in writing and/or oral increasing or decreased to
achieve the highest price, but the auction shall begin with an announcement that
the public can participate in the auction process. In practice, there are still
violations committed by creditors by way of auction process unilaterally and
selling at a price below the market. This can be seen from the decision of Case
Number 1962/K/Pdt/2011 Date of March 15, 2011. In the decision, Panin Bank as
creditor and the State Property Office and Auction of Makassar (Makassar City
KPKNL) has committed an offense by carrying out the auction process
unilaterally with the result not to give a sense of justice for debtors because the
value of the auction was below market prices. There was an error commited by
Makassar City KPKNL for not checking the apreisal price of mortgage object to
the detriment of PT. Anugrah Cemerlang Indonesia (ACI) as the debtor. Based on
the event, debtor filed a lawsuit against the creditor. The lawsuit was eventually
dismissed by the court due to wrong address/subject (error in persona) and
unclear (obscure libel). However, legal action can be done through the
cancellation of the court decision in order to create justice for debtors and legal
certainty for the parties aggrieved.]"
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T44324
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Anggiagita
"Dengan meningkatnya pembangunan yang bertitik berat pada bidang ekonomi, dibutuhkan penyediaan dana yang cukup besar, sehingga memerlukan lembaga hak jaminan yang kuat dan mampu memberikan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan, yang dapat mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, hal ini yang menjadi latar belakang lahirnya lembaga jaminan Hak Tanggungan. Skripsi ini menjelaskan mengenai adanya konflik norma di dalam Undang-Undang Hak Tanggungan No.4 Tahun 1996 dan juga di dalam Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang mengakibatkan perlindungan dan kepastian hukum bagi kreditor pemegang Hak Tanggungan sebagai Kreditor Separatis yang diatur didalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 dapat tidak terwujud. Perlindungan dan kepastian hukum yang diberikan undang-undang kepada kreditor pemegang Hak Tanggungan terdapat di dalam Pasal 1 angka 1 tentang hak preference seorang kreditor; Pasal 6, Pasal 14 ayat (1), (2), dan (3) serta Pasal 20 ayat (2) dan (3) tentang eksekusi Hak Tanggungan; Pasal 11 ayat (2) tentang janji yang harus dicantumkan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) untuk melindungi kreditor ketika debitor wanprestasi, serta ketentuan Pasal 7 tentang asas droit de suite yang menyatakan bahwa Hak Tanggungan tetap menjamin objeknya sekalipun beralih kepada pihak ketiga sehingga akan tetap menjamin pelunasan piutang kreditor dan Pasal 21 mengenai “Apabila pemberi Hak Tanggungan dinyatakan pailit, pemegang Hak Tanggungan tetap berwenang melakukan segala hak yang diperolehnya menurut ketentuan undang-undang ini. Kesimpulan dalam penelitian mengenai perlindungan dan kepastian hukum dalam Pasal-Pasal tersebut dapat tidak terwujud dikarenakan adanya konflik norma dalam Pasal 6 UUHT tentang kewenangan menjual sendiri jaminan kebendaan (Parate Eksekusi) dan ketentuan pada Pasal 56 ayat (1) UUKPKPU tentang penangguhan eksekusi bagi kreditor separatis dalam hal kepailitan. Penelitian ini bermetodekan yuridis- normatif yang metode pengambilan data berfokus pada studi literatur hukum dan peraturan perundang-undangan terkait.

Along with the increasing development of economy, also required the provision of substantial funds that requires strong institutions which guarantee the rights and able to provide legal certainty for the concerned parties, in which also encourage the growth of community participation in the development, those are the background of the birth of mortgage guarantee agency. This thesis describes the conflict of norms in the Law No.4 of 1996 regarding Mortgage (UUHT) and also in the Law No 37 of 2004 regarding Bankruptcy Act and the Suspension of Payment (UUKPKPU) that may cause legal uncertainty to the protection of mortgage holder creditor as secure creditor based on Law No. 4 of 1996. The protection and legal certainty for mortgage holder creditor contains in Article 1 paragraph 1 regarding the preference right of a creditor; Article 6, Article 14 paragraph (1), (2), and (3) and Article 20 paragraph (2) and (3) of the mortgage execution; Article 11 paragraph (2) on the provision that must be included in the Deed of Granting Mortgage (APHT) to protect creditor when a debtor defaults, as well as the provision of Article 7 of the principle of droit de suite which states that the object remains guarantee, even if it will be switched to a third party, would still guarantee the repayment of creditors’ accounts and Article 21 that states “In the event of bankruptcy, the mortgage holder is authorized to perform any right acquired under the provisions of this law”. The elements of protection and legal certainty in these articles may not be realized due to conflict norms in Article 6 UUHT regarding the authority to sell collateral material (Parate Execution) and the provision of Article 56 paragraph (1) UUKPKPU regarding suspension of execution for the secure creditor in bankruptcy law. This study applies the juridical-normative method of data collection, focusing on the study of the literature of law and related legislation."
2014
S53488
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Dora Virgolin
"

