Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 64126 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siti Sahira Satriavi
"Tesis ini membahas kritik W.S Rendra terhadap pemerintah Orde Baru melalui puisinya (1967-1978). Pada tahun 1967-1978, kebijakan Orde Baru menyebabkan korupsi oleh aparat negara karena diberlakukannya UU PMA 1967 dan ketergantungan pada modal asing, yang kemudian menyebabkan protes dari berbagai kalangan mahasiswa. Protes ini kemudian memuncak pada 1974 di Insiden Malari. Setelah kejadian Malari, kebijakan pemerintah Orde Baru menjadi sangat anti-kritik, ini kemudian dibuktikan dengan pelarangan pers, larangan tampil bagi seniman yang dianggap mengkritik, pembatasan kebebasan berekspresi dan kemudian menimbulkan protes dari berbagai kelompok. , seperti siswa dan seniman. Salah satunya adalah W.S Rendra yang mengkritik Orde Baru melalui puisinya. Berbeda dengan penelitian sebelumnya pada WS Rendra, yang lebih fokus pada biografinya, menganalisis karyanya dari sudut pandang sastra dengan studi semiotik, penelitian ini akan fokus pada puisi-puisi oleh WS Rendra, yang merupakan bentuk kritik terhadap New Memesan kebijakan pemerintah. Menulis artikel ini menggunakan metode historis menggunakan sumber-sumber tertulis seperti koran kontemporer, buku, jurnal, dan wawancara.

This thesis discusses W.S Rendras criticism of the New Order government through his poetry (1967-1978). In 1967-1978, the New Order policy caused corruption by the state apparatus due to the enactment of the 1967 PMA Law and dependence on foreign capital, which then led to protests from various student circles. This protest then peaked in 1974 at the Malari Incident. After the Malari incident, the New Order government policy became very anti-criticism, this was later proven by a ban on the press, a ban on appearing for artists who were considered criticizing, restrictions on freedom of expression and then led to protests from various groups, like students and artists. One of them was W.S Rendra who criticized the New Order through his poetry. In contrast to previous research on WS Rendra, which focuses more on his biography, analyzing his work from a literary point of view with semiotic studies, this research will focus on poems by WS Rendra, which is a form of criticism of New Order government policy. Writing this article uses historical methods using written sources such as contemporary newspapers, books, journals, and interviews."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian ini bertujuan mengungkapkan dan mendeskripsikan nilai estetika sajak "Nyanyian Angsa" karya W.S Rendra dari segi struktural. Sajak "Nyanyian Angsa" memiliki syarat-syarat penanda khusus seperti bentuk sajak bebas, pemunculan tokoh aku lirik yang dominan."
490 KAN 7:1 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Muflih Rizqullah
"Artikel ini membahas tentang perkembangan kesenian dan intelektual W.S Rendra pada periode pertama kepenyairannya, yaitu dari tahun 1954-1964. Pada tahun 1953 terdapat perbicangan mengenai perumusan angkatan sastrawan setelah Angkatan 45. Perbincangan ini diawali dengan tajuk Krisis Literatur yang dilontarkan oleh beberapa sastrawan veteran Indonesia. Melalui perdebatan dan polemik telah muncul suatu kanonisasi bernama Angkatan Terbaru, untuk memayungi sekumpulan pengarang aktif yang lahir sekitar tahun 1930 sampai 1940. W.S Rendra adalah salah satu pengarang muda yang paling terkemuka dalam angkatan ini. Fase kepenyairan Rendra pada periode 1950-an didefiniskan oleh sajak-sajak baladanya. Kumpulan puisinya pertama, Ballada Orang-Orang Tercinta (1957), berisi sajak-sajak naratif yang mengambil tema cerita-cerita rakyat, legenda dan mitos Jawa yang dilatari oleh pesona alam Jawa. Puisinya yang memadukan sastra Jawa klasik dan sastra modern barat merupakan suatu kebaruan dalam kesusastraan Indonesia. Artikel ini ditulis menggunakan metode sejarah, dengan pengumpulan data berupa arsip, dokumen terjilid, majalah, surat kabar, buku, dan jurnal, yang diperoleh melalui Perpustakaan H.B Jassin, Perpustakaan Nasional, Perpustakaan Pusat UI, ataupun secara daring.

This article discusses W.S Rendra's artistic and intellectual development in the first period of his poetry, namely from 1954-1964. In 1953 there was discussion regarding the formulation of a generation of writers after the Angkatan 45. This discussion began with the title Literary Crisis which was raised by several veteran Indonesian writers. Through debate and polemic, a canonization called the Angkatan Terbaru has emerged, to cover a group of active writers born around 1930 to 1940. W.S Rendra is one of the most prominent young authors in this generation. Rendra's poetic phase in the 1950s was defined by his ballads. His first collection of poetry, Ballada Orang-Orang Tercinta (1957), contains narrative poems that take the theme of Javanese folklore, legends and myths against the backdrop of the charm of Javanese nature. His poetry which is an amalgam of tradisional Javanese literature and modern western literature is a novelty in Indonesian literature. This article was written using the historical method, with data collection in the form of archives, bound documents, magazines, newspapers, books and journals, obtained through the H.B Jassin Library, National Library, UI Central Library, or online source."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Guruh Saputra
"Musik bisa menyampaikan makna dibalik liriknya jika didukung dengan pendekatan yang sesuai. Pendekatan intertesktualitas adalah salah satu pendekatan yang sesuai dikarenakan di dalam proses analisis, kita sebagai penganalisis dapat membuat keterkaitan antara lirik musik dengan lirik yang lain yang mana mempunyai kemiripan atau periode sejarah yang sama. Tujuan dari analisis ini adalah untuk mencari makna yang sesungguhnya dan keterkaitan antara lirik lagu Disturbed yang berjudul "Deify" dan "Sacred Lie" dengan era Bush yang kontroversial. Hasil dari analisisnya yaitu kedua lirik tersebut sukses berdiri sebagai kritikan dan protes terhadap Bush. Isu - isu yang dibicarakan di dalam kedua lirik ini adalah "Mesias", perang, kepalsuan, ketakutan, keberanian, dan rahasia. Semua isu tersebut merupakan inti dari kedua lirik lagu Disturbed.

Music can deliver meanings behind its lyrics if it is supported with appropriate approach. Intertextuality is the appropriate approach because in analysis process, we, as the analyzer can make connection between the music lyrics with other lyrics which have similarity or historical period. The purpose of this analysis is to find the real meaning and connection between Disturbed’s song lyrics which are Deify and Sacred Lie with the controversial Bush era. The result from the analysis of these two lyrics is both of these songs successfully stand as critic and protest toward Bush. Issues which are being discussed in these two lyrics are “Messiah”, war, falsehood, fear, bravery, and secrets. All these issues are the core of Disturbed’s lyrics.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Erwan
"Tesis ini membandingkan penerjemahan Hamlet oleh Trisno Sumardjo dan W. S. Rendra dengan menggunakan pendekatan tekstual. Tujuannya adalah untuk memahami bagaimana Sumardjo dan Rendra yang berasal dari negara pascakolonial berinteraksi dengan Shakespeare yang dari negara imperial. Karakteristik intertekstualitas teks memungkinkan penulis memahami dan menjelaskan kedua teks terjemahan dengan bantuan teks lain yang berkaitan. Dengan pengangkatan kembali dua konteks-situasi penerjemahan yang berbeda, dan melihat bagaimana dua konteks-situasi yang berbeda tersebut memberikan bentukan yang berbeda kepada kedua teks terjemahan, penulis menyimpulkan perbedaan perlakuan Sumardjo dan Rendra terhadap Shakespeare.

This thesis compares Trisno Sumardjo and W. S. Rendra?s translation of Hamlet by applying textual approach. The goal is to understand how Sumardjo and Rendra, who are from a post-colonial country, interact with Shakespeare, who is from an imperial country. The intertextuality of a text enables the author to fathom and elucidate both translated texts with the help of other related texts. By reviving the context-situations of both translation processes, and observing how those context-situations imprint different shapes upon both translated texts, the author concludes the differences of Sumardjo and Rendra?s treatment of Shakespeare."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2011
T28314
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Novy Eryanty
"Perkembangan media baru memberikan banyak manfaat, salah satunya sebagai sarana penyampai kritik sosial. Malesbanget.com, situs yang berdiri sejak 2003, mengemas artikelnya dengan pendekatan humor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pembingkaian kritik sosial terhadap kinerja pemerintah yang dilakukan MBDC dengan menggunakan framing analysis model Gamson dan Modigliani, pendekatan kualitatif. Dari keseluruhan pembingkaian, unsur yang menonjol adalah exemplars (contoh nyata) yang memberikan contoh nyata buruknya kinerja pemerintah saat ini, seperti jalanan selalu bertambah macet ketika SBY lewat. Unsur lain yang juga menonjol adalah catchphrases (frase kontras) dan depictions (gambaran konotatif) untuk memperlihatkan kinerja pemerintah yang tidak optimal, seperti SBY meluncurkan album keempat. Hasil analisis menunjukkan MBDC melakukan kritik sosial terhadap kinerja pemerintah yang tidak maksimal dengan kemasan humor untuk menimbulkan kesan menarik.