Agunan yang diambil alih (AYDA) merupakan salah satu upaya yang dilakukan Bank untuk menyelesaikan kredit bermasalah yang bertujuan menurunkan rasio non performing loan (NPL) dan menjaga kualitas kredit Debitur. Dalam ketentuannya terdapat 3 (tiga) mekanisme yang dapat dilakukan Bank dalam melaksanakan AYDA yaitu melalui lelang, penyerahan sukarela oleh pemilik agunan, atau surat kuasa menjual diluar lelang. Agunan yang di AYDA dalam pembahasan ini berupa objek Hak Tanggungan yang mana dalam proses pelaksanaanya Debitur ternyata mengalami Pailit. Permasalahan yang akan dibahas adalah implikasi hukum kepailitan tersebut terhadap Bank yang telah melaksanakan AYDA namun dalam prosesnya Debitur ternyata dinyatakan Pailit. Tesis ini bertujuan untuk meneliti kepastian hukum yang ditimbulkan pada saat Bank melaksanakan AYDA melalui mekanisme tertentu yang dipilih oleh Bank sehubungan dengan harta boedel pailit dan aset yang telah dilakukan pengambilalihan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan undang-undang dengan studi kepustakaan mengacu pada data sekunder seperti peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen resmi, literature dan buku-buku yang relevan. Adapun hasil penelitian ini terhadap ketiga mekanisme AYDA tersebut ternyata memiliki implikasi hukum yang berbeda ketika Debitur dinyatakan Pailit, yaitu terhadap proses pengambilalihan melalui PPJB dan/atau Surat Kuasa menjual di Luar Lelang ternyata aset yang di AYDA melalui cara tersebut tetap dimasukkan ke dalam harta Pailit. Bank yang telah melakukan AYDA sesuai ketentuan yang berlaku membutuhkan kepastian hukum bahwa hak-haknya dilindungi dalam pelaksanaan AYDA tersebut.

 

 


Foreclosed collateral (AYDA) is one of the efforts undertaken by the Bank to settle problem loans with a non-performing loan ratio (NPL) and guarantee the quality of Debtor loans.  In order, there are three mechanism that Bank can use in AYDA through auction, voluntary surrender by the collateral owner, or selling authority letter through the auction.  The collateral in AYDA in this discussion is the object of the Mortgage which in the process of implementation The issue to be discussed is the implication of bankruptcy law against the Bank that has implemented AYDA but in the process.  The debtor is declared bankrupt.  This thesis discusses the legal protection that arises when the Bank implements AYDA through certain regulations chosen by the Bank related to bankrupt bank assets and assets that have been carried out must be transferred.  The research method used is normative legal research using laws with a literature study on secondary data such as legislation, official documents, literature, and relevant books.  The following are the results of research conducted on this AYDA that claims to have different implications from the compilation of Debtors declared Bankrupt, namely to the transition process through PPJB and/or Power of attorney selling outside the Auction, looking for assets in AYDA through this method available to each  - with the bankrupt property.  Banks that have conducted AYDA in accordance with the provisions that require legal certainty about their rights approved in the implementation of AYDA.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eriani Kuswara
"Tesis ini membahas mengenai Perlindungan hukum bagi bank selaku kreditur pemegang Hak Tanggungan dalam Kredit Pemilikan Rumah dengan kasus yang terjadi pada Bank X, dimana jaminan kredit yang ada pada Bank X digugat oleh pihak ketiga yang mengaku sebagai pemilik sah dari jaminan tersebut. Kedudukan Bank X selaku kreditur preference pemegang Hak Tanggungan dan proses pemberian kredit yang dilakukan pun dipertanyakan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif untuk menghasilkan data deskriptif analitis. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa proses KPR yang dilakukan oleh Bank X sudah sesuai dengan ketentuan perkreditan yang ada dengan menerapkan prisnip prudential banking dengan baik. Dengan demikian dapat dikatakan Bank X merupakan kreditur yang beritikad baik, sehingga kepentingannya harus dilindungi oleh hukum. Dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung Repubik Indonesia No. 394/K/Pdt/1984 tanggal 31 Mei 1985 sudah mengatur perlindungan hukum terhadap bank selaku kreditur yang beritikad baik. Namun dalam kasus ini hukum tersebut dikesampingkan, dan kedudukan bank selaku kreditur preference menjadi tidak mutlak.

This thesis discusses the legal protection for the bank as creditor Mortgage holders in Housing Credit From Bank X Cases, where the credit guarantees available From the Bank X sued by a third party claiming to be legitimate owner of the collateral. The Bank X Status as the holder of preference Mortgage lenders shaken and processes performed lending has also been questioned. This study case uses the literature resources with juridical normative approach to generate qualitative analytical descriptive data. Based on the results of this study concluded that the mortgage process is carried out by the Bank X is in conformity with the provisions of the existing credit by applying prudential banking principles as well. Therefore, it can be said that Bank X as a good faith creditor, so its interest should be protected by law. In the Indonesia Supreme Court's Jurisprudence No. 394/K/Pdt/1984 on May 31, 1985 has been set as the legal protection of creditor banks were acting in good faith. But in this case the law be excluded, and the position of the bank as creditor preference not becomes absolute.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41750
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yomi Putri Yosshita Dewi
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai pelaksanaan parate eksekusi Hak Tanggungan sebagai upaya penyelesaian kredit bermasalah di PT Bank Mandiri (Persero) Tbk dan permasalahan yang dihadapi. Tujuan dilakukannya penulisan Tesis ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa peranan parate eksekusi Hak Tanggungan dalam menyelesaikan kredit bermasalah di PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, beserta kendala-kendala yang dihadapi dan upaya penyelesaian yang dapat dilakukan. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis yang melukiskan fakta-fakta berupa data sekunder yang berhubungan dengan hukum jaminan khususnya hak tanggungan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa pelaksanaan lelang parate eksekusi Hak Tanggungan telah sesuai dengan ketentuan dan berperan cukup baik dalam menyelesaikan kredit bermasalah di Bank Mandiri. Namun demikian, masih terdapat beberapa kendala yang dihadapi antara lain adanya gugatan untuk menunda / membatalkan lelang dan masalah pengosongan agunan.

ABSTRACT
This thesis discusses the implementation of the self enforcement of mortgage carried out by PT Bank Mandiri (Persero), Tbk. as a settlement of non performing loans and the problems in the implementation. The purposes of writing this thesis are to analyze the role of the self enforcement of mortgage in resolving non performing loans in PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. and the problems encountered. This study is using a normative juridical approach to the specifications of analytical descriptive study that describes the facts in the form of secondary data relating to the security law, especially for mortgage. Based on the results of research conducted, the author concludes that the implementation of the self enforcement of mortgage carried out by PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. is complied with the regulations and also take a good role in resolving non performing loans in PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. However, there are still some common problems encountered especially law suit to prevent or to cancel the auction and also the problem of emptying the collateral object."
2017
T48586
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Idham Muhammad Aulia
"Hak tanggungan merupakan salah satu jenis jaminan yang digunakan sebagai jaminan pada pemberian fasilitas kredit, yang ketentuannya dituangkan dalam perjanjian jaminan. Dalam hal ini, aset debitur yang digunakan sebagai jaminan adalah hak atas dan dapat berupa bangunan, tanaman, dan hasil karya yang sudah ada ataupun akan ada yang merupakan satu kesatuan pada tanah tersebut. Ketentuan mengenai bangunan, tanaman, dan hasil karya di atas tanah milik debitur harus dinyatakan dengan tegas dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan tersebut. Dalam penelitian ini, penulis bertujuan untuk meninjau lebih lanjut mengenai bagaimana bentuk perlindungan dan upaya hukum bagi debitur dalam permasalahan terkait lelang eksekusi yang dilakukan oleh kreditur sebagai penjual dengan penetapan nilai limit yang tidak wajar atau rendah, sebab dengan adanya ketentuan mengenai nilai limit dalam Peraturan Menteri Keuangan tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang Nomor 122 Tahun 2023 dan ketentuan eksekusi dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, bisa memberikan kedudukan yang seimbang dan adil dalam pelaksanaan lelang eksekusi.