The development of new media offers a large number of benefits, one of them is to be a tool to deliver social criticism. Malesbanget.com, a website founded in 2003, uses a humorous approach in the writing of its articles. The aim of this research is to understand the framing of social criticism towards the government"s performance as done by MBDC, conducted in Gamson and Modigliani framing analysis model with qualitative approach. Of all the framings, the exemplars (real-life examples) element is one that stands out in providing conrete examples of the govenment"s current poor performance, such as how the streets would become jammed as President SBY passes through it. Another element that is also seen to stand out is the catchphrase (constrasting phrases) and depictions (conotative images) to display the government"s unoptimized performance, as can be seen from President SBY"s fourth album launch. Analytical results shows that MBDC carries out social criticism towards the government"s unoptimized performance with a humor approach so as to generate interest."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ronny Rendra Setyawan
"Hubungan Pusat-Daerah Pada Masa Awal Orde Baru (1967-1978): Studi Kasen Daerah Istimewa Aceh. Sebuah bangsa ada karena adanya kehendak bersama, kesamaan sejarah yang sama, dan tujuan yang sama. Sebuah bangsa menjadi tidak ada adaiah karena adanya ketidakadilan, diskriminasi dan tertutupnya kran-kran kebebasan untuk mengekspresikan diri. Bangsa Indonesia lahir karena adanya cita-cita bersama dari seluruh suku bangsa yang ada untuk membebaskan diri dari belenggu imperialisme dan untuk setara dengan bangsa-bangsa lainnya, McIalui proses yang panjang kemudian terbentuklah negara Republik Indonesia. Proses pengelolaan negara yang terjadi di Indonesia mengalami fluktuasi sepanjang sejarah. Sejak zaman revolusi sampai masa Orde Baru Indonesia sebagai sebuah negara terus mengalami tantangan. Skripsi ini membahas hal tersebut dengan studi kasus di Daerah Istimewa Aceh. Daerah Aceh sejak masa kemerdekaan hingga Orde Baru adalah daerah yang terus menerus mengalami pergolakan. Pada masa kemerdekaan yang diperangi adalah Belanda, sedangkan pada masa-masa setelah itu peperangan yang terjadi adalah antara Aceh melawan Jakarta (daerah pusat). Pada masa Orde Baru Aceh adalah merupakan saiah satu daerah yang kaya akan sumber daya alam, tetapi jika dibandingkan dengan pembangunan yang ada terasa kurang sebanding. Hal ini bukan hanya terjadi di Aceh, tetapi di beberapa daerah lain mengalami hal yang sama. Hal ini terjadi karena pemerintah pusat telah menetapkan sebuah mekanisme tertentu untuk melemahkan daerah, balk secara politik maupun ekonomi. UU No 5 tahun 1974 yang merupakan produk dari Orde Baru ini, menjadi senjata yang sangat ampuh untuk menekan daerah. Sebagai contoh adalah masalah pengangkatan kepala daerah, walupu n di tiap daerah ada kepala daerah, tetapi yang menentukannya tetap pemerintah pusat. Disamping itu pola penyeragaman struktur pemerintahan daerah secara nasional menjadikan daerah ini menjadi teralienasi dari sistem budayanya sendiri. Dalam hal ekonomi pemerintah pusat membuat daerah-daerah menjadi mangalami ketergantungan yang tinggi terhadap pusat. Pemerintah lebih mengedepankan pemberian subsidi kepada daerah-daerah. terrnasuk Aceh. Dalam Realisasi Penerimaan Daerah Otonom Tingkat I, subsidi pemerintah pusat dari tahun ke tahun mengalami kenaikan dan rata-rata posisinya sekitar 60 % dari total penerimaan. Subsidi pemerintah pusat ini merupakan hasil yang diambiI dari daerah. Hal tersebut akhirnya menimbulkan reaksi, khususnya di Aceh. Walaupun reaksinya dalam skala kecil pada waktu itu, tetapi hal ini menunjukkan bahwa pemerintah pusat telah membuat manajemen hubungan pusat-daerah secara kurang baik. Reaksi ini diwujudkan dengan perjuangan bersenjata yang dipimpin oleh Hasan Muhammad Tiro. Pada awainya gerakan ini merupakan gerakan elit dari kalangan intelektual Aceh yang merasa resah melihat kondisi Aceh pada sat itu, yang menurut mereka Aceh diperlakukan secara tidak adil oleh pemerintah pusat. Gerakan ini walaupun pada akhirnya dapat ditumpas oleh pemerintah, tetapi tidak mati, dan pada tahun-tahun berikutnya pendukungnya mulai bertambah banyak."
2000
S12414
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bertha Jayanti Nurtiana
"Radio merupakan salah satu media yang dapat menyampaikan informasi dengan cepat. Untuk itulah, radio digunakan sebagai salah satu media perjuangan rakyat. Ketika Orde Baru muncul, banyak bermunculan radio siaran non-pemerintah di Jakarta. Pemerintahan Orde Baru pun mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk mengatur radio. Salah satunya PP No. 55 Tahun 1970 yang didalamnya terdapat larangan sebagai alat kegiatan politik bagi radio siaran non-pemerintah dan dilarang membuat berita. Hal tersebut menimbulkan dinamika dalam dunia radio siaran di Jakarta. Dinamika tersebut dapat dilihat pada perkembangan Radio Arief Rachman Hakim dari tahun 1970 hingga 1998.