Mortgage is one type of collateral used as security for the provision of credit facilities, the provisions of which are set out in a security agreement. In this case, the debtor's assets used as collateral are rights to and can be in the form of existing or future buildings, plants, and works that form an integral part of the land. The provisions regarding buildings, plants, and works on the debtor's land must be expressly stated in the Deed of Granting Mortgage. In this study, the author aims to further review how the form of protection and legal remedies for debtors in problems related to execution auctions conducted by creditors as sellers with the determination of unreasonable or low limit values, because with the provisions regarding the limit value in the Minister of Finance Regulation concerning Auction Implementation Guidelines Number 122 of 2023 and the provisions of execution in Law Number 4 of 1996 concerning Mortgage Rights, can provide a balanced and fair position in the implementation of execution auctions."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gabriella Natalia Cristina
"ABSTRAK
Bank sebagai penghimpun dana masyarakat, mengumpulkan dana dari masyarakat dalam jumlah yang sangat besar dengan jangka waktu yang cukup lama merupakan sumber utama bagi Bank dalam menyalurkan kembali kepada masyarakat yang memerlukan dalam bentuk pinjaman atau kredit. Inilah yang dinamakan fungsi Bank sebagai Intermediasi. Adanya hubungan pinjam-meminjam tersebut diawali dengan pembuatan kesepakatan antara peminjam (debitur) dan meminjamkan (kreditur) yang dituangkan dalam bentuk perjanjian. Unsur esensial dari kredit bank adalah adanya kepercayaan dari bank sebagai kreditor terhadap nasabah peminjam sebagai debitor. Jaminan merupakan salah satu faktor dalam pertimbangan pemberian kredit dari bank. Pada kenyataannya saat ini Debitur ataupun pihak pemilik jaminan akan menggunakan segala upaya agar harta benda miliknya tidak dieksekusi oleh bank apabila terjadi wanprestasi, hal ini sangat berhubungan dengan itikad baik daripada debitur dan pemilik jaminan, ketika debitur mengajukan pinjaman terhadap debitur seharusnya debitur juga sudah mempersiapkan untuk melaksanakan kewajibannya yaitu dengan membayar pinjaman pokok berserta bunga terhadap kreditur, dikarenakan tidak ingin harta benda nya dieksekusi maka debitur melakukan upaya-upaya baik secara non-hukum ataupun dengan melalui jalur hukum, pada perkembangannya kasus-kasus perbankan menjadi lebih kompleks lagi dibandingkan sebelumnya, dikarenakan pengetahuan debitur dan pemilik jaminan juga semakin banyak dan tajam mengenai hukum dan sistem perbankan, seperti yang dilakukan dengan mengajukan perlawanan pihak ketiga dan gugatan Perbuatan Melawan Hukum.

ABSTRACT
Banks as collectors of public funds, collect funds from the public in a very large amount with a long period of time is a major source for the Bank in channeling back to the community in need in the form of loans or credit. This is called the function of the Bank as Intermediation. The existence of the borrowing and borrowing relationship begins with the creation of an agreement between the borrower (debtor) and lend (creditor) as outlined in the agreement form. An essential element of bank credit is the trust of the bank as a creditor to the borrower's customer as a debtor. Guarantee is one of the factors in the consideration of lending from the bank. In fact, at this time the Debtor or the owner of the warranty will use all efforts to keep his property not executed by the bank in case of default, this is very much in relation to the good faith of the debtor and the owner of the guarantee, when the debtor applying the loan to the debtor should the debtor have also prepared for carrying out its obligations by paying principal and interest credit to the creditor, because it does not want his property executed then the debtor makes efforts either non-law or through legal channels, the development of banking cases becomes more complex than ever before, the knowledge of debtors and owners of collaterals is also increasingly and sharply concerning the laws and banking system, as is done by proposing third party resistance and lawsuits unlawful act."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T49869
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aprilia Milasari
"ABSTRAK
Hak Tanggungan memberikan kedudukan yang diutamaan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor lain. Kreditor pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulu daripada kredirtor-kreditor yang lain. Dengan adanya Peraturan Mahkamah Agung mengenai penyitaan harta benda korporasi dimana harta benda korporasi yang melakukan tindak pidana dapat disita jika korporasi tidak membayar denda maka akan terjadi benturan dengan konsekuensi Hak Tanggungan apabila obek yang disita merupakan objek Hak Tanggungan. Dalam hal terjadi penyitaan harta benda korporasi, sebagai upaya mencapai harmonisasi antara satu perturan dengan peraturan yang lain serta untuk mencapai kepastian hukum digunakan asas lex superior de rogat legi generali.

ABSTRACT
Mortgage rights give prominent position to certain reditor toward other creditor. Mortgage rights holders have the right to sell the land which is a collateral through public auction by having bigger rightfull authority than other creditors. In the manner of Supreme Court regulations concerning the confiscation of corporation 39 s properties, where the corporation commit criminal act and not paying fines that caused properties confiscation, Therefore it will collide with the consequences of mortgage rights, if the confiscation object is mortgage rights. Within the matter of corporation 39 s properties confiscation, as means of attaining harmonization between one reguation towards others, as well as attaining legal security by using lex superior de rogat legi generali principle."
2018
T51332
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>