Radio is a medium that can convey information quickly. For this reason, the radio is used as a medium of mass struggle. When the New Order emerged, many emerging non-government radio stations in Jakarta. New Order government also issued a number of policies to regulate radio. One of these PP. 55 of 1970 in which there is a ban on political activity as a tool for non-government broadcast radio and banned from making news. This raises the dynamics in the world of radio broadcasting in Jakarta. The dynamics can be seen in the development of radio Arief Rachman Hakim from 1970 to 1998.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S54525
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juhdi Syarif
"ABSTRAK
Penelitian ini memfokuskan kajiannya tentang sikap Abuya Dimyati terhadap perubahan politik pada Pemilu 1977. Penelitian ini mempertanyakan mengapa Abuya Dimyati mengambil sikap kritis terhadap kebijakan pemerintah Orde Baru menjelang Pemilu 1977, bagaimana reaksi masyarakat Banten atas penangkapan Abuya Dimyati pada 14 Maret 1977. Tujuan penelitian yaitu: menjelaskan sikap Abuya Dimyati terhadap perubahan politik dan sikap kritis beliau yang mengambil sikap berbeda dengan penguasa Pemerintah Orde Baru pada Pemilu 1977, serta menjelaskan reaksi masyarakat Banten atas penangkapan Abuya Dimyati. Metodologi strukturis yang didasarkan pada teori strukturasi Anthony Giddens digunakan untuk memahami keterkaitan antara struktur dan manusia agency dengan mengacu kepada konsep: gerakan tarekat, gerakan sosial-keagamaan, hubungan doktrin dengan perilaku politik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemerintah Orde Baru berupaya mempertahankan kemenangan Pemilu 1971 dengan melakukan kebijakan fusi partai politik pada 1973 dan memaksa masyakat dengan cara intimidasi untuk memilih partai pemerintah pada Pemilu 1977. Rangkaian peristiwa fusi dan intimidasi menjelang Pemilu 1977 membuat Abuya Dimyati menasihati masyarakat agar tidak mau dipaksa oleh Pemerintah Orde Baru. Dalam kaitan ini Abuya Dimyati, berperan sebagai kiai dan juga Culture Broker, yang mampu menerjemahkan situasi sosial politik yang dibutuhkan oleh masyarakat. Kondisi ini memperlihatkan ulama atau kiai menduduki posisi kunci dalam struktur kebudayaan masyarakat Banten.

ABSTRACT
The focus of this study is Abuya Dimyati 39 s attitude toward political shift in the 1977 Election. The study questions why Abuya Dimyati took a critical stand against the New Order government 39 s policies prior to the 1977 Election, how the People of Banten reacted to Abuya Dimyati 39 s arrest on 14 March 1977. The purpouse of the study is to explain the attitude of Abuya Dimyati against the political shift and why he took a stand opposing the New Order government 39 s policies before the 1977 Election, and to explain the reaction of Banten rsquo s Community when Abuya Dimyati was arrested. The structural method, based on the structural theory of Anthony Giddens is used to understand the relationship between structure and human agency by referring to the concepts of the tarekat movement, the social religious movement, and the doctrinal relationship with political behaviour. The result of this study shows that the New Order government attempted to defend their victory in the 1971 Election by implementing the policy of polical parties rsquo fusion in 1973 and forced the community by way of intimidation to vote for the government party in the 1977 Election. Series of events related with the fusion and intimidation prior to 1977 election attempted Abu Dimyati to advise the people not to be intimidated by the New Order government. In this regard, Abu Dimyati acted as a Kiai and a Culture Broker, who could translate the social political situation needed by the society. This condition shows that Ulema or Kiai holds an important position in the cultural structure of Banten rsquo s society. "
2018
D2379
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